PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan didunia saat ini.
Badan kesehatan dunia/WHO memperkirakan 235 juta orang penduduk dunia
menderita asma. Jumlah penderita asma di Amerika mencapai 25 juta orang, asma
eksaserbasi setiap harinya mencapai 44.000 penderita, setiap tahun 1,75 juta
penderita asma datang berobat ke unit gawat darurat untuk mendapatkan pengobatan.
Asthma And Allergy Foundation menyatakan 33 ribu penderita asma meninggal
setiap tahunnya di Amerika.1 Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara
pasti, namun hasil penelitian pada tahun 1995 pada anak sekolah usia 13-14 tahun,
prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013
meningkat menjadi 5 %. Berdasarkan gambaran tersebut di atas, terlihat bahwa asma
telah menjadi masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian secara serius
2
terutama kejadian eksaserbasinya.
Pedoman penatalaksanaan asma diharapkan dapat mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas. Beberapa pedoman penatalaksanaan asma eksaserbasi
telah dipublikasikan agar dapat digunakan oleh dokter dan tenaga medis diunit gawat
darurat, tetapi saat ini aplikasi pedoman penatalaksanaan masih rendah, dan
kepatuhan dokter untuk menerapkan pedoman ditemukan belum optimal. Banyak
penderita tidak mendapatkan perawatan berdasarkan pedoman, walau telah ditentukan
pedoman penatalaksanaan asma eksaserbasi dirumah sakit. 3
Penelitian di Amerika Serikat yang meneliti penggunaan penatalaksanaan
asma, mengenai aplikasi pedoman National Asthma Education and Prevention
Program (NAEPP) dan American thoracic society (ATS) hanya 60% penderita yang
3,2
dilaporkan ditatalaksana sesuai pedoman eksaserbasi dengan baik. Penelitian
multicenter di Canada yang meneliti aplikasi pedoman Canadian Thoracic Society
(CTS) menemukan hanya sebanyak 26,4% unit gawat darurat yang mengadopsi
dengan baik. Dokter di Kuwait yang memakai Global Initiative for Asthma (GINA)
1
dari 376 dokter, hanya 37% dokter yang menggunakan pedoman asma. 4 Penelitian
diunit gawat darurat di Oman yang menggunakan pedoman British thoracic Society
(BTS), dalam tatalaksana inisial sejumlah 3% penderita mendapat terapi oksigen, 25
5
% nebulisasi inisial dan hanya 24 % mendapat steroid sistemik. Penelitian di
Jepang dengan jumlah sampel yang lebih besar, menemukan bahwa kepatuhan
6
penggunaan pedoman asma diunit gawat darurat tidak optimal. Data diatas
menggambarkan tatalaksana asma eksaserbasi belum sesuai dengan yang diharapkan.
Sering dijumpai penatalaksanaan diunit gawat darurat yang tidak sesuai dengan
pedoman, hal ini akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas penderita asma.
Tujuan penatalaksanaan asma eksaserbasi adalah untuk mengurangi atau
menghilangkan obstruksi aliran udara dan hipoksemia sesegera mungkin, agar
terhindar dari kondisi yang mengancam jiwa penderita dan selanjutnya merencanakan
7
pencegahan kekambuhan dimasa depan. Penatalaksanaan asma pada penulisan ini
khusus pada penatalaksanaan asma eksaserbasi difasilitas gawat darurat.
.
1.2 Tujuan penulisan :
Mengetahui penatalaksanaan asma eksaserbasi dari beberapa pedoman
penatalaksanaan asma eksaserbasi seperti GINA, BTS, ATS dan CTS untuk
menambah wawasan, melakukan pengobatan yang tepat untuk menghindari
komplikasi, dan meningkatkan hasil klinis penderita asma eksaserbasi.
2
BAB II
3
dapat diukur dengan pemeriksaan fungsi paru seperti menilai peak expiratory flow
atau force expiratory volume (PEF atau FEV1). 7,8,10
Asma eksaserbasi adalah suatu keaadaan dengan episode perburukan akut atau
sub akut yang progresif pada penderita asma. Anamnesis ditemukan gejala sesak
napas, batuk, wheezing, dada berat atau kombinasi gejala gejala tersebut.
