Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Puskesmas adalah pusat pengembangan pembinaan, dan pelayanan


sekaligus merupakan pos pelayanan terdepan dalam pelayanan pembangunan
kesehatan masyarakat yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan pada masyarakat yang bertempat tinggal dalam
wilayah tertentu.
Diare dan Gastroenteritis akut (GEA) merupakan keluhan yang sering
ditemukan. Diperkirakan pada orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut
atau gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus.Berdasarkan data dari World
Health Organization (WHO) tahun 2001, diare menduduki peringkat pertama
penyebab kematian anak dengan persentase sebesar 35% atau sekitar 4 miliar kasus
diare akut/tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun (Soewondo ES, 2002). Di
Indonesia sendiri dapat ditemukan sekitar 60 juta penderita diare setiap tahunnya
dimana 70-80% dari penderitanya adalah anak dibawah lima tahun dengan masih
tingginya angka kesakitan yang dilaporkan, yaitu 23,35 per 1000 penduduk pada
tahun 1998 meningkat menjadi 26,13 per 1000 penduduk pada tahun 1999. (Profil
Kesehatan Indonesia, 2002)
Penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih menyumbangkan sekitar 33%
atau sepertiga dari total kematian seluruh kelompok umur. Hal ini dapat disebabkan
oleh ketidakmampuan dan ketidaktahuan masyarakat dalam memelihara kesehatan
lingkungan.Masalah kesehatan lingkungan misalnya pembuangan kotoran (tinja),
pembuangan sampah, pembuangan air limbah, penyediaan air bersih berpengaruh
terhadap kesehatan terutama tingginya penyakit infeksi saluran pencernaan
khususnya penyakit diare. Faktor lingkungan yang berupa penyediaan air bersih
dan jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat kesehatan secara perilaku
manusia akan mempermudah terjadinya penularan penyakit. Berbagai studi telah
menunjukkan bahwa suatu komunitas yang memiliki penyediaan air bersih,
melakukan pola hidup bersih, dan memiliki sarana sanitasi maka derajat
kesehatannya akan meningkat pula.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria
frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari tiga kali perhari. Buang air
besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. Dikatakan
Gastroenteritis akut (GEA) bila selain diare, terdapat juga gejala – gejala akibat
gangguan lambung, misalnya nyeri ulu hati, mual – muntah, perut kembung,
rasa penuh pada perut, dan sendawa kecut.

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.Sedangkan


menurut World Gastroenterology Organisation global guideline 2005, diare
akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari.Diare kronik adalah diare
yang berlangsung lebih dari 14 hari.

Diare infektif adalah bila penyebabnya infeksi.Sedangkan diare non


infeksi bila tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus
tersebut.Diare organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik,
bakteriologik, hormonal atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak dapat
ditemukan penyebab organik (Sudoyo,2009).

B. EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia pada tahun 70 sampai 80-an, prevalensi penyakit diare


sekitar 200-400 per 1000 penduduk per tahun. Angka Case Fatality Rate (CFR)
menurun dari tahun ke tahun, pada tahun 1975 CFR sebesar 40-50%, tahun
1980-an CFR sebesar 24%. Berdasarkan hasil survey kesehatan rumah tangga
(SKRT), tahun 1986 CFR sebesar 15%, tahun 1990 CFR sebesar 12%, dan
diharapkan pada tahun 1999 akan menurun menjadi 9%. Angka kesakitan dan

2
kematian akibat diare mengalami penurunan dari tahun ke tahun.(Widoyono,
2008).

Tabel 2.1 Angka Kesakitan dan Kematian Akibat Diare (Semua Umur)
Tahun 1990-1999

Angka kesakitan per


Tahun CFR (%)
1000 penduduk

1990 29,79 0,024

1991 25,64 0,027

1992 25,41 0,017

1993 28,77 0,015

1994 26,64 0,019

1995 24,26 0,021

1996 23,57 0,019

1997 26,20 0,012

1998 25,30 0,009

1999 26,13 0,006

Sumber: Widoyono, 2008

Tabel 2.1 menggambarkan penurunan angka kesakitan diare dari 29,79


per 1000 penduduk pada tahun 1990 mencapai angka terendah 23,57 per 1000
penduduk pada tahun 1996, tetapi meningkat lagi menjadi 26,13 per 1000
penduduk pada tahun 1999. Demikian pula dengan angka kematian, terjadi
penurunan dari 0,024% pada tahun 1990 menjadi 0,006% pada tahun 1999.
Angka ini relatif lebih rendah dibandingkan angka hasil SKRT karena sistem
pencatatan dan pelaporan yang masih lemah. (Widoyono, 2008)

Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare
menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting. Di

3
Indonesia, KLB diare masih terus terjadi hampir di setiap musim sepanjang
tahun. Data KLB diare dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare di Indonesia Tahun 1996-2000

Tahun Penderita Meninggal CFR (%)

1996 6139 161 2,62

1997 17890 184 1,08

1998 11818 275 2,33

1999 5159 76 1,47

2000 5680 109 1,92

Sumber: Widoyono 2008

KLB diare menyerang hampir semua propinsi di Indonesia.Angka


kematian yang jauh lebih tinggi daripada kejadian kasus diare biasa membuat
perhatian para ahli kesehatan masyarakat tercurah pada penanggulangan KLB
diare secara tepat. (Widoyono, 2008)

C. KLASIFIKASI

Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan:

