Anda di halaman 1dari 15

TUGAS INDIVIDU EMERGENCY NURSING

Diajukan guna memenuhi tugas Mata Kuliah Emergency Nursing

Dosen Pengampu : Ns. Harizza Pertiwi, S.Kep., MN

DISUSUN OLEH :

UDY KURNIAWAN

NIM: 012121009

KELAS B21

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BINAWAN

2022
Status Asthmaticus

A. Definisi

Asma merupakan suatu penyakit yang sangat kompleks karena meliputi gangguan
pada sistem neurologi, immunologi, biokimia, endokrin dan faktor psikologis yang dapat
mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas (Freeman, 2005). Sedangkan status asmatikus
merupakan suatu kondisi dimana terjadi serangan asma berat yang tidak berespon
terhadap pengobatan asma pada umumnya. Kondisi ini merupakan salah satu kondisi
kegawatan yang dapat mengancam nyawa pasien.

Manifestasi Klinis

Penilaian klinis awal anak dengan status asmatikus harus fokus pada sistem organ
utama dan akan memberikan petunjuk penting tentang potensi perkembangan gagal
napas. Sebuah penilaian cepat status neurologis anak dapat menunjukkan tanda-tanda
awal hipoksia, yang dapat mencakup kegelisahan, lekas marah, kebingungan, kecemasan,
dan ketidakmampuan untuk mengenali orang tua. Sebaliknya, anak yang terjaga,
waspada, dan kooperatif cenderung tidak memburuk secara akut. Selanjutnya, anak
dengan kegagalan pernapasan yang akan datang sering lebih memilih posisi duduk atau
tripod dalam upaya tidak sadar untuk memaksimalkan perjalanan diafragma. Sementara
takipnea adalah respons kompensasi yang biasa terhadap hipoksia, bradipnea dalam
konteks status asmatikus adalah temuan yang tidak menyenangkan. Grunting, cuping
hidung, retraksi, dan penggunaan otot bantu pernapasan sering muncul.

Adanya diskoordinasi, pernapasan jungkat -jungkit , yang jika parah akan


bermanifestasi sebagai gerakan paradoks dari sangkar toraks selama pernapasan (yaitu
dada bergerak ke dalam selama inspirasi), sering merupakan pertanda kegagalan
pernapasan yang akan datang. Anak yang lebih besar mungkin dapat mengomunikasikan
keluhan dispnea dan kelaparan udara , meskipun jika obstruksi jalan napas parah, anak
akan sering berbicara hanya dalam frasa pendek atau bahkan satu kata.
Takikardia adalah respons fisiologis yang biasa terjadi pada status asmatikus,
yang dapat terjadi akibat kombinasi faktor-faktor, termasuk kecemasan, asidosis, demam
(jika ada), dan hipoksia. Adanya pulsus paradoxus (perubahan tekanan darah sistolik
lebih dari 10 mmHg antara inspirasi dan ekspirasi) sering muncul pada obstruksi jalan
napas berat dan merupakan ukuran prognostik yang berguna untuk gangguan pernapasan

B. Prevalensi

Data terakhir yang disampaikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)


menunjukkan bahwa jumlah penderita asma di dunia mencapai 300 juta jiwa. Di
Indonesia sendiri jumlah penderita asma mencapai 12,5 juta jiwa dan hampir 95%
diantaranya adalah penderita asma tak terkontrol (Dewan Asma Indonesia, 2009).

C. Patofisiology

Spasme otot polos bronkus, inflamasi saluran napas, dan peningkatan produksi
mukus merupakan komponen kunci dari asma akut.1-3 Patofisiologi ini menyebabkan
peningkatan resistensi paru, kolaps saluran napas kecil, dan hiperinflasi dinamis. Tidak
seperti selama pernapasan normal, dalam status asmatikus, aktivitas otot inspirasi anak
dapat bertahan melalui ekspirasi, secara signifikan meningkatkan beban kerja otot
pernapasan dan kelelahan.1-3 Selain itu, karena daerah heterogen dari penutupan dini dan
obstruksi, dapat terjadi ketidakcocokan ventilasi-perfusi yang signifikan dan hipoksemia.
Penilaian yang cepat dan evaluasi status klinis yang cepat diperlukan untuk menentukan
perawatan yang tepat dan tingkat pemantauan pada anak-anak dengan status asmatikus.8
Penilaian tanda dan gejala yang diamati dapat membantu dalam menentukan derajat
distres (Tabel 1). Bila memungkinkan, evaluasi ini harus dilakukan tanpa meningkatkan
kecemasan pasien, karena menangis meningkatkan aliran udara turbulen dan kerja
pernapasan, dan dapat membuat penilaian klinis lebih menantang. Untuk menentukan
jenis dan tingkat perawatan yang tepat, pengujian dan penilaian lain mungkin juga
berguna dalam situasi tertentu. Interaksi kardiopulmoner juga dapat menjadi faktor
penting selama status asma tikus. Hiperinflasi dinamis dan vasokonstriksi paru hipoksia
berkontribusi pada penurunan preload ventrikel kanan dan peningkatan afterload
biventrikular. Perubahan ini dapat diamati secara klinis pada pulsus paradoksus, yang
merupakan penurunan tekanan arteri normal yang berlebihan yang terjadi selama
inspirasi.

