Anda di halaman 1dari 43

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN LAPORAN KASUS


UNIVERSITAS HASANUDDIN OKTOBER 2019

HYDROPNEUMOTHORAX DEXTRA EC TB PARU

DISUSUN OLEH :
1. Romita Jeng C014182029
2. Hizkia Siahaan C014182030
3. Irvin Nickolas Lusikooy C014182031
4. Raden Muh. Tahta Diningrat R. Tjie C014182032
5. Moh. Azhar Fadly C014182157
6. Nor. Amira Binti Razali C014182229
7. Intan Ayu Sawitri C014182238

PEMBIMBING :
dr. Ardito Adi Pratama

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS :

HYDROPNEUMOTHORAX DEXTRA EC TB PARU

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama :
1. Romita Jeng C014182029
2. Hizkia Siahaan C014182030
3. Irvin Nickolas Lusikooy C014182031
4. Raden Muh. Tahta Diningrat R. Tjie C014182032
5. Moh. Azhar Fadly C014182157
6. Nor. Amira Binti Razali C014182229
7. Intan Ayu Sawitri C014182238

Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Hasanuddin

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian
Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar, 12 Oktober 2019

dr. Ardito Adi Pratama


Pembimbing Residen

2
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Tn. I
2. Jenis kelamin : Laki-laki
3. Tanggal lahir : 31-03-1975 (44 tahun)
4. No. RM : 870625
5. Pekerjaan : Pengusaha
6. Ruang Perawatan : IC lantai 2
7. Tanggal Masuk/Jam : 05/10/2019 / 21:00
8. DPJP : Dr. dr. Muh. Ilyas, Sp.PD, K-P, Sp.P(K)

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Sesak napas

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Sesak napas dialami sejak 8 hari yang lalu. Sesak tidak dipengaruhi oleh
aktivitas dan cuaca. Batuk ada, dan dialami sejak 2 bulan terakhir, disertai lendir
berwarna kuning kehijauan, darah tidak ada. Nyeri dada tidak ada. Demam ada, hilang
timbul. Keringat malam ada. Berat badan turun ada tetapi tidak diketahui sebanyak
berapa penurunananya. Riwayat konsumsi OAT ada pada bulan Maret 2019, selama
3 bulan. Pengobatan OAT tidak teratur dikarena pasien merasa membaik . Riwayat
Hipertensi tidak ada. Riwayat Diabetes Mellitus ada, diketahui 1 tahun terakhir dan
minum obat tidak teratur. Saat ini pasien minum obat dengan metformin 500mg 3X1.
Riwayat merokok sejak 30 tahun terakhir, sebanyak 32 batang perhari (IB : Perokok
Berat). Riwayat dirawat di rumah sakit unhas selama 5 hari. Riwayat diberikan FDC 3
tablet dan streptomisin 750 mg (05-10-2019)

3. Riwayat Penyakit Terdahulu


- Riwayat mengonsumsi OAT pada bulan Maret 2019. pengobatan tidak teratur
dikarenakan pasien merasa membaik
- Riwayat dirawat di Rumah Sakit UNHAS dengan keluhan yang sama pada
tanggal 1 Oktober 2019 – 5 Oktober 2019
- Tidak ada riwayat penyakit hipertensi
- Riwayat diabetes mielitus ada yang diketahui 1 tahun terakhir dan melakukan
pengobatan yang tidak teratur. Saat ini pasien berobat dengan menggunakan
metformin 500 mg 3X1

3
4. Riwayat Pribadi dan Keluarga
- Riwayat keluarga menderita DM, kolestrol, hipertensi tidak ada
- Riwayat merokok ada, sejak 30 tahun terakhir (IB: perokok berat)
- Tidak ada riwayat kontak dengan pasien TB sebelumnya

C. PEMERIKSAAN FISIS
1. Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit Sedang/Gizi kurang/Compos Mentis (E4V5M6)
BB : 52 kg
TB : 165 cm
IMT : 19 Kg/M2

Tanda Vital
- Tekanan darah : 120/70 mmHg
- Nadi : 112 x /menit, reguler, kuat angkat
- Pernapasan : 24 x/menit, tipe thoracoabdominal
- Suhu : 37.3 oC
- Saturasi : 95% dengan modalitas Oksigen 2 L/menit
- Nyeri : 0 (NRS)

2. Status Lokalis
a. Kepala : Muka simetris, deformitas tidak ada, rambut hitam, lurus,
tidak mudah tercabut.
Mata : Eksoptalmus/Enoptalmus tidak ada, gerakan dalam batas
normal, edema palpebral tidak ada, konjungtiva pucat tidak
ada, sklera ikterik tidak ada, sclera jernih, pupil bulat isokor
(2.5/2.5) mm
Telinga : Pendengaran dalam batas normal, nyeri tekan di prosesus
mastoideus tidak ada
Hidung : Epistaksis dan rinorrhea tidak ada
Mulut : Bibir tidak sianosis, kering. Perdarahan gusi tidak ada,
Hiperemis dan pembesaran tonsil tidak ada, Hiperemis faring
tidak ada, lidah kotor, tremor, dan hiperemis tidak ada
Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak ada