1. Lama waktu diare: akut atau kronik,


2. Mekanisme patofisiologi: osmotik atau sekretorik dll,
3. Berat ringan diare : tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan – sedang, dehidrasi
berat
4. Penyebab infeksi atau tidak: infeksi atau non-infeksi
5. Penyebab organik atau tidak: organik atau fungsional. (Sudoyo,2009)

4
D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi


(bakteri, parasit, virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain.
(Sudoyo,2009)

Faktor-faktor penyebab diare :

1. Faktor Infeksi
Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri,
virus maupun parasit. Penyebab lain timbulnya diare akut adalah toksin dan
obat, nutrisi enteral yang diikuti puasa yang lama, kemoterapi,impaksi fekal
(overflow diarrhea) atau berbagai kondisi lain. Dari penelitian pada
tahun1993-1994 terhadap 123 pasien dewasa yang menderita diare akut,
penyebab terbanyak hasil infeksi bakteri E.coli (38.29%), V.cholerae
Ogawa (18.29%), Aeromonas. Sp (14.29%) (Mansjoer,2001).

Diare oleh sebab infeksi Diare oleh sebab non-infeksi

1. Bakteri 1.Defek Anatomi


Shigela, Salmonella, E.colli,  Short Bowel Syndrome
Vibrio cholera,  Penyakit Hirchsprung
Staphylococcus aureus, 2. Malabsorbsi
Campilobacter aeromonas  Defisiensi disakaridase
2. Virus  Cholestasis
Rotavirus, Norwalk, Norwalk 3.Alergi
like agent, Adenovirus  Alergi susu sapi
3. Parasit 4.Keracunan makanan
Protozoa : Entamoeba  Logam berat
histolytica, Giardia lamblia,  Mushroom
Balantidium coli, Cacing : 5.Vitamin C terlalu tinggi
Ascaris, Trichiuris trichiura 6. fruktosa berlebih
Jamur : Candida

5
2. Faktor Umur
3. Faktor Status Gizi
4. Faktor Lingkungan  sanitasi dasar, sarana air bersih, limbah dan sampah,
serta jamban keluarga
5. Faktor Susunan Makan  yang mempengaruhi angka kejadian diare adalah
adanya antigen, osmolaritas terhadap cairan, malabsorpsi, dan mekanik.
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita
atau tidak langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger).

Faktor risiko terjadinya diare adalah:


1. Faktor perilaku
Faktor perilaku antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan
Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi
kontak terhadap kuman

b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena


penyakit diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu

6
c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum
memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah
membersihkan BAB anak

d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis

2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan antara lain:
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya
ketersediaan Mandi Cuci Kakus (MCK)

b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk

Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari


penderita yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain:
kurang gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit
imunodefisiensi/imunosupresi dan penderita campak (Depkes RI, 2011).

Gambar 2.1 Peta konsep etiologi diare dari segi IKM

Menurut Mansjoer (2001), diare akibat infeksi ditularkan secara fekal


oral. Hal ini disebabkan makanan atau minuman yang masuk terkontaminasi

7
tinja ditambah ekskresi yang buruk, makanan yang tidak matang bahkan
disajikan tanpa dimasak.Penularannya adalah melalui transmisi orang ke orang
melalui aerosolisasi, tangan yang terkontaminasi (Clostridium difficile), atau
melalui aktifitas seksual.

Faktor penyebab yang mempengaruhi patogenesis antara lain penetrasi


yang merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang
mempengaruhi sekresi cairan di usus serta daya lekat kuman. Kuman tersebut
membentuk koloni yang dapat menginduksi diare. Patogenesis diare yang
disebabkan karena infeksi bakteri terbagi dua, yaitu :

1. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)

Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada usus halus namun
tidak merusak mukosa. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah V.
cholera, Enterotoksigenik E.coli, C.perfingers, S.aureus, dan vibrio-
nonaglutinabel.Secara klinis, diare berupa cairan dan meninggalkan dubur
seara deras dan banyak.Keadaan seperti ini disebut diare sekretorik isotonik
voluminal.

2. Bakteri enteroinvasif

Diare yang menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis


dan ulserasi dan bersifat sekretorik eksudatif.Cairan diare dapat bercampur
lender dan darah. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah enteroinvasive
E.coli, S.paratyphi B,S. typhimurium, S.enteriditis, S. choleraesuis, Shigela,
Yersinia dan C.perfingers Tipe C (Sudoyo,2009).

Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti


virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan
mekanisme berikut ini:

1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi
bila seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik
tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-

8
rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah
terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.
2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus
atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh
binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka
makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang yang memakannya.
3. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko diare adalah:
a. Pada usia 4 bulan bayi sudah tidak diberi ASI ekslusif lagi. (ASI
ekslusif adalah pemberian ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4 bulan).
Hal ini akan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian karena
diare, karena ASI banyak mengandung zat-zat kekebalan terhadap
infeksi.
b. Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol
akan meningkatkan risiko pencemaran kuman, dan susu akan
terkontaminasi oleh kuman dari botol. Kuman akan cepat
berkembang bila susu tidak segera diminum.
c. Menyimpan makanan pada suhu kamar. Kondisi tersebut akan
menyebabkan permukaan makanan mengalami kontak dengan
peralatan makanan yang merupakan media yang sangat baik bagi
perkembangan mikroba.
d. Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, atau sesudah
buang air besar (BAB) akan memungkinkan kontaminasi langsung
(Widoyono, 2008).

E. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang.

9
Anamnesis

Keluhan diare biasanya berlangsung kurang dari 15 hari. Pasien


dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea,
muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja yang sering, bisa air, malabsortif,
atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Pasien yang
memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi toksigenik secara khas
mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan dengan
diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam
dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena
toksin yang dihasilkan.

