Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS
EFUSI PLEURA MASIF EC TUMOR PARU

OLEH :

KELOMPOK 13
1. Dzakiyyah Marsuqah N C014182253
2. Zulwafiah C014182254
3. Diana Marshanda Nur C014182255
4. Satria Hijratussyah XC064182005
5. Dany l. Sopalatu 201184040

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Atika Puspa Dewi

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Nikmatia Latief, Sp.Rad(K), M.Kes.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS : EFUSI PLEURA MASIF EC TUMOR PARU

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


1. Nama : Dzakiyyah Marsuqah
NIM : C014182253
2. Nama : Zulwafiah
NIM : C014182254
3. Nama : Diana Marshanda Nur
NIM : C014182255
4. Nama : Satria Hijratussyah
NIM : XC064182005
5. Nama : Dany L. Sopalatu
NIM : 201184040

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Juli 2019

Konsulen Penguji Pembimbing

Dr.dr. Nikmatia Latief,Sp.Rad(K),M.Kes. Dr. Atika Puspa Dewi

Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Prof.Dr.dr.Bachtiar Murtala,Sp.Rad(K).

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................................. 3

I. KASUS ................................................................. Error! Bookmark not defined.

1.1. Identitas Pasien .............................................. Error! Bookmark not defined.

1.2. Anamnesis ...................................................... Error! Bookmark not defined.

1.3. Pemeriksaan Fisis ............................................................................................ 5

1.4. Pemeriksaan Radiologi .................................................................................... 6

1.5. Pemeriksaan Laboratorium .............................................................................. 8

1.6. Pemeriksaan Patologi Anatomi...................................................................... 11

1.7. Diagnosis ....................................................................................................... 11

1.8. Tata Laksana .................................................................................................. 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 12

III. DISKUSI ............................................................................................................. 26


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32

3
BAB I
LAPORAN KASUS
I.1. Identitas Pasien
Nama : Tn. SB
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 17 Desember 1960
No. RM : 884690
Ruang Perawatan : Infection Center lt.1
Agama : Islam
Alamat : Jl.Pangeran Diponegoro Kendari
Tanggal masuk : 11 Juni 2019

I.2. Anamnesis

a. Keluhan utama: Sesak Napas


b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas yang dirasakan sejak 1 bulan yang
lalu disertai nyeri dada kiri. Kesan seperti tertusuk-tusuk, nyeri bertambah apabila pasien
menarik napas dan menggerakkan badannya, terasa pada seluruh dada. Ada keluhan batuk
sejak 1 minggu yang lalu, lendir ada berwarna kehijauan. Demam tidak ada. Buang air besar
biasa, kuning dan buang air kecil lancar, kuning. Tidak ada riwayat penurunan berat badan.
Riwayat batuk lama ada

 Riwayat hipertensi dan diabetes disangkal


 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat sering konstipasi disangkal pasien
 Riwayat stroke tidak ada
 Riwayat penyakit ginjal tidak ada
 Riwayat penyakit Tuberkulosis Paru tidak ada
 Riwayat asma tidak ada
 Riwayat merokok ada

4
I.3. Pemeriksaan Fisis

a. Status Generalis : Sakit sedang/Gizi cukup/Compos Mentis


b. Status Vitalis
 TD : 100/90 mmHg
 N : 90 x/menit
 P : 26 x/menit
 S : 36.5
c. Kepala: Konnjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
d. Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-)
e. Thorax :
Paru
 Inspeksi : Asimetris , kiri tertinggal
 Palpasi : vocal fremitus meenurun di lapang paru kiri
 Perkusi : redup di seluruh hemithorax sinistra
 Auskultasi : Bunyi napas bronchovesikuler, rhonki dan wheezing tidak ada
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Thrill tidak teraba
 Perkusi : sulit dinilai
 Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur tidak ada
f. Abdomen:
 Inspeksi : Cembung, darm contour (-), darm steifung (-)
 Auskultasi : Peristaltik dalam batas normal
 Palpasi : nyeri tekan (-), tidak ada pembesaran hepar
 Perkusi : Timpani
g. Ekstremitas : Edema tidak ada, akral hangat

5
I.4. Pemeriksaan Radiologi

Foto thorax PA (10/6/2019) :

Foto Thorax PA:


 Tampak perselubungan
homogen pada seluruh
hemithorax sinistra yang
menutupi sinus dan diafragma
kiri, batas kiri jantung, serta
mendorong sisi kontralateral
 Cor dan aorta sulit dinilai
 Sinus dan diafragma kanan baik
 Tulang – tulang intak
 Jaringan lunak sekitar baik

Kesan : - efusi masif pleura sinistra

Foto thorax PA (17/6/2019) :

Foto Thorax PA:


 Tampak perselubungan
homogen pada seluruh
hemithorax sinistra yang
menutupi sinus dan diafragma
kiri, batas kiri jantung, serta
mendorong sisi kontralateral
 Cor dan aorta sulit dinilai
 Sinus dan diafragma kanan baik
 Tulang – tulang intak
 Jaringan lunak sekitar baik

Kesan : - efusi masif pleura sinistra

6
Foto thorax PA (20/6/2019) :

Foto Thorax PA:


