Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

Disusun oleh :

Putri Shecilia Lasampa

NIM. 20010033

Mengetahui,

CI Institusi CI Lahan

……………………....... …………………….......

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

HUSADA MANDIRI POSO

2022
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Pneumonia adalah salah satu bentuk infeksi saluran nafas bawah akut
(ISNBA) merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru dari
bronkhiolus terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli
serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran udara
(Dahlan, 2007).
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.
Kantung-kantung kemampuan menyerap oksigen menjadi berkurang.
Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bekerja. Inilah penyebab
penderita pneumonia dapat meninggal, selain dari penyebaran infeksi ke
seluruh tubuh (Misnadiarly, 2008).
Pneumonia adalah suatu infeksi atau peradangan pada organ paru-paru
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun parasit, dimana
pulmonary alveolus (alveoli), organ yang bertanggung jawab menyerap
oksigen dari atmosfer, mengalami peradangan dan terisi oleh cairan (shaleh,
2013).
Jadi pneumonia adalah penyakit infeksi saluran nafas bawah akut yang
mengenai jaringan paru (alveoli) dengan gejala batuk, sesak nafas, ronkhi dan
tampak infiltrate pada foto rongten (Dahlan, 2007).
B. Etiologi
(SARS)(Nursalam, 2016).
1. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme
gram-positif atau gramnegatif seperti : Steptococcus pneumoniae
(pneumokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus,
Klebsiela pneumoniae, Legionella dan lain-lain. Sebenarnya bakteri
penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus
pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan
tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera
memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi
pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan
denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2012).

2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.
Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus,
chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes
simpleks, Virus insial pernapasan, hanta virus dan lain-lain. Virus yang
sering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan
bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia.Tetapi pada
umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh
dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus
influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian
(Misnadiarly, 2012).

3. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan
penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai
virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia
yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma
menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja
dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang
tidak diobati (Misnadiarly, 2012).
4. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi
yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa
minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan
hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan
paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2011).

5. Fungi
Pneumonia fungi yang terjadi sering diakibatkan oleh adanya jamur
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma
kapsulatum dan lain-lain (Djojodibroto, 2011).

6. Bahan Lain Non Infeksi


Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga dapat diakibatkan oleh
adanya agen non infeksi seperti aspirasi lipid, zat-zat kimia, polutan,
allergen dan radiasi.Selain itu juga dapat diakibatkan oleh konsumsi obat
seperti nitofurantoin, busulfan dan metotreksat (Djojodibroto, 2011).

C. Manifestasi Klinis
Menurut (Nursalam, 2016) Tanda dan gejala berupa :
1. Batuk nonproduktif
2. Ingus (nasal discharge)
3. Suara napas lemah
4. Retraksi intercostal
5. Penggunaan otot bantu napas
6. Demam
7. Ronchii
8. Cyanosis
9. Thorak photo menunjukkan infiltrasi melebar
10. Batuk
11. Sakit kepala
12. Sesak nafas
13. Menggigil
14. Berkeringat
15. Lelah.
D. Patofisiologi
Sistem pertahanan tubuh terganggu menyebabkan virus masuk ke dalam
tubuh setelah menghirup kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi.
Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi
yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag
alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau
lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah.
Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau
aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi
saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan
dan respon imun. Ketika mikroorganisme penyebab pneumonia berkembang
biak, mikroorganisme tersebut mengeluarkan toksin yang mengakibatkan
peradangan pada parenkim paru yang dapat menyebabkan kerusakan pada
membran mukus alveolus. Hal tersebut dapat memicu perkembangan edema
paru dan eksudat yang mengisi alveoli sehingga mengurangi luas permukaan
alveoli untuk pertukaran karbondioksida dan oksigen sehingga sulit bernafas.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan
ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial.
Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran
pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan
infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.
Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas
vital. Peningkatan aliran darah yang melewati paru yang terinfeksi
menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion
missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia.  Pada
kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana
eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan
dikeluarkan melalui batuk (Bennete, 2013).