Selain itu, takikardia yang disebabkan oleh bronkodilator lebih lanjut mengurangi
waktu pengisian ventrikel dan dapat memiliki efek bersih mengurangi curah jantung
secara keseluruhan. Hal ini dapat bermanifestasi secara klinis sebagai kebutuhan untuk
volume intravaskular tambahan dan tekanan darah diastolik yang rendah, tetapi biasanya
tidak memerlukan dukungan inotropik tanpa adanya gangguan perfusi organ akhir dan
pada anak-anak dengan output urin dan status mental yang sesuai.

Komponen yang mendasari eksaserbasi akut diperlakukan dengan cara yang


berbeda dan pada waktu atau fase yang berbeda dari penyakit anak . Pada fase awal
eksaserbasi akut, pengobatan bronkospasme adalah yang terpenting. Terapi bronkodilator
memiliki potensi untuk memperbaiki status klinis paling cepat. Terapi kortikosteroid juga
harus dimulai segera, karena meskipun aksi puncaknya lebih lambat daripada
bronkodilator, pemberian kortikosteroid dini telah dikaitkan dengan hasil yang lebih
baik.7 Setelah fase bronkospastik akut ini mulai teratasi, teknik pembersihan jalan napas
sederhana dapat membantu dalam menambah mukus.

D. Pengkajian

Dalam proses pemberian asuhan keperawatan hal yang paling penting dilakukan

pertama oleh seorang perawat adalah melakukan pengkajian. Pengkajian dibedakan

menjadi dua jenis yaitu pengkajian skrining dan pengkajian mendalam. Kedua

pengkajian ini membutuhkan pengumpulan data dengan tujuan yang berbeda (NANDA,

2015). Pengkajian pada pasien asma menggunakan pengkajian mendalam mengenai

kesiapan peningkatan manajemen kesehatan, dengan kategori perilaku dan subkategori

penyuluhan dan pembelajaran. Pengkajian disesuaikan dengan tanda mayor kesiapan

peningkatan manajemen kesehatan yaitu dari data subjektifnya pasien mengekspresikan

keinginannya untuk mengelola masalah kesehatan dan pencegahannya dan data

objektifnya pilihan hidup sehari-hari tepat untuk memenuhi tujuan program kesehatan.
Menurut (Muttaqin, 2008) pengkajian keperawatan asma dimulai dari anamnesis,

riwayat penyakit, pengkajian psiko-sosial-kultural, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

diagnostik, dan pemeriksaan radiologi.

a. Anamnesis

Data yang dikumpulkan saat pengkajian meliputi nama, umur, dan jenis

kelamin. Hal ini perlu dilakukan pada pasien asma karena sangat berkaitan. Status

atopik sangat mungkin terjadi pada serangan asma di usia dini karena dapat

memberikan implikasi, sedangkan faktor non-atopik menyerang pada usia dewasa.

Lingkungan klien akan tergambarkan berdasarkan kondisi tempat tinggal

menggambarkan kondisi lingkungan klien berada. Melalui tempat tinggal tersebut,

maka dapat diketahui faktor-faktor yang memungkinkan menjadi pencetus serangan

asma. Selain itu status perkawinan dan gangguan emosional yang dapat muncul di

keluarga atau lingkungan juga merupakan faktor pencetus serangan asma. Pekerjaan

serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan

alergen. Hal lain yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah

sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis. Keluhan

utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan adanya keluhan

sulit untuk bernapas.

b. Riwayat penyakit saat ini

Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan

keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-

gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu napas, kelelahan, gangguan

kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah. Serangan asma mendadak secara

klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-
batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan

mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkhus. Stadium

kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernh dan berbusa. Klien merasa

sesak napas, berusaha untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi

mengi (wheezing). Pada stadium ini posisi yang nyaman dan disukai klien adalah

duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, tampak

gelisah serta warna kulit mulai membiru. Stadium ketiga ditandai dengan suara napas

hampir tidak terdengar ini dikarenakan aliran udara kecil, batuk (-), pernapasan tidak

teratur dan dangkal, asfiksia yang mengakibatkan irama pernapasan meningkat.