 Terpasang chest tube pada
hemithorax sinistra dengan tip
setinggi costa XII sinistra
posterior
 Tampak perselubungan
homogen pada seluruh
hemithorax sinistra yang
menutupi sinus dan diafragma
kiri, batas kiri jantung, serta
mendorong sisi kontralateral
 Cor dan aorta sulit dinilai
 Sinus dan diafragma kanan baik
 Tulang – tulang intak
 Jaringan lunak sekitar baik

Kesan :
- Terpasang chest tube pada
hemithorax sinistra
- Efusi masif pleura sinistra

7
Pemeriksaan MSCT Scan Thorax (10/06/2019)

- Tampak massa isodens (48 HU), batas relatif tegas, tepi reguler, non kalsifikasi, tidak
mendestruksi tulang yang menyangat post kontras (66 HU) kesan pada peribronchial
kiri disertai kolpas paru dan mendesak organ mediastinum ke arah kanan.
- Trachea pada midline
- Tampak pembesaran KGB peribronchial kanan
- Cor: tidak membesar. Aorta dan pembuluh darah besar lainnya dalam batas normal.
- Tampak densitas cairan bebas pada cavum pleura kiri yang mendesak trachea dan
organ mediastinum ke kontralateral
- Tampak diafragma kanan letak tinggi
- Tulang – tulang intak
Kesan :
- Massa paru sinistra, disertai efusi pleura massif
- Lymphadenopathy peribronchial dextra
- Elevasi diafragma dextra

I.5. Pemeriksaan Laboratorium

8
Pemeriksaan Mikrobiologi ( 11/6/2019)

Nilai Lab Nilai Normal


RBC 4.38 x 10³/ ul 4 - 10 x 10³/ ul

WBC 12.72 x 10³/ ul 4 - 6 x 106/ ul

HB 11.4 gr/dl 12 - 16 gr/dl

HCT 33.6 % 37.0 - 48.0 %

MCV 76.7 fl 80.0 - 97.0 fl

MCH 26.0 pg 26.5 - 33.5 pg

MCHC 33.9 gr/dl 31.5 - 35.0 gr/dl

PLT 497 x 10³/ ul 150 - 400 x 10³/ ul

Neut 86.2 % 52 - 75 %

Limph 4.9 % 20 - 40 %

Eos 0.3 % 2-8%

Mono 8.4 % 1-3%

Baso 0.2 % 0 - 0.1 %

HEMATOLOGI

PT 10.9 detik 10-14 detik

INR 1.06 -

APTT 28.0 detik 22.0 30.0 detik

KIMIA DARAH

GDS 119 mg/dl 140 mg/dl

UREUM 10 mg/dl 10-50 mg/dl

CREATININ 0.51 mg/ dl <1.3 mg/dl

SGOT 12 U/L < 38 U/L

SGPT 6 U/L < 41 U/L

NATRIUM 121 mmol 136-145 mmol

9
KALIUM 4.3 mmol 3.5-5.1 mmol

KLORIDA 89 mmol 97-111 mmol

HBsAg Non reaktif Non reaktif

Pemeriksaan Mikrobiologi (12/06/2019)

Hasil Nilai Rujukan

MIKROBIOLOGI
Spesimen Cairan pleura

Afinitas gram Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Bentuk dan konfigurasi Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Kuantitas Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Lokalisasi - Tidak ditemukan

Sel lain Leukosit: 3+ dan sel epitel:0 Tidak ditemukan

Jamur Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Jenis spesimen Cairan pleura -

Pewarnaan BTA Negatif Negatif

ANALISA CAIRAN PLEURA

Volume 20 1-10

Warna Merah Jernih/tidak berwarna

BJ 1.015 < 1.08

PH 8.5 7.60 - 7.64

Bekuan Negatif Tidak ditemukan

Tes Rivalta Positif Negatif

Hitung jumlah leukosit 1150 Jumlah leukosit < 200

Hitung jenis leukosit PMN = 70% MN = 30% 60 – 70% mononukleus

LDH 5186 100 - 190

10
Glukosa 9 < 200

Total protein 3480 < 3000

I.6. Pemeriksaan Patologi Anatomi (02/07/2019)

Mikroskopik: sediaan apusan sikatan dan bilasan terdiri dari sel – sel epitel respiratorius,
banyak kelompok sel inti bulat besar, kromatin kasar, beberapa sel denga nukleoli prominent,
ukuran inti jauh lebih besar dari limfosit matang, inti pleomorfik, sitoplasma cukup, sel – sel
umumnya tersusun seperti lembaran. Latar belakang eritrosit, sel – sel radang netrofil cukup
padat.
Kesimpulan : Non Small Carcinoma Cell

I.7. Diagnosis

Efusi pleura masif ec Tumor Paru

I.8. Tata Laksana

 Non Farmakologi : thoracocentesis/ pasang WSD, evaluasi kumlah cairan pleura


 Farmakologi
- Oksigen 2 liter/menit. Nasal canul

 Ketorolac 5mg/iv

 N-ace 200g/oral

 Ceftriaxone 2gr/24 jam/iv

11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru, mediastinum,

diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura parietal. Rongga pleura terisi

sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua pleura tersebut sehingga memungkinkan

pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama proses respirasi. Cairan pleura berasal dari

pembuluh-pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial paru, kelenjar getah bening intratoraks,

pembuluh darah intratoraks dan rongga peritoneum. Jumlah cairan pleura dipengaruhi oleh

perbedaan tekanan antara pembuluh-pembuluh kapiler pleura dengan rongga pleura sesuai

hukum Starling serta kemampuan eliminasi cairan oleh sistem penyaliran limfatik pleura parietal.