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan sianosis, gelisah, sukar bicara, takikardi, dan
7,8,9,10
penggunaan otot bantu napas. Eksaserbasi ditandai dengan penurunan aliran
udara ekspirasi, pemeriksaan fungsi paru pada asma eksaserbasi (PEF) merupakan
pemeriksaan objektif untuk menentukan derajat eksaserbasi. Kadang pasien
mengalami penurunan signifikan PEF tetapi keluhan penderita tidak banyak
meningkat. Keadaan seperti ini dapat terjadi pada penderita dengan riwayat near fatal
asthma. 11
Pemeriksaan PEF asma eksaserbasi pada beberapa pedoman terdapat
perbedaan (variasi) dalam nilai dasar untuk eksaserbasi. GINA menetukan nilai PEF
yang masih diatas 80 % dari nilai prediksi didukung oleh gejala klinis tergolong pada
7
kelompok eksaserbasi ringan. Menurut ATS, eksaserbasi ringan dengan nilai PEF
lebih dari 70%. 14 BTS menyatakan nilai PEF lebih dari 75% tergolong pada asma
eksaserbasi ringan. 9
4
BAB III
5
sebelum serangan, riwayat kunjungan berobat diluar kunjungan rutin (planning),
kunjungan ke unit gawat darurat, dan dirawat dirumah sakit karena eksaserbasi asma
terutama satu tahun terakhir. Sangat penting untuk mengetahui riwayat adanya
episode serious respiratory insufficiency (seperti kehilangan kesadaran atau intubasi),
penyakit jantung, penyakit yang diperburuk oleh terapi kortikosteroid seperti diabetes
atau hipertensi. 10,14
Keadaan eksaserbasi dapat mengalami perburukan dan beresiko kematian.
Penderita asma yang beresiko tinggi kematian membutuhkan lebih perhatian dan
kewaspadaan dari dokter, 7 penderita tersebut antara lain dengan :
1. Riwayat near fatal asthma dengan intubasi dan ventilator mekanik
2. Dirawat atau mendapat pengobatan asma diunit gawat darurat dalam 1 tahun terakhir.
3. Dalam pemakaian atau baru berhenti memakai glukokortikosteroid oral
4. Baru berhenti memakai glukortikosteroid inhalasi
5. Sangat bergantung pada beta 2 agonis inhalasi, terutama lebih dari 1 canister
salbutamol atau ekivalennya dalam sebulan
6. Gangguan pskiatri, atau masalah psikososial, termasuk pengguna sedative
7. Riwayat tidak patuh pengobatan asma atau perencanaan asma
Penelitian case control oleh Jalaludin et al menemukan bahwa penderita yang
masuk rumah sakit memiliki faktor prilaku dan social, lebih beresiko mengalami
kematian, yaitu penderita asma dengan riwayat: pengguna alkohol atau
penyalahgunaan obat obatan, sulit untuk mematuhi pengobatan, masalah pekerjaan,
masalah keuangan, dan pulang atas permintaan sendiri dari perawatan rumah sakit. 15
6
termasuk derajat alertness, tanda sianosis, respiratory distress dan wheezing.
Kemungkinan obstruksi saluran napas atas harus dapat disingkirkan seperti yang
disebabkan oleh: benda asing, epiglotis, penyakit organik laring, disfungsi pita suara,
14
penyempitan trakea intrinsik dan ekstrinsik.
Pemeriksaan fungsi paru dengan menggunakan spirometri (FEV1 ) dan PEF
meter. Pengukuran PEF atau FEV 1 dilakukan sebelum pengobatan dimulai dan satu
7
jam setelah pengobatan. Menurut BTS Pemeriksaan dilakukan diawal kunjungan
dan 30 sampai 60 menit setelah pengobatan inisial, pemeriksaan ini membantu
9
menentukan derajat eksaserbasi. pemeriksaan ini tidak direkomendasikan pada
penderita dengan life threatening exacerbation atau penderita dengan tanda
sianosis.14
Penilaian saturasi oksigen dilakukan dengan menggunakan pulse oximetry.