Pemeriksaan Fisik

Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat


berguna dalam menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab
diare. Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik
pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas.
Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting. Adanya
kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi abdomen dan
nyeri tekan merupakan ”clue” bagi penentuan etiologi.

10
Gambar 2.2 Penilaian Derajat Dehidrasi

Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat atau


diare berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tersebut antara lain pemeriksaan
darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit),
kadar elektrolit serum, ureum, dan kreatinin, pemeriksaan tinja dan
pemeriksaan Enzym-linked immunosorbent assay (ELISA) mendeteksi
giardiasis dan test serologic amebiasis dan foto x-ray abdomen.
(Sudoyo,2009)

F. PENATALAKSANAAN

Rehidrasi

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi
yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut.Ini dilakukan
dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali
yang tidak dapat minum atau yang mengalami diare dehidrasi berat yang
memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa.Idealnya, cairan
rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium
bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air.Cairan seperti
itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan
dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada,
cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok
teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter
air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti
kalium.Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka
merasa haus pertama kalinya.Jika terapi intra vena diperlukan, cairan
normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan

11
dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah.Status hidrasi
harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital,
pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan.Pemberian harus
diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin. (Khalid, 2004)

Nilai status hidrasi pasien ke dalam penilaian status dehidrasi


menurut WHO yang telah dijelaskan di atas, lalu klasifikasikan apakah
pasien mengalami diare tanpa dehidrasi, diare dengan dehidrasi ringan /
sedang, atau diare dengan dehidrasi berat. Lakukan rencana terapi A untuk
diare tanpa dehidrasi, rencana terapi B untuk diare dengan dehidrasi ringan
/ sedang, dan rencana terapi C untuk diare dengan dehidrasi berat.

12
13
14
Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare


akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa
pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien
dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah, kejang,
letargis, prolaps rekti, leukosit pada feses. Diare lender darah diterapi
sebagai Shigellosis menggunakan Cotrimoxazole 10 mg (TMP) / kgBB /
hari dibagi 2 dosis selama 5 hari. Dilakukan evaluasi 2 hari, bila tidak ada
perbaikan, dilakukan pemeriksaan tinja untuk mencari amuba. Bila
didapatkan amuba, diberikan Metronidazole dosis 10 mg / kgBB 3x sehari
selama 5 hari (WHO,2009).

Zink

Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya.


Pemberian Zinc mampu menggantikan kandungan Zinc alami tubuh yang
hilang tersebut dan mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga
meningkatkan sistim kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko
terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare.
Berdasarkan studi WHO selama lebih dari 18 tahun, manfaat zinc sebagai
pengobatan diare adalah mengurangi :1) Prevalensi diare sebesar 34%; (2)
Insidens pneumonia sebesar 26%; (3) Durasi diare akut sebesar 20%; (4)
Durasi diare persisten sebesar 24%, hingga; (5) Kegagalan terapi atau
kematian akibat diare persisten sebesar 42%.

15
Kemampuan zinc untuk mencegah diare terkait dengan
kemampuannya meningkatkan sistim kekebalan tubuh. Zinc merupakan
mineral penting bagi tubuh. Lebih 300 enzim dalam tubuh yang bergantung
pada zinc. Zinc juga dibutuhkan oleh berbagai organ tubuh, seperti kulit dan
mukosa saluran cerna. Semua yang berperan dalam fungsi imun,
membutuhkan zinc. Jika zinc diberikan pada anak yang sistim kekebalannya
belum berkembang baik, dapat meningkatkan sistim kekebalan dan
melindungi anak dari penyakit infeksi. Itulah sebabnya mengapa anak yang
diberi zinc (diberikan sesuai dosis) selama 10 hari berturut - turut berisiko
lebih kecil untuk terkena penyakit infeksi, diare dan pneumonia.

Zinc diberikan satu kali sehari selama 10 hari berturut-turut.


Pemberian zinc harus tetap dilanjutkan meskipun diare sudah berhenti. Hal
ini dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap
kemungkinan berulangnya diare pada 2 – 3 bulan ke depan. Obat Zinc
merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar 30 detik.

Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis sebagai berikut:

a. Balita umur < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg)/ hari

b. Balita umur ≥ 6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari

Obat Zinc yang tersedia di Puskesmas baru berupa tablet


dispersible.Saat ini perusahaan farmasi juga telah memproduksi dalam
bentuk sirup dan serbuk dalam sachet. (WHO, 2009)

Diet

Jika anak masih mendapatkan ASI, makateruskan pemberian ASI


sebanyak dia mau.Jika anak mau lebih banyak dari biasanya itu akan lebih
baik. Biarkan dia makan sebanyak dan selama dia mau.ASI bukan penyebab
diare.ASI justru dapat mencegah diare.Bayi dibawah 6 bulan sebaiknya
hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan sistim
imunitas tubuh bayi.