Tekanan pleura merupakan cermin tekanan di dalam rongga toraks. Perbedaan tekanan yang

ditimbulkan oleh pleura berperan penting dalam proses respirasi. Karakteristik pleura seperti

ketebalan, komponen selular serta faktor-faktor fisika dan kimiawi penting diketahui sebagai

dasar pemahaman patofisiologi kelainan pleura dan gangguan proses respirasi.1

Gambar 2.1 Pleura viseral dan parietal serta struktur sekitar pleura

12
Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang diakibatkan oleh

transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura selalu abnormal

dan mengindikasikan terdapat penyakit yang mendasarinya. Efusi pleura dibedakan menjadi

eksudat dan transudat berdasarkan penyebabnya. Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan

pleura visceral. Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara konstan

memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Hampir semua cairan ini dikeluarkan

oleh limfatik pada pleura parietal yang mempunyaikapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2

mL/kg/jam. Cairan pleura terakumulasi saat kecepatan pembentukan cairan pleura melebihi

kecepatan absorbsinya.2

Hipotesis Neergard tidak sepenuhnya menjelaskan eliminasi akumulasi cairan pleura

karena tidak menyertakan faktor jaringan interstitial dan sistem limfatikpleura. Jaringan

interstitial secara fungsionalmengalirkan cairan ke sistem penyaliranlimfatik. Cairan pleura yang

difiltrasi pada bagian parietal mikrosirkulasi sistemik masuk ke jaringan interstitial ekstrapleura

menuju rongga pleura dengan gradien tekanan (aliran cairan) yang lebih kecil. Rongga pleura

secara fisiologis terbagi menjadi lima ruang yaitu sirkulasi sistemik parietal, jaringan interstitial

ekstrapleura, rongga pleura, jaringan interstitial paru dan mikrosirkulasi viseral. Membran

endotel sirkulasi viseral membatasi mikrosirkulasi viseral dengan jaringan interstitial paru dan

membran endotel sirkulasi sistemik parietal membatasi sirkulasi sistemik dengan jaringan

interstitial rongga pleura. Rongga pleura dibatasi oleh pleura viseral dan pleura parietal yang

berfungsi sebagai membran. Penyaliran limfatik di lapisan submesotel pleura parietal bercabang-

cabang serta berdilatasi dan disebut lakuna. Lakuna di rongga pleura akan membentuk stoma.

Aliran limfatik pleura parietal terhubung dengan rongga pleura melalui stoma dengan diameter 2

– 6 nm. Stoma ini berbentuk bulat atau celah ditemukan pada pleura mediastinal dan interkostalis

13
terutama pada area depresi inferior terhadap tulang iga bagian inferior dengan kepadatan 100

stomata/cm2 di pleura interkostalis dan 8.000 stomata/cm2 di pleura mediastinal.1

Umumnya pasien datang dengan gejala sesak napas, nyeri dada, batuk, dan demam.

Tanda dan Gejala Efusi Pleura antara lain: Dispnea bervariasi, Nyeri pleuritik biasanya

mendahului efusi jika penyakit pleura, Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi,

Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat), Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada

bagian yang terkena, Perkusi meredup diatas efusi pleura, Egofoni diatas paru yang tertekan

dekat efusi, Suara napas berkurang di atas efusi pleura, dan Vremitus fokal dan raba berkurang.5

Menurut Nettina, gambaran klinis efusi pleura adalah Nyeri dada, dispnea (nyari saat

bernafas), batuk, dullness bila dilakukan perkusi pada area penumpukan cairan, suara nafas

melemah atau hilang, pada area penumpukan cairan. Menurut Hudak dan Gallo adalah dispnea

bervariasi nyeri pleuritik ruang interkosta menonjol pada efusi yang berat, suara nafas berkurang,

vokal fremitus menurun.1

B. Etiologi

Peningkatan pembentukan cairan pleura

 Peningkatan cairan interstitial paru : Gagal jantung kiri, pneumonia, emboli paru

 Peningkatan tekanan intravaskular pleura : Gagal jantung kanan atau kiri, sindrom vena ca

va superior

 Peningkatan permeabilitas kapiler pleura : Inflamasi pleura, peningkatan kadar VEGF

 Penurunan tekanan pleura : Atelektasis, peningkatan rekoil elastik paru

 Neoplasma : Primer maupun sekunder yang menyerang pleura dan umumnya menyebabka

n efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak nafas dan nyeri dada.