Saturasi oksigen dibawah 95 % merupakan indikator eksaserbasi lebih dari hanya
eksaserbasi ringan. Manfaat lain penilaian saturasi oksigen yaitu membantu
menentukan adekuat atau tidak terapi oksigen. Menurut GINA dan ATS target terapi
7,14
oksigen yang dicapai yaitu lebih dari 90%, sedangkan menurut BTS saturasi
oksigen setidaknya mencapai 94-98%, 9 menurut CTS lebih dari 94%. 16
Pemeriksaan foto torak bukan suatu pemeriksaan rutin di unit gawat darurat, tidak
semua penderita asma dilakukan foto torak. Foto torak dapat dilakukan jika diduga
ada komplikasi kardiopulmoner, penderita yang harus dirawat, penderita yang tidak
7
respon pengobatan, dan penderita yang diduga pneumotorak, Literatur lain
berpendapat foto torak dilakukan bila dicurigai ada asma yang mengancam jiwa,
membutuhkan ventilasi mekanik, diduga ada pneumotorak atau pneumomediastinum,
dan tidak respon pengobatan yang diinginkan. 9
Pemeriksaan analisa gas darah tidak dilakukan pada semua penderita,
pemeriksaan ini dilakukan pada penderita dengan PEF 30-50 % prediksi, penderita
yang tidak respon dengan pengobatan awal atau penderita yang mengalami
perburukan. Nilai PaO2 kurang dari 60 mmHg (8kPa) dan peningkatan PaCO2 lebih
dari 45 mmHg (6kPa) mengindikasikan adanya gagal napas. 7
7
3.2 Penilaian Derajat Eksaserbasi
8
Pada tahun 2012 BTS merekomendasikan pedoman penatalaksanaan asma
eksaserbasi, bertujuan mengurangi angka rawatan penderita asma dirumah sakit dan
angka kunjungan ke unit gawat darurat. BTS mengelompokkan asma eksaserbasi
dengan struktur derajat yang berbeda seperti : near fatal asthma, life threatening
asthma, acute severe asthma, moderate asthma exacerbation dan brittle asthma. 9
Asma eksaserbasi ringan tidak di masukkan dalam pembagian derajat eksaserbasi ini,
eksaserbasi yang paling berat dikategorikan pada near fatal asthma dan life
threatening asthma. Nilai PEF paling tinggi adalah kelompok eksaserbasi sedang
(moderate) dengan PEF > 50-75 % prediksi. Menurut BTS pengukuran nilai PEF
asma eksaserbasi hanya digunakan jika nilai terbaik PEF dalam dua tahun terakhir
tidak diketahui. Saturasi oksigen dan analisa gas darah hanya dirinci untuk kategori
near fatal asthma dan life threatening asthma (tabel 2). 9 Penilaian derajat eksaserbasi
diunit gawat darurat menurut BTS dapat dilihat pada pada tabel dibawah ini.
dikutip dari 9
9
Tabel 3. Derajat Eksaserbasi Menurut American Thoracic Society
RINGA N SEDANG BERAT RESPIRATORY
ARREST
SIMPTOM
Sesak napas berjalan istirahat istirahat
dikutip dari 14
10
Pedoman penatalaksanaan asma eksaserbasi juga disusun dan dipublikasikan
14
oleh American Thoracic Society (ATS) pada tahun 2009. Dalam pedoman
tersebut pembagian derajat asma eksaserbasi yang direkomendasikan oleh ATS
hampir sama dengan GINA. Perbedaan terletak pada penilaian fungsional, ATS
memiliki rentang PEF yang lebih rendah dan nilai saturasi yang hampir sama dengan
GINA (tabel 3 )14
Menurut literatur lain, seperti derajat asma eksaserbasi yang direkomendasikan
Canadian Thoracic Society (CTS), derajat asma eksaserbasi terdiri dari 4 derajat,
yaitu: mild , moderate, severe, dan near death. Derajat eksaserbasi tersebut kemudian
dikelompokkan menurut Canadian Triage Acuity Scale ( CTAS), dimana derajat
eksaserbasi mild merupakan CTAS level 3, moderate CTAS level 3, severe CTAS
level 2 dan near death adalah eksaserbasi CTAS level 1. CTAS level akan
menentukan penatalaksanaan eksaserbasi sesuai algoritma CTS.
Tabel 4. Derajat asma eksaserbasi Canadian Thoracic Society
dikutip dari 16
11
3.3 Algoritma Pengobatan dan Penggunanaan Obat
12
Penderita eksaserbasi berat (PEF kurang dari 60%). Merupakan resiko near
fatal asthma. Pemeriksaan fisik ditemukan gejala yang berat walaupun saat
istirahat dan ditemukan retraksi dinding dada. Penderita dengan keadaan ini tidak
perbaikan dengan pengobatan inisial. Penderita ditatalaksana dengan terapi
inhalasi sama dengan kasus sedang, tetapi terapi ditambahkan dengan
kortikosteroid dan magnesium intravena. Kedua derajat eksaserbasi diatas
dievaluasi 1 sampai 2 jam kemudian.
