Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA PADA ANAK

Disusun oleh :
Putri Shecilia Lasampa
NIM. 20010033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
HUSADA MANDIRI POSO
2022
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Asma adalah penyakit pernapasan kronis yang disebabkan oleh peradangan pada
bronkus (saluran udara). Peradangan ini mengakibatkan bronkus membengkak dan
menyempit, serta memproduksi lendir berlebihan sehingga membuat anda sulit
bernapas (Guyton, 2014). Penyebab asma umumnya disebabkan pemicu spesifik
seperti memiliki alergi terhadap hal tertentu seperti makanan, debu, atau lingkungan
berpolusi, punya sejarah di keluarga yang memiliki riwayat penyakit asma, infeksi
saluran pernapasan, paparan terhadap asap rokok sebelum atau sesudah lahir, masalah
kulit kronis, seperti eksim, aktivitas fisik contohnya olahraga (Gautier and Charpien,
2017). Gejala asma ditandai dengan sesak napas, suara mengi (napas berbunyi “ngik-
ngik”), dada terasa sesak dan berat, serta batuk-batuk (Quirt 2018).
Asma juga merupakan suatu penyakit yang tidak menular namun bisa menjadi
salah satu penyebab utama kematian secara global. Asma merupakan suatu penyakit
yang dapat mengganggu saluran pernapasan, penyakit asma bukan hanya menyerang
orang dewasa namun asma juga dapat menyerang pada anak-anak yang dimana
sistem imun pada tubuh mereka belum kuat untuk menahan penyakit ini (Octaviani &
Wardianti, 2018). Keluhan utama yang sering terjadi pada penderita asma yaitu sesak
napas, yang terjadi karena adanya penyempitan saluran pernapasan yang disebabkan
oleh hiperreaktivitas dari saluran pernapasan sehingga menyebabkan bronkospasme,
infiltrasi sel inflamasi yang menetap, edema mukosa, dan juga hipersekresi mucus
yang kental (Yulia, Dahrizal, & Lestari, 2019)
secara medis, penyakit asma merupakan penyakit yang sulit disembuhkan,
namun penyakit ini dapat dikontrol sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pengendalian penyakit asma dapat dilakukan dengan menghindari faktor pencetus,
yaitu segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya gejala penyakit asma. Jika yang
menderita penyakit asma seusia anak-anak dan terus menerus, maka mereka akan
mengalami suatu gangguan proses tumbuh kembang serta penurunan kualitas hidup
(Dharmayanti, Hapsari, & Azhar, 2015).
B. Etiologi
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua factor yang menjadi
pencetus asma :

1. Pemicu Asma (Trigger)


Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu
cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relative
mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi
lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada atau sudah terjadi peradangan.
Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokontriksi adalah perubahan
cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksinsaluran pernapasan,
gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
2. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan
sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan.
Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis
ekstrinsik. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya
berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab
asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk
ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui
hidung atau mulut). Dan alergen yang didapat melalui kontak kulit
(VitaHealth, 2006).

C. Manifestasi Klinik
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk
kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak
dan napas berat di dada.

Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :

1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma
atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma
akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes
provokasi bronchial di laboratorium
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran
pernapasan . biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan
fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita
merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh

D. Patofisiologi
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan
alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E
( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui
saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai
antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, alergen
tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B
dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma
dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan
basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadi pada seseorang, maka
orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah
rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen
tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan
basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan
didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel
ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi :
histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic
chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akan
menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik
saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan
bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya
edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas ,
peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga
reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak
merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli,
akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang
sangat lanjut, (Barbara C.L,20166, Karnen B. 2014, William R.S. 2015 )
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis
yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai
dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat
diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan
obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik
( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat
sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas
fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni
C, 2007 dan Tjen Daniel, 2011 ).
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium.
Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini
terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi
edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai
mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk
bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien
lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita
tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun
ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil,
tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan
tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,2011 ).

E. Komplikasi
 Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
 Chronik persistent bronchitis
 Bronchiolitis
 Pneumonia
 Emphysema