Gejala lain adalah akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun telah thoracosinte

14
sis berkali-kali. Efusi dapat bersifat eksudat maupun transudat. Warna efusi sero-santokro

m ataupun hemoragik

C. Patofisiologi
Rongga pleura normal berisi cairan dalam jumlah yang relatif sedikit yakni 0,1 – 0,2

mL/kgbb pada tiap sisinya.1 Fungsinya adalah untuk memfasilitasi pergerakan kembang kempis

paru selama proses pernafasan. Cairan pleura diproduksi dan dieliminasi dalam jumlah yang

seimbang. Jumlah cairan pleura yang diproduksi normalnya adalah 17 mL/hari dengan kapasitas

absorbsi maksimal drainase sistem limfatik sebesar 0,2-0,3 mL/kgbb/jam. Cairan ini memiliki

konsentrasi protein lebih rendah dibanding pembuluh limfe paru dan perifer.1,3

Akumulasi berlebih cairan pleura hingga 300 mL disebut sebagai efusi pleura, terjadi

akibat pembentukan cairan pleura melebihi kemampuan eliminasi cairan pleura.Faktor-faktor

dan keadaan-keadaan penyebab peningkatan pembentukan cairan pleura atau penurunan

eliminasi cairan pleura pada keadaan efusi pleura dirangkum di atas. Efusi pleura umumnya

dibagi menjadi cairan transudat dan eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi saat faktor sistemik

berperan dalam perubahan pembentukan atau eliminasi cairan pleura. Efusi pleura eksudatif

terjadi saat faktor permukaan pleura atau pembuluh kapiler di pleura mengalami perubahan.

Kriteria Light menyatakan bahwa efusi pleura eksudatif bila minimal satu hal berikut terpenuhi:

perbandingan kadar protein cairan pleura dengan kadar protein serum > 0,5, perbandingan kadar

laktat dehidrogenase (LDH) cairan pleura dengan kadar LDH serum > 0,6 dan/atau kadar LDH

cairan pleura > 0,6 atau lebih tinggi 2/3 kali dibandingkan nilai ambang atas kadar LDH serum.

Langkah diagnostik selanjutnya lebih ditekankan pada efusi cairan transudat maupun eksudatif.1

Cairan dalam rongga pleura dipertahankan oleh keseimbangan tekanan hidrostatik,

tekanan onkotik pada pembuluh darah parietal dan viseral serta kemampuan drainase limfatik.

15
Efusi pleura merupakan suatu indikator adanya suatu penyakit dasar baik itu pulmoner

maupun non pulmoner, akut maupun kronis. Penyebab efusi pleura tersering adalah gagal

jantung kongestif (penyebab dari sepertiga efusi pleura dan merupakan penyebab efusi pleura

tersering), pneumonia, keganasan serta emboli paru. Berikut ini merupakan mekanisme-

mekanisme terjadinya efusi pleura :

 Adanya perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya : inflamasi,

keganasan, emboli paru)

 Berkurangnya tekanan onkotik intravaskular (misalnya : hipoalbuminemia,

sirosis)

 Meningkatnya permeabilitas pembuluh darah atau kerusakan pembuluh darah

(misalnya : trauma, keganasan, inflamasi, infeksi, infark pulmoner, hipersensitivitas obat,

uremia, pankreatitis)

 Meningkatnya tekanan hidrostatik pembuluh darah pada sirkulasi sistemik dan

atau sirkulasi sirkulasi paru (misalnya : gagal jantung kongestif, sindrom vena kava superior)

 Berkurangnya tekanan pada rongga pleura sehingga menyebabkan terhambatnya

ekspansi paru (misalnya : atelektasis ekstensif, mesotelioma)

 Berkurangnya sebagaian kemampuan drainase limfatik atau bahkan dapat terjadi

blokade total, dalam hal ini termasuk pula obstruksi ataupun ruptur duktus torasikus (misalnya :

keganasan, trauma)

Efusi pleura secara umum diklasifikasikan sebagai transudat dan eksudat, bergantung dari

mekanisme terbentuknya serta profil kimia cairan efusi tersebut. Cairan transudat dihasilkan dari

ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik, sementara eksudat dihasilkan oleh

16
proses inflamasi pleura ataupun akibat berkurangnya kemampuan drainase limfatik. Pada kasus-

kasus tertentu, cairan pleura dapat memiliki karakteristik kombinasi dari transudat dan eksudat.

D. Anatomi dan Fisiologi Pleura

Gambar 2.2 Anatomi Saluran Napas(Sherwood Lauralee, 2011)

Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan

paru. Paru merupakan salah satu pasangan organ respirasi, satu pada kanan dan lainnya pada

toraks kiri, yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh jantung dan struktur mediastinum.

Paru kanan terdiri atas lobus superior, medius, dan inferior dan pada paru kiri terdiri atas lobus

superior dan inferior (Virtual Medical Centre, 2012).

Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri

mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dan lima buah segmen

pada inferior. Paru kanan mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada lobus

17
superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan tiga buah segmen pada lobus inferior (Putz R

dan Pabst R)

Cabang terkecil dikenal sebagai bronkiolus. Di ujung – ujung bronkiolus terkumpul

alveolus, kantung udara kecil tempat terjadinya pertukaran gas – gas antara udara dan darah.

Bronkiolus yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan yang dapat menahannya tetap terbuka.

Dinding bronkiolus mengandung otot polos yang dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan peka

terhadap hormon zat kimia lokal tertentu. Faktor – faktor ini, dengan mengubah – ubah derajat

kontraksi otot polos bronkiolus, mampu mengatur jumlah udara yang mengalir antara atmosfer

dan setiap kelompok alveolus (Sherwood, Lauralee, 2011).

Gambar 2.3 Daniel S.W, Widjaja P. Anatomi Tubuh Manusia.