1. Respon baik : Bila respon perbaikan bertahan lebih dari 1 jam, pemeriksaan fisik
normal, PEF lebih dari 70% dan saturasi lebih dari 90 %. Bila kondisi penderita
stabil dan dalam pengamatan memperlihatkan perbaikan (respon semakin membaik),
penderita akan diperbolehkan pulang. Penderita yang dibolehkan pulang dianjurkan
tetap melanjutkan inhalasi beta 2 agonis, oral kortikosteroid, diberikan kombinasi
inhalasi. Penderita diberikan penjelasan untuk memakai obat dengan benar, evaluasi
action plan, follow up dalam waktu dekat
2. Respon tidak lengkap: merupakan faktor resiko terjadinya near fatal asthma.
Pemeriksaan fisik ditemukan tanda eksaserbasi ringan atau sedang. PEF < 60%,
saturasi oksigen tidak perbaikan. Penderita pada keadaan ini diterapi dengan inhalasi
beta 2 agonis dengan atau tanpa antikolinergik, kortikosteroid sistemik, magnesium
intravena. Dilakukan monitoring PEF, saturasi oksigen, dan frekuensi nadi. Penderita
dengan respon ini segera dirawat, bila perburukan atau respon tidak lengkap dalam 6
sampai 12 jam pertimbangkan untuk dirawat di ruang intensif.
3. Respon buruk : merupakan eksaserbasi berat, penderita tampak mengantuk atau
bingung. Pada pemeriksaan ditemukan juga PEF kurang dari 30%, PCO2 lebih dari
45 mmHg, PO2 kurang dari 60 mmHg. Penderita dirawat diruang intensif
(kemungkinan intubasi dan ventilasi mekanik). 7, 17
13
PENILAIAN AWAL
Riw. penyakit, pemeriksaan fisik, penggunaan otot bantu napas, frek. nadi,
frek. napas, APE atau VEP1, saturasi O2,AGD
TERAPI awal
Oksigen untuk mencapai saturasi O2 90%
Inhalasi agonis 2 aksi singkat, selama 1 jam
Kortikosteroid sistemik jika tidak ada respons segera/jika akhir-akhir ini mendapat
steroid peroral atau jika serangan asmanya berat Sedasi merupakan kontraindikasi
MODERATE: SEVERE : RIW faktor risiko Near fatal asma, PEF <60%
PEF 60-80% PRED/BEST pred
PF: Gejala sdg, otot bantu napas(+) PF: Gejala berat saat istirahat, retraksi dada (+), thy
Thy/ O2 inisial perbaikan (-)
Inhalasi agonis 2, Anti kolinergik Thy/ O2
Kortikosteroid oral Inhalasi agonis 2, Anti kolinergik, Kortikosteroid
Lanjut thy 1-3jam sistemik, MG Intra vena
PENILAIAN ULANG
14
British Thoracic Society tahun 2012 merekomendasikan pedoman
penatalaksaan asma diunit gawat darurat. Langkah penatalaksanaan yaitu:
pemeriksaan awal, penentuan derajat eksaserbasi, dan pengobatan. BTS langsung
melakukan pembagian eksaserbasi tanpa melalui pengobatan inisial seperti GINA.
PEF lebih atau kurang dari 75% menjadi nilai dasar objektif oleh BTS dalam terapi
setiap tahap. Penatalaksanaan dilakukan dalam rentang waktu 2 jam (gambar 3).