Obat-obatan yang biasa dimiut harus dikaji oleh perawat serta memeriksa kembali

apakah obat masih relevan untuk digunakan kembali.

c. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya infeksi

saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat

serangan asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen dicurigai sebagai pencetus

serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.

d. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit asma memiliki hipersensitivitas yang lebih ditentukan oleh faktor

genetik dan lingkungan, sehingga perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma dan

alergi pada anggota keluarga.

e. Pengkajian psiko-sosio-kultural

Salah satu pencetus asma yaitu gangguan emosional yang didapat dari

lingkungan pasien mulai dari tempat kerja, tetangga, dan keluarga.. Koping tidak

efektif dan ansietas yang berlebih juga akan mudah ditemui dan agak berdampak
pada perubahan mekanisme peran dalam keluarga, status ekonomi, dan asuransi

kesehatan penderita. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidakhormatan

hubungan dengan orang lain, sampai mengalami ketakutan tidak dapat menjalankan

peranan seperti semula juga akan mempengaruhi emosional serta psikis penderita.

f. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Gaya hidup sangat berperan mengakibatkan serangan asma, sehingga klien

dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai keadaan untuk menghindari

terserang asma. Selain itu gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku

hidup normal.

g. Pola hubungan dan peran

Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik

di lingkungn rumah tangga, masyarakat, maupun lingkungan kerja serta perubahan

peran yang terjadi setelah klien mengalami serangan asma.

h. Pola persepsi dan konsep diri

Terhambatnya respons kooperatif pasien juga dapat dipengaruhi oleh

persepsinya. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam

kehidupan klien. Kemungkinan terserang asma pun akan semakin meningkat seiring

dengan bertambahnya stress dalam kehidupan.

i. Pola penanggulangan stres

Salah satu faktor intrinsik serangan asma ialah stres dan keteganggangan

emosional, sehingga pengkajian terhadap stres sangat diperlukan meliputi penyebab,

frekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan klien serta cara klien

mengatasinya.
j. Pola sensori dan kognitif

Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri klien

dan akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang dialami klien sehingga

kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun akn semakin tinggi

k. Pola tata nilai dan kepercayaan

Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipecaya dapat

meningkatkan kekuatan jiwa klien. Mendekatkan diri dan keyakinan kepada-Nya

merupakan metode stres yang konstruktif.

l. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum: hal yan perlu dikaji perawat mengenai tentang kesadaran klien,

kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan

yang meningkat, penggunaan otot otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir

lengket, dan posisi istirahat klien.

1. B1 (Breathing)

Inpeksi: pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi

pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas. Inpeksi dada terutama melihat

postur bentuk dan kesimetrisan, peningkatan diameter anteroposterior, retraksi

otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi.

Palpasi: biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal Perkusi: pada

perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi

datar dan rendah.

Auskultasi: terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan

ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari tiga kali inspirasi, dengan bunyi napas
tambahan utama wheeezing pada akhir ekspirasi.

Dampak asma pada status kardiovaskuler perlu dimonitor oleh perawat

meliputi: keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.

3. B3 (Brain)

Tingkat kesadaran saat infeksi perlu dikaji. Disamping itu diperlukan

pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah

composmentis, somnolen, atau koma.

4. B4 (Bladder)

Berkaitan dengan intake cairan maka perhitungan dan pengukuran volume

output urine perlu dilakukan, sehingga perawat memonitor apakah terdapat

oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.

5. B5 (Bowel)

Nyeri, turgor, dan tanda-tanda infeksi sebaiknya juga dikaji, hal-hal tersebut

dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi

jumlah, frekuensi, dan kesulitan kesulitan dalam memnuhi kebutuhannya. Pada

klien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan

kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipneu saat makan, laju metabolisme,

serta kecemasan yang dialami klien.