16
Anak harus diberi makan seperti biasa dengan frekuensi lebih
sering.Lakukan ini sampai dua minggu setelah anak berhenti diare. Jangan
batasi makanan anak jika ia mau lebih banyak, karena lebih banyak
makanan akan membantu mempercepat penyembuhan, pemulihan dan
mencegah malnutrisi.Untuk anak yang berusia kurang dari 2 tahun,anjurkan
untuk mulai mengurangi susu formula dan menggantinya dengan ASI.
Untuk anak yang berusia lebih dari 2 tahun, teruskan pemberian susu
formula. Ingatkan ibu untuk memastikan anaknya mendapat oralit dan air
matang. (WHO,2009)

G. Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Terjadinya Diare

Sumber air minum

Air sangat penting bagi kehidupan manusia.Di dalam tubuh manusia


sebagian besar terdiri dari air.Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat
badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar
80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk
minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di Negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60
liter per hari.Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting
adalah kebutuhan untuk minum.Oleh karena itu, untuk keperluan minum
dan masak air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak
menimbulkan penyakit bagi manusia (Notoatmodjo, 2003).

Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang
tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare.Sebagian kuman
infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral.Mereka dapat
ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang
tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan
yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI,
2000). Abdullah (1987) menyimpulkan bahwa penduduk disuatu daerah
yang tidak menggunakan air bersih, akan memiliki kecenderungan

17
menderita penyakit diare. Hal ini sejalan dengan penelitian Munir (1983)
yang menyatakan bahwa penyediaan air bersih dapat menurunkan risiko
diare.Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang memanfaatkan air
bersih dari sumber yang memenuhi syarat kesehatan angka kejadian
diarenya lebih sedikit bila dibandingkan dengan keluarga yang
memanfaatkan air dari sumber yang tidak memenuhi syarat kesehatan
(Kusnindar, 1994).

Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu diperhatikan dalam


penyediaan air bersih adalah:

1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.


2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup
serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang,
anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum
dengan sumber pengotoran seperti septiktank, tempat pembuangan
sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter.
4. Mengunakan air yang direbus.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
Jenis tempat pembuangan tinja

Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan


lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan
terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penulurannya melalui tinja
antara lain penyakit diare. Menurut Notoatmodjo (2003), syarat
pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah :

1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya,


2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya,
3. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,

18
4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat
lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya,
5. Tidak menimbulkan bau,
6. Pembuatannya murah, dan
7. Mudah digunakan dan dipelihara.

Pembuangan sampah

Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik
yang berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah
antara lain, yakni sampah anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak
dapat membusuk, misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plastik. Sampah
organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya : sisa
makanan, daun-daunan, buah-buahan. Cara pengolahan sampah antara lain
sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2003).

1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah.


Pengumpulan sampah diperlukan tempat sampah yang terbuat dari
bahan yang mudah dibersihkan, tidak mudah rusak, harus tertutup rapat,
ditempatkan di luar rumah. Pengangkutan dilakukan oleh dinas pengelola
sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA)

2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah


Dilakukan dengan berbagai cara yakni, ditanam (Landfill), dibakar
(Inceneration), dijadikan pupuk (Composting)

Perumahan

Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan


keadaan higiene dan sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang
sehat ditinjau dari ventilasi, cahaya, luas bangunan rumah, Fasilitas-fasilitas
di dalam rumah sehat sebagai berikut : (Notoatmodjo, 2003).

1. Ventilasi

19
Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam
rumah tersebut tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen.. Luas ventilasi kurang lebih 15-
20 % dari luas lantai rumah

2. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya
cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari
disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat baik untuk
hidup dan berkembangnya bibit penyakit.Penerangan yang cukup baik siang
maupun malam 100-200 lux.

3. Luas bangunan rumah


Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2
untuk tiap orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah
penghuni maka menyebabkan kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah
satu penghuni menderita penyakit infeksi maka akan mempermudah
penularan kepada anggota keluarga lain.

4. Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat


Rumah yang sehat harus memiliki fasilitas seperti penyediaan air bersih
yang cukup, pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan air
limbah, fasilitas dapur, ruang berkumpul keluarga, gudang, kandang ternak

Air limbah

Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah
tangga, industri dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang
membahayakan. Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam air limbah,
maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan
gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain limbah
sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare, typus,

20
media berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, tempat
berkembangbiaknya nyamuk, menimbulkan bau yang tidak enak serta
pemandangan yang tidak sedap, sebagai sumber pencemaran air permukaan
tanah dan lingkungan hidup lainnya, mengurangi produktivitas manusia,
karena bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003).

Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut


diperlukan kondisi, persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut
tidak mengkontaminasi sumber air minum, tidak mencemari permukaan
tanah, tidak mencemari air mandi, air sungai, tidak dihinggapi serangga,
tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan
vektor, tidak terbuka kena udara luar sehingga baunya tidak mengganggu
(Notoatmodjo, 2003).

H. PENCEGAHAN
 Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan danditeruskan sampai 2
tahun
 Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur
 Memberikan minum air yang sudah direbus danmenggunakan air
bersih yang cukup
 Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelummakan dan sesudah
buang air besar
 Buang air besar di jamban
 Membuang tinja bayi dengan benar
 Memberikan imunisasi campak (WHO, 2009)

21
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nayla
Usia : 1 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Alamat : Jl. Bontomanai LR. 1 No. 9
Masuk PKM : 4 Maret 2019

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Buang air besar encer
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien laki-laki berumur 1 tahun 6 bulan dibawah keluarganya
ke Puskesmas Jongaya dengan keluhan buang bair besar tiba – tiba
sebanyak 5 kali. Buang air besar dikatakan berwarna kuning, konsistensi
cair, ampas (+),lendir (+), dan darah (-).Pasien juga mengalami muntah
(+) sebanyak 3 kali berisi makanan dan air. Demam (+) sudah 2 hari.
Ibu pasien menyangkal adanya pemberian makanan yang lain dari
biasanya sebelum anaknya diare,
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, kira – kira 2
bulan yang lalu.