Pemeriksaan inisial, penilaian derajat eksaserbasi dan pemberian pengobatan inisial
dilakukan dalam waktu 5 menit. Kriteria derajat eksaserbasi sesuai dengan pembagian
derajat asma eksaserbasi menurut BTS (tabel 2). 9,18
Untuk pengobatan inisial berdasarkan derajat eksaserbasi penderita ,yaitu:
Eksaserbasi sedang : diberikan salbutamol inhalasi inisial 4 puff, selanjutnya setiap 2
menit 2 puff sampai dengan 10 puff, pemberian disarankan dengan spacer. Untuk
eksaserbasi berat diberikan nebulisasi salbutamol 5 mg melalui oksigen. Khusus
penderita dalam kondisi life threatening asthma, penderita segera dirawat unit
intensive care (ICU) . 9
Setelah pemantauan 15-20 menit, penderita eksaserbasi sedang dan berat
dilakukan penilaian ulang, yaitu : Penderita yang secara klinis stabil dan PEF >75%
berpeluang besar untuk dipulangkan. Penderita dengan PEF < 75 % diulang
pemberian inhalasi salbutamol dan ditambahkan prednisone oral 40-50 mg. 9,18
Penilaian dimenit ke 60 untuk eksaserbasi yang sebelumnya dengan PEF
<75% , maka dinilai respon pengobatan. Penderita yang perbaikan (PEF >75%)
berpotensial untuk rawat jalan. Penderita yang tidak ditemukan tanda eksaserbasi
berat tetapi dengan PEF 50-75% atau masih dengan tanda eksaserbasi berat atau
PEF < 50 % maka akan terus diobservasi dan dilakukan monitoring. Jika menit ke
120 penderita stabil dan PEF >50% dipertimbangkan untuk rawat jalan. Sedangkan
yang masih dengan eksaserbasi berat atau PEF < 50 % penderita harus dirawat. 9,18
Perbedaan pedoman BTS dengan GINA adalah dalam setiap penilaian respon
pengobatan. Pada BTS dengan derajat eksaserbasi sedang dan berat, tidak dinilai
saturasi oksigen, dan PEF lebih dari 50% masih dapat dipertimbangkan untuk rawat
jalan.
15
Gambar 2. Algoritma Asma Eksaserbasi Menurut BTS.
dikutip dari 9
16
Sebelumnya tahun 1999 American thoracic society merekomendasikan
algoritma penatalaksanaan asma eksaserbasi diunit gawat darurat. Pada alur
penatalaksanaan asma eksaserbasi menurut ATS, setelah penderita dilakukan
pemeriksaan awal, tanpa melalui penatalaksanaan pengobatan awal selanjutnya
14
derajat eksaserbasi segera di bagi menjadi 3 derajat yaitu :
17
Gambar 3. Algoritma Asma Eksaserbasi Dari Konsensus ATS
dikutip dari 14
18
Gambar 4. Algoritma Penatalaksanaan Asma Eksaserbasi Menurut CTS
dikutip dari 19
19
Canadian Thoracic Society pada tahun 2006 merekomendasikan
penatalaksanaan asma eksaserbasi diunit gawat darurat. Setelah penderita dilakukan
pemeriksaan awal, penderita dikelompokkan menjadi 2 kelompok derajat eksaserbasi
yaitu: kelompok pertama eksaserbasi ringan, sedang, berat , dan kelompok kedua
disebut near death . Derajat eksaserbasi ditambahkan kriteria Canadian Triage
Aquity Scale (CTAS levels). Kelompok pertama eksaserbasi ringan, sedang, berat
diterapi dengan terapi yang sama. near death dirawat di ruang rawat resusitasi.
Setelah dievaluasi 20 menit kemudian, hampir sama dengan GINA kemudian dinilai
respon pengobatan . Penderita respon pengobatan baik dapat dipulangkan, sedangkan
penderita dengan respon incomplete dirawat dirawatan intensif atau berkemungkinan
dapat pulang jika respon menjadi baik. Algoritma penatalaksanaan asma menurut
Canadian Thoracic Society lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 5,16,19 dan
pemberian obat obatan untuk tatalaksana asma eksaserbasi sebagai berikut:
1. Oksigen
GINA merekomendasikan pemberian oksigen diberikan sesegera mungkin,
pada keadaan eksaserbasi saturasi oksigen diupayakan agar mencapai 90%- 93% .
7
Pemantauan saturasi oksigen dilakukan dengan pulse oxymetry. Menurut BTS
pemberian oksigen harus segera diberikan untuk mencapai saturasi oksigen 94-98%, 9
14
sedangkan menurut ATS target saturasi adalah 94 %, sedangkan menurut CTS
saturasi oksigen dipertahankan agar lebih dari 90% . 16,19
2. Inhalasi Beta 2 Agonis Kerja Singkat
Inhalasi beta 2 agonis kerja singkat merupakan pengobatan yang paling efektif
untuk bronkospasme, dan harus diberikan mulai dari awal pengobatan ketika
penderita datang,7,8,9,14 Menurut GINA,CTS dan ATS pemberian paling efektif dan
efisien adalah dengan menggunakan inhalasi dosis terukur ( metered dose inhaler/
MDI ) atau dengan spacer device. 7,8,14 BTS menyatakan bahwa pemberian beta 2
agonis paling baik dengan MDI atau wet nebulisation driven by oxygen, karena
9
dengan air driven compressor dapat beresiko menurunkan saturasi oksigen.