Pleura merupakan membran serosa intratoraks yang membatasi rongga pleura,

secaraembriogenik berasal dari jaringan selom intra embrionik; terdiri dari pleura visceral dan

pleura parietal. Pleura visceral dan parietal merupakan jaringan berbeda yang memiliki inervasi

dan vaskularisasi yang berbedapula. Pleura secara mikroskopis tersusun atas selapis mesotel,

18
lamina basalis, lapisan elastic superfisial, lapisan jaringan ikat longgar,dan lapisan jaringan fibro

elastic dalam. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas menimbulkan tekanan transpulmoner

yang memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Cairan pleura dalam jumlah

tertentu berfungsi untuk memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama proses

respirasi. Keseimbangan cairan pleura diatur melalui mekanisme hukum Starling dan sistempeny

aliran limfatik pleura. Rongga pleura merupakan rongga potensial yang dapat mengalami efusi

akibat penyakit yang mengganggu keseimbangan cairan pleura. Karakteristik pleura lain penting

diketahui sebagai dasar pemahaman patofisiologi kelainan pleura dangan gguan proses respirasi

(Putz R dan Pabst R, 2003).

Gambar 2.4 Pleura dan Rongga Pleura (Putz R dan Pabst R, 2003)
.
Permukaan pleura mengeluarkan cairan intra pleura encer, yang membasahi permukaan

pleura sewaktu kedua permukaan saling bergeser satu sama lain saat gerakan bernapas. Dinding

yang satu dengan dinding lainnya hanya dipisahkan oleh satu film cair yang memungkinkan

mereka menggelinding satusama lain. Ruang yang terdapat di antara lapisan ini disebut rongga

pleura (Putz R dan Pabst R, 2003).

19
Proses respirasi dapat dibagi menjadi empat golongan utama: (1) ventilasi paru-paru, yang

berarti pemasukan dan pengeluaran udara di antara atmosfir dam alveolus paru, (2) difusi oksigen

dan karbon dioksida di antara alveolus dan darah,

(3) transport oksigen dan karbon dioksida di dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel, dan

(4) pengaturan ventilasi dan segi-segi respirasi lainnya (Putz R dan Pabst R, 2003).

Paru-paru dapat dikembangkan dan dikempiskan dalam dua cara (1) gerakan turun dan

naik difragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada dan (2) elevasi dan depresi

iga-iga untuk meningkatkan dan menurunkan diameter anteroposterior rongga dada (Putz R dan

Pabst R, 2003). Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang untuk

mengisi rongga toraks yang membesar. Sewaktu paru mengembang, rongga toraks yang

membesar. Sewaktu paru mengembang, tekanan intraalveolus menurun karena molekul dalam

jumlah yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Pada inspirasi biasa, tekanan

intra- alveolus menurun 1mmHg menjadi 759 mmHg.Karena tekanan intra-alveolus sekarang

lebih rendah daripada tekanan atmosfer, udara mengalir masuk ke paru mengikuti penurunan

gradien tekanan dari tekanan tinggi ke rendah(Putz R dan Pabst R, 2003) Selama inspirasi,

tekanan intrapleura turun ke 754 mmHg akibat pengembangan toraks. Peningkatan gradien

tekanan transmural yang terjadi selama inspirasi memastikan bahwa paru teregang untuk mengisi

rongga toraks yang mengembang(Putz R dan Pabst R, 2003). Sebaliknya selama ekspirasi

normal, tekanan intra-alveolar meningkat menjadi hampir +1 mmHg, yang menyebabkan aliran

udara keluar melalui saluran pernafasan. Selama usaha ekspirasi maksimum dengan glottis

tertutup, tekanan intar-alveolar dapat meningkat menjadi lebih dari 100 mmHg pada pria sehat

dan kuat , dan selama usaha inspirasi maksimum ia dapat berkurang menjadi serendah -80

mmHg(Putz R dan Pabst R, 2003). Rongga pleura berperan penting dalam proses pernapasan

20
dengan mengikuti gerakan dinding dada bersama paru melalui dua acara : (1) ruang vakum relatif

rongga pleura menjaga pleura visceralis dan pleura parietalis tetap saling berdekatan, (2)

sejumlah kecil cairan pleura dalam hal ini sebagai pelumas untuk memfasilitasi gerakan dari

permukaan kedua pleura yang saling bergerak selama proses pernapasan(Putz R dan Pabst R,

2003)

E. Diagnosis

1. Gambaran Klinis

Napas terasa pendek hingga sesak napas yang nyata dan progresif. Sesak disebabkan otot

pernapasan tidak efisien oleh karena otot napas teregang oleh pembesaran dinding dada dan otot

diafragma yang rendah. Sesak napas akan segera hilang setelah pengambilan cairan meskipun

penambahan volume paru dan oksigenasinya tidak begitu meningkat. Kemudian dapat timbul

nyeri khas yaitu nyeri pleuritik pada area yang terlibat yang menunjukkan adanya peradangan

pada pleura parietalis. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya jika cairan

terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba. Batuk disebabkan oleh adanya distorsi

paru, misalnya oleh karena adanya collaps paru pada pneumothorax. Batuk yang lebih berat dan

atau disertai sputum atau darah dapat merupakan tanda dari penyakit dasarnya seperti pneumonia

atau lesi endobronkial. Riwayat penyakit pasien juga perlu ditanyakan misalnya apakah pada

pasien terdapat hepatitis kronis, sirosis hepatis, pankreatitis, riwayat pembedahan tulang

belakang, riwayat keganasan, dll. Riwayat pekerjaan seperti paparan yang lama terhadap bahan

kimia atau asap. Selain itu perlu juga ditanyakan obat-obat yang selama ini dikonsumsi pasien.