22
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Ibu pasien menyangkal adanya penyakit yang sama dalam keluarga
5. Riwayat Alergi:
Pasien menyangkal adanya alergi obat ataupun makanan
6. Riwayat Pengobatan :Pasien belum pernah mengonsumsi obat –
obatan apapun sebelumnya.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum dan tanda-tanda vital
- Kesadaran : Composmentis
- GCS : 15
- Tekanan darah :-
- Frekuensi nadi : 98 x/mnt
- Frekuensi Pernapasan : 22 x/mnt
- Suhu : 38,50 C
2. Status Generalis
- Kepala : Bentuk normocephali, simetris kiri dan kanan,
rambut berwarna hitam, tidak rontok, deformitas (-)
- Mata : Konjungtiva normal, sklera normal, pupil isokor
3/3, RC +/+
- Telinga : Bentuk normal, tidak ada sekret/cairan, fungsi
pendengaran normal
- Hidung : Bentuk normal, sekret (-), perdarahan (-)
- Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah kotor (-), Tonsil
T1/T1, hiperemis (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
- Thorax : Tampak pengembangan dada simetris kiri dan
kanan, retraksi (-). Pada palpasi, vocal fremitus sama kiri dan kanan,
nyeri tekan (-). Pada perkusi, bunyi sonor pada kedua lapangan paru.
Pada auskultasi, didapatkan bunyi pernapasan vesikuler, ronkhi -/-,
wheezing -/-

23
- Cor : Pada inspeksi, tidak tampak ictus cordis. Pada
palpasi, ictus cordis tidak teraba. Pada perkusi, batas jantung dalam
batas normal. Pada auskultasi, didapatkan bunyi jantung I dan II
regular, bising (-), bunyi gallop (-)
- Abdomen : Pada inspeksi, abdomen tampak cembung,
mengikuti gerak napas. Pada palpasi, nyeri tekan (-), organomegali
(-). Pada perkusi, didapatkan bunyi timpani (+). Pada auskultasi,
bunyi peristaltik (+) kesan meningkat
- Punggung : Tampak dalam batas normal
- Genitalia : Tidak dievaluasi
- Ekstremitas : Akral hangat, petekie (-), CRT < 2 detik.
3. Status Dehidrasi
- Menurut Tabel Penilaian WHO, pasien mengalami diare tanpa
dehidrasi, karena keadaan umum baik dan sadar, mata tidak
cekung, turgor menurun namun kembali cepat, meskipun terdapat
rasa haus.
4. Status Gizi
BB : 15 Kg
TB : 60 cm
Status gizi : Gizi baik
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada pemeriksan penunjang
E. DIAGNOSIS KERJA
Gastroenteritis Akut (GEA) Tanpa Dehidrasi
F. DIAGNOSIS BANDING
Demam Tifoid
Demam Berdarah Dengue + GEA
G. KAPAN MENURUT ANDA PASIEN INI PERLU DI RUJUK DAN
HARUS DI RUJUK KEMANA?

24
Apabila ditemukan tanda tanda dehidrasi berat dan adanya komplikasi,
sehingga pasien perlu endapatkan penanganan yang lebih komprehensif lagi di
Rumah Sakit.

H. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis
- Oralit ad lib
- Paracetamol syrup 3 x 1 cth
- Zink 20 mg tab 1 x 1
- Domperidon syrup 3 x 1/2 cth
- Cotrimoksazole syrup 2 x 1 cth
2. Edukasi
- Istirahat yang cukup
- Diet lunak biasa
- Banyak diminumkan oralit
- Minum obat teratur
- Buang sampah pada tempat yang ditentukan
- Kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan sesudah dari toilet
- Menggunakan air bersih dan sanitasi yang baik
- Memasak makanan dan air minuman hingga matang
- Menghindarkan makanan yang telah terkontaminasi oleh lalat, makanan
yang telah jatuh ke lantai, tidak memakan makanan basi, dan menghindari
makanan yang dapat menimbulkan alergi tubuh.
- Higiene lingkungan yang lebih baik.

I. PROGNOSIS
- Ad vitam : ad bonam
- Ad functionam : ad bonam
- Ad sanationam : ad bonam

25
J. PERKEMBANGAN PENYAKIT
 Home Visit I
Didapatkan :
- Rumah pasien cukup bersih, kamar mandi dan jamban tersedia dan
bersih, Ukuran rumah ± 8 x 5 m dengan 2 kamar tidur dan 1 dapur.
Ditinggali oleh 9 orang. Ventilasi kurang dan pencahayaan cukup.
Rumah terletak di pemukiman padat penduduk dan terletak
berdekatan dengan rumah lain.
- Kondisi halaman dibelakang rumah cukup kotor
- Pasien sudah mengalami perubahan BAB membaik, muntah dan
demam (-), Makan dan tidur baik.
- Dilakukan edukasi untuk mencegah diare berulang
 Home Visit II
- Terlihat rumah lebih rapi dari kunjungan pertama disertai tata
perabotan yang sangat baik.
- Pasien sudah tidak mempunyai keluhan. Makan dan tidur baik
- Dilakukan edukasi untuk mencegah diare berulang
 Home Visit III
- Rumah pasien sudah lebih tertata, bersih dan rapi
- Pasien sudah tidak mempunyai keluhan
- Dilakukan edukasi untuk mencegah diare berulang