4
pembesaran. DVS R +2 cmH2O. Kaku kuduk tidak ada
b. Thoraks :
Paru : Inpeksi :
Pengembangan dada asimetris saat dinamis, tampak
pernapasan pada dada kanan tertinggal
Palpasi :
Vokal fremitus melemah pada bagian basal hemithorax kanan
setinggi ICS XI posterior, nyeri tekan (-)
Perkusi :
Paru kiri kanan : hipersonor pada paru kiri setinggi ICS II-IV
dan meredup pada bagian basal kanan setinggi ICS V
Batas paru hepar : ICS VI dextra
Batas paru belakang kanan : tidak diperiksa
Batas paru belakang kiri : tidak diperiksa
Auskultasi :
Bunyi pernapasaan : vesikuler dan menurun pada pada ICS V
Bunyi tambahan : Ronki (+) di lapangan paru kiri. Wheezing
: (-) di lapangan paru.
Jantung Inspeksi :
Ictus cordis tidak tampak
Palpasi :
Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Pekak
Batas kanan atas jantung ICS II parasternalis dextra
Batas kiri atas jantung ICS III parasternalis sinistra
Batas kanan bawah jantung ICS VI parasternalis dextra
Batas kiri bawah jantung ICS VI midclavicularis sinistra
Auskultasi :
: Bunyi jantung I/II murni regular, Murmur tidak ada(-)
c. Abdomen Inspeksi : Datar, ikut gerak napas, kolateralisasi vena (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-) , massa tumor(-), Hepar tidak teraba,

5
Lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani, undulasi (-)
: Lain-lain : Ascites (-)
d. Eksremitas Pitting edema : -/-
Perdarahan (-),akral hangat

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil (05/10/19) Nilai Rujukan
WBC 15.25x103/uL 4.00-10.00
RBC 5.02 x106/Ul 4.50-6.50
HGB 15 g/dl 13-17 g/dl
HCT 42.3 % 37-48
MCV 84.3 Fl 80 – 97 fL
MCH 29.9 pg 26.5 – 33.5 pg
MCHC 35.5 g/dl 31 - 35 g/dl
PLT 470 x 103/Ul 150 - 400 x 103/uL
NEUT 90.3 % 52-75%
LYMPH 5.4% 20-40%
MONO 4.1 % 2-8%
EOS 0.0 % 1-3%
BASO 0. 2% 0-0,2%
PT 12.4 Detik 10-14 detik
INR 1.2 -
APTT 29.6 Detik 22-30 detik
KESAN LEUKOSITOSIS

6
KIMIA DARAH 05/10/19 NILAI RUJUKAN
GLUKOSA GDS 123 140-200 mg/dl
FUNGSI GINJAL UREUM 22 10-50 mg/dl
KREATININ 1 <1.3 mg/dl
FUNGSI HATI SGOT 94 <38 U/L
SGPT 82 <41 U/L
ALBUMIN 2.9 3.5-50 gr/dl
ELEKTROLIT NATRIUM 121 136-145 mmol/l
KALIUM 4.8 3.5-5.1 mmol/l
KLORIDA 92 97-111 mmol/l

Kimia rutin (05/10/19)


Analisa cairan pleura Hasil Nilai rujukan
Volume 50 1-10 cc
Warna Kuning keruh Jernih/tidak berwarna
Berat jenis 1.015 <1.080
PH 7.5 7.60-7.64
Bekuan Ada Tidak ditemukan
Tes rivalta Positif Negatif
Hitung jumlah leukosit 2880 Jumlah leukosit < 200 sel/ul
Hitung jenis leukosit PMN= 12%, MN =88% 60-70% mononukleus
LDH 3266 100-190 U/L
Glukosa 3 <200 mg/dl
Total protein 8000 <3000 mg/dl
Kesan Eksudat (memenuhi
ketiga syarat dari kriteria
light)

7
Foto Thoraks PA (05/10/2019)

FOTO THORAKS PA (05/10/2019)


RSWS
• Area hiperlusen avaskular disertai gambaran kolaps paru dan air fluid level pada
hemithorax dextra yang menyebabkan shift trakea dan organ mediastinum ke sisi kiri
• Tampak bercak infiltrat pada lapangan tengah paru kiri
• Cor: CTI kesan normal, aorta normal
• Sinus dan diafragma kiri baik
• Tulang – tulang intak
• Jaringan lunak sekitar kesan baik
KESAN :

8
Hydropneumothorax dextra
Suspek bronchopneumonia
E. ASSESSMENT
 HYDROPNEUMOTHORAX DEXTRA EC TB PARU
 TB PARU BAKTERIOLOGIS KASUS PUTUS OBAT KATEGORI 2 ON OAT
TREATMENT FASE INTENSIF STATUS HIV NON TREATMENT
 PENINGKATAN ENZIM TRANSMINASE
 HIPOALBUMINEMIA
 IMBALANCE ELEKTROLIT
F. PLANNING AWAL
 NaCl 0,9 % 20 tpm
 Oksigen 2 L/menit via nasal kanul
 N-Acetylsistein 200mg/8jam/oral
 FDC 3 tablet/24 jam/oral
 Streptomicin 750mg/24jam/intravena
 Curcumin 2 tablet/24 jam/oral
 Vip albumin 2 capsul/8 jam/oral
 Nacl 3% 1 kolf/24 jam/intravena

G. FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit


(Subjektif, Objektif, Assesment)
Planning
06/10/2019 S : Sesak ada, batuk ada, dahak warna  NaCl 0,9 % 20 tpm
kuning. Batuk darah tidak ada. Demam  Oksigen 2 L/menit via nasal
kanul
tidak ada.
 N-Acetylsistein
200mg/8jam/oral
O:
 FDC 3 tablet/24 jam/oral
KU : sakit sedang/composmentis/ gizi  Streptomicin
kurang 750mg/24jam/intravena
TD: 110/70 mmhg S : 36,70C  Curcumin 2 tablet/24
jam/oral
sat.O2 : 96% dengan modalitas nasal
 Vip albumin 2 capsul/8
kanul 2L/menit jam/oral
N : 82 x/menit P : 22 x/menit  Nacl 3% 1 kolf/24
jam/intravena

Pucat tidak ada dan ikterus tidak ada

9
pada kedua mata

Paru :
Thoraks :
Inspeksi :
-pengembangan dada asimetris saat
dinamis, kanan tertinggal, tidak ada
tanda-tanda trauma/jejas/massa.
Palpasi :
Vokal fremitus melemah di bagian
basal hemithorax dextra setinggi ICS
IX posterior. nyeri tekan (-)
Perkusi :
Paru kiri dan kanan : hipersonor di ICS
II-IV dan redup di bagian basal
hemithorax dextra, setinggi ICS V
Auskultasi :
Vesikuler , Ronkhi di lapangan paru
kiri. Dan napas menurun pada ICS V
dextra. Wheezing tidak ada di kedua
lapangan paru