F. Pemeriksaan Penunjang
 Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
 Foto rontgen
 Pemeriksaan fungsi paru; menurunnya tidal volume, kapasitas vital,
eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum
 Pemeriksaan alergi
 Pulse oximetri
 Analisa gas darah.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi:1) Penatalaksanaan asma
akut/saat serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang.
1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus
diketahui oleh pasien.Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh
pasien di rumah (lihat bagan 1), dan apabila tidak ada perbaikan segera ke
fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat dan disesuaikan
dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat
serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal
paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalahbronkodilator (β2
agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) dan kortikosteroid sistemik.
Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang
sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak memungkinkan dapat
diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan
teofilin/aminofilin oral.Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan
berat sebelumnya) kortikosteroid oral (metilprednisolon) dapat diberikan
dalam waktu singkat 3- 5 hari.Pada serangan sedang diberikan β2 agonis
kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan
ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak
belum diberikan ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila
diperlukan dapat diberikan oksigen dan pemberian cairan IV.
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2
agonis kerja cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan
aminofilin IV (bolus atau drip). Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia
dapat digantikan dengan adrenalin subkutan.Pada serangan asma yang
mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU.Pemberian obat-obat
bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebulizer.
Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (Inhalasi Dosis Terukur) dengan alat
bantu (spacer).
2. Penatalaksanaan asma jangka panjang
Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan
klasifikasi beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1)
Edukasi; 2) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan Menjaga kebugaran.
Edukasi yang diberikan mencakup: kapan pasien berobat/ mencari
pertolongan, mengenali gejala serangan asma secara dini, mengetahuiobat-
obatpelega dan pengontrolserta cara dan waktupenggunaannya, mengenali
dan menghindari faktor pencetus, kontrol teratur. Alat edukasi untuk dewasa
yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien adalah pelangi asma (bagan 6),
sedangkan pada anak digunakan lembaran harian.Obat asma terdiri dari obat
pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan asma,
sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan
diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma
digunakan anti inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol
lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis
diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol.Obat asma
yang digunakan sebagai pengontrol antara lain:Inhalasi kortikosteroid, β2
agonis kerja panjang, antileukotrien, teofilin lepas lambat.
H. Pencegahan
a. Pengetahuan
Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang
keadaan penyakitnya dan mekanisme pengobatan yang akan
dijalaninya kedepan (GINA, 2005).
b. Monitor
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang
menangani penyakit asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal
apa saja yang mungkin terjadi terhadap penderita asma dengan kondisi
gejala yang dialaminya beserta memonitor perkembangan fungsi paru
(GINA, 2005).
c. Menghindari Faktor Resiko
Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam
mengurangi gejala asma adalah menhindari faktor pencetus yang dapat
meningkatkan gejala asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan,
obat-obatan, polusi, dan sebagainya (GINA, 2005).
d. Pengobatan Medis Jangka Panjang
Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan
berdasarkan tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada
penderita asma intermitten, tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada
penderita asma mild intermitten, menggunakan pilihan obat
glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh Teofilin, kromones,
atau leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten, menggunakan
pilihan obat β.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi
data yang sistematis dan berkesinambungan. Pengkajian keperawatan
dilakukan dengan cara pengumpulan data secara subyektif (data yang
didapatkan dari pasien/ keluarga) melalui metode anamnesa dan data obyektif
(data hasil pengukuran atau observasi) yang dilakukan oleh perawat.
e. Identitas
1. Identitas pasien
meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit,
nomor medrec, tanggal pengkajian, diagnosa medis. Pada umur dan jenis
kelamin diperlukan pada klien dengan asma. Asma sering timbul pada
usia kurang dari 40 tahun dan perempuan lebih rentan untuk menderita
penyakit asma dibanding laki-laki.
2. Identitas penanggung jawab
meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, hubungan dengan
klien dan alamat.
f. Riwayat sakit dan kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong
pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan asma di dapatkan keluhan sesak napas karena adanya
penumpukan sekret, batuk disertai dahak, bernapas terasa berat pada
dada/ dispnea (bisa sampai sehari- hari atau berbulan-bulan), dan adanya
suara nafas tambahan seperti mengi/ wheezing (pada beberapa kasus
lebih banyak proksimal).
2. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat kesehatan sekarang yang mendukung
keluhan utama dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai
sesak nafas yang dialami klien secara PQRST (Rohman dan Walid,
2012 dikutip dalam Dwi M. A. J, 2020) yaitu :
3. Riwayat penyakit dahulu
Pada bagian ini biasanya perawat menanyakan kebiasaan
dalam pola hidup dan interaksi lingkungan seperti merokok dan
terpapar polusi udara, penyakit yang pernah diderita pada masa-masa
dahulu seperti adanya infeksi saluran pernafasan atas, sakit
tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung, riwayat serangan
asma, frekuensi, waktu, dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai
pencetus serangan dan reaksi apa yang timbul, serta riwayat
pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma (Muttaqin,
2012 dikutip dalam Dwi M. A. J, 2020).
4. Riwayat penyakit keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat
penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pada anggota keluarganya,
karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh
faktor genetik dan lingkungan. Pada klien dengan asma juga dikaji
adanya riwayat penyakit yang sama pada anggota keluarga klien
(Muttaqin, 2012 dikutip dalam Dwi M. A. J, 2020).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berguna menemukan tanda-tanda fisik yang
mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain, serta berguna untuk mengetahui penyakit yang
mungkin menyertai asma.
a. Keadaan Umum
Kaji kesadaran pasien untuk menentukan tingkat kesadaran
pasien apakah compos mentis, somnolen, atau koma, kaji
kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi,
frekuensi pernapasan yang meningkat pada pasien asma,
penggunaan otot- otot bantu pernapasan, sianosis, batuk
dengan lendir lengket, dan posisi istirahat pasien. Asma
timbul bila berinteraksi dengan pencetus terjadinya asma.
Sehingga dikhawatirkan dapat menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan depresi (Lorensia, Wahjuningsih,
& Sungkono, 2015).
b. Objektif (Somantri, 2012 dikutip dalam Marisa, L.M, 2018)
1) Batuk produktif/ nonproduktif
2) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi (wheezing)
pada kedua fase respirasi semakin menonjol.
3) Dapat disertai batuk dengan spuntum kental yang sulit
dikeluarkan.
4) Bernapas menggunakan otot-otot napas tambahan.
5) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus paradoksus.
6) Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks
dan hilus)
7) Penurunan berat badan secara bermakna.