2. Pemeriksaan Fisik

Tergantung dari luas dan lokasi dari efusi. Temuan pemeriksaan fisik tidak didapati

apabila cairan pleura masih sedikit. Gangguan pergerakan toraks, vocal fremitus melemah, suara

21
yang berbeda pada perkusi toraks, egofoni, serta suara nafas yang melemah hingga menghilang

biasanya dapat ditemukan. Friction rub pada pleura juga dapat ditemukan. Cairan efusi yang

masif (> 1000 mL) dapat mendorong mediastinum ke sisi kontralateral.

3. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologic pada pemeriksaan foto thorak tegak, cairan pleura tampak berupa
perselubungan homogen yang menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radioopak
dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas kearah medial bawah. Karena cairan
mengisi ruang hemithorak sehingga jaringan paru akan terdorrong ke arah sentral/hilus, dan
kadang-kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral. (3)
Pada posisi supine , efusi minimal sering tersembunyi, efusi yang banyak dapat
diidentifikasi sebagai cairan pada fissure atau cairan pada sisi lateral hingga atas paru. Untuk
pengumpulan cairan yang loculated atau pasien yang immobile penggunaan ultrasound dapat
membantu. CT juga mempunyai nilai berharga dalam kumpulan cairan yang loculated dan
memisahkan penyakit pleura dan parenkim.

Ga Gambar 2.5. Foto Thorak menunjukan efusi


pleura kiri. ampak perselubungan seluruh
hemithorak kiri dengan pendorongan trachea dan
organ mediastinum ke kontralateral. (3)

Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thorak tegak adalah 250-300 cc. Bila
cairan kurang dari 250cc (100-200cc), dapat ditemukan pengisian cairan di sinus kostophrenicus
posterior pada foto thorax lateral tegak. Cairan yang kurang 100cc, dapat diperlihatkan dengan
posisi dekubitus dan arah sinar horizontal dimana cairan akan berkumpul disisi samping bawah.

22
F. DIAGNOSA BANDING

Atelektasis

Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami hambatan
berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru berkurang atau sama sekali tidak berisi
udara. Sebagai dasar gambaran radiologik pada atelectasis adalah pengurangan volume
bagian paru baik lobaris, segmental atau seluruh paru, dengan akibat kurangnya aerasi
sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi) dengan penarikan mediastinum ke
arah atelectasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga menyempit. Dengan
adanya atelectasis, maka bagian paru sekitarnya mengalami suatu emfisema kompensasi
yang kadang-kadang begitu hebat sehingga terjadi herniasi hemithoraks yang sehat ke arah
hemithoraks yang atelektasis.(3)

GaGambar 2.6. Foto Thorak menunjukan atelectasis


paru kanan dengan penarikan trachea dan organ
mediastinum ke ipsilateral(3)

G. Penatalaksanaan 1,6
Efusi transudatif biasanya ditangani dengan mengobati penyakit dasarnya. Namun

demikian, efusi pleura yang masif, baik transudat maupun eksudat dapat menyebabkan gejala

respiratori berat. Dalam keadaan ini, meskipun etiologi dan penanganan penyakit dasarnya telah

dipastikan, drainase efusi perlu dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum pasien.

Penanganan efusi eksudatif bergantung pada etiologi yang mendasarinya. tiga etiologi utama

yang paling sering dijumpai pada efusi eksudatif adalah pneumonia, keganasan dan tuberkulosis.

23
Parapneumonia yang mengalami komplikasi dan empiema harus didrainase untuk mencegah

pleuritis fibrotik. Efusi maligna biasanya didrainase untuk meringankan gejala bahkan

pleurodesis diindikasikan untuk mencegah rekurensi. Beberapa obat-obatan diketahui dapat

menyebabkan efusi pleura yang bersifat transudatif. Hal ini perlu diketahui secara dini untuk

menghindari prosedur diagnostik lain yang tidak perlu.

Pada beberapa pasien, drainase cairan efusi pleura dalam jumlah yang banyak dapat

mengurangi gejala yang disebabkan oleh distorsi diafragma dan dinding toraks oleh cairan efusi.

Jenis efusi ini biasanya sering berulang sehingga perlu dilakukan torakosentesis berulang,

pleurodesis atau pemasangan kateter yang menetap sehingga pasien dapat mengeluarkan cairan

efusi sesuai kebutuhan di luar rumah sakit. Pada pasien yang mengalami efusi masif sehingga

jaringan paru mengalami pendesakan, maka pemasangan kateter yang menetap merupakan

pilihan utama. Namun jika tidak ada pendesakan terhadap paru, maka pilihan lain yang dapat

digunakan adalah pleurodesis (pleural sklerosis).