K. KELUARGA
 GENOGRAM

26
Keterangan :

 Laki-laki Pasien

 Perempuan

27
 ANGGOTA KELUARGA

Nama Umur / JK Status dalam Pendidikan Pekerjaan


Keluarga

Tn. R 38 thn / Kepala keluarga SLTA wirasuwasta


Laki-laki
Nn. S 40 thn / Ibu rumah tangga DIPLOMA Ibu Rumah
Perempuan IV Tangga
Tn. A 19 Tahun / laki- Anak pertama SLTA Pelajar /
laki Mahasiswa
Nn. A 17 tahun / Anak kedua SLTA Pelajar /
perempuan Mahasiswa
Nn . P 14 tahun / Anak ketiga Belum Belum / tidak
perempuan tamat SD kerja
Tn.A 11 tahun / laki- Anak keempat Belum Pelajar /
laki tamat SD Mahasiswa
Tn.A 7 tahun / laki- Anak kelima Belum Pelajar /
laki tamat SD Mahasiswa
Nn.N 1 tahun 9 bulan Anak keenam Tidak / Belum /
Belum Tidak
sekolah Bekerja

 Penilaian Status sosial dan kesejahteraan hidup


 Lingkungan tempat tinggal
Status kepemilikan rumah : Milik sendiri
Daerah perumahan : Sangat Padat penduduk
Luas rumah 8x5m
Bertingkat Tidak
Jumlah penghuni rumah 9 orang

28
Luas halaman 2x5m
Lantai rumah terbuat dari Tehel
Dinding rumah terbuat dari Tembok
Kondisi dalam rumah Bersih
Penerangan listrik Ada
Jamban Ada
Ketersediaan air bersih Ada

 Kepemilikan barang – barang berharga


o Tn. R, keluarga pasien, memiliki beberapa barang elektronik di
rumahnya antara lain yaitu, 2 buah televisi, 3 buah kipas angin, dan1
buah rice cooker.
 Penilaian perilaku kesehatan keluarga
o Apabila anaknya sakit, Ny. H membawa anaknya berobat ke
puskesmas dengan menggunakan jaminan kesehatan berupa kartu
KIS.
 Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
o Pekerjaan sehari-hari Tn. R sebagai kepala keluarga adalah seorang
pekerja Kontraktor. Pasien ini tinggal di rumah yang terletak di Jl.
Bontomanai LR.1 no. 9. Sekitar rumah yaitu bagian samping kiri
diapit, dan berada di lingkungan perumahan yang cukup padat.
 Pola Konsumsi Makanan Keluarga
o Pola makan 3 kali sehari dengan menu yang dimasak sendiri. Tiap
hari, Ny. H membeli bahan makanan di pasar dan memasak sendiri
makanan untuk keluarganya. Menu yang paling sering di konsumsi
adalah nasi, tahu, tempe, dan sayur.

 Psikologi Dalam Hubungan Antar Anggota Keluarga

29
o Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota
keluarga yang lainnya. Dengan seluruh anggota keluarga, terjalin
komunikasi yang baik dan cukup lancar.
 Kebiasaan
o Pasien, yaitu Nn.N sering mengkonsumsi makanan yang kadang
sudah jatuh ke lantai. Pasien juga kadang sering merangkak dan
memegang benda – benda di lantai.
 Lingkungan
o Lingkungan tempat tinggal sudah cukup baik. Tata pemukiman
di sekitar rumah cukup kotor dimana di belakang rumah Tn.R
banyak genangan air dan tempat pemilahan sampah.
Kebersihan lingkungan cukup kotor. Jalanan di depan rumah
dalam kondisi baik, sehingga meminimalkan terbawanya debu
oleh aktifitas jalanan.

Data sarana pelayanan kesehatan dan lingkungan kehidupan keluarga

Faktor Keterangan Kesimpulan tentang faktor


pelayanan kesehatan
Sarana pelayanan Puskesmas Pelayanan dengan
kesehatan yang menggunakan Kartu Indonesia
digunakan oleh Sehat
keluarga
Cara mencapai Menyewa Pasien memiliki kendaraan
sarana pelayanan bentor motor
kesehatan tersebut
Tarif pelayanan Gratis Semua pelayanan dengan
kesehatan yang menggunakan Kartu Indonesia
dirasakan sehat tanpa iuran apapun.

30
Kualitas pelayanan Baik Pasien merasa pelayanan baik
kesehatan yang karena dimulai dari
dirasakan pendaftaran , pengambilan
kartu, konsul dokter,
pengambilan obat berjalan
dengan lancar.

L. Mandala Of Health

GAYA HIDUP

-kebersihan kuku kurang


diperhatikan.
-sering jajan
sembarangan.

. LINGK. PSIKO-SOSIO-EKONOMI
PERILAKU KESEHATAN - Pendapatan keluarga
- Hygiene pribadi kurang - ku rendah.
berhubungan usia yang masih - Pengetahuan tentang
belia
Family
kesehatan diri kurang.
- .

Pasien
PELAYANAN KESEHATAN
Datang dengan keluhan BAB encer dan LINGK. KERJA
muntah
Jarak rumah dgn PKM dapat Pemfis: pristaltik usus meningkat. Pasien belum bekerja
ditempuh dengan menaiki Status gizi : baik
Laboratorium : -
bentor

la LINGKUNGAN FISIK
BIOLOGI
- Pasien menderita GEA. - Ventilasi
- Anggota keluarga tidak udara kurang
memiliki keluhan yang
sama

Komunitas :
- Pemukiman padat penduduk.

