OLEH :
CAHAYA MENTARI
N111 16011
DISOLUSI DAN DISPERSI PADAT (A)
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh polivinilpirolidon
(PVP) terhadap laju disolusi furosemid dalam sistem disperse padat dan
campuran fisik.
BAB II
LANDASAN TEORI
Dispersi padat merupakan dispersi dari satu atau lebih bahan aktif dalam
pembawa inert atau matriks pada keadaan padat. Dispersi padat diklasifikasikan
dalam enam tipe yaitu campuran eutektik sederhana, larutan padat, larutan dan
suspense gelas, pengendapan amorf dalam pembawa kristal, pembentukan
senyawa kompleks dan kombinasi dari lima tipe di atas. Pembuatan disperse
padat dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: metode peleburan
(melting method), metode pelarutan (solvent method), dan metode campuran
(melting-solvent method) (Chiou et al 1971).
2. Larutan Padat
Larutan padat merupakan dua komponen kristal yang berada dalam
satu fase homogen. Ukuran dari partikel obat dapat berkurang sampai
tingkat molekular sehingga kecepatan disolusi dari larutan padat lebih tinggi
jika dibandingkan dengan campuran eutektik sederhana (Kumar dan Singh,
2013).
a. Mudah larut dalam air dengan sifat disolusi yaitu intrinsik cepat.
e. Kompatibel dengan obat dan ikatan kompleks yang terbentuk dengan obat
tidak kuat.
1. Penggunaan tidak secara luas pada produk komersial karena pada proses
penyimpanan memungkinkan terjadinya kristalisasi akibat pengaruh
suhu dan kelembapan. Menurut Tian, et al (2014), dispersi padat yang
disimpan pada suhu ruang (±25⁰C) pada waktu lebih dari 2 bulan dapat
menyebabkan terjadinya proses penuaan fisik (physical aging process).
Pada proses ini, obat cenderung mengalami aglomerasi untuk
mengurangi luas permukaan total. Meningkatnya ukuran molekul obat
dapat menjadi penyebab menurunnya laju disolusi (Florence dan
Attwood, 2006).
2. Sebagian besar polimer yang digunakan menyerap kelembapan,
sehingga terjadi pemisahan fasa dan perubahan bentuk dari amorf
menjadi kristal. Hal ini berdampak pada penurunan kelarutan dan laju
disolusi.
3. Memiliki beberapa keterbatasan seperti mahal, tidak stabil, dan sulit
digabungkan dengan formulasi sediaan obat.
2.5 Mekanisme Pelepasan Dispersi Padat
Mekanisme pelepasan obat dari polimer pada dispersi padat tergantung pada
kelarutan obat dalam lapisan difusi polimer yang nantinya juga akan mempengaruhi
laju disolusi obat tersebut. Terdapat dua mekanisme pelepasan obat pada dispersi
padat yaitu carried controlled dissolution dan drug controlled dissolution. Pada
pelepasan dengan mekanisme carried controlled dissolution, laju disolusi
bergantung pada polimer pembawa dimana obat yang larut dengan cepat pada
lapisan difusi polimer, ukuran partikelnya akan menurun karena
terdispersi secara molekular dalam lapisan difusi polimer dan akan terlepas ke
medium pelarut (Craig, 2002).
2.Metode Melting
3. Metode Campuran
1. Analisis Termal
2. Difraksi Sinar X
3. Spektroskopi
5.Disolusi
Metode disolusi digunakan untuk menguji dispersi padt jika
dibandingkan dengan campuran fisik komponennya (Lestari dan Zaelani,
2014). Uji disolusi dilakukan dengan tujuan untuk mengukur laju pelepasan
obat dari bentuk sediaan tertentu secara in vitro (Lachman et al., 1987).
Disolusi adalah proses dimana zat obat padat terlarut dalam pelarut. Laju
disolusi obat dengan kelarutan yang rendah sering mengontrol tingkat
penyerapan sistemik dari obat tersebut. Sehingga, uji disolusi dapat
digunakan untuk memprediksi bioavaibilitas obat (Shargel et al., 2004).
6.Kromatografi
METODE KERJA
b. Difraksi sinar X
c. Spektrofotometer FT-IR
4.1 HASIL
a. Uji disolusi
c. Spektrum Inframerah
d. Uji termal
4.2 PEMBAHASAN
Interaksi antara molekul-molekul furosemid dan PVP dapat terjadi saat proses
pembentukan dispersi padat. Molekul-molekul furosemide akan terdispersi dan
terperangkap dalam jaringan polimer PVP dan saat pemanasan, dapat terjadi perubahan
keadaan fisik furosemid menjadi bentuk amorf (Chiou et al 1971).
