Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ANASTESI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

ANESTESI PADA LARYNGOSKOPI,BRONKOSKOPI DIAGNOSTIK DAN

TERAPEUTIK

Disusun Oleh :
Khairul Waldi
10542 0388 12

Pembimbing:
dr.Zulfikar Tahir, M.kes.,Sp.An

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepanitraan Klinik Pada


Bagian Anestesi

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Khairul Waldi, S.Ked

Stambuk : 10542 0388 12

Judul Referat : Anastesi pada laringoskopi, bronkoskopi diagnostik dan

terapeutik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Anestesiologi Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2019

Pembimbing

dr.Zulfikar Tahir, M.kes.,Sp.An


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan hidayah-
Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan hamba-Nya sehingga
penulis bisa menyelesaikan Referat dengan judul Anastesi pada laringoskopi,
bronkoskopi diagnostik dan terapeutik. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anestesiologi.

Penulis sampaikan terima kasih banyak kepada, dr.Zulfikar Tahir,


M.kes.,Sp.An, selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun
dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan
tugas ini hingga selesai.

Penulis juga menyadari bahwa Referat ini masih jauh dari yang diharapkan oleh

karena itu penulis akan senang menerima kritik dan saran demi perbaikan dan

kesempurnaan tugas ini. Semoga Referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan

penulis secara khusus.

Makassar, Agustus 2019

Khairul Waldi
BAB I

PENDAHULUAN

Laringoskopi adalah istilah yang menggambarkan visualisasi atau pemeriksaan laring


dengan gangguan struktur jalan napas atas, biasanya untuk tujuan intubasi trakea dan
manajemen jalan nafas dalam anestesi modern dan praktik perawatan serta dalam banyak
skenario trauma.Selama hampir seabad, laringoskopi langsung telah menjadi teknik standar
untuk intubasi trakea.1

Pada abad ke-19, teknik laringoskopi tidak langsungdikembangkan yang menggunakan


berbagai lampu dan cermin untukmemeriksa laring.Dokter Jerman Bozzini menggambarkan
laringoskop pertama pada tahun 1805, meskipun tidak sampai 1852 bahwa prosedur bedah
pertama dilaporkan menggunakan teknik laringoskopi langsung, di mana polip laring
dikeluarkan. Sejak diperkenalkan sebagai metode untuk intubasi trakea pada tahun 1933 dan
modifikasi blade oleh Miller dan Macintosh pada tahun 1940-an, laringoskopi langsung telah
menjadi teknik konvensional dan standar yang diterima untuk intubasi trakea, dengan tingkat
keberhasilan yang mungkin sama atau melebihi 99% dalam keadaan elektif ataupun
kegawatdaruratan.1

Bronkoskopi merupakan upaya untuk pemeriksaan langsung kelainan patologi pada


trakhea dan bronkus. Berdasar pada jenisnya dikenal rigid bronchoscopy, dan flexible fiber
optic bronchoscopy (bronkoskopi serat optik). Sejak bronkoskopi serat optik (BSO)
dipakai,hingga saat ini telah memberi banyak perkembangan dan kemudahan dalam tindakan
diagnostik dan terapetik kelainan pada saluran nafas. Pemakaian bronkoskopi untuk diagnostic
penyakit paru pertama kali dilakukan dengan memakai bronkoskopi rigid oleh Killian 1897,
dalam perkembangannya, Jakson 1940 memperkenalkan berbagai bentuk desain optimal
bronkoskopi. Dalam tindakannya Vincent memasukkan kateter melalui bronkoskopi untuk
memperoleh bahan lavage bronchus, Stitt melakukan lavage bronchus dengan menambah 240
hingga 480 ml air.2