Bronkodilator formoterol dengan onset yang cepat dan durasi yang lama, memiliki
20
keefektifan yang sama, tetapi harganya lebih mahal. Kombinasi formoterol dan
budesonide diawal eksaserbasi memberikan hasil yang baik. Levabuterol merupakan
bronkodilator yang lebih kuat daibandingkan albuterol. Dalam penelitian dengan
jumlah sampel yang besar, dengan semua sampel tanpa pengobatan kortikosteroid
sebelumnya, mempelihatkan pemberian levabuterol menghasilkan lebih rendah
dalam jumlah penderita yang dirawat dirumah sakit. 20
Menurut GINA untuk asma eksaserbasi pemberian paling baik yaitu dengan
cara kontinu kemudian dilanjutkan secara intermiten sesuai kebutuhan untuk
penderita.7 Menurut CTS pemberian beta 2 agonis inhalasi paling baik dengan
meningkatkan dosis 1 puff setiap 30-60 detik. Dosis tergantung pada respon
individual terhadap pengobatan, literature lain menyarankan inhalasi beta 2 agonis
dapat diberikan 20-40 puff, kemudian dapat diberikan dengan kontinu bila
21
dibutuhkan. BTS menyarankan pemberian dengan cara interval 15-30 menit atau
9
kontinu, pada keaadaan berat dengan nebulisasi kontinu salbutamol 5-10 mg/ jam.
ATS menekankan bahwa lama pemberian beta 2 agonis secara pasti belum diketahui
keamanannya, karena ada potensial cardiotoxicity, hanya beta 2 agonis kerja singkat
yang selektif digunakan, seperti albuterol, levabuterol, dan pirbuterol. ATS
merekomendasikan pemberian dengan interval 20-30 menit, untuk asma yang berat
diberikan dengan kontinu.14
Untuk pemakaian beta 2 agonis intravena, GINA,CTS, dan ATS menyatakan
pemberian beta 2 agonis intravena pada asma eksaserbasi saat ini belum ada bukti
kuat untuk mendukung hal itu.7,10,14 Menurut GINA dan CTS, Intravena beta 2 agonis
dipertimbangkan pada eksaserbasi berat yang memerlukan rawatan intensif (ICU)22,23
BTS menjelaskan, Penderita yang telah mendapatkan beta 2 agonis interval atau
nebulisasi kontinu (seperti salbutamol 5-10 mg/jam), dan masih belum ada respon
yang adekuat pengobatan awal maka pemberian salbutamol intra vena dosis tinggi
(10 mg) mungkin akan lebih efektif, beta 2 agonis juga dapat diberikan pada
9
penderita dengan ventilator, indikasi parenteral bronkodilator menurut CTS pada
keadaan ketika inhalasi beta 2 agonis tidak efektif, seperti penderita yang terlalu
lemah melakukan inspirasi, atau batuk yang terlalu sering.16
21
3. Terapi Steroid
Kortikosteroid sistemik
Menurut GINA, BTS, CTS dan ATS pemberian kortikosteroid oral sama
efektifnya dengan intravena, pemberian oral lebih diutamakan karena intravena
14,16,24,25
bersifat lebih invasif dan lebih mahal. Berdasarkan rekomendasi BTS dan
CTS, prednisone tablet dapat diberikan dengan dosis 40-50 mg/ hari,9,16 BTS
merekomendasikan pemberian dosis 2x25mg dari pada 8-10 x 5 mg. pada kasus
tertentu dengan cara oral tidak dapat diberikan, metyl prednisolon intramuskular
160mg dapat sebagai alternative.9 Prednisone diberikan paling sedikit selama 5 hari
atau sampai perbaikan,9 sedangkan GINA merekomendasikan pemberian selama 7
26,27
hari. Pedoman ATS menyarankan pemberian 5-10 hari untuk mencegah early
relapse. Menurut tsi JJ et al pemberian deksametason oral selama 2 hari dapat
mengobati asma, tetapi bila lebih dari 2 hari akan ada kemungkinan efek metabolik.28
GINA dan BTS menyatakan, pemberian dengan kortikosteroid oral tidak perlu
ditapering off pada pemberian selama beberapa minggu selama pasien mendapatkan
maintenance dengan kortikosteroid inhalasi.7, 9
Metyl predinisolon intravena diberikan untuk pasien yang dirawat, diberikan
dengan dosis 60 sampai 80 mg dosis tunggal atau hidrokortison 300 sampai 400 mg
dosis terbagi. Dosis 40 mg metyl prednisolon atau hidrokotison 200 mg biasanya
22
cukup pada umumnya.7 Pedoman asma eksaserbasi diunit gawat darurat
kortikosteroid intravena metyl prednisolon tidak di temukan dalam pedoman BTS.