BI (Breathing)
1) Inspeksi
Inpeksi hidung biasanya ditemukan pernapasan cuping
hidung, adanya penumpukan sekret karena kesulitan untuk
mengeluarkan sekret atau kesulitan untuk batuk. Inspeksi
dada untuk melihat postur bentuk dan kesimentrisan, terlihat
adanya peningkatan usaha napas, adanya retraksi dada, dan
frekuensi pernapasan biasanya meningkat lebih dari 24x/
menit, sifat dan irama pernapasan biasanya irregular, serta
penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
2) Palpasi
Kesimentrisan, nyeri tekan pada dada, ekspansi, dan taktil
fremitus biasanya normal, pada asma biasanya paru-paru
normal karena masalahnya pada penyempitan jalan napas.
3) Perkusi
Saat diperkusi biasanya didapatkan suara normal sampai
hipersonor, diafragma datar dan menurun karena kontraksi
otot polos sehingga mengakibatkan penyempitan jalan napas
dan udara sulit keluar dari paru-paru.
4) Auskultasi
Biasanya terdapat suara vasikuler yang meningkat disertai
dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali
inspirasi (inspirasi memanjang dan ekspirasi pendek/ cepat),
dengan bunyi napas tambahan utama wheezing pada akhir
ekspirasi.
B2 (Blood)
Perlu memonitor dampak asma pada status kardiovaskular meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT
B3 (Brain)
Pada saat inpeksi perlu dikaji kesadaran. Disamping itu, diperlukan
pemeriksaan GCS untuk menentukan tingkat kesadaran pasien
apakah compos mentis, somnolen, atau koma
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan
dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada
tidaknya oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal syok
B7 (Bowel)
Perlu dikaji dengan bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi,
mengingat hal-hal tersebut juga dapat merangsang serangan asma.
Pengkajian tentang status nutrisi pasien meliputi jumlah, frekuensi,
dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada
pasien dengan sesak napas, sangat potensial terjadi kekurangan
pemenuhan kebutuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dispnea saat
makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami pasien
B8 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi
pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada
integumen perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, kering,
kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau
bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut,
kelembapan dan kusam. Perlu dikaji juga tentang bagaimana tidur
dan istirahat pasien yang meliputi berapa lama tidur dan istirahat
pasien, serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien.
Adanya wheezing, sesak, dan ortopnea dapat mempengaruhi pola
tidur dan istirahat pasien. Perlu dikaji pula tentang aktivitas
keseharian pasien seperti olahraga, bekerja, dan aktivitas lainnya.
Aktivitas fisik juga dapat menjadi faktor pencetus asma yang
disebut juga exercise induced asma.
B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai


respon klien terhadap asalah kesehatan atau proses kehidupan yang di
alaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017). Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan pada klien
dengan asma adalah :

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif


2. Pola nafas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas

Dari 3 diagnosa yang sering muncul pada pasien asma menurut Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia, penulis akan melakukan penelitian
mengenai bersihan jalan nafas tidak efektif. Bersihan jalan nafas tidak efektif
merupakan ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas
untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten. Adapun tanda dan gejala yang
ditimbulkan seperti bantuk tidak efektif, adanya sputum berlebih, suara nafas
mengi atau wheezing dan ronchi (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Penyebab dari bersihan jalan nafas tidak efektif ada 2 menurut Tim Pokja
SDKI DPP PPNI (2017), yaitu :
a. Fisiologis meliputi spasme jalan nafas, hipersekresi jalan nafas,
disfungsi neuromuskular, benda asing dalam jalan nafas, adanya jalan
nafas buatan, sekresi yang tertahan, hiperplasia dinding jalan nafas,
proses infeksi, respon alergi, efek agen farmakologis (mis. Anestesi)
b. Situasional meliputi merokok aktif, merokok pasif, terpajan polutan.
Tanda dan gejala dari bersihan jalan nafas tidak efektif menurut Tim
Pokja SDKI DPP PPNI (2017), yaitu :