Ikeda 1966 memperkenalkan bronkoskopi serat opticyang fleksibel, sejak itu bronkoskopi
serat optik dipakai secara luas dalam tindakan kelainan pada saluran nafas.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Laringoskopi
1. Definisi
Laringoskopi merupakan pemeriksaan laring yang digunakan untuk menginspeksi
nasofaring, hipofaring, dan glotis. Laringoskopi dapat digunakan untuk intubasi trakea
saat anastesi atau resusitasi jantung paru serta prosedur-prosedur operatif di bagian
laring dan saluran napas atas.3
2. Klasifikasi
a. Laringoskopi tidak langsung
Bagian luar laring selalu diperiksa lebih dahulu dengan inspeksi dan meraba
bagian luarnya. Bagian dalam laring diperiksa dengan laringoskopy indirect.
Pasien mengambil sikap-kepala tegak sambil melakukan insipirasi dalam
melalui hidung. Pasien menjulurkan lidah dan lidah itu dipegang diantara ibu
jari dan jari tengah dengan bantuan sepotong kasa. Pemeriksaan dibantu
dengan lampu kepala dan kaca tenggorok yang sudah dihangatkan ditempatkan
di tenggorok sampai ke dekat dinding belakang faring,dengan arah kaca ke
bawah, sehingga dapat dilihat seluruh laring sampai ke struktur dalamnya.
Perhatikan permukaan selaput-lendir laring, lumen, dan gerakan pita suara
yang diperiksa dengan cara pasien diminta mengeluarkan suara “iiii..” panjang.
Kadang-kadang pemeriksaan sukut dilakukan karena pasien mempunyai reflex
faring yang tinggi atau gerakan ingin muntah. Dengan menyemprotkan obat
analgetik local misalnya xylocaine 10%, reflex mintah dapat dikurangi.
Dengan memutar kaca ketika memeriksa laring tidak langsung,dapat terlihat
dengan jelas bagian-bagian laring 4
Gambar.1 laringoskopi tidak langsung
b. Laringoskopi langsung
Untuk pemeriksaan secara terinci dan untuk berbagai tindakan perlu dilakukan
laringoskopi langsung dengan narkosis. Laringoskopi direk (direct
laryngoscopy) merupakan pemeriksaan laring secara langsung dengan
menggunakan kabel serat optik dan laringoskopi kaku. Berbeda dengan
gambaran yang dihasilkan kaca pada laringoskopi indirek, pada laringoskopi
direk dapat terlihat laring secara langsung untuk mendeteksi adanya tumor,
benda asing, kerusakan saraf atau struktur lain maupun kelainan-kelainan lain.
Terdapat dua cara pemeriksaan laringoskopi direk (laryngoscopy direct) yang
saat ini dilakukan untuk memeriksa laring, yaitu: 1) menggunakan alat
laringoskop kaku yang dimasukkan langsung dari mulut hingga ke dalam
laring; 2) menggunakan kabel serat optik yang lentur (fleksibel) yang
dimasukkan melalui hidung dan diteruskan hingga masuk ke dalam
tenggorokan dan disebut flexible fiber-optic laryngoscopy (FFOL). 1 Flexible
fiber-optic laryngoscopy merupakan pemeriksaan yang paling umum
digunakan untuk melihat tenggorokan dan struktur sekitarnya. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui kelainan, biopsi, atau melihat adanya jaringan
abnormal, seperti polip pada bagian laring. Laringoskopi fiber optik fleksibel
dapat menunjukkan bagian-bagian seperti nasofaring, orofaring, hipofaring
dan laring. Salah satu keuntungan dari jenis laringoskopi ini ialah kamera yang
fleksibel dapat dimanipulasi secara tepat sehingga dapat menunjukkan gerakan
pita suara secara penuh. Selain itu, endoskopi yang digunakan dalam prosedur
ini terbuat dari kabel fiber optik yang tipis dan fleksibel sehingga pasien hanya
mengalami sedikit tidak nyaman saat alat dimasukkan dan tidak memerlukan
waktu yang lama.3,4

Gambar.2 laringoskopi langsung

Prosedur laringoskopi langsung :


Langkah-langkah berikut untuk melakukan laringoskopi langsung dan
intubasi untuk pasien yang koma berat atau pasien dengan henti jantung
.Perangkat Airway Cam dapat digunakan untuk penilaian laringoskopi, tetapi
pasien dengan keadaan koma yang tidak terlalu berat atau pada henti jantung
mungkin tidak memiliki rahang yang rileks dan dapat menggigit. Ketika jari
intubator dimasukkan ke dalam mulut pasien. (The Airway Cam tidak
membantu intubasi perangkat ini hanya memungkinkan pencitraan dan
pengawasan.)Meskipun agen induksi dan pelemas otot biasa digunakan oleh
ahli anestesi dan darurat dokter, agen ini tidak sesuai untuk digunakan oleh
intubator pemula.5
Persiapan sebelum memulai tindakan, peralatan yang tepat harus dipasang.
Peralatan yang diperlukan adalah SOAPME:
S = Suction
O = oksigen
A = peralatan jalan nafas (tabung trakea, jalan nafas oral,laringoskop)
P = Posisi pasien dan pra-oksigenasi
M = monitor (monitor jantung dan oksimetri nadi)
E =Alat pendeteksi kerongkongan (end-tidal carbon) detektor
dioksida [CO2], bola esofagus, atau jarum suntik untuk aspirasi)