10
BAB II
DISKUSI

HYDROPNEUMOTHORAX

Pasien laki-laki berusia 44 tahun pekerjaan adalah Pengusaha. Datang


kerumah sakit dengan keluhan sesak napas dialami sejak 8 hari yang lalu. Sesak tidak
dipengaruhi oleh aktivitas dan cuaca. Batuk ada, dan dialami sejak 2 bulan terakhir,
disertai lendir berwarna kuning kehijauan, darah tidak ada. Nyeri dada tidak ada.
Demam ada, hilang timbul. Keringat malam ada. Berat badan turun ada tetapi tidak
diketahui sebanyak berapa penurunananya. Riwayat konsumsi OAT ada pada bulan
Maret 2019, selama 3 bulan. Pengobatan OAT tidak teratur. Riwayat Hipertensi tidak
ada. Riwayat Diabetes Mellitus ada, diketahui 1 tahun terakhir dan minum obat tidak
teratur dengan metformin. Riwayat merokok sejak 30 tahun terakhir, sebanyak 32
batang perhari (IB : Perokok Berat). Riwayat dirawat di rumah sakit unhas selama 5
hari. Riwayat diberikan FDC 3 tablet (05-10-2019) tanpa suntikan

1. Pembahasan
HYDROPNEUMOTHORAX
A. Definisi
Hydropneumothorax adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan
di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa
juga disertai dengan nanah (empyema) dan hal ini di namakan dengan
pyopneumothorax. Sedangkan pneumothorax itu sendiri ialah suatu keadaan, di mana
hanya terdapat udara di dalam rongga pleura yang juga mengakibatkan kolaps
jaringan paru. 1

B. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi

11
Gambar I. Sistem respirasi
Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring,
laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernapasan menjadi dua bagian,
yakni saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah. Setelah melalui
saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasan dihangatkan dan
dilembabkan oleh uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui
bronkiolus, bronkiolus respiratorius, dan duktus alveolaris sampai alveolus 2
Antara trakea dan kantong alveolar terdapat 23 kali percabangan saluran
udara. Enam belas percabangan pertama saluran udara merupakan zona konduksi
yang meyalurkan udara dari dan ke lingkungan luar. Bagian ini terdiri atas
bronkus, bronkiolus, dan bronkiolus terminalis. Tujuh percabangan berikutnya
merupakan zona peralihan dan zona respirasi, dimana proses pertukaran gas
terjadi, terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan alveolus 2

Gambar II. Anatomi paru

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada
di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi
dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat
dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi
sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru
3
kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Paru-paru
dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan
pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung membungkus paru,

12
sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara
kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura. 4

2. Fisiologi Paru

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal
terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan
mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada
berada di bawah tekanan atmosfer. 4

Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer.
Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan
mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai
dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernafasan harus tetap dapat
memelihara kandungan oksigen dan karbon dioksida tersebut. 6

Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit (bronchi dan
bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir
di gelembung-gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana
oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari
300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara
dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan
alveoli untuk mengempis. 7

Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi empat


mekanisme dasar, yaitu:

1. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer
2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
3. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel
4. Pengaturan ventilasi. 4
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi pengeluaran
pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan
nafas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan
bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas

13
bernafas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafas dalam
dan volume udara bertambah. 8
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan
volume intratoraks. Selama bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg
relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai -6
mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam
jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru.
Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan
recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan
seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-paru. 8
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga
toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar
dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir
ekspirasi. 9
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveol ke
dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat
terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor
yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan
faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari
paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah. 4
C. Etiologi

Beberapa penyebab umum dari hydropneumothorax yaitu:


 Trauma
 Pembedahan
 Riwayat terkini thoracosintesis untuk mengeluarkan cairan pleura
 Fistula bronchopleural yang merupakan akibat dari suatu tumor,
pembedahan atau infeksi. 10
D. Patomekanisme

14
Hydropneumothorax keadaan dimana terdapat udara di dalam ruang pleura
(pneumothorax) serta akumulasi abnormal cairan di ruang pleura (efusi pleura
atau hydrothorax). Penyebab hydropneumothorax ini umumnya akibat trauma,
pembedahan atau riwayat terikini thoracosintesis untuk mengeluarkan cairan
pleura sehingga dapat menyebabkan masuknya udara ke ruang pleura. Selain
itu, hal ini terjadi apabila terdapat fistula bronchopleural yaitu hubungan yang
abnormal dan tidak biasa antara cabang-cabang bronchus dan ruang pleura yang
sering disebabkan oleh tumor, pembedahan atau infeksi, yang dapat
memproduksi udara dan juga cairan di ruang pleura. 10
Hydropneumothorax dapat ditemukan pada kasus infeksi dengan TB
ekstrapulmoner di pleura. Hal ini terjadi ketika pasien TB paru aktif dengan
cavitas yang ruptur, akan menumpahkan organisme bakteri yang banyak ke
ruang pleura. Proses ini kemudian membentuk fistula bronchopleural dengan
udara yang masuk ke dalam ruang pleura. Sehingga pada pemeriksaan foto
thorax dapat terlihat air-fluid level yang khas pada hydropneumothorax.17
Secara normal, cairan pleura diproduksi dalam jumlah beberapa ratus
mililiter dan kemudian diserap kembali setiap harinya. Cairan ini diproduksi
terutama di pleura parietal dari kapiler paru, diserap kembali pada pleura
visceral dan dengan drainase limfatik menembus pleura parietal. 10
Suatu keadaan apabila akumulasi cairan pada ruang pleura ketika jumlah
cairan yang diproduksi melebihi jumlahnya yang harus dieliminasi disebut efusi
pleura. Peningkatan produksi cairan dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan
hidrostatik pada gagal jantung kiri, penurunan tekanan osmotik koloid pada
hipoproteinemia, serta peningkatan permeabilitas kapiler akibat gangguan atau
kerusakan membaran kapiler pada pneumonia atau reaksi hipersensitivitas.
Selain itu, efusi pleura terbentuk terjadi pula ketika transpor cairan peritoneal
dari ruang abdomen melalui diafragma atau sistem limfa pada ascites. Efusi
pleura juga dapat terjadi karena penyerapan cairan pleura yang berkurang
melalui penurunan serapan cairan dengan sistem limfatik karena sumbatan
limfangitik akibat tumor atau peningkatan tekanan vena yang menurunkan
jumlah cairan yang ditranspor melalui duktus thoracicus, serta penurunan
tekanan dalam ruang pleura seperti pada atelektasis paru akibat obstruksi
bronchial dapat menyebabkan efusi pleura.10