6. B6 (Bone)

Mengkaji edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada

ekstremitas. Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, kering,

kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, mengelupas atau bersisik,

perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda urtikraria atau dermatitis.
Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembaban, dan kusam. Tidur, dan istirahat

klien yang meliputi: berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar

akibat kelelahan yang dialami klien juga dikaji, adanya wheezing, sesak, dan

ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien. Aktivitas sehari-hari

klien juga diperhatikan seperti olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya. Aktivitas

fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang disebut dengan exercise

induced asma

E. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien

terhadap masalah kesehatan yang dialami baik secara aktual maupun potensial. Diagnosa

keperawatan bertujuan untuk dapat menguraikan berbagai respon klien baik individu,

keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).

Diagnosa keperawatan merupakan fase kedua pada proses keperawatan. Pada

fase diagnose, dilakukan penginterpretasi data pengkajian dan mengidentifikasi masalah

kesehatan, risiko, dan kekuatan pasien serta merumuskan pernyataan diagnosa (Kozier,

B., Erb, G., Berman, A. & Snyder, 2010). Adapun diagnosa yang diangkat dalam

penelitian ini adalah kesiapan peningkatan manajemen kesehatan termasuk kedalam

kategori perilaku dengan sub kategori penyuluhan dan pembelajaran (PPNI, 2016).

F. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan perawat

berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan outcome


pasien/klien (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016). Intervensi keperawatan

adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada

pengetahuan dan penelitian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan

(PPNI, 2018). Adapun intervensi yang digunakan adalah:

Intervensi Keperawatan Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan (SIKI)


(SLKI)

Kesiapan Peningkatan hasil: banding


Manajemen Kesehatan 1. Pengetahuan: b. Bandingkan status saat ini
Manajemenen Asma: a. dengan status sebelumnya
Setelah dilakukan asuhan
Mengetahui tanda dan gejala untuk Mendeteksi perubahan
keperawatan selama .... x ...
asma dalam status pernapasan
jam, diharapkan klien mampu
1. Manajemen Asma: c. Monitor puncak dari jumlah
melakukan kesiapan
a. Tentukan dasar status aliran pernapasan (PERF),
peningkatan manajemen
pernapasan sebagai titik dengan tepat
kesehatan, dengan kriteria

a. Mengetahui penyebab dan faktor-faktor c. Mengetahui pentingnya


yang berkontribusi akses terus-menerus terhadap inhaler
b. Mengetahui Strategi untuk mengelola d. Mengetahui pentingnya
asma
kepatuhan terhadap rejimen pengobatan f. Mengetahui kondisi yang memicu
e. Mengetahui tindakan tindakan yang asma
dilakukan saat keadaan darurat g. Strategi untuk mengelola
faktor risiko lingkungan yang bisa yang digunakan untuk asma
dikendalikan 2. Manajemen Diri: Asma a. Mengenali
h. Mengetahui teknik pernapasan yang pemicu asma b. Menginisiasi tindakan
efektif i. Mengetahui aktivitas yang untuk mengelola pemicu abadi
direkomendasikan j. Mengetahui obat-
obatan d. Monitor reaksi asma
e. Tentukan pemahaman klien/keluarga diketahui dan reaksi yang biasa terjadi
mengenai penyakit dan manajemen i. Ajarkan klien untuk menghindari dan
intruksikan pada klien/keluarga mengenai mengidentifikasi pemicu sebisa mungkin
pengobatan anti inflamasi dan bronkodilator j. Dapatkan rencana tertulis dengan klien untuk
dan penggunanya dengan tepat mengatasi Kekambuhan
f. Ajarkan teknik yang tepat
untuk k. Bantu untuk mengenal tanda gejala sebelum
menggunakan pengobatan dan alat (inhaler, terjadi reaksi asma dan implementasi dari
nebulizer, peak slow meter) respon tindakan yang tepat
g. Tentukan kepatuhan dengan penanganan l. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan
yang diberikan h. Identifikasi pemicu yang usaha