Lampu laringoskop harus diperiksa sebelum digunakan,dan manset pada


tabung trakea harus dipompa, periksa adanya kebocoran, jika ada kempes.
Stylet lunak, dibuat menyerupai bentuk tongkat hoki, umumnya
direkomendasikan untuk kasus darurat. Stylet seharusnya tidak melewati ujung
tabung trachea.5

Posisi yang Benar dari Pasien

Gambar.3. Sniffing position pada pasien

Kegagalan dalam memposisikan pasien dengan benar adalah kesalahan


umum para intubator pemula. Laringoskopi langsung, melibatkan pengamatan
langsung laring dengan menggeser lidah dan epiglotis dengan laringoskop.
Agar bisa berhasil membutuhkan penyelarasan oropharyngeal,aksis faring,
dan laring.Ekstensi Atlanto- oksipital dan fleksi leher ringan adalah posisi yang
ideal untuk penyelarasan sumbu. Posisi ini dimungkinkan untuk mencapai
dengan mengangkat kepala pasien 8 hingga 10 cm dan memiringkan kepala ke
belakang sejauh mungkin.Posisi ini juga dikenal sebagai posisi sniffing. Posisi
sniffting juga berguna untuk ventilasi pasien sebelum intubasi.5
Dalam situasi darurat, posisi yang tepat sering diabaikan. Ahli laringoskopi
kadang-kadang mengkompensasi defisit ini dengan mengangkat kepala pasien
tempat tidur dengan laringoskop. Kepala manusia beratnya 3 kg hingga 4 kg,
dan, pada pasien obesitas, pengangkatan kepala dan bahu mungkin tidak
memungkinkan.Posisi sniffting merupakan kontraindikasi pada pasien dengan
diketahui atau diduga cedera tulang belakang leher, dalam hal ini laringoskopi
dilakukan dengan asisten mempertahankan stabilisasi tetap segaris. Pada bayi
dan anak kecil,ukuran kepala yang besar menghasilkan fleksi leher sedikit
ketika pasien berbaring terlentang. mengangkat kepala tidak diperlukan pada
pasien seperti ini.5
Membuka Mulut Pasien
Setelah posisi pasien yang tepat, selanjutnya langkah membuka mulut
pasien. Membuka Mulut pasien paling mudah dilakukan dengan teknik seperti
menggunting yang melibatkan ibu jari laringoskopi dan jari tengah tangan
kanan. Memasukkan jari antara gigi pasien pada pasien setengah sadar atau
koma bisa berbahaya.5

Kontrol Lidah

Karena teknik gunting dilakukan pada sisi kanan mulut pasien ,penyisipan
awal bilah laringoskop diarahkan dari kiri ke kanan. Setelah penyisipanselesai.
Bilah laringoskop harus sepenuhnya mengendalikan lidah dan
mengarahkannya ke sisi kiri mulut pasien. Teknik ini dilakukan dengan sedikit
rotasi pergelangan tangan melawan arah jarum jam. Kontrol lidah yang tidak
memadai adalah kesalahan yang sering terjadi pada intubator pemula.
Penyebab kontrol yang tidak memadai menyebabkan lidah njatuhkan kedua sisi
bilah tracheostomy dan mengurangi area untuk visualisasi dan penempatan dari
tabung trakea.5

Kontrol Epiglotis

Bilah laringoskop harus dimajukan dengan hati-hati di sepanjang lidah


sampai epiglotis terilihat atau nampak.Kesalahan umum intubator pemula
adalah memajukan bilah terlalu jauh dan meyebabkan faring dan esofagus
posterior tidak tampak. Epiglotis terletak di pangkal lidah .Dengan bilah
melengkung , ujung bilah ditempatkan ke dalam vallecula antara pangkal lidah
dan epiglotis. penekanan pada ligamentum hyoepiglottic menyebabkan elevasi
dari epiglotis.Memiringkan kemudian mundurkan dengan bilah laringoskop
dikeluarkan bilah dari vallecula dan Gambaran laring yang tidak jelas,
mungkin berpotensi menyebabkan trauma pada gigi.Epiglottis langsung naik
dengan ujung bilah saat bilah lurus digunakan. laringoskop di angkat pada
posisi 45 derajat atau sejajar dengan pegangan laringoskop. Jika pasien itelah
diposisikan dengan benar sebelum intubasi, maka energi yang digunakan untuk
mengangkat kepala pasien menjadi sedikit.5

Identifikasi Landmark

Dibelakang epiglotis, satu dari dua struktur seharusnya mulai terlihat.