Torakosentesis teraputik betujuan untuk mengeluarkan cairan dalam jumlah yang banyak

pada efusi pleura untuk mengurangi sesak dan menghambat proses inflamasi yang sedang

berlangsung dan juga fibrosis pada efusi parapneumonia. Tiga hal berikut penting untuk

diperhatikan dalam prosedur torasentesis yakni, (1) gunakan kateter berukuran kecil atau kateter

yang didesain khusus untuk drainase cairan dan upayakan jangan menggunakan jarum untuk

menghindari pneumotoraks. (2) monitoring oksigenasi ketat selama dan setelah tindakan perlu

dilakukan untuk memantau oksigenasi arterial yang dapat saja memburuk akibat perubahan

perfusi dan ventilasi selama proses re-ekspansi paru. (3) Usahakan cairan yang diambil tidak

terlalu banyak agar tidak terjadi edema paru dan pneumotoraks. Biasanya 400-500 cc cairan

yang dikeluarkan telah memberikan dampakk berupa berkurangnya sesak nafas. Sedangkan

24
batasan yang direkomendasikan dalam sekali prosedur torakosentesis adalah 1-1,5 L. Batuk

sering terjadi pada proses torasentesis. Hal ini sering terjadi dan tidak merupakan indikasi untuk

menghentikan prosedur kecuali pasien merasa sangat tidak nyaman.

25
BAB III

DISKUSI

3.1 Resume klinis

Subjektif:

Seorang laki – laki berusia 58 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas yang
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu disertai nyeri dada kiri. Kesan seperti tertusuk-tusuk, nyeri
bertambah apabila pasien menarik napas dan menggerakkan badannya, terasa pada seluruh dada.
Ada keluhan batuk sejak 1 minggu yang lalu, lendir ada berwarna kehijauan. Demam tidak ada.
Buang air besar biasa, kuning dan buang air kecil lancar, kuning. Tidak ada riwayat penurunan
berat badan. Riwayat Hipertensi disangkal. Riwayat DM, stroke, penyakit jantung disangkal.
Riwayat merokok ada, riwayat kontak dengan perokok disangkal. Riwayat kontak dengan orang
yang mempunyai riwayat batuk lama tidak ada. Riwayat konsumsi alkohol disangkal. Riwayat
penggunaan narkoba disangkal.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan : Tanda vital: Tekanan darah 100/90 mmHg, nadi 90x
per menit, pernapasan 26x per menit, suhu axilla 36,5⁰C. Pada pemeriksaan inspeksi asimetris
hemithorax sinistra tertinggal. palpasi thoraks didapatkan vocal fremitus melemah pada
hemithorax sinistra. Pada perkusi thorax didapatkan redup pada seluruh hemithorax sinistra.
Pada auskultasi dada tidak didapatkan ronkhi maupun wheezing pada kedua lapang paru.
Laboratorium menunjukkan adanya leukositosis (WBC: 12720/uL), hiponatremia (Na: 121
mmol). Foto thorax memperlihatkan kesan efusi masif pleura sinistra. CT scan memperlihatkan
kesan massa paru sinistra, disertai efusi pleura massif; lymphadenopathy peribronchial dextra,
serta elevasi diafragma dextra.
Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan maka diagnosis pasien ini adalah efusi pleura masif ec tumor paru.

26
Objektif:

Pemeriksaan fisis

a. Status Generalis : Sakit sedang/Gizi cukup/Compos Mentis


b. Status Vitalis
 TD : 100/90 mmHg
 N : 90 x/menit
 P : 26 x/menit
 S : 36.5
c. Kepala: Konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)
d. Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-)
e. Thorax :
Paru
 Inspeksi : Asimetris , kiri tertinggal
 Palpasi : vocal fremitus meenurun di lapang paru kiri
 Perkusi : redup di seluruh hemithorax sinistra
 Auskultasi : Bunyi napas bronchovesikuler, rhonki dan wheezing tidak ada
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Thrill tidak teraba
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur tidak ada
f. Abdomen:
 Inspeksi : Cembung, darm contour (-), darm steifung (-)
 Auskultasi : Peristaltik dalam batas normal
 Palpasi : nyeri tekan (-), tidak ada pembesaran hepar
 Perkusi : Timpani
g. Ekstremitas : Edema tidak ada, akral hangat

27
Laboratorium

-WBC : 12.72 x 10³/ ul

-HGB : 11.4 gr/dl 39

-PLT : 497 x 10³/ ul

-MCV : 76.7 fl

-MCH : 26.0 pg

-SGOT : 12 u/l

-SGPT : 6 u/l

-Na/K/Cl : 121/4.3/89 mmol

Foto thorax PA : efusi masif pleura sinistra

Patologi anatomi : non small cell carcinoma

Assessment : - Efusi pleura sinistra ec tumor paru

Planning :

- Oksigen 2 liter/menit. Nasal canul

- Ketorolac 5mg/iv

- N-ace 200g/oral

- Ceftriaxone 2gr/24 jam/iv

3.2 Pembahasan radiologi

Hasil pemeriksaan foto thorax PA:

28
 Tampak perselubungan homogen pada seluruh hemithorax sinistra yang menutupi sinus

dan diafragma kiri, batas kiri jantung, serta mendorong sisi kontralateral

 Cor dan aorta sulit dinilai

 Sinus dan diafragma kanan baik

 Tulang – tulang intak

 Jaringan lunak sekitar baik

Kesan : - efusi masif pleura sinistra

Efusi pleura memiliki gambaran yang bervariasi antara lain :


 Efusi subpulmonal
 Hampir semua efusi awalnya terkumpul di bawah paru antara pleura parietal yang
melepasi diafragma dengan pleura viseralis lobus inferior.
 Gambaran diafragma bukan merupakn diafragma yang sebenarnya, melainkan
cairan pleura yang terkumpul di atas diafragma.
 Menggeser titik tertinggi diafragma (bukan diafragma sebenarnya) ke arah
lateral.