BTS menyarankan pemberian hidrokortison intravena.9
23
bromide 0,5 mg atau 8 puff dengan MDI ditambahkan pada pemberian beta 2 agonis
untuk meningkatkan efek bronkodilatasi. Kombinasi ipratropium bromide dan
inhalasi beta 2 agonis telah memperlihatkan manfaat terutama penderita dengan
obstruksi saluran napas yang berat. 14
5. Aminofilin
BTS menyatakan bahwa pemakaian aminofilin intra vena dapat digunakan pada
keaadaan near fatal asthma atau life threatening asthma dan harus dikonsultasikan
dengan dokter ahli, jika sebelumnya pasien telah mendapatkan aminofilin atau
teofilin oral maka kadar dalam darah harus diperiksa, kadar aminofilin dalam darah
9
diperiksa setiap hari jika aminofilin infus digunakan. Penelitian lain mengenai
manfaat aminofilin oleh David H et al menemukan aminofilin intra vena dengan
yang ditambahkan dengan nebulisasi albuterol dan methyl prednisolon, memberikan
manfaat pada asma eksaserbasi pada pasien yang dirawat dirumah sakit dan dapat
ditoleransi dengan dosis dalam therapeutic range. 33
24
6. Magnesium Sulfat
7. Leukotrien Modifiers
Saat ini baru sedikit data yang menyarankan penggunaan leukotrien modifiers
pada asma eksaserbasi.7,9 Penelitian yang pernah dilakukan oleh Ramsay CF et al
yang juga direkomendasikan GINA, menyatakan penggunaan montelukast oral pada
asma eksaserbasi menghasilkan peningkatan PEF pagi hari yang signifikan
dibandingkan terapi tanpa montelukast.38 ATS dan CTS sementara ini belum
memberikan rekomendasi pemakaian leukotrien dalam pedoman penatalaksanaan
asma eksaserbasi. Pedoman BTS yang dipublikasikan tahun 2012 menekankan, tidak
cukup bukti dalam beberapa penelitian untuk merekomendasikan leukotrien dalam
penatalaksanaan asma eksaserbasi.
25
3. 4 Kriteria Pulang Dari Rumah Sakit
Rekomendasi yang dikeluarkan oleh GINA, ATS dan CTS, penderita dengan
PEF lebih dari 70 % bisa pulang dengan follow up dan penatalaksanaan yang baik
dirumah 7,14,16 Menurut BTS penderita yang boleh untuk rawat jalan setelah pengobatan
di unit gawat darurat yaitu penderita yang stabil, respon yang sangat baik dengan
pengobatan awal, dan dengan PEF lebih dari 75% , penderita dengan PEF kurang dari
75% beresiko besar untuk relap. Pasien dengan asma berat dan memiliki resiko
psikososial untuk severe or fatal attack walaupun PEF > 75% sebaiknya
dipertimbangkan untuk dirawat. 9 Penatalaksanaan penderita yang boleh pulang dari unit
7,9,14,16
gawat darurat antara lain dengan :
26
BAB IV
PERBANDINGAN UMUM DAN APLIKASI PEDOMAN
27
kriteria rawat inap intensif, dan monitoring pengobatan. Rekomendasi juga mencakup
penekanan untuk penggunaan pemeriksaan tambahan, perencanaan pasien pulang,
dan komunikasi dengan dokter untuk
follow up. 37
Pedoman GINA dipublikasikan untuk penatalaksanaan asma skala
internasional. Perbedaan kemampuan negara untuk melakukan pengobatan asma
secara finansial mendorong GINA untuk membuat pedoman pengobatan terbaru
yang komprehensif, pengobatan disesuaikan dengan kebutuhan dan sumber daya.