Idealnya, laring dapat diidentifikasi dengan visualisasi pita suara atau tonjolan
kartilago posterior. Pita suara sejati berwarna putih dan biasanya tidak berubah,
meskipun infeksi, edema, dan sekresi dapat mengaburkan identigikasi mereka.
Bagian posterior terdiri dari tulang kuneiformis dan kornikulata;diposisikan
paling posterior dan garis tengah adalah interarytenoid. Struktur ini
membedakan laring dari pintu masuk ke kerongkongan, bahkan ketika pita
suara tidak diidentifikasi secara definitif. Eglotis yang nampak gelap biasanya
memiliki gambaran vertikal yang sempit akibat kekuatan dari laringoskop yang
di angkat keatas. Berdasarkan pada tingkat paparan glotis, pencahayaan oleh
pisau, dan bayangan oleh epiglotis, laring memiliki berbagai gambaran.
Esofagus adalah lubang bundar tanpa struktur yang berdekatan dan terletak di
posterior dan sedikit di sebelah kanan garis tengah tubuh .Jika tidak ada
struktur laring yang nampak,dan bilah tidak dimasukkan terlalu dalam, maka
tekanan eksternal pada tulang rawan tiroid pasien oleh tangan kanan
laringoskopi atau oleh asisten, dapat menyebabkan kartilago posterior dan lidah
terbuka dan menyebkan bagian bawah epiglotis terlihat.5

Bagian Tracheal Tube

Tracheal tube harus dimasukkan dan masuk ke dalam dari sisi kanan.
Menempatkan tabung sejajar dengan garis pandang dapat mengarah
kerongkongan. Jika tabung tidak terlihat melewati celah di antara pita suara,
ujungn dari tracheal tub harus diamati melewati anterior ke celah interarytenoid
dan kartilago posterior.Trakea tube memiliki panjang standar 30 cm. Disituasi
tertentu, tidak jarang tabung menjadi masuk terlalu jauh. Tabung harus
distabilkan pada ujung garis bibir, dan penanda sentimeter di sepanjang tabung
harus diperiksa. Kedalaman penyisipan di garis bibir biasanya 23 cm untuk pria
dan 21 cm untuk wanita.5

3. Komplikasi
Komplikasi laringoskopi langsung:
1 Kontusio bibir dan lidah
2. Gigi yang hilang
3. Perforasi faring: Jika ada kemungkinan telah terjadi, pasien harus diamati dengan
cermat.Sebaiknya di konsul ke dokter bedah thorax. Perforasi dapat diobati dengan
operasi atau secara medis dengan cairan intravena, dengan antibiotik spektrum luas;
intake oral dihentikan. Perforasi sembuh cepat dengan rejimen ini, tetapi sebaiknya
dikonfirmasi dengan pemberian kontras sebelum membiarkan pasien melanjutkan
diet normal.
4. Gangguan pada jalan nafas bisa disebabkan oleh kompresi atau kinking tabung
endotrakeal.
5. gambaran hilangnya gelombang pada ekg harus diperhatikan dalam arrythmias
jantung. Jika terjadi, laringoskop harus dikeluarkan dari suspensi dan pasien
diventilasi dengan oksigen. aritmia berulang ketika alat di pasang ulang, maka tidak
disarankan untuk melanjutkan operasi.
6. Pembengkakan mukosa laring terutama di daerah subglotis pada anak-anak, harus
dihindari dengan kelembutanmanipulasi setiap saat.
7. Penghentian pemasangan laringoskop sering menyebabkan sedikit sianosis pada
lidah, yang tidak memiliki konsekuensi.
8. Laringospasme ini biasanya sering dan langsung terjadi setelah operasi diakibatkan
oleh darah atau sekresi lainnya di laring atau iritasi laring oleh bagian dari
endoskopi atau tabung . Kebanyakan ahli anestesi tidak menggunakan anestesi lokal
pada pita suara dan hal ini penting karena refleks batuk pasien harus segera ada
mengingat kemungkinan darah dilaring atau faring.6
B. Bronkoskopi
1. Definisi
Bronkoskopi, dengan menggunakan serat optik atau kaku, adalah sebuah prosedur
invasif untuk visualisasi bagian atas dan bawah saluran pernapasan untuk diagnosis
dan manajemen dari spektrum penyakit inflamasi, infeksi, dan keganasan pada jalan
nafas dan paru-paru. Bronkoskopi dapat mencakup pengambilan spesimen
jaringan(sikat bronkial, forceps, dan jarum), pencucian sel, lavage bronchoalveolar,
koagulasi, atau pengangkatan jaringan abnormal dengan laser. Bronkoskopi banyak
digunakan sebagai alat diagnostik dan terapeutik untuk manajemen jalan nafas.
Bronkoskopi dilakukan oleh seorang ahli bronkoskopi dokter yang terlatih khusus
dan dibantu oleh tenaga kesehatan profesional terlatih.7

