DISUSUN OLEH:
CI LAHAN CI INSTITUSI
2023
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas pada rangsangan tertentu yang menyebabkan peradangan : penyempitan ini
bersifat sementara (Wikipedia, 2011) Asma bronkial adalah suatu kelainan berupa inflamasi
(peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan
rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik
dengan atau tanpa pengobatan. Asma bronkial bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat
tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan
sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian (Kementerian Kesehatan RI, 2017a).
B. Etiologi
Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang
menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena hiperreaktivitas bronkus. Bronkus
penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non- imunologi.
Oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik fisik,
metabolik, kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan
sedapat mungkin menghindari rangsangan atau pencentus yang dapat menimbulkan asma.
Tipe Asma
C. Manifestasi Klinis
Gejala asma terdiri atas triad, yaitu dispnea, batuk, dan mengi. Gejala yang
disebutkan terakhir sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sine qua non), data
lainnya seperti terlihat pada pemeriksaan fisik.
D. Komplikasi
Asma akibat alergi bergantung kepada respons igE yang dikendalikan oleh
limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang
berkaitan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat
airbone dan agar dapat menginduksi keadaan sensivitas, alergen, tersebut harus tersedia
dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali sensitivitasi telah
terjadi, klien akan memperlihatkan respons yang sangat baik, sehingga sejumlah kecil
alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling saling berhubungan dengan induksi episode akut asma adalah
aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta- adrenegik, dan bahan sulfat.
Sindrom pernafasan sesitif-aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun
keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari
rhinitis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip
nasal. Baru kemudian muncul asma progregsif.
Klien yang sensitive terhadap aspirin dapat didesentasi dengan pemberian obat
setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk
terhadap agen anti- inflamasi non-steroid lain. Mekanisme yang menyebabkan
bronkospasme karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin
berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusu oleh aspirin.
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas darah
arteri dan pemeriksaan diagnostik foto thorak, EKG.
a) Pemeriksaan Radiologi
Pada waktu serangan menunjukan hiperinflasi paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Pada penderita dengan komplikasi terdapat gambaran sebagai berikut:
(1) Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak bercak di hilus akan bertambah
(2) Bila ada emfisema (COPD), gambaran raduolusen semakin bertambah
(3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltase paru
(4) Dapat ,menimbulkan gambaran atelektasis paru
(5) Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.
b) Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari factor allergen yang dapat bereaksi positif pada asma
c) Elektrokardiografi
(1) Terjadi right axis deviation
(2) Adanya hipertropo otot jantung Right bundle branch bock
(3) Adanya tanda hipoksemia yaitu sinus takikardi,SVES, VES atau terjadi
depresi segmen ST negatif
d) Scanning paru
Melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma
tidak menyeluruh pada paru-paru.
e) Spirometri
Menunjukan adanya obstruksi jalan nafas revesible, cara tepat diagnosis
asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan
sprirometri dilakukan sebelum atau sesudah pemberian aerosol bronchodilator
(inhaler dan nebulizer), peningkatan FEV1 atau FCV sebanyak lebih dari 20%
menunjukan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronchodilator lebih
20%. Pemeriksaan ini berfungsi untuk memegakan diagnosis keperawatan ,
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan banyak penderita tanpa keluhan pada
pemeriksaan ini menunjukan adanya obstruksi.
F. Penatalaksanaan
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian Keperawatan Pada Keperawatan Medikal Bedah adalah suatu tindakan
peninjauan situasi untuk memperoleh data dengan maksud menegaskan situasi penyakit,
diagnosis masalah, penetapan kekuatan dan kebutuhan promosi kesehatan terutama pada
masalah Kesehatan pasien.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berguna menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis
asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, serta berguna untuk mengetahui
penyakit yang mungkin menyertai asma.
a. Keadaan Umum
Kaji kesadaran pasien untuk menentukan tingkat kesadaran pasien apakah
compos mentis, somnolen, atau koma, kaji kecemasan, kegelisahan, kelemahan
suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat pada pasien
asma, penggunaan otot- otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir
lengket, dan posisi istirahat pasien. Asma timbul bila berinteraksi dengan
pencetus terjadinya asma. Sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan depresi (Lorensia, Wahjuningsih, & Sungkono,
2015).
b. Objektif (Somantri, 2012 dikutip dalam Marisa, L.M, 2018)
1) Batuk produktif/ nonproduktif
2) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing) pada kedua fase
respirasi semakin menonjol.
3) Dapat disertai batuk dengan spuntum kental yang sulit dikeluarkan.
4) Bernapas menggunakan otot-otot napas tambahan.
5) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
6) Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
7) Penurunan berat badan secara bermakna.
BI (Breathing)
1) Inspeksi
Inpeksi hidung biasanya ditemukan pernapasan cuping hidung, adanya
penumpukan sekret karena kesulitan untuk mengeluarkan sekret atau kesulitan
untuk batuk. Inspeksi dada untuk melihat postur bentuk dan kesimentrisan,
terlihat adanya peningkatan usaha napas, adanya retraksi dada, dan frekuensi
pernapasan biasanya meningkat lebih dari 24x/ menit, sifat dan irama
pernapasan biasanya irregular, serta penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
2) Palpasi
Kesimentrisan, nyeri tekan pada dada, ekspansi, dan taktil fremitus biasanya
normal, pada asma biasanya paru-paru normal karena masalahnya pada
penyempitan jalan napas.