15
Bentuk kelainan lainnya pada pleura adalah pneumothorax. Pneumothorax
adalah keadaan ruang pleura yang terdapat gas atau udara. Pneumothorax dapat
dibedakan menjadi pneumothorax spontan primer, pneumothorax sekunder,
pneumothorax traumatic dan tension pneumothorax.17
Pada pneumothorax spontan primer terjadi karena ruptur dari apical
pleural blebs, ruang kistik kecil yang berada dalam atau ditengah bawah pleura
visceral. Pneumothorax ini terjadi hampir secara eksklusif pada perokok, yang
menunjukkan bahwa pasien memiliki penyakit paru subklinik. Sekitar dari
setengah pasien yang mengalaminya dapat terjadi berulang. Sementara
pneumothorax sekunder terdapat akumulasi udara pada ruang pleura yang
terjadi apabila terdapat penyakit yang mendasarinya terutama pada penyakit
paru obstruksi kronik.17

E. Radiologi
1. Thorax Normal
Foto thoraks normal pada orang dewasa memperlihatkan tulang-tulang
thoraks termasuk tulang-tulang rusuk, diafragma, jantung, paru-paru, klavikula,
skapula dan jaringan lunak dinding thoraks.

16
Gambar III. Foto thorax normal
Foto thorax AP/PA normal memperlihatkan vertebra yang melewati
bayangan jantung. Kedua sudut kostophrenikus tajam. Pembuluh darah terlihat
sebagai garis putih dengan karakteristik bercabang dan mengecil dari hilus
menuju dinding perifer paru. Baik pleura viseral dan parietal biasanya tidak
terlihat.10

17
Gambar IV. Foto thorax lateral
Foto lateral memperlihatkan adanya jarak yang jelas di belakang sternum. Hilus
menghasilkan bayangan yang berlainan (lingkaran putih). Corpus vertebra memiliki
tinggi yang sama dan paralel satu sama lainnya (panah putih). Sudut kostophrenikus
terlihat tajam pada bagian posterior (panah hitam). Cor biasanya menyentuh aspek
anterior dari hemidiaphragma sinistra dan bagian posterior jantung memiliki jarak
terhadap bagian anterior vertebra. 10
1. Pneumothorax
Pneumothoraks terjadi ketika udara memasuki rongga pleura. Normalnya,
tekanan negatif berada dalam cavum pleura, pada pneumothoraks tekanan ini semakin
meningkat melebihi tekanann intraalveolar akhirnya paru kolaps. Pleura parietal tetap
melekat pada permukaan dalam dinding thoraks, akan tetapi pleura visceral
mengalami retraksi menuju hilum dengan paru yang kolaps. Pleura viseral terlihat
sebagai garis tipis putih dengan kedua sisi diantaranya berisikan udara,pada bagian
terluar paru mengindikasikan pneumothorax. Pleura visceral yang terlihat disebut
dengan visceral pleural white line. Gambaran radiologi dari pneumothoraks yaitu
adanya bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avaskuler pattern)
dengan batas paru berupa garis radioopak tipis berasal dari pleura viseral. 10

18
Jika pneumothoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru
menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah
kontralateral.

Gambar V. Foto thorax konvesional pada pneumothorax

Gambar VI. Gambaran CT-Scan pneumothorax

19
2. Efusi Pleura
Cavum pleura umumnya memiliki cairan pleura sebanyak 2-5 ml, namun
akumulasi cairan yang berlebihan menyebabkan keadaan patologis yang disebut
efusi pleura. Ketika volume efusi mencapai 300 ml, sudut costophrenikus pada
bagian lateral menumpul pada foto konvensinal thorax aspek posteroanterior (PA)
maupun anteroposterior (AP). 10

Efusi pleura juga muncul sebagai gambaran opasifikasi homogen dengan


batas atas konkaf (tanda meniscus) pada foto erect konvensional. 11

Gambar VII. Gambaran efusi pleura

Gambar A memperlihatkan akumulasi cairan pleura pada lapangan paru


bagian kanan sehingga hemidiaphragma kanan tidak terlihat, sulcus costophrenicus
kanan menumpul. Gambar B, pada proyeksi lateral menunjukkan sulcus
costophrenicus posterior yang menumpul (panah putih). 10

20
Gambar VIII. Gambaran efusi pleura

Pada foto lateral tumpulnya sulcus costophrenicus terlihat pada saat volume efusi
mencapai +/- 75 ml. Saat pasien berada dalam posisi berdiri, cairan pleura turun menuju
ke dasar cavum thorax dikarenakan tekanan gravitasi. 10