Gambar 4.Bronkoskopi
2. Indikasi
a. Adanya lesi etiologi yang tidak diketahui pada foto radiografi dada atau
keperluan mengevaluasi pneumonia berulang, atelektasis persisten atau
infiltrat paru.
b. Kebutuhan untuk menilai fungsi dan kelayakan fungsi mekanik jalan nafas
atas.
c. Kebutuhan untuk menginvestigasi hemoptisis, batuk menetap tanpa penyebab
yang jelas, dispnea, mengi terlokalisir, atau stridor
d. Hasil sitologi sputum mencurigakan atau positif
e. Kebutuhan untuk meneliti sekresi saluran pernapas bagian bawah, cell
washings, dan biopsi untuk evaluasi sitologi, histologis, dan mikrobiologis.
f. Kebutuhan untuk menentukan lokasi dan luasnya cedera dari inhalaso atau
aspirasi dari zat beracun
g. Kebutuhan untuk mengevaluasi masalah yang terkait dengan endotrakeal tube
atau trakeostomi (kerusakan trakea, obstruksi jalan napas, atau penempatan
dari tabung)
h. kebutuhan untuk membantu dalam melakukan kasus intubasi yang sulit atau
trakeostomi perkutan
i. Kecurigaan bahwa sekresi atau lendir yang menyebabkan atelektasis lobus
ataupu segmental
j. Kebutuhan untuk menghilangkan jaringan endobronkial abnormal atau benda
asing dengan forsep,atau laser.
k. Kebutuhan untuk mengambil benda asing (meskipun dalam sebagian besar
keadaan, bronkoskopi kaku lebih dipilih)
l. Manajemen terapi toilet endobronkial pada ventilator terkait pada kasus
pneumonia
m. Intubasi selektif bronkus
n. Kebutuhan dalam menempatkan dan / atau menilai fungsi jalan napas dari stent
o. Kebutuhan ketika dilatasi balon saluran napas dalam pengobatan stenosis
trakeobronkial.7
3. Kontraindikasi
Kontraindikasi absolut termasuk
a. Tidak ada persetujuan dari pasien atau perwakilannya kecuali terjadi
kegawatdaruratan dan pasien tidak perlu untuk memberikan izin
b. Tidak adanya ahli bronkoskopi berpengalaman untuk melakukan atau
langsung mengawasi prosedur
c. Kurangnya fasilitas dan personil yang memadai untuk merawat keadaan
darurat seperti itu seperti henti jantung paru, pneumotoraks, atau perdarahan
d. Ketidakmampuan untuk oksigenasi yang memadai pasien selama prosedur
bronkioskopi.7

Bahaya komplikasi serius dari bronkoskopi sangat tinggi pada pasiendengan


gangguan yang tertentu, dan kondisi ini biasanya dianggap kontraindikasi absolut
kecuali penilaian risiko-manfaat menjamin prosedur