Hasil uji disolusi memperlihatkan bahwa laju disolusi dispersi padat jauh lebih
tinggi dibandingkan furosemid murni. Semakin besar perbandingan PVP terhadap
furosemid, semakin tinggi laju disolusinya. Dari grafik pada gambar 5 diketahui bahwa laju
disolusi campuran fisik juga meningkat, tetapi lebih kecil daripada dispersi padat
furosemidPVP.
Furosemid mempunyai struktur kristal triklinik yang praktis tidak larut air. Dengan
meningkatnya laju disolusi furosemid dalam dispersi padat dan campuran fisik, dapat
disimpulkan bahwa telah terjadi perubahan keadaan kristal furosemide menjadi bentuk
amorfnya akibat dari interaksi dengan PVP.
Perubahan bentuk kristal menjadi amorf dapat digambarkan dari pola hasil uji
termalnya. Termogram furosemid, memperlihatkan puncak eksotermis, yang menunjukkan
bentuk kristal. Temperatur titik lebur furosemid dapat dilihat dari awal
terbentuknya puncak eksotermis, yaitu pada 209,33°C. Termogram PVP
menunjukkan puncak pada temperatur 104,61°C, sedangkan dispersi padat 1:15 dan
campuran fisik mengalami pergeseran ke temperatur yang lebih rendah (93,82°C dan
90,23°C).
Pada termogram dispersi padat1:15 dan campuran fisik 1:15, PVP terlihat dominan
dan tidak ada tanda puncak eksotermis seperti pada termogram furosemid. Hal ini terjadi
karena adanya interaksi antara PVP dengan furosemid yang menyebabkan perubahan
bentuk kristal furosemid menjadi amorf, sehingga tidak ada lagi puncak eksotermis yang
menunjukkan adanya fasa kristal dan menurunkan temperature puncak PVP.
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1. Martin, A., Sinko, P. dan Singh, Y., 2011. Physical Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences, 6th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.
2. Sutriyo, Rachmat H. dan Rosalina, M., 2008. Pengembangan Sediaan dengan
Pelepasan dimodifikasi mengandung Furosemid sebagai Model Zat Aktif
menggunakan Sistem Mukoadhesif. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No.
1, April, 01 – 08.
3. Lestari, N. dan Zaelani, D., 2014. Kajian Pustaka Peningkatan Kelarutan Obat
Sukar Larut dalam Air dengan Dispersi Padat, Penerbit ITFB, Bandung.
4. Dhirendra, K., Lewis, S., Udupa, N. dan Atin, K. 2009. Solid Dispersions: A
Review. Pak. J. Pharm. Sci.. 22(2):234-246.
5. Saffoon, N., Jhanker, Y.M. dan Huda, N.H. 2011. Dissolution Profile of
Ibuprofen Solid Dispersion Prepared with Cellulosic Polymers and Sugar by
Fusion Method. Stamford Journal of Pharmaceutical Sciences, 1:31-37.
6. Kumari, R., Chandel, P. dan Kapoor, A. 2013. Paramount Role of Solid
Dispersion in Enhancement of Solubility. Indo Global Journal of
Pharmaceutical Sciences. 3(1):78-89.
7. Pankaj, S. dan Prakash, J. 2013. Solid Dispersion: An Overview. International
Journal of Pharmaceutical Research and BioScience. 2(3): 114-43.
8. Craig, D., 2002. The Mechanisms of Drug Release from Solid Dispersions in
Water-Soluble Polymers. International Journal of Pharmaceutics, 231, pp.131-
44.
9. Marison, E., 2015. Pengaruh Formulasi Dispersi Padat Terhadap Peningkatan
Disolusi Tablet Meloksikam dengan Menggunakan Manitol Sebagai Polimer
Hidrofilik. Tugas Akhir. Tidak diterbitkan, Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
10. Anwar, S., 2015. Pemanfaatan Serat Batang Pohon Pisang dalam Sintesis
Material Hibrida Berbasis Geopolimer Abu Layang Batubara. Tugas Akhir.
Tidak diterbitkan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang, Semarang.
11. Lachman, L., Lieberman, H. dan Kanig, J.,1987. The Theory and Practice of
Industrial Pharmacy, Varghese Publishing House, Dadar Bombay.