Gambar IX. Gambaran efusi pleura

Pada proyeksi lateral dekubitus kanan (right lateral decubitus), pasien berbaring
dengan tumpuan badan sebelah kanan,sehingga cairan pleura secara bebas berkumpul
pada sisi kanan, sedangkan pada proyeksi lateral dekubitus kiri (left lateral decubitus),
pasien berbaring dengan tumpuan badan sebelah kiri, sehingga cairan pleura secara

21
bebas berkumpul pada sisi kiri. Proyeksi dekubitus dapat menunjukkan efusi minimal
(15-20ml). 10

Gambar X. Gambaran CT-scan efusi pleura

Modalitas CT Scan mempelihatkan perbedaan densitas cairan dengan jaringan


sekitarnya. Pada gambaran diatas memperlihatkan akumulasi cairan dalam jumlah besar
pada bagian kanan (F) yang mengakibatkan atelektasis total pada paru kanan (panah
putih) dan cor terdorong dari arah akumulasi efusi (panah putih kiri). 10

3. Hydropneumothorax
Hydropneumothorax adalah keadaan dimana adanya udara dan cairan dalam
jumlah abnormal pada cavum pleura. Hydropneumothorax umumnya disebabkan oleh
trauma, tindakan operatif ataupun thoracosintesis untuk mengeluarkan cairan pleura.
Tidak seperti efusi pleura yang menghasilkan gambaran meniscus,
hidropneumothorax menghasilkan gambaran air-fluid level pada hemithorax yang
ditandai dengan pinggiran lurus dan tajam. 10

22
Gambar X. Gambaran Hydropneumothorax

Pada kasus ini, tanda-tanda hydropneumothoraks pada foto di atas adalah:


a. Hiperlusen avaskuler
Hiperlusen avaskuler merupakan gambaran air density akibat adanya udara
bebas dalam cavum pleura yang meyebabkan kolaps bagian paru yang berada
dibawah pleura sehingga tidak terlihat corakan bronchovaskular pada bagian tersebut.
b. Pleural white line
Normalnya, tekanan negatif berada dalam cavum pleura, pada pneumothoraks
tekanan ini semakin meningkat melebihi tekanann intraalveolar akhirnya paru
kolaps. Pleura parietal tetap melekat pada permukaan dalam dinding thoraks, akan
tetapi pleura visceral mengalami retraksi menuju hilum dengan paru yang kolaps.
Pleura visceral terlihat sebagai garis tipis putih dengan kedua sisi diantaranya
berisikan udara, pada bagian terluar paru mengindikasikan pneumothorax. Pleura
viseral yang terlihat disebut dengan visceral pleural white line.
c. Air fluid level
Merupakan gambaran radiologi dimana terlihat penampakan densitas udara
dan densitas cairan yang terpisah dimana densitas udara (air density) selalu
menempati bagian atas dan densitas cairan (fluid density) menempati ruang
dibawahnya. Pada kasus hidropneumothoraks terjadi pembentukan air fluid level
yang dapat dilihat pada pemeriksaan radiologis akibat adanya udara dan cairan
secara bersamaan dalam cavum pleura. Pada umumnya penumpukan cairan dalam
cavum pleura akan membentuk meniscus sign pada tampilan radiologi, namun pada
hidropneumothoraks selain adanya cairan juga terdapat udara yang memberikan

23
tekanan diatas permukaan cairan sehingga pada hidropneumothoraks tidak
terbentuk meniscus sign seperti pada efusi pleura biasanya.
d. Perselubungan homogen
Merupakan gambaran semi opak atau intermediet yang menutupi bagian paru.
Tanda ini biasanya didapatkan akibat adanya penumpukan cairan dalam cavum
pleura yang memberikan tampilan densitas cairan pada pemeriksaan radiologis.

2.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hidropneumothorax sebagai mana pneumothorax. Pada kondisi akut
pasien merasakan nyeri dada dan napas yang memendek (64-85% pasien). Nyeri dada
dirasakan berat dan / menusuk menjalar hingga ke punggung serta meningkat dengan
inspirasi (pleuritik). Adapun pada pemeriksaan fisis paru dapat ditemukan beberapa hal
sebagai berikut:

 Distress pernapasan atau henti napas,


 Takipneu,
 Ekspansi paru asimetris,
 Hilangnya suara napas,
 Hipersonor pada perkusi,
 Meredupnya focal fremitus.

Pada pemeriksaan fisis kardiovaskular juga dapat ditemukan beberapa hal sebagai
berikut:

 Takikardi
 Pulsus paradoksus
 Hipotensi
 Distensi vena jugular
 Perpindahan apeks cor (jarang). 12
3. Diferensial Diagnosis
 Abses paru
Pada hydropneumothorax salah satu gambaran radiologis yang tampak adalah
gambaran pembentukan air-fluid level akibat adanya udara dan cairan. Diagnosis
banding dari hydropneumothorax yang sama berdasarkan gambaran pembentukan air-
fluid level yaitu abses paru.13

24
Abses paru merupakan proses supurasi yang berlokalisir pada parenkim paru.
Gambaran radiologis dari abses paru yaitu :
- Adanya cavitas yang berdinding tebal
- Membentuk air-fluid level, yang memberikan densitas udara yang mengisi
ruang atas cavitas dan densitas cairan yang menempati bagian bawah ruang
cavitas. 14
Abses paru dapat disebabkan baik oleh proses infeksi (seperti Tuberculosis)
maupun proses keganasan yaitu carsinoma paru, dimana yang membedakan keduanya
yaitu dilihat dari inner margin atau dinding dalam cavitas, dimana pada infeksi
biasanya mulus (smooth) dan carsinoma paru nodular (kasar atau rough) yang dapat
dilihat pada gambar.13

Air-fluid level

Gambar XI. Abses paru dengan gambaran air-fluid level

 Pyopneumothorax
Pyopneumothorax (atau dikenal juga infected hydropneumothorax )
yaitu keadaan dimana adanya udara dan nanah (pus) pada rongga pleura.
Gambaran khas yang didapatkan pada penyakit ini sama dengan
hydropneumothorax namun yang membedakan hanya cairannya saja. Pada
gambaran radiologinya sendiri terdapat air-fluid level, dan hal ini yang
membuat susah untuk dibedakan dengan hydropneumothorax tapi pada