a. Koagulopati atau diatesis perdarahanitu tidak bisa diperbaiki


b. Hipoksemia refrakter berat
c. hemodinamik tidak stabil termasuk disritmia
Kontraindikasi relatif (atau kondisimelibatkan peningkatan risiko), menurut
American Thoracic Society Guidelines untukBronkoskopi fiberoptik pada orang
dewasa termasuk
a. Kurangnya kerjasama pasien
b. Miokardial terbaru (dalam waktu 6 minggu)infark atau angina tidak stabil
c. Obstruksi trakea parsial
d. Hipoksemia sedang sampai berat atau tingkat hypercarbia
e. Uremia dan hipertensi paru (kemungkinan perdarahan serius setelahnya
f. Abses paru-paru (bahaya jalan nafas dipenuhi sekret purulent)
g. Obstruksi vena cava superior (kemungkinan perdarahan dan edema laring)
h. Kelemahan dan kekurangan gizi
i. Gangguan yang membutuhkan terapi laser,biopsi lesi yang menghalangi
saluran udara besar,atau beberapa biopsi paru transbronkial
j. Kehamilan positif atau diduga hamil (masalah keamanan dari kemungkinan
paparan radiasi).7
4. Komplikasi
a. Efek samping dari obat yang digunakan sebelumnyadan selama prosedur
bronkoskopi
b. Hipoksemia
c. Hypercarbia
d. Bronkospasme
e. Hipotensi
f. Laringospasme, bradikardia, atau fenomena lain yang diperantarai oleh
respon vagal
g. Komplikasi mekanis seperti epistaksis, pneumotoraks, dan hemoptysis
h. Peningkatan resistensi jalan napas
i. Bahaya infeksi untuk petugas kesehatanatau pasien lain
j. Kontaminasi silang dari spesimen atau bronkoskop
k. Mual, muntah
l. Demam dan menggigil
m. Disritmia jantung.7
C. Anestesi pada laringoskopi dan bronkoskopi
1. Anestesi pada laringoskopi
Teknik anestesi untuk laringoskopi langsung meliputi:
(i) Local anaesthesia for fibreoptic endoscopic examination nasendoscope dengan
diameter kecil sering memungkinkan pemeriksaan tanpa anestesi.
(ii) Intermittent apnoea without endotracheal intubation. teknik ini memiliki kelemahan
dari proteksi jalan nafas yang buruk dan kontrol buruk terhadap depth anesthesia
tetapi memiliki keuntungan dalam prosedur bedah tanpa obstruksi.
(iii) General anaesthesia employing an MLT ,teknik menggunakan tabung trakea
panjang, sempit, dan cuffed/dengan manset (mis.Panjang 31 cm, diameter internal 4-6
mm) untuk menjauhkan hubungan antara sistem pernapasan dari jalan napas . hal Ini
memungkinkan konvensional, ventilasi tekanan positif digunakan. Sebuah manset
adalahmeningkat di trakea, melindungi jalan napas bagian bawah dari kontaminasi.
(iv) Jet ventilation techniques. Metode ini memberikan kelayakan bedah yang optimal
dan mengurangi tingkat stimulasi .tetapi tidak ada perlindungan fisik terhadap jalan
napas. memerlukan TIVA dan paralisis, tetapi pita suara mungkin masih mengganggu
keluarnya udara, sehingga beresiko barotrauma. hal ini diakibatkanoleh tidak adanya
yang memfasilitasi untuk melembabkan dan menghangatkan gas yang terinspirasi.
Ketika digunakan secara supraglotis ada risiko insuflasi lambung.10
 Anestesi lokal pada laringoskopi

Anestesi lokal dapat dilakukan dengan menyemprot orofaring dengan lidocaine


(10%), kapas wol dalam kokain (4%) dimasukkan ke dalam fossa pyriformis, dan
didiamkan selama 3-4 menit di setiap sisi orofaring.Semprotan yang
mengandungkokain kemudian disemprotkan langsung ke pita suara menggunakan
angled b spray.6