E. Komplikasi
Dalam Buku Saku Dasar Patologis Penyakit ( Corwin, 2009), komplikasi
pneumonia terdiri atas:
1. Pembentukan abses
2. Empisema (penyebaran infeksi ke dalam rongga pleura)
3. Pneumotoraks
4. Gagal napas
5. Pengorganisasian eksudat menjadi jaringan parut fibrotik
6. Efusi pleura
7. Hipoksemia
8. Pneumonia kronik
9. Bronkaltasis
10. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-
paru yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps)
11. Komplikasi sistemik (meningitis)
12. Endokarditis
13. Osteomielitis
14. Hipotensi
15. Delirium
16. Asidosis metabolic
17. Dehidrasi
18. Bakterimia :merupakan komplikasi dari pneumonia pneumokokus
yang paling serius. Kejadian ini meningkatkan kemungkinan kematian
secara bermakna. Supurasi yang terkait dengan nekrosis likuefaktif
alveolus menyebabkan daerah paru yang rusak digantikan oleh nanah.
19. Pneumonia bakteri nekrotikan: kelainan ini merupakan komplikasi
yang jarang terjadi, dicirikan oleh nekrosis paru sangat berat yang
berkaitan dengan penyakit progresif cepat dan angka kematian yang
tinggi.

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Elizabeth J. Corwin. (2012). Buku Saku Patofisiologi Corwin.
a. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan
pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan
diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik
dan intertisial serta gambaran kavitas.
b. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 - 40.000/ul,
Leukosit polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat
pula ditemukanleukopenia.
c. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah
untuk mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan
koagulasi antigen polisakarida pneumokokkus.

d. Analisa gas darah


Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus,
tekanan parsial karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium
lanjut menunjukkan asidosis respiratorik.

G. Penatalaksanaan
(Setyoningrum,2016)
1. Pemberian oksigen yang adekuat untuk mempertahankan PaO 2> 8 kPa
(SaO2< 90%) melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya
berat dan sarana tersedia, alat bantu nafas mungkin diperlukan
terutama bila terdapat tanda gagal nafas.
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Resusitasi cairan intravena
untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Cairan rumatan yang
diberikan mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan
sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. Pasien yang
mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi bila sesak sudah
berkurang asupan oral dapat segera diberikan. Pemberian asupan oral
dapat diberikan bertahap melalui NGT drip susu atau makanan cair.
Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan
rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH
(Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone)
3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal
salin untuk memperbaiki transpor mukosiliar.
4. Koreksi kelainan elektrolit / metabolik yang terjadi misalnya
hipoglikemia dan asidosis metabolik.
5. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang, demam, diare dan lainnya
serta komplikasi bila ada.
6. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas
positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi
mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas.
7. Fisioterapi dada dengan drainage postural, bronkoskopi & suction
dapat diberikan untuk membantu pasien mengeluarkan sekret di
saluran pernafasan. Dan hidrasi untuk mengencerkan sekresi sekret.
8. Terapi antibiotika
Sesuai dengan kebijakan Program Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (P2ISPA), antibiotika yang dipakai untuk
pengobatan pneumonia adalah kotrimoksasol (480 mg dan 120 mg)
dengan pemberian selama 5 hari. Antibiotika yang dapat dipakai
sebagai pengganti kotrimoksasol ialah ampisilin, amoksisilin, dan
prokain penisilin. Kotrimoksasol adalah antibiotika yang
diprioritaskan oleh WHO dengan pertimbangan sebagai berikut :
 Resistensinya belum pernah dilaporkan.
 Harganya murah dan mudah didapat.
 Sangat mudah cara pemberiannya yaitu cukup dua kali sehari selama 5
hari (bila dibandingkan dengan antibiotika lain pemberiannya harus
empat kali sehari).
Phatway Pneumonia
PNEUMONIA Intoleransi Aktivitas

Bakteri, jamur, dan virus


Suplai O2

Terhirup
Compliance paru

Masuk ke alveoli

Proses peradangan Pola Nafas Tidak


Efektif

Suhu tubuh Infeksi Cairan Eksudat masuk


Difusi
kedalam alveoli

Berkeringat, nafsu makan & Kerja sel goblet Sputum


Hipertermia Gangguan
minum Produksi sputum Tertelan ke Pertukaran Gas
lambung

Cairan menekan
Resiko Hipovolemia syaraf frenikus
Konsolidasi cairan sputum Konsolidasi cairan
di jalan nafas sputum di lambung

Nyeri Akut
Bersihan Jalan Nafas Tidak Asam lambung Mual & muntah
Efektif Defisit

Nutrisi

Bagan 2.1 Phatway Pneumonia

(Sumber: (Mansjoer & Suriadi dan rita Y, 2006)

dan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)).


BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identitas
b. Riwayat Kesehatan :
1) Keluhan utama : batuk, pilek, demam, sesak napas, gelisah
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien
saat masuk rumah sakit)
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien) : sesak napas, batuk
lama, TBC, alergi
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain
baik bersifat genetik atau tidak) : sesak napas, batuk lama, TBC, alergi
5) Riwayat imunisasi : BCG
6) Riwayat tumbuh kembang
c. Pemeriksaan persistem :
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status gizi (BB, TB)
2) Sistem persepsi sensori :
3) Sistem persyarafan : kesadaran, iritabel, kaku kuduk, kejang.
4) Sistem pernafasan : kusmaul, sianosis, pernapasan, cuping hidung,
takipneu, ronkhi, produksi secret meningkat
d. Sistem kardiovaskuler : takikardi, nyeri dada, nadi lemah dan cepat, kapilary
refill lambat, akral hangat/dingin, sianosis perifer
e. Sistem gastrointestinal : kadang diare
f. Sistem integumen : sianosis, bibir kering
g. Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria
h. Sistem muskuloskeletal : tonus otot menurun, lemah secara umum
i. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : kebiasaan bab di
wc/sungai/kebun, personal hygiene ?, sanitasi ? Keluarga perokok ?
2) Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah, maknan
teakhir yang dimakan, alergi, baru saja ganti susu, salah makan, makan
berlebihan efek samping obat.
3) Pola eleminasi : bak terakhir, oliguria/anuri
4) Pola aktifitas dan latihan
5) Pola tidur dan istirahat : susah tidur
6) Pola kognitif dan perceptual
7) Pola toleransi dan koping stress
8) Pola nilai dan keyakinan
9) Pola hubungan dan peran
10) Pola seksual dan reproduksi
11) Pola persepsi diri dan konsep diri

Analisa Data dan Masalah

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1 DO: dispnea, nafas Bakteri, virus, jamur Ketidakefektifan
cepat dan dangkal, (inhalasi)  alveolus  Bersihan Jalan
pernafasan cuping peradangan  ekstrapasasi Nafas b.d sekresi
hidung, bronkofoni, cairan sirosa ke dalam yang tertahan
ronki basah halus. RR: alveoli  terbentuk eksudat
35x/menit. Gambaran  produksi sputum
multiple infiltrate paru meningkat  batuk tidak
sevelah kanan. efektif  ketidakefektifan
DS: pilek dan batuk jalan nafas
produktif dengan
secret tidak bisa
dikeluarkan.
2 DO: tampak lemah, Bakteri, virus, jamur Gangguan
gelisah dan sianosis (inhalasi)  alveolus  Pertukaran Gas
sekitar mulut dan perdangan  terbentuk b.d perubahan
hidung, dipsnea, ronki eksudat dalam alveoli  O2 membran kapiler
basah halus, ke vena alveolar kapiler alveolar
pernafasan cuping terhambat  gangguan
hidung. pertukaran gas
DS: gelisah/rewel.
3 DO: perut tampak Bakteri, virus, jamur Ketidakseimban
distended, hipertermi, (inhalasi)  alveolus  gan Nutrisi :
S: 39,5o C. peradangan  eksutad Kurang dari
DS: rewel, tidak mau berlebih  bau dan kental Kebutuhan
makan, muntah 3 kali,  ketidakseimbangan Tubuh b.d Diare
diare 4 kali. nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