25
pyopneumothorax biasanya ada pleural thick line yang mendukung diagnosis
penyakit ini. 15

Gambar XII. Pyopneumothorax


 Haemopneumothorax
Haemopneumothorax adalah keadaan dimana darah terdapat di dalam
paru-paru. Apabila haemothorax terjadi disertai dengan pneumothorax maka
disebut juga dengan haemopneumothorax. Penyakit ini biasanya karena
adanya kejadian trauma dan jarang terjadi pada kejadian non-trauma.
Gambaran radiologi dari penyakit ini juga sama dengan hydropneumothorax
namun biasanya pada foto thorax disertai dengan gambaran fraktur tulang
yang menandakan adanya trauma dan bisa dicurigai gambaran cairan yang
memenuhi ruang pleura itu adalah darah.18

Gambar XIII. Hemopneumothorax dengan rib fracture

26
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara umum
(primary survey, secondary survey). Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah:
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi
secara konsekutif (berturutan). Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan
bila pasien stabil) diantaranya portable x-ray, portable blood examination, portable
bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari
ruang emergency. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama
untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan
nyawa. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau
setelah melakukan prosedur penanganan trauma. 19

Water Sealed Drainage (WSD) merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum
dengan menggunakan pipa penghubung.19

Indikasi dan Tujuan Pemasangan WSD:


1. Indikasi:
a. Pneumothorax, haemothorax, empyema
b. Bedah paru:
i. Karena ruptur pleura udara dapat masuk ke dalam rongga pleura
ii. Reseksi segmental misalnya pada tumor, TBC
iii. Lobectomy, misal pada tumor, TBC
2. Tujuan pemasangan WSD:
a. Memungkinkan cairan (darah, pus, efusi pleura) keluar dari rongga pleura
b. Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
c. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat menyebabkan
pneumothorax
d. Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan
tekanan negatif pada intrapleura
Prinsip Kerja WSD:
1. Gravitasi: udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah
2. Tekanan positif: udara dan cairan dalam rongga pleura (+763 mmHg atau lebih). Akhir
pipa WSD menghasilkan tekanan WSD sedikit (+761 mmHg)
3. Suction19

27
5. Komplikasi
 Emfisema
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomi paru yang ditandai dengan
perubahan abnormal saluran udara (pelebaran rongga udara) yang terjadi karena
kerusakan dinding asinus yang terdapat di bagian distal bronkus terminal. 13
Emfisema yang terjadi merupakan emfisema kompensasi yang merupakan usaha
tubuh secara fisiologik untuk menggantikan jaringan paru yang tidak berfungsi.16

6. Prognosis
Dubia ad malam (tidak tentu, cenderung buruk).

Pleural Hiperlusen
White Avaskuler
Line

28
1. TUBERKULOSIS
a. Pengerian
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex.

b. Epidemiologi
Berdasarkan WHO pada tahun 2015, prevalensinya mencapai 9,6 juta orang
dengan kematian mencapai 1,5 juta jiwa dengan angka kematian 320 ribu jiwa
diantaranya meninggal dengan positif HIV. Adapun 3 negara dengan angka kejadian
TB tertinggi di dunia adalah India, Indonesia, dan China. Sedangkan di Indonesia
tahun 2015 ditemukan sebanyak 330.910 kasus.

c. Faktor Resiko
1. Konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup
2. Lamanya waktu sejak terinfeksi
3. Usia dan jenis kelamin
4. Daya tahan tubuh rendah
5. Komorbid penyakit lain

d. Klasifikasi TB
1. Berdasarkan letak anatomi penyakit
- Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.
Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya yang
terletak dalam paru.
- TB ektraparu adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru seperti
pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan/atau hilus),
abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang dan selaput otak.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi
Tuberkulosis paru BTA positif, apabila :
- Minimal satu dari sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan dahak
menunjukkan hasil positif pada laboratorium yang memenuhi syarat quality
external assurance (EQA). Sebaiknya satu kali pemeriksaan dahak tersebut
berasal dari dahak pagi hari. Saat ini Indonesia sudah memiliki beberapa
laboratorium yang memenuhi syarat EQA.

29
- Pada negara atau daerah yang belum memiliki laboratorium dengan syarat
EQA, maka TB paru BTA positif adalah:
o Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif, atau
o Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil
pemeriksaan foto toraks sesuai dengan gambaran TB yang ditetapkan
oleh klinisi, atau
o Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif ditambah hasil kultur M.
tuberculosis positif.

Tuberkulosis paru BTA negatif, apabila :


- Hasil pemeriksaan dahak negatif tetapi hasil kultur positif.
- Sedikitnya dua hasil pemeriksaan dahak BTA negatif pada laboratorium
yang memenuhi syarat EQA
- Dianjurkan pemeriksaan kultur pada hasil pemeriksaan dahak BTA negatif
untuk memastikan diagnosis terutama pada daerah dengan prevalens HIV >
1% atau pasien TB dengan kehamilan ≥ 5%
ATAU
- Jika hasil pemeriksaan dahak BTA dua kali negatif di daerah yang belum
memiliki fasilitas kultur M.tuberculosis

Memenuhi kriteria sebagai berikut:


- Hasil foto toraks sesuai dengan gambaran TB aktif dan disertai salah satu
dibawah ini:
- Hasil pemeriksaan HIV positif atau secara laboratorium sesuai HIV, atau
- Jika HIV negatif (atau status HIV tidak diketahui atau prevalens HIV
rendah), tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian antibiotik
spektrum luas (kecuali antibiotik yang mempunyai efek anti TB seperti
fluorokuinolon dan aminoglikosida)