 Anestesi general.
Untuk semua operasi endoskopi rutin kecuali augmentasi akibat paralisis dari cabang
nervus spinalis, teknik yang disering pakai adalah anestesi umum dengan tabung
endotrakeal dengan manset / cuffed.
Atropin 0,4 mg dengan injeksi intramuskular akan membuat faring kering dan
suxamethonium intravena melumpuhkan laring untuk diperiksa. premedikasi 0,5 mg
intramuscular atropine sulfate (Harvest Pharmaceutical Co, Ltd,Shanghai, Cina) 30
menit sebelum operasi. 6,8
Akses intravena dibuat dan sisrem pemantaan otomatis non-invasifsistem (Philips
Medical Systems, Herrsching,Jerman) dilengkapi dengan elektrokardiograf, otomatis
cuff inflasi / deflasi sphygmomanometer dan denyut pulseoksimeter digunakan untuk
mengukur secara terus-menerus denyut jantung (HR), tekanan arteri rata-rata (MAP)
dansaturasi oksigen darah (SpO2) dari pasien. Midazolam (0,03 mg / kg;Nhwa
Pharmaceutical Co, Ltd, Xuzhou, Cina) sebelumnya diberikan untuk induksi anestesi,
diikuti oleh infus target-controlled (TCI) 3,0 µg / mLpropofol (AstraZeneca UK
Limited, London, UK) dan 5,0 ng / mL remi fentanil hidroklorida (Humanwell
Pharmaceutical Co, Ltd, Yichang, Cina) menggunakan syringe pump sistem TCI
(SLGO Medical Technology Co., Ltd.,Beijing, Cina).8
Beberapa ahli anestesi lebih memilih menghindari penggunaan obat pelemas otot,
sebagai gantinya anestesi inhalasi kuat digunakan dalam membantu intubasi trakea dan
memberikan relaksasi selama operasi. Obat-obat ini memungkinkan transmisi
neuromuskuler untuk pulih, dan efek dari obat ini dapat dengan cepat dihilangkan
diakhir operasi. Secara teori, desflurane dan sevoflurane mungkin menawarkan
beberapa keuntungan, karena kelarutan darahnya rendah.Sevoflurane mungkin lebih
efektif daripada desflurane untuk insiden yang lebih rendah dari refleks jalan nafas
rangsang selama induksi inhalasi. 9
D. Anestesi pada Bronkosopi
1. Premedikasi
a. Antikolinergik - Misalnya, injeksiatropin 10 μg / kg intramuskuler / intravena dan
injeksi glikoprolrolat 5 ug / kg intravena /intramuskuler 30-60 menit sebelum prosedur
b. Benzodiazepin - Misalnya, injeksi midazolam 0,05-0,07 mg / kg intravena bisa
digunakan sebagai obat anti-kecemasan secara selektif pada beberapa kelompok
pasien
c. Bronkodilator - uji coba acak terkontrol telah menunjukkan bahwa tidak ada manfaat
agonis beta kerja pendek inhalasi sebelum bronkoskopi pada pasien dengan
kronispenyakit paru obstruktif. 11

2. Anestesi Topikal
Anestesi topikal sangat penting terutama dalam bronkoskopi fleksibel karena
membantu dalam membuat pasien lebih nyaman dengan sedasi. Anestesi hidung,
orofaring dan hipofaring diperlukan.Anestesi topikal di luar glotis menghambat refleks
batuk dan memungkinkan prosedur berlangsung lancar.
Anestesi topikal bervariasi di berbagai titik. Dasar teknik anestesi topikal terdiri dari
aplikasi 2% lignokain pada mukosa hidung dan menyemprotkan di cavum oral.
Lignocaine adalah obat yang paling umum digunakan untuk anestesi. Agen lain yang
dapat digunakan adalah tetracaine (2%), benzocaine (10-20%) dan kokain(4–10%).
Lignocaine umumnya digunakan karena kurang toksik, mudah didapat, dan durasinya
pendek. 11
3. Anestesi Umum pada bronkoskhopi
Obat sedasi pada bronkioskopi yang ideal harus mudah digunakan, memiliki yang
conset cepat, durasi aksi yang singkat dan dengan waktu pemulihan yang cepat. 9
Benzodiazepin
Obat ini biasa digunakan untuk sedasi. Obat ini meningkatkan efek asam butirat
gamma amino dan memiliki sifat sedasi, hipnotik, ansiolitik, antikonvulsan dan sifat
relaksasi otot. Midazolam adalah obat pilihan karena obat ini memiliki waktu paruh
eliminasi pendek dan onset aksi yang lebih cepat.Obat dapat menekan pusat ventilasi
dalam dosis rendah dan dapat menyebabkan apnea jika dalam dosis besar terutama pada
pasien dengan komorbiditas dan pada mereka yang menggunakan obat lain yang
menekan sistem pernafasan. Lorazepam dan diazepam juga dapat digunakan nsmun
demikian obat merupakan obat dengan aksi panjang. Dosis untuk midazolam,
lorazepamdan diazepam adalah 0,01-0,1 mg / kg, 0,03-0,05 mg / kgdan 0,04-0,2 mg /
kg, masing-masing. 11
Opioid

Obat ini sering digunakan karena sifat analgesiknya,sifat antitusif dan sedatif.
Dalam dosis tinggi, obat inidapat menyebabkan bradikardia dan hipotensi. Fentanyl
adalah opiod yang 100 kali lebih kuat daripada morfin dan memiliki aonset aksi yang
lebih cepat. [Dosis yang dianjurkan adalah 50-200 ug dengan dosis tambahan 25 ug.