B. Diagnosis
Diagnosa Medis : Pneumonia
Diagnosa Keperawatan :
 Ketidakefektifan Jalan Nafas b.d sekresi yang tertahan.
 Gangguan Pertukaran Gas b.d perubahan membran kapiler alveolar
 Hipertermi b.d agen infeksius
 Pola napas tidakefektif b.d
C. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Ketidakefektifan Jalan Nafas b.d sekresi yang tertahan
Tujuan : jalan nafas kembali efektif setelah 1x24 jam perawatan
Kriteria Hasil : Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas
bersih, tidak ada dipsnea dan sianosis RR kembali
normal
Intervensi dan Rasional :
1. Kaji ulang kemampuan klien untuk memobilisasi sekresi, jika tidak
mampu: ajarkan metode batuk efektif, gunakan suction (jika perlu
mengeluarkan sekret) dan lakukan fisioterapi dada (memantau
tingkat kepatenan jalan nafas dan meningkatkan kemampuan klien
merawat diri/membersihkan /membebaskan jalan nafas)
2. Secara rutin tiap 8 jam lakukan auskultasi dada untuk mengetahui
kualitas suara nafas dan kemajuannya (memantau kemajuan
bersihan jalan nafas)
3. Kolaborasi pemberian obat sesuai dengan resep;
mukolitik ,ekspektorans dan section (bila perlu) (untuk
memudahkan mengeluarkan sekret)
4. Edukasi keluarga untuk segera menghubungi perawat apabila jalan
nafas tidak efektif kembali; ditandai dengan sesak nafas, gerakan
dada dalam (mencegah terjadinya konisi yang lebih buruk)
b. Gangguan Pertukaran Gas b.d perubahan membran kapiler alveolar
Tujuan : klien mampu menunjukkan perbaikan oksigenasi
Kriteria Hasil : warna kulit perifer membaik (tidak sianosis), RR: ,
nafas panjang, tidak menggunakan otot banttu pernafasan,
ketidaknyamanan dada (-), dispnea (-).
Intervensi dan Rasional :
1. Observasi status pernafasan, hasil gas darah arteri, nadi dan nilai
oksikometri (memantau perkembangan kegawatan pernafasan)
2. Awasi perkembangan membran mukosa/kulit; warna (gangguan
oksigenasi perifer tampak sianosis)
3. Observasi TTV dan status kesadaran (menentukan status pernafasan
dan kesadaran)
4. Berikan oksigenasi yang telah dilembabkan (memnuhi kebutuhan
oksigen)
5. Kolaborasi untuk pemberian obat yang telah diresepkan (obat
mukolitik dan ekspektoran akan mengencerkan produksi mukus
yang mengental)
c. Hipertermi b.d proses penyakit
Tujuan : termoregulasi membaik
Kriteria Hasil : suhu tubuh menurun
Intervensi dan Rasional :
1. Pantau suhu klien (derajat dan polanya) perhatikan menggigil atau
diaphoresis
2. Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur,
sesuai indikasi .
3. Berikan kompres hangat, hindari, hindarkan penggunaan alkohol.
4. Kolaborasi dengan tim medis pemberian antipiretik.
d. Pola napas tidak efektif b.d
Tujuan : pola napas membaik
Kriteria hasil : Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih,
TTV dalam batas normal, ekspansi paru mengembang.
Intervensi dan Rasional :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat
upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan /
pelebaran nasal.
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti
krekels, wheezing.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2019). Laporan Hasil Riset


Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2018. In Riset Kesehatan Dasar
2018 (pp. 182–183). https://www.litbang.kemkes.go.id/laporan-riset- kesehatan-
dasar-riskesdas/

Brunner & Suddarth. (2013).Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Dahlan. (2007). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekambuhan..., Reny


Kristiyana, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2013. Fakultas Ilmu Kesehatan UMP,
10–43

Djojodibroto. (2012). No Title‫لجراءات‬S‫الجنائية اا‬. ABA Journal, 102(4), 24–25.


https://doi.org/10.1002/ejsp.2570

Kemenkes RI. (2011). Acta Universitatis Agriculturae et Silviculturae Mendelianae


Brunensis (Vol.16,Issue2). https://doi.org/10.1377/hlthaff.2013.0625

Lantu, M. G., Loho, E., & Ali, R. H. (2016). Gambaran Foto Toraks Pada Efusi
Pleura Di Bagian/Smf Radiologi Fk Unsrat Rsup Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
Periode November 2014 – Oktober 2015. E-CliniC, 4(1).
https://doi.org/10.35790/ecl.4.1.2016.10966

Malaysia, D. of S. (2016). Department of Statictic Malaysia, 2016. Mansjoer &

Suriadi dan rita Y. (2006). Pathway-Pneumonia.

Misnadiarly. (2008). Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Tingkat Pendidikan


dengan Perilaku Pencegahan Pneumonia Pada Balita. Jurnal Keperawatan Dan
Kesehatan Masyarakat, 1(4), 1–10.

Muttaqin,Arif (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Novard, M. F. A., Suharti, N., & Rasyid, R. (2019). Gambaran Bakteri Penyebab
Infeksi Pada Anak Berdasarkan Jenis Spesimen dan Pola Resistensinya di
Laboratorium RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014-2016. Jurnal Kesehatan
Andalas, 8(2S), 26. https://doi.org/10.25077/jka.v8i2s.955

Nursalam, 2016, Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 3. Jakarta:

Salemba Medika https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Anda mungkin juga menyukai