31
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Analisis Kasus
Seorang pasien laki-laki berumur 1 tahun 6 bulan dibawa keluarganya
ke Puskesmas Jongaya dengan keluhan buang bair besar tiba – tiba sebanyak
5 kali. Buang air besar dikatakan berwarna kuning, konsistensi cair, ampas
(+),lendir (-), dan darah (-).Pasien juga mengalami muntah (+) sebanyak 3 kali
berisi makanan dan air. Demam (+) sudah 2 hari. Ibu pasien menyangkal
adanya pemberian makanan yang lain dari biasanya sebelum anaknya
diare.Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, kira – kira 2
bulan yang lalu. Ibu pasien menyangkal adanya penyakit yang sama dalam
keluarga
Dari pemeriksaan fisik, pasien tampak lemah, namun compos mentis
(GCS 15).Dari pemeriksaan tanda vital, diperoleh Nadi 98 x/menit, regular,
Pernapasan 22x/menit, Suhu 38,5oC.Pada pemeriksaan abdomen, abdomen
tampak cembung, mengikuti gerak napas.Pada palpasi, nyeri tekan dan
organomegali (-).Pada perkusi, didapatkan bunyi timpani (+).Pada auskultasi,
bunyi peristaltik (+) kesan meningkat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, maka
kami menyimpulkan pasien mengalami Gastroenteritis Akut. Selanjutnya,
dilakukan penilaian terhadap derajat dehidrasi pasien.
Menurut Tabel Penilaian WHO, pasien mengalami diare tanpa
dehidrasi, karena keadaan umum baik dan sadar walaupun tampak lemah, mata
tidak cekung, turgor menurun namun kembali cepat, meskipun terdapat rasa
haus.
Penatalaksanaan berupa pemberian agen farmakologi maupun edukasi
diberikan kepada pasien. Terapi farmakologi yang diberikan berupa pemberian
oralit sebagai terapi rehidrasi pada pasien, yaitu rencana terapi A berdasarkan
WHO.Pada rencana terapi A, diberikan oralit dan zink sesuai kebutuhan pasien,

32
lalu diberikan juga antibiotik karena adanya diare berlendir, demam tinggi yang
dialami pasien, yaitu Cotrimoxazole.
Diberikan Paracetamol sebagai antipiretik untuk menurunkan demam
pasien, dan Domperidon sebagai agen antiemetik untuk mengatasi gejala
muntah yang dialami pasien dan merupakan salah satu faktor penting penyebab
dehidrasi.
Diberikan edukasi kepada ibu pasien tentang diare akut dan betapa
mudahnya penyakit ini menyerang anak – anak, sehingga yang perlu juga untuk
diketahui adalah bila di kemudian hari, terjadi diare lagi pada anak, segera
lakukan rehidrasi dengan oralit, atau air sayur, air tajin, dsb. Ketahui tanda
bahaya yang dialami anak, yaitu bila BAB cair lebih sering, muntah berulang
– ulang, mengalami rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam,
tinjanya berdarah, dan tidak membaik dalam 3 hari.Bila ibu pasien
mendapatkan tanda seperti ini, segera bawa anak menuju pelayanan kesehatan
terdekat.
Selain itu, diberikan pula edukasi kepada ibu pasien yang bertujuan
untuk memutus rantai penularan diare dan mencegah terjadinya diare yang
berulang di kemudian hari, baik terhadap pasien maupun keluarganya, yaitu
disarankan buang sampah pada tempat yang ditentukan, Kebiasaan cuci tangan
sebelum dan makan dan sesudah BAB menggunakan sabun, Menggunakan air
bersih dan sanitasi yang baik, Memasak makanan dan air minuman hingga
matang, Menghindari makanan yang telah terkontaminasi oleh lalat, tidak
memakan makanan basi, dan menghindari makanan yang dapat menimbulkan
alergi tubuh, dan Higiene lingkungan yang lebih baik.
Edukasi merupakan kunci dari terapi pada penyakit pasien, sehingga
diharapkan dengan pemberian edukasi yang mendalam terhadap pasien,
kejadian penyakit ini kedepannya dapat ditekan. Prognosis pada pasien ini
umumnya baik jika tidak ditemukan adanya komplikasi serta penyulit yang
dapat memperberat kondisi pasien.

B. Analisis kunjungan rumah

33
- Pasien
Pasien tinggal dirumah sendiri
- Pekerjaan
Pasien belum bekerja
- Keadaan tempat tinggal
Pasien tinggal di pemukiman cukup padat penduduk dengan kondisi
ventilasi yang tidak memadai ,terdapat listrik dan air PAM untuk minum

C. Penilaian perilaku hidup bersih dan sehat


- Perilaku
Pasien masih balita sehingga sering mengkonsumsi makanan yang
kadang sudah jatuh ke lantai dan luput dari orang tuanya. Pasien juga
kadang sering merangkak dan memegang benda – benda di lantai yang
kotor dan luput dari orang tuanya.
- Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal sudah cukup baik. Tata pemukiman
disekitar rumah pun tertata dengan baik hanya saja terlalu padat.Kebersihan
lingkungan rumah cukup baik. Jalanan di depan rumah dalam kondisi baik,
sehingga meminimalkan terbawanya debu oleh aktifitas jalanan.

Penegakan diagnosis pada pasien ini berdasarkan anamnesis secara


holistic yaitu, aspek personal, aspek klinik, aspek resiko internal, dan aspek
resiko eksternal serta pemeriksaan penunjang dengan melakukan
pendekatan menyeluruh dan pendekatan diagnosis holistik.