Propofol

Propofol adalah agen anestesi kerja pendek yang digunakan pada bronkoskopi
untuk sedasi sedang. profopol memiliki onset cepat dan pemulihan yang cepat. obat
ini digunakan untuk efek hipnosis, antiemetik dan antipruritik. obat ini juga
melemahkan refleks jalan nafas atas tetapi bisa menyebabkan depresi pernapasan.
Dapat digunakan dalam dosis bolus atau infus terus menerus. Untuk induksi sedasi,
dosis 0,5-1 mg / kg selama 1 menit, diperlukan di ikuti oleh infus pemeliharaan adosis
1,5-4,5 mg / kg / jam. Dibandingkan dengan midazolam profopol memiliki kegunaan
dan keamanan yang hampir sama, tetapi dengan onset yang lebih cepat dan pemulihan
lebih cepat. Karena indeks terapi sempit antara sedasi sedang dan anestesi disarankan
untuk digunakan hanya oleh ahli anestesi. 9
BAB III
KESIMPULAN
Laringoskopi adalah suatu prosedur untuk memvisualisasikan struktur jalan nafas
bagian atas, dengan tujuan untuk menilai fungsi dan struktur serta jika ada gangguan di
jalan nafas bagian atas, laringoskopi terbagi atas dua yaitu laringoskopi indirect dan
laringoskopi direct Laringoskopi direct sering dilakukan untuk tujuan intubasi. Adapun
anestesi yang digunakan pada laringoskopi dapat berupa anastesi lokal yaitu contohnya
dengan penggunaan lidocaine 2% serta panggunaan kapas wol yang mengandung
kokain biasa digunakan untuk keperluan anestesi lokal. Adapun teknik anestesi yang
biasanya digunakan adalah anestesi umum dengan tabung endotrakeal dengan manset /
cuffed. Penggunaan obat pelumpuh otot pada laringoskopi pada umumnya di hindari
oleh ahli anestesi.
Bronkoskopi adalah suatu prosedur pemeriksaan pada bronkus untuk menilai
adanya infeksi, keganasan pada jalan nafas dan paru-paru. Bronkoskopi dapat mencakup
penilaian jalan nafas, pengambilan specimen untuk kepentingan diagnostik. Anestesi
yang digunakan pada bronkoskopi biasanya diawali dengan premedikasi berupa
antikolinergik, Benzodizepin,dan bronkodilator. Adapun lokal anestesi yang bisa
diberikan adalah lignokain 2% yang disemprotkan di daerah cavum oris.Obat-obat
sedasi yang biasa digunakan pada bronkoskopi adalah benzodiazepine,opiod dan
profopol.
DAFTAR PUSTAKA

1. Collin MD, 2014. Respiratory care,Direct and Indirect Laryngoscopy : Equipment and
technique, 59 (6) p.1-2
2. Mulyadi, 2011. Jurnal Kedokteran Syach Kuala,Bronkoskopi serat optic pada saluran nafas
bawah,11 (1) p.28
3. Broek PV, Feenstra L, Buku saku Ilmu kesehatan tenggorok, hidung dan telinga Edisi
12,Iskandar N.Anamnesis dan Pemeriksaan,p.32
4. Moninja YKG,Mengko SK,Peleaulu OCP, 2019, Jurnal e Clinic, Gambaran hasil pemeriksaan
fiber optik pada pasien rawat inap di RSUP.Prof.Dr.R.D.Kandou Periode 2014-2019,7(1)p.13
5. Levitan RM, Cook Sather SD, 2000,Ochroch EA,Demistifying Direct Laryngescopy and
Intubation,Hospital Physican,p.49-56.
6. Anzy NJA, 2017,Direct Laryngoscopy a prospective study, p.5,7
7. AARC,2007, Bronchoscopy Asisting, Respiratory Care, 52(1),p 74-75
8. Pang L,Zhuang YY, Dong Z 2014,Intubation Without Muscle relaxation for suspension
laryngoscopy: A randomized, Controlled Study.Nigerian journal of clinical practice.17(4).p
457-458
9. Elksharkawy HA, Gakway U,2012,Anesthesic Management of direct laryngoscopy and
dilatation of subglottic stenosis in a patient with severe myasternya gravis.p 2
10. English J,Norris A,Bedforth N,2006, Anesthesia for Airway surgery,Continuing education in
Anesthesia, Critical care & pain.p 29
11. Chadha M, Kulshresta M, Biyani A 2015, Anesthesia for bronchoscopy,Indian Journal Of
Anesthesia.59(9),p 567-570.

Anda mungkin juga menyukai