Tanda dan gejala dari bersihan jalan nafas tidak efektif


Tanda mayor Tanda minor
Subjektif Subjektif
 tidak tersedia.  Dispnea.
 Sulit bicara.
 Ortopnea
Objektif Objektif
 batuk tidak efektif  Gelisah.
 tidak mampu batuk.  Sianosis.
 sputum berlebih.  Bunyi napas menurun.
 Mengi, wheezing dan / atau ronkhi kering.  Frekuensi napas berubah.
 Mekonium di jalan nafas pada Neonatus.  Pola napas berubah

C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI,
2018). Intervensi atau rencana keperawatan mencakup tindakan keperawatan
yang akan diberikan kepada pasien untuk mengatasi diagnosa keperawatan
dan mencapai hasil yang diharapkan. Rencana keperawatan yang diberikan
pada pasien asma bronkhial dengan bersihan jalan napas tidak efektif
mengacu pada Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), yaitu:

Perencanaan/ Intervensi Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Bersihan Jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Nafas
Napas Tidak keperawatan selama 3x24 jam Observasi
Efektif diharapkan bersihan jalan napas 1) Monitor pola napas (frekuensi,
membaik. Dengan kriteria hasil : kedalaman, usaha napas)
1) Batuk efektif meningkat 2) Monitor bunyi napas tambahan
2) Produksi sputum menurun (mis. Gurgling, mengi,
3) Mengi menurun weezing, ronkhi kering)
4) Wheezing menurun 3) Monitor sputum (jumlah,
5) Dispnea menurun warna, aroma)
6) Gelisah menurun Terapeutik
7) Frekuensi nafas membaik 1) Pertahankan kepatenan jalan
8) Pola nafas membaik napas dengan head-tilt dan
chin-
lift (jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
2) Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
5) Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep Mc.Gill
8) Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
2) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
bronkodilator (nebulizer),
ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Pola Napas
efektif keperawatan selama 3x24 jam Observasi
diharapkan pola napas tidak efektif 4) Monitor pola napas (frekuensi,
membaik. Dengan kriteria hasil : kedalaman, usaha napas)
1) Penggunaan otot bantu 5) Monitor bunyi napas tambahan
napas menurun (mis. Gurgling, mengi,
2) Pernapasan pursed-lip weezing, ronkhi kering)
menurun 6) Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
3) Pernapasan cuping hidung
Terapeutik
menurun 1) Pertahankan kepatenan
4) Frekuensi napas membaik jalan napas dengan head-
5) Kedalaman napas membaik tilt dan chin- lift (jaw-thrust
jika curiga
trauma cervical)
9) Posisikan semi-Fowler atau
Fowler
10)Berikan minum hangat
11)Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
12)Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
13)Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
14)Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep Mc.Gill
15)Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
3) Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi.
4) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
bronkodilator (nebulizer),
ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
Setelah dilakukan tindakan observasi
Gangguan keperawatan selama 3x24 jam
pertukaran gas diharapkan gangguan pertukaran gas 1) Monitor frekuensi, irama,
membaik. Dengan kriteria hasil: kedalaman, dan upaya
1) Keseimbangan asam basa napas
membaik 2) Monitor pola napas
2) Perfusi paru meningkat 3) Monitor kemampuan
3) Respon ventilasi mekanik
batuk efektif
membaik
4) Tingkat delirium menurun 4) Monitor adanya produksi
sputum
5) Monitor nilai AGD
6) Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik

1) Atur interval waktu


pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2) Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
Kolaborasi

1) Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
2) Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan
atau tidur
DAFTAR PUSTAKA

Sugandi, Tasya H. "Pengetahuan Mahasiswa Kedokteran UNS Tentang Pertolongan


Pertama Penyakit Asma pada Anak-Anak." INA-Rxiv. June 25 (2019).

Agustina, Fatikhatul Mufidah. ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN SALAH


SATU ANGGOTA KELUARGA PENDERITA ASMA PADA ANAK DI PUSKESMAS TUBAN
KECAMATAN TUBAN KABUPATEN TUBAN. Diss. Poltekkes Kemenkes Surabaya, 2020.

Yudha, M. Agung Pratama. "Hubungan faktor risiko dengan terjadinya serangan asma pada
anak." SKRIPSI-2014 (2020).

Mulyati, Ns Sri. "FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA 5-13 TAHUN DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA TEBO KABUPATEN TEBO TAHUN." (2019).

Anda mungkin juga menyukai