3) Perkusi
Saat diperkusi biasanya didapatkan suara normal sampai hipersonor, diafragma
datar dan menurun karena kontraksi otot polos sehingga mengakibatkan
penyempitan jalan napas dan udara sulit keluar dari paru-paru.
4) Auskultasi
Biasanya terdapat suara vasikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi
lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi (inspirasi memanjang dan
ekspirasi pendek/ cepat), dengan bunyi napas tambahan utama wheezing pada
akhir ekspirasi.
B2 (Blood)
Perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT
B3 (Brain)
Pada saat inpeksi perlu dikaji kesadaran. Disamping itu, diperlukan pemeriksaan GCS
untuk menentukan tingkat kesadaran pasien apakah compos mentis, somnolen, atau
koma
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya oliguria, karena hal
tersebut merupakan tanda awal syok
B7 (Bowel)
Perlu dikaji dengan bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi, mengingat hal-hal
tersebut juga dapat merangsang serangan asma. Pengkajian tentang status nutrisi
pasien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi
kebutuhannya. Pada pasien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi kekurangan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dispnea saat makan, laju
metabolisme, serta kecemasan yang dialami pasien
B8 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas
karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji adanya
permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembapan dan kusam.
Perlu dikaji juga tentang bagaimana tidur dan istirahat pasien yang meliputi berapa
lama tidur dan istirahat pasien, serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami
pasien. Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan
istirahat pasien. Perlu dikaji pula tentang aktivitas keseharian pasien seperti olahraga,
bekerja, dan aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma
yang disebut juga exercise induced asma
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan merupakan kesimpulan yang ditarik dari data yang dikumpulkan
tentang klien seperti pada lansia, yang berfungsi sebagai alat untuk menggambarkan
masalah kesehatan pada lansia.
Ada beberapa diagnosis keperawatan , diantaranya :
1. Bersihan Jalan nafas Tidak Efektif
2. Pola Napas tidak efektif
3. Nyeri
Edukasi
- Ajarkan teknik batuk - agar pola
efektif nafasnya efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi -.pemberian obat
pemberian sesuai indikasi.
bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik,
jika perlu
Intervensi Rasional
- Latihan Batuk efektif
Observasi
- identifikasi kemampuan - memantau terus
batuk keadaan dan
- Monitor tanda dan aktivitas pasien.
gejala infeksi saluran
napas
Teraupetik
- atur Posisi semi fowler - memposisikan
atau fowler klien agar dapat
tempat yang
nyaman
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan - agar klien
prosedur batuk efektif mengetahui
maksud dan tujuan
cara melakukan
prosedur batuk
efektif secara
mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian -.pemberian obat
bronkodilator, sesuai indikasi.
ekspetoran, mukolitik,
jika perlu
Edukasi - untuk
- Anjurkan asupan menambahkan
cairan 2000 ml/hari, Asupan cairan
jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk - agar bisa
efektif melakukanya
sendiri untuk
mengatasi batuk
yang tidak efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi -.pemberian obat
pemberian sesuai indikasi.
bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik,
jika perlu
Intervensi Rasional
Pemantauan Respirasi
Observasi
- Monitor frekuensi, irama, - agar mengetahui
kedalaman dan upaya frekuensi, irama,
napas kedalaman dan
- Monitor pola napas upaya napas
- Monitor kemampuan - untuk mengetahui
batuk efektif batuk pasien
- Monitor adanya produksi - agar mengetahui
Sputum apakah ada
- Monitor adanya produksi Sputum
sumbatan jalan napas
- Palpasi kemetrisan - untuk mengetahui
ekspansi paru Apakah ada
- Auskultasi bunyi napas sumbatan jalan
- Monitor saturasi oksigen napas
- Monitor nilai AGD - untuk mengetahu
- Monitor hasil x-ray apakah ada bunyi
toraks napas tambahan
- agar mengetahui
kadar oksigen
dalam darah
- agar mengetahui
Teraupetik nilai AGD
- Atur interval pemantauan - agar mengetahui
respirasi sesuai kondisi hasil x-ray toraks
pasien - agar mengetahui
- Dokumentasikan hasil respirasi sesuai
pemantauan kondisi pasien
- menyimpan hasil
pemantauan
Edukasi
- agar pasien
- Jelaskan penyebab,
mengetahui
periode, dan pemicu
tentang penyebab
nyeri
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
- Anjurkan
mengunakan analgetik
secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
- pemberian obat
Kolaborasi sesuai indikasi
- kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
BAB III
WEB OF CAUTION ( WOC )
Ektrinsik Intrinsik
Allergen : Protein seperti faktor nonspesifik. flu
Makanan, debu, bulu halus, emosi, latihan fisik
Spore jamur, serat kain
gangguan ventilasi
hipoventilasi , hiperventilasi
LAMPIRAN
Daftar Pustaka
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8.
Vol. 3. Jakarta : EGC
Saktya Yudha Ardhia Utama, 1989- (penulis). Buku ajar keperawatan medikal bedah sistem
respirasi/ Saktya Yudha Ardhia Utama
Carolin, Elizabeth J.(2002). Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
sullies (2007) Farmakologi Penyakit Sistem Pernafasan.Yogjakarta: Pustaka Adipura
Muttaqin Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan, Jakarta : Salemba Medika
Riset Kesehatan Dasar (2013). Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Kementrian
Kesehatan RI
NANDA International. (2015). NANDA : Nursing Diagnoses: Definitions and Classification:
20015-2017.edisi 10,Jakarta, ECG
Soemantri, I. (2008). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Dengan Sistem
Pernapasan, Jakarta: Salemba Medika