29
 Pada efusi pleura subpulmonal kiri terdapat peningkatan jarak antara udara
lambung dengan udara di paru.
 Pada foto lateral biasanya terdapat penumpulan sulkus kostofrenikus posterior.
 Penumpulan sulkus kostofrernikus
 Sulkus kostofrenikus posterior (foto lateral) menjadi tumpul terlebih dahulu,
kemudian diikuti sulkus kostofrenikus lateral (foto toraks tegak).
 Penebalan pleura juga dapat menyebabkan penumpulan sulkus kostofrenikus,
namun penebalan pleura biasanya terbentuk ski-slope (lerng untuk ski) dan tidak
akan berubah jika terdapat perubahan posisi pasien.
 Tanda meniskus
 Tanda ini sangat sugestif akan adanya efusi pleura.
 Akibat sifat paru yang elastis, maka cairan pleura lebih tinggi di bagian tepi.
 Perselubungan pada hemitoraks
 Terjadi ketiaka rongga pleura mengandung 2L cairan pada orang dewasa.
 Paru akan kolaps secara pasif
 Efusi paru yang besar ini akan mendorong jantung dan trakea menjauhi sisi yang
terkena efusi.
 Menjauhi sisi yang terkena efusi.
 Pemeriksaan CT diperlukan untuk melihat keadaan paru yang terselubung.
 Efusi yang terlokalisir
 Terjadi akibat adhesi antara pleura visceral dengan pleura parietal.
 Adhesi lebih umum terjadi pada hemotoraks dan empyema.
 Memeiliki bentuk dan posisi yang tidak lazim (tetap di bagian apeks paru pada
foto tegak).
 Pseudotumor fisura
 Disebut juga vanishing tumor.
 Merupakan koleksi cairan pleura yang berbatas tegas dan terletak di fisura atau
subpleura di bawah fisura.
 Bersifat transudat dan hampir selalu terjadi pada pasien dengan gagal jantung.
 Gambarannya khas dan tidak boleh dianggap sebagai tumor.
 Berbentuk lentikular dan memiliki ujung yang runcing pada kedua sisinya (seperti
buah lemon).
 Biasanya pada fisura minor (75%)
 Tidak berubah dengan perubahan posisi pasien.
 Menghilang ketika gagal jantung diterapi dan cendrung muncul di tempat yang
sama ketika terjadi gagal jantung kembali.
 Efusi laminar
 Bentuk efusi pleura yang menyerupai pita tipis dan sepanjang dinding lateral
toraks, terutama di dekat sulkus kostofrenikus.

30
 Sulkus kostofrenikus cendrung tetap tajam.
 Biasanya akibat gagal jantung atau penyebaran limfatik darisuatu keganasan.
 Tidak bergerak bebas sesuai posisi pasien.
 Hidropneumotoraks
 Terjadi jika terdapat pneumotoraks dan efusi opleura secara bersamaan.
 Biasanya akibat trauma, pembedahan, atau fistula bronkopleura.
 Ditandai oleh air-fluid level di hemitoraks.
 Batasnya tidak berbentuk meniscus, melainkan berupa garis lurus.

Sisi yang terkena pada efusi pleura dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab efusi
 Bilateral
 Gagal jantung
 Lupus eritematosus
 Satu sisi, biasa sisi kiri ataupun kanan
 Tuberkulosis
 Penyakit tromboemboli paru
 Trauma
 Sisi kiri
 Pankretitis
 Dressler’s syndrome
 Obstruksi ductus torasikus proksimal

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Pratomo IP, Yunus F. Anatomi dan Fisiologi Pleura. CDK-205/ vol. 40 no. 6, th. 2013.

2. Rita Khairani, Elisna Syahruddin, Lia Gardenia Partakusuma. Karakteristik Efusi Pleura

di Rumah Sakit Persahabatan. J Respir Indo Vol. 32, No. 3, Juli 2012.

3. Eddy Surjanto dkk. Penyebab Efusi Pleura Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit. J

Respir Indo Vol. 34 No. 2 April 2014.

4. Chris Tanto dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Media Aesculapius;

2014.

5. Price, Sylvia A; Lorraine M. Wilson. 2012. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit Edisi 6. EGC.

6. Recognizing a Pleural Effusion. (2016). In M. William Herring, Learning Radiology (3rd

EDITION) (pp. 58-59). Philadelpia: ELSEVIER.

7. Gambaran Radiologi. (2013). In Soetmiko, Ristaniah D. Radiologi Emergensi (pp. 63-

65). Bandung: PT Refika Aditama.

8. Daniel S.W, Widjaja P. Edisi Pertama. Anatomi Tubuh Manusia. Graha Ilmu.

Yogyakarta,2009

32

Anda mungkin juga menyukai