Kasus Bekas TB:


- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
serial (dalam 2 bulan) menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan tetapi pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi

30
3. Berdasarkan Riwayat Sebelumnya

Hasil
Pencatatan Kasus Hasil Pengobatan Sebelumnya
BTA
Baru +/- -
Sembuh
Riwayat Kambuh +/-
Pengobatan lengkap
pengobatan
sebelumnya Gagal + Pengobatan gagal
Lalai + Lalai berobat
Pindah +/- Masih dalam pengobatan
Untuk semua kasus yang tidak
memenuhi kriteria diatas, seperti:
 Pasien dengan riwayat pengobatan
tidak diketahui sebelumnya
 Pasien dengan riwayat pengobatan
Lain-lain +/- sebelumnya tetapi tidak diketahui
hasil pengobatan
 Pasien yang datang kembali untuk
pengobatan dengan hasil dahak BTA
negatif atau bakteriologis ekstraparu
TB negatif

4. Status HIV
Status HIV pasien merupakan hal yang penting untuk keputusan pengobatan.
Akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan TB-HIV.

e. Diagnosis
Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratori :
- Batuk  2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses
penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama
terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.

31
2. Gejala sistemik :
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan
berat badan menurun
3. Gejala TB ekstraparu
Gejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis.
Pada pleuritis TB terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan.

Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah
apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma dan mediastinum.Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisis
tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup
atau pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada
sisi yang terdapat cairan.Pada limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah
bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess.

Pemeriksaan Bakteriologi
1. Sputum BTA
Bahan pemeriksaan :
- Sputum
- Cairan pleura
- Liquor cerebrospinalis
- Bilasan bronkus
- Bilasan lambung
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease) :
• Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang : (-)
• 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan (scanty)
• 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang : (1+)
• 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang : (2+)
• >10 BTA dalam 1 lapang pandang : (3+)
2. Gene XPERT
3. Kultur

32
Pemeriksaan Radiologi
 Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi aktif :
- Bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah.
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular.
- Bayangan bercak milier.
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
 Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif:
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Kompleks ranke
- Penebalan Pleura

f. Pengobatan
Tujuan pengobatan TB adalah :
- Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas
- Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya
- Mencegah kekambuhan
- Mengurangi transmisi atau penularan kepada orang lain
- Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya

Pengobatan TB dengan obat anti tuberkulosis (OAT) terbagi menjadi 2 fase


yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada umumnya lama pengobatan adalah 6-8
bulan.

33
Jenis – Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT) :

1. Lini pertama, yaitu :


- Isoniazid (H)
- Rifampisin (R)
- Pirazinamid (Z)
- Etambutol (E)
- Streptomisin (S)
2. Lini kedua, yaitu :
- Kanamisin
- Kapreomisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Sikloserin
- Etionamid/Protionamid
- Para-Amino Salisilat (PAS)

Tabel jenis dan dosis OAT

Dosis yg
Dosis dianjurkan Dosis Dosis (mg) / kgBB / hari
Obat (mg/kg (mg/kgBB/hari) maks /
BB/hari) Inter- hari (mg)
Harian < 40 40-60 >60
mitten
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 300 300 300
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
Sesuai
S* 15-18 15 15 1000 750 1000
BB

Tabel Dosis Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Dosis Tetap

Fase intensif Fase lanjutan


2-3 bulan 4 bulan
BB Harian Harian 3x/minggu
(RHZE) (RH) (RH)
150/75/400/275 150/75 150/150
30-37 2 2 2
38-54 3 3 3
55-70 4 4 4
>71 5 5 5

34
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:
· TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH


atau
: 2 RHZE/ 6HE
atau
2 RHZE / 4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)

Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
· TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau

: 6 RHE atau

2 RHZE/ 4R3H3
· TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai
dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE
selama 5 bulan.
· TB Paru kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6
bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin,
etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan
2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat
hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru
· TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan
kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan.
Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB
dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka
pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama.
2) BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama
b. Berobat < 4 bulan
1) Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat

35
dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2) Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan diteruskan
Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi terhadap OAT.
· TB Paru kasus kronik
- Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES.
Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2
seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18 bulan.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru

Tabel 4. Ringkasan paduan obat

Kategori Kasus Paduan obat yang Keterangan


diajurkan

I - TB paru BTA +, 2 RHZE / 4 RH atau

BTA - , lesi luas 2 RHZE / 6 HE

*2RHZE / 4R3H3

II - Kambuh -RHZES / 1RHZE / sesuai Bila


hasil uji resistensi atau streptomisin
- Gagal pengobatan 2RHZES / 1RHZE / 5 alergi, dapat
RHE diganti
kanamisin
-3-6 kanamisin, ofloksasin,
etionamid, sikloserin / 15-
18 ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES /
1RHZE / 5RHE

II - TB paru putus Sesuai lama pengobatan


berobat sebelumnya, lama berhenti
minum obat dan keadaan
klinis, bakteriologi dan
radiologi saat ini (lihat
uraiannya) atau

*2RHZES / 1RHZE /
5R3H3E3

III -TB paru BTA neg. 2 RHZE / 4 RH atau


lesi minimal

36
6 RHE atau

*2RHZE /4 R3H3

IV - Kronik RHZES / sesuai hasil uji


resistensi (minimal OAT
yang sensitif) + obat lini 2
(pengobatan minimal 18
bulan)

IV - MDR TB Sesuai uji resistensi +


OAT lini 2 atau H
seumur hidup

Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB

EFEK SAMPING OAT


Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan.
1. Isoniazid (INH)
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun
sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4), bila efek
samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simptomatis maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simptomatis
ialah :
- Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
- Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang
diare
- Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan
Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
- Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan
penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus
- Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala
ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun
gejalanya telah menghilang
- Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur.