12. Shargel, L., Wu-Pong, S. dan Yu, A., 2004. Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics, 5th ed, McGraw Hill, Boston.
13. Sridhar I., Doshi A., Joshi B., Wankhede., and Doshi J., 2013. Solid
Dispersions: an Approach to Enhance Solubility of Poorly Water Soluble
Drug, Journal of Scientific and Innovative Research, 2(3): 685-694
14. Nurhadijah G., Darusman F., dan Priani S.E., 2015. Peningkatan Kelarutan dan
Laju Disolusi Glimepirid dengan Teknik Dispersi Padat Menggunakan
Polimer PVP K-30, Prosiding Penelitian Sivitas Akademika Unisba, p.316-322
15. Chiou W.L. dan Riegelman S., 1971. Pharmaceutical Applications of Solid
Dispersion Sistems. Journal of Pharmaceutical Sciences, 60(9):1281-302
16. Agoes G., 2012. Sediaan Farmasi Padat 6, Intitut Teknologi Bandung,
Bandung, p.46-176.
17. Margaret. 2008. Peningkatan Kelarutan Ibuprofen Dengan Metode Dispersi
Padat Menggunakan Polietilenglikol 6000. Depok : FMIPA Universitas
Indonesia
18. Kumar, P., Singh, C. (2013). A Study on Solubility Enhancement Methods for
Poorly Water Soluble Drugs. American Journal of Pharmacological Sciences,
1(4), 67-73.
19. Tiwari, R., Tiwari, G., Srivastava, B., & Rai, A.K. (2009). Solid Dispersions :
An Overview To Modify Bioavailability Of Poorly Water Soluble Drugs.
International Journal of PharmTech Research, 1(4), 1338-1349.
20. Tian, B. et al., 2014. A Comparison of the Effect of Temperature and Moisture
on the Solid Dispersions: Aging and Crystallization. International Journal of
Pharmaceutics, pp.1-8.
21. Florence, A. & Attwood, D., 2006. Physicochemical Principles of Pharmacy
Fourth Edition. London: Pharmaceutical Press.
22. Abdou HM Dissolutions Bioavailability and Bioequivalence, Mack Publishing
Co, 1989.
23. Akbuga J., Gursoy A., dan Yetimoglu F. Preparation and Properties of Tablets
Prepared from FurosemidPVP Solid Dispersion System. Drug Dev. Ind.
Pharm, 14(15-17)1998: 2091-2108.
24. Akbuga J., Gursoy A., dan Kendi E. The Preparation and Stability of Fast
Release Furosemide-PVP Solid Dispersion. Drug Dev. Ind. Pharm. 14(10).
1998: 1439-1464.
25. Al-Obaid A.M., Al-Shammary, dan Al-Rashood K.A.M, Analytical Profiles of
Drug Substances. Vol 18: 989:153-193.
26. Doherty C., dan York P. Evidence for Solid and Liquid State Interactions in a
Furosemid-PVP Solid Dispersion. J. of Pharm. Sci 76(9).1987: 731-737.
27. Lannucelli V. PVP Solid Dispersion for the Controlled Release of Furosemide
from a Floating Multiple-Unit System. Drug Dev. Ind. Pharm 26(96).2000:
595-603.
28. Pignatello R, Ferro M, Puglisi G.,Preparation of Solid Dispersion of
Nonsteroid Anti-Inflammatory Drugs with Acrylic Polymers and studies on
Mechanisms of drug polymer interactions, AAPS Pharm. Sci. Tech. 3(2) 2002.
29. Skoog D.A.,West D.M., dan Holler F. James. Fundamentals of Analytical
chemistry. 7th Ed. Saunders Collage. 557-592.
30. Suryanarayana C dan Norton G, XRay Diffraction a Practical Approach,
Plenum Press, New York, 1998.
31. Syukri Y., T. Yuwono, dan L. Hakim. Preformulasi Sediaan Furosemida
Mudah Larut. Majalah Farmasi Indonesia, 13(1) 2002: 50-54.
32. Villiers M.M., dan J.G. van der Watt. Dissolution from Ordered Mixtures:
The Effect of Stirring Rate and Particle Characteristic on the Dissolution Rate.
Drug Dev. Ind. Pharm, 15(4) 1989: 621-627.
33. Suryanarayana C dan Norton G, XRay Diffraction a Practical Approach,
Plenum Press, New York, 1998.