Menurut beberapa laporan, rekomendasi pedoman penatalaksanan GINA sesuai
untuk banyak dokter.7,37
Aplikasi pedoman penatalaksanaan diharapkan mengurangi angka morbiditas,
mortalitas penderita asma dan meningkatkan hasil klinis. Upaya dilakukan dengan
memberikan edukasi pada klinisi untuk meningkatkan kepedulian, pengetahuan, dan
7,37,38
dapat memahami rekomendasi pedoman. Menggunakan pedoman oleh seluruh
tenaga kesehatan dalam pelayanan untuk penderita asma merupakan suatu hal yang
tidak mudah, banyak kesulitan yang ditemui untuk penggunaan pedoman seperti :
infrastruktur kesehatan yang tidak memadai diberbagai negara, distribusi obat obatan
yang dibutuhkan tidak merata, faktor budaya disuatu daerah dimana penderita
menolak pengobatan yang sesuai rekomendasi, dan kurangnya kepatuhan dokter
yang menggunakan pedoman. 7,38
28
BAB V
KESIMPULAN
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Asthma and Allergy Foundation Of America. Asthma facts and Figure. Morbidity
and Mortality Report. NCHS, U.S. CDC. 2003
7. Global Initiative for Asthma (GINA) : Global strategy for management and
prevention. GINA publication 2012: p 2-128
30
11. Miller M, Lee J, Blanc P, Pasta D, Gujrathi S et al. tenor risk score predicts health
care in adult with severe or difficult asthma . European Respiratory Journal
2006:28; p 45-55.
15. Jalaludin B, Smith M, Chey T, Orr N, Smith W et al. Risk factors for asthma
deaths. AustNZ J Pub Health 1999;23(6):p595-600.
17. Global initiative for asthma: Global strategy for management and prevention.
GINA publication 2011.p5-64
18. British Thoracic Society : British guidelines on the management of asthma quick
reference guide. BTS SIGN publication 2011.p 18
21. Beveridge C, Grunfeld F, Hodder V, Verbeek PR. guidelines for the emergency
management of asthma in adults. CMAJ 1996;155:p25-37
23. Browne GJ, Penna AS, Phung X, Soo M. Randomised trial of intravenous
salbutamol in early management of acute severe asthma. Lancet 1997;349:5-301
31
24. Ratto D, Alfaro C, Sipsey J, Glevski M, Sharma O. Are intravenous corticosteroid
required in status asthmaticus ?. JAMA 1988: 260; p9-527
25. Rowe BH, Spooner C, Ducharme FM, Bretzlaff JA, Bota GW. Early emergency
department treatment of acute asthma with systemic corticosteroids (Cochrane
Review). London: John Wiley & Sons Ltd. Issue 3. 2001.
27. Lahn M, Bijur P, Gallagher EJ. Randomized clinical trial of intramuscular vs oral
methylprednisolone in the treatment of asthma exacerbations following discharge
from an emergency department. Chest 2004; 126: p 8-362
29. Rodrigo G, Rodrigo C. Inhaled flunisolide for acut asthma. Am J Respir crit care
med 1998: 157; p698-703
30. Edmonds ML, Camargo CA, Jr., Pollack CV, Jr., Rowe BH. Early use Inhaled
corticosteroids in the emergency department treatment of acute asthma. Cochrane
Database Syst Rev. 2000
33. Huang D, O'Brien RG, Harman E, Aull L, Reents S et al. Does aminophylline
benefit adults admitted to the hospital for an acute exacerbation of asthma?. Pub
Med 2010. p23-45
36. Blitz M, Blitz S, Beasely R, Diner BM, Hughes R, Knopp JA, et al. Inhaled
magnesium sulfate in the treatment of acute asthma. Cochrane base 2005:p1-10
32
37. Timothy R Myers. Guidelines for asthma management : A Review and
comparison of 5 current pedomans. Respiratory care Journal 2008: 3: p751-769
39. Meijer RJ, kerstjen H, postma D. Comparison of guideline and self management
in asthma. European Respiratory Journal 1997:p1163-1172
33
34