 Aspek Personal (Alasan berobat, harapan dan kekhawatiran)


a. Alasan berobat : pasien dibawa karena BAB encer, muntah, dan
demam.
b. Harapan : Ibu pasien berharap agar pasien sembuh dan keluhan yang
dialaminya bisa berkurang.
c. Kekhawatiran : Ibu pasien takut penyakit pasien tidak kunjung
sembuh dan bertambah parah.

34
 Aspek klinik
- BAB encer, muntah, demam
 Aspek Faktor Resiko Internal
- Kurangnya pengetahuan tentang diare akut
- Belum maksimal mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor
penyebab diare
- Kurangnya ketelitian mengawasi kebersihan tangan pasien.
 Aspek Faktor Resiko Eksternal
- Lingkungan sekitar rumah pasien dengan kepadatan penduduk yang
cukup padat dan kebersihan yang masih kurang.
- Ventilasi dan jendela rumah yang masih kurang sehingga
pencahayaan dan pertukaran udara menjadi kurang.
 Aspek Psikososial Keluarga
Di dalam keluarga terdapat faktor-faktor yang dapat menghambat
dan mendukung kesembuhan pasien.Di antara faktor-faktor yang dapat
menghambat kesembuhan pasien yaitu, kurangnya pengetahuan keluarga
tentang penyakit yang diderita pasien sehingga tidak ada upaya pencegahan
faktor pencetus. Sedangkan faktor yang dapat mendukung kesembuhan
pasien yaitu adanya dukungan dan motivasi dari semua anggota keluarga
baik secara moral dan materi.
 Aspek Fungsional
Secara aspek fungsional, pasien tidak ada kesulitan dan masih
mampu dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam
maupun diluar rumah.

Pemeriksaan Fisik
- Kesadaran : Composmentis
- GCS : 15
- Tekanan darah :-
- Frekuensi nadi : 98 x/mnt

35
- Frekuensi Pernapasan : 22 x/mnt
- Suhu : 38,50 C
Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada
 Diagnosis Holistik (Bio-Psiko-Sosial)
 Diagnose Klinis: Gastroenteritis Akut
 Diagnose Psikososial: Ibu pasien takut penyakit pasien tidak kunjung
sembuh dan bertambah parah.

Penatalaksanaan
 Promosi kesehatan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat seperti
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan setelah BAB dengan
sabun.
 Memberikan edukasi tentang penyakit gastroenteritis akut agar dapat
mencegah penyakit GEA
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini
meliputi pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien
dan keluarga pasien)
Pencegahan Primer
Promosi kesehatan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat seperti
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan setelah BAB dengan
sabun.
Pencegahan Sekunder
Terapi untuk pasien
Farmakologis
- IVFD Asering 13 tpm
- Paracetamol syrup 3 x ½ cth
- Zink 20 mg tab 1 x 1
- Domperidon syrup 3 x 1 cth
- Oralit ad lib
- Kotrimoksazole syrup 2 x 1 cth

36
Edukasi
- Istirahat yang cukup
- Diet lunak biasa
- Banyak diminumkan oralit
- Minum obat teratur
- Buang sampah pada tempat yang ditentukan
- Kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan sesudah dari toilet
- Menggunakan air bersih dan sanitasi yang baik
- Memasak makanan dan air minuman hingga matang
- Menghindarkan makanan yang telah terkontaminasi oleh lalat, makanan
yang telah jatuh ke lantai, tidak memakan makanan basi, dan menghindari
makanan yang dapat menimbulkan alergi tubuh.
- Higiene lingkungan yang lebih baik.

Terapi untuk keluarga


Terapi untuk keluarga hanya berupa memberikan informasi dan
penjelasan mengenai penyakit GEA

37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus GEA yang dilakukan di Puskesmas Jongaya
mengenai penatalaksanaan penderita GEA dengan pendekatan kedokteran
keluarga, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a) Diagnose Klinis :Tn. D menderita penyakit GEA dengan hasil anamnesis
berupa BAB encer, muntah dan demam.
b) Pemeriksaan fisis yang bermakna ditemukan peristaltic (+) kesan
meningkat, Status dehidrasi didapatkan tanpa dehidrasi.
c) Pasien ini diobati sesuai dengan prosedur tatalaksana GEA berdasarkan
kompetensi dokter indonesia.
d) Diagnose Psiko-sosial: Ibu pasien takut penyakit pasien tidak kunjung
sembuh dan bertambah parah.
e) Memberikan informasi berupa promosi kesehatan dan edukasi pada pasien
yang menderita GEA ataupun keluarga pasien, masyarakat, sekaligus mitra
kerja dalam mencegah terjadinya GEA.
f) Perbaikan dapat dievaluasi setelah pengobatan dengan didapatkan
berkurangnya gejala

Saran

Dari beberapa masalah yang dapat ditemukan pada Tn. D berupa : penyakit
GEA dengan pola hidup yang kurang bersih maka disarankan :

a) Menjaga kebersihan tangan pasien, dengan sering mencuci tangan pasien


dengan sabun, karena belum tahunya pasien menjaga hygiene nya sendiri.
b) Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit GEA.

38
BAB VI

LAMPIRAN

39
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, R. I., 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Jakarta : Ditjen
PPM dan PL.

Depkes, R.I., 2011. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen PPM
dan PL.

Hendarwanto. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Khalid, Zein dkk. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Fakultas Kedokteran
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas
Sumatera Utara

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Notoatmodjo, S., 2003.Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.

Soewondo ES.2002. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini Dalam


Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi.Surabaya : Airlangga University
Press.

Sudoyo, Aru W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta
: Interna Publishing.

Widoyono.2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasannya.Jakarta : Erlangga.

40

Anda mungkin juga menyukai