37
Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal
ini harus diberitahukan kepada pasien agar mereka mengerti dan tidak perlu khawatir.
3. Pirazinamid
Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada
keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat
menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya
ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual,
kemerahan dan reaksi kulit yang lain.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman,
buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut
tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB
perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan
kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol
tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan
keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring
dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan
meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang
terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan
ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika
pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap
(kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit
kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera
setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr
Streptomisin dapat menembus sawar plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada
perempuan hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.
Tabel Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya

Efek samping Kemungkin Tatalaksana


an
Penyebab
Minor OAT
diteruskan

Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin Obat


diminum
malam
sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin
/allopurinol
Kesemutan s/d rasa terbakar di kaki INH Beri vitamin
B6
(piridoksin) 1

38
x 100 mg
perhari
Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Beri
penjelasan,
tidak perlu
diberi apa-
apa
Mayor Hentikan
obat

Gatal dan kemerahan Semua jenis OAT Beri


pada kulit antihistamin
dan
dievaluasi
ketat
Tuli Streptomisin Streptomisin
dihentikan
Gangguan Streptomisin Streptomisin
keseimbangan (vertigo dihentikan
dan nistagmus)
Ikterik / Hepatitis Sebagian besar OAT Hentikan
Imbas Obat (penyebab semua OAT
lain disingkirkan) sampai
ikterik
menghilang
dan boleh
diberikan
hepatoprotekt
or
Muntah dan confusion Sebagian besar OAT Hentikan
(suspected drug- semua OAT
induced pre-icteric dan lakukan
hepatitis) uji fungsi
hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan
etambutol
Kelainan sistemik, Rifampisin Hentikan
termasuk syok dan rifampisin
purpura

39
g. Pengobatan Suportif
1. Penderita rawat jalan
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin
tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk penderita
tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam. Bila perlu dapat
diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan
lain.
2. Penderita rawat inap
a. Indikasi rawat inap :
TB paru disertai keadaan atau komplikasi seperti:
- Batuk darah (profus)
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
b. Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan
klinis dan indikasi rawat

h. Evaluasi Pengobatan
Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek
samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.
Evaluasi klinis
- Pasien dievaluasi secara periodik.
- Evaluasi terhadap respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat
serta ada tidaknya komplikasi penyakit.
- Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis.

Evaluasi bakteriologi (0 - 2 - 6 /8 bulan pengobatan)


 Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.
 Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis.
- Sebelum pengobatan dimulai
- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
- Pada akhir pengobatan
 Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.

Evaluasi radiologi (0 - 2 – 6/8 bulan pengobatan)


Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
 Sebelum pengobatan.

40
 Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan
kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan).
 Pada akhir pengobatan.

Evaluasi pasien yang telah sembuh


Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam
2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks
(sesuai indikasi/bila ada gejala).

Kriteria Suspek TB MDR

1. Pasien TB gagal pengobatan kategori 2


2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan pengobatan
3. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standard serta
menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua minimal selama 1 buan
4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1
5. Pasien TB Pengobatan kategori 1 yang tetap positif setelah pengobatan 3 bulan
6. Pasien TB kasus kambuh (kategori 1 atau kategori 2)
7. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow up (lalai berobat/default)
8. Terduga TB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB MDR
9. Pasien koinfeksi TB-HIV yang tidak respon setelah pemberian OAT

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Bahar A. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jilid 2. Jakarta: BP FKUI; 1999.

2. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 2008.


3. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia. 2nd Edition. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC; 2001.
4. Guyton AC, dan Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGG; 2007.
5. Pearce. Evelyn,.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta; 2009.
6. Worthington AC, West T. Australian Evidence Concerning The Information
Content of Economic Value Added. Australian Journal of Management; 2004.
7. McArdle WD. Exercise Physiology: Energy, Nutrition, and Human Performance.
4th Edition. USA: Williams and Wilkins; 2006: 19-41.
8. Syaifuddin H. Fungsi Sistem Tubuh Manusia. Jakarta: Widya Medika; 2001.
9. Price S, Wilson L. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Jakarta: EGC; 2005.
10. Herring W. Learning Radiology: Recognizing The Basic. 3rd ed. Philadelphia:
Elsevier; 2016: 14-5, 58, 60-6,76-7.
11. Singh H & Pardesi D. Radiology for Undergraduates and General Practioners, 1 st
edition. 2012. Pg.43. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd.)
12. Emedicine.medscape.com/article/424547-clinical#b3

13. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;
2015: 49, 55.
14. Djojodibroto, RD. Respirologi (Respiratory Medicine. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007: 44.
15. Light, Richard. Pleural Disease. 5th Edition. Philadelphia; 2007.
16. Boka kamran, dkk. Empysema. Medicine.medscape; 2014.
17. Longo DL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York:
McGeaw-Hill; 2012: 1347, 2181.
18. Madhuri GB. Textbook of Physiotherapy for Cardio-Respiratory Cardiac Surgery
and Thoracic Surgery Conditions. New Delhi: Jaypee; 2008: 113.
19. Kasargod V & Awad NT. Clinical profile, etiology and management of
hydropneumothorax: An Indian experience. 2016; 33(3): 278-280.

42
20. Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo Surbaya. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Paru 2010.
21. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pulmonologi Intervensi dan Gawat
Darurat Napas.
22. Fatiyya I. 2011, Pedoman diagnostik dan Penatalaksanaan di Indonesia,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta. Revisi pertama, Juli 2011.
23. International Standards of Tuberculosis Care, 2014
24. Kementrian Kesehatan RI, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. ISBN: 978-602-235-733-9
25. KepMenKes Nomor 364/MENKES/SK/V/2009
26. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis.
27. Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2013. Pedoman Diagnostik dan Penatalaksanaan
TB di Indonesia. Jakarta: PDPI
28. Rab, T. 2010. Ilmu Penyakit \Paru. Trans Info Media. Jakarta: 157-61

43

Anda mungkin juga menyukai