c. Mengikuti perencanaan kegawatan untuk a. Minum obat sesuai dosis b. Mengikuti


serangan akut tindakan
d. Menyesuaikan
m. Amati pergerakan dada, termasuk juga
kehidupan rutin untuk mengoptimalkan
simetris atau tidak, penggunaan otot bantu
kesehatan
napas, dan retraksi otot supravaskular dan
e. Melakukan modifikasi lingkungan yang
interkostal. Auskultasi suara napas, catat area
tepat f. Menggunakan buku
adanya penurunan atau hilangnya suara
harian untuk memantau gejala dari
ventilasi dan suara adventitious.
waktu ke waktu
n. Ajarkan teknik bernapas/relaksasi
g. Mendapatkan
o. Anjurkan minum hangat dengan tepat
pengobatan dini untuk infeksi
2. Manajemen jalan napas a. Posisikan pasien
h. Berpartisipasi dalam aktivitas sesuai usia
untuk memaksimalkan ventilasi
i. Melaporkan
b. Lakukan fisioterapi dada c. Intruksikan cara
pengontrolan gejala dengan penggunaan
batuk efektif dengan tepat
obat yang minimal
d. Kelola pemberian bronkodilator dengan tepat
j. Menggunakan inhaler, spacer, dan
e. Ajarkan pasien cara menggunakan inhaler
nebulizer dengan tepat
sesuai resep dan semestinya
3. Perilaku patuh: Aktivitas dan
f. Kelola pengobatan aerosol sebagaimana
Pengobatan yang Disarankan
mestinya
3. Manajemen Obat mengobati diri sendiri dengan cara yang tepat
a. Tentukan kemampuan pasien untuk b. Monitor pasien mengenai efek
kehati-hatian terkait obat-obatan pengobatan dengan cara yang tepat
c. Menyimpan obat dengan tepat f. Pantau kepatuhan mengenai regimen
d. Mengatur isi ulang untuk memastikan pengobatan
pasokan yang cukup g. Pertimbangkan faktor-faktor yang dapat
e. Memantau tanggal kadaluarsa obat menghalangi pasien untuk mengkonsumsi
f. Membahas aktivitas rekomendasi dengan obat yang diresepkan
profesional kesehatan h. Buat protokol untuk penyimpanan,
g. Memantau tingkat pernapasan penyimpanan ulang, dan pemantauan obat

h. Melaporkan gejala yang dialami yang tersisa untuk tujuan pengobatan sendiri

selama aktivitas kepada profesional 4. Modifikasi perilaku


kesehatan. a. Tentukan motivasi pasien terhadap perlunya
perubahan waktu
Teraupetik obat b. Beri umpan balik terkait dengan perasaan
c. Monitor efek samping obat d. Kaji ulang saat pasien tampak bebas dari gejala gejala
pasien dan atau keluarga secara berkala dan terlihat rileks
mengenai jenis dan jumlah obat yang c. Tawarkan penguatan positif dalam
dikonsumsi pembuatan keputusan mandiri pasien
e. Monitor respon terhadap perubahan

d. Kembangkan program
perubahan perilaku
5. Pendidikan Kesehatan
a. Identifikasi faktor internal dan
eksternal yang mampu
menghambat motivasi pasien
untuk berperilaku
Sehat
b. Pertimbangkan riwayat
individu dalam konteks
personal dan riwayat sosial
budaya dari individu, keluarga,
dan masyarakat
c. Tekankan manfaat kesehatan
positif yang dapat diterima
oleh perilaku gaya hidup
positif dibandikan
ketidakpatuhan
d. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk menolak
perilaku yang tidak sehat atau
berisiko daripada memberikan
saran untuk menghindari atau
mengubah perilaku
e. Libatkan individu, kelarga, dan
kelompok dalam perencanaan
dan rencana implementasi
gaya hidup atau modifikasi
perilaku sehat
Sumber: PPNI, T.P.S.D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI. PPNI, T.P.S.D. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

G. Implementasi keperawatan

Pada proses keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat

mengimplementasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan terminologi NIC,

implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan

tindakan keperawatan yang khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi (atau

program keperawatan). Perawat melaksanakan atau mendelegasikan tindakan


keperawatan untuk intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian

mengakhiri tahap implementasi dengan mencatat tindakan keperawatan dan respons

klien terhadap tindakan tersebut (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2011).

H. Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan. Dalam konteks

ini, evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika klien

dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan/hasil,

dan keefektifan rencana asuhan keperawatan. (Kozier et al., 2011). Tujuan evaluasi

adalah untuk menilai pencapaian tujuan pada rencana keperawatan yang telah

ditetapkan, mengidentifikasi variabel-variabel yang akan mempengaruhi pencapaian

tujuan, dan mengambil keoutusan apakah rencana keperawatan diteruskan, modifikasi

atau dihentikan (Manurung, 2011).

E.
F.

Anda mungkin juga menyukai