Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONCHOPNEUMONIA

OLEH :
NAMA : CLARIZA SHERLY LEVIANA
NIM. : 20121128

POLTEKNIK KESEHATAN BHAKTI MULIA


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

BRONCHOPNEUMONIA

A. DEFINISI
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis, yaitu peradangan parenkim
paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi bercak-bercak (patchy
distribution. Konsolidasi bercak ini biasanya berpusat di sekitar bronkus yang mengalami
peradangan multifocal atau bilateral (Putri, 2010).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang meluas sampai
bronkioli atau dengan kata lain peradangan terjadi pada jaringan paru melalui cara
penyebaran langsung dari saluran pernapasan atau hematogen sampai ke bronkus )Sujono
dan Sukarmin 2009 dalam Rufaedah 2010).
Bronkopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di
bronkeoli terminal. Bronkopneumonia termasuk jenis infeksi paru yang disebabkan agen
infeksius dan terdapat pada daerah bronkus dan sekitar alveoli (Nurarif dan Kusuma,
2013).

B. MANIFESTASI KLINIS
a. Faktor Infeksi
a) Pada Neonatus : Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV)
b) Pada Bayi :
Virus : Virus parainfluensa, virus influensa, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus
Organisme Atipikal : Chlamidia trachomatis, Pneumocytis
Bakteri : Streptokokus pneumoni, Haemofilus inflenza, Mycobakterium
tuberculosa, Boedetella pertusis
c) Pada Anak-anak:
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
Organisme Atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri : Pneomokokus, Mycobakterium tuberculosis
d) Pada Dewasa:
Organisme Atipikal: Mycoplasma pneumonia, Chlamidia trachomatis
Bakteri : Pneomokokus, Mycobakterium tuberculosis, Bordetella pertusis.
b. Faktor Non Infeksi
Terjadi akibat gangguan menelan atau refluks esophagus meliputi:
a) Bronkopneumonia lipoid:
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung banyak minyak secara
intranasal, pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
c. Faktor Predisposisi
a. Usia
b. Genetik
d. Faktor Presipitasi
a. Gizi buruk/ gizi kurang
b. Tidak Mendapatkan ASI yang memadai
c. Imunisasi tidak lengkap
d. Pendidikan ibu
e. Polusi udara
f. Kepadatan tempat tinggal

C. TANDA DAN GEJALA


Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronkopneumonia mengalami tanda dan
gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung
kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis.
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi
(pengisian rongga udara oleh eksudat). Selain itu tanda dan gejala lainnya adalah :
0 0
1. Demam sampai 39 -40 C
2. Dapat terjadi kejang
3. Anak sangat gelisah, dipsneu, pernapasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung, dan sianosis di sekitar hidung dan mulut
4. Batuk biasanya dijumpai pada beberapa hari setelah terserang, berupa batuk
kering yang beruubah menjadi batuk produktif
5. Retraksi dinding dada
6. Vokal fremitus
7. Bunyi crekles sedang nyaring
D. PATOFISIOLOGI

Kuman masuk kedalam jaringan paru-paru melaui saluran pernafasan dari atas
untuk mencapai broukeolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan yang timbul
berupa bercak konsolidasiyang terbesar kepada kedua paru-paru, lebih banyak pada
bagian bangsal. brounkopneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi mikroba
yang ada diudara, aspirasi organisme dari nasofharinks atau penyebaran hematogen
dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalu saluran nafas
masuk ke brounkeoli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan
menghasilkan cairan edema yang kaya protein dalam alveoli dan dan jaringan
interstitial. Kuman pneumokokus dapat meluas melalui porus khon dari alveoli
keseluruh segmen atau lobus. Eritrosit mengalami perembesan dan beberapa leukosit
dari kapiler paru-paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema yang
berisi eritrosit dan fibrin serta relative sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli
menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal dan berwarna merah.
Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit
bersama kuman pneumokokus di dalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-
abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan-lahan sel darah
merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli (Sujono dan Sukarmen,
2009).

Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan


kemampuan dalam pertukaran gas, Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak
dapat berlangsung dengan baik maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada
alveolus akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan proses difusi
osmosis oksigen pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan
jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Penurunan itu yang secara klinis penderita
mengalami pucat sampai sianosis.

Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga dapat mengakibatkan


peningkatan tekanan pada paru, selain dapat berakibat penurunan kemampuan
mengambil oksigen dari luar juga mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru.
Penderita akan berusaha melawan tingginya tekanan tersebut menggunakan otot-otot
bantu pernafasan (otot interkosta) yang dapat menimbulkan peningkatan retraksi
dada infeksi pada paru, akan tetapi apabila infeksi saluran pernafasan bawah tidak
dapat berlangsung baik dan menyebabkan kapiler dan alveoli, iritan PMN eritrosit
pecah dan menyebabkan pergeseran paru, penurunan capliance paru, dan suplai O2
menurun, dari hiperventilasi menyebabkan dipsneu, dan menjadi retraksi dada/ nafas
cuping hidung.

Dari hipoksia menyebabkan anaerob meningkat menjadi akumulasi asam laktat


dan fentique. Selain itu banyak eksudat sering terjadi karena absopsi yang lambat.
Eksudat pada infeksi ini mula-mula encer dan keruh, mengandung banyak kuman
penyebab (streptokokus, virus dan lain-lain). Selanjutnya eksudat berubah menjadi
purulen, dan menyebabkan sumbatan pada lumen brounkus. Sumbatan tersebut dapat
mengurangi asupan oksigen dari luar sehingga penderita mengalami sesak nafas
(Nurarif dan Hardi Kusuma, 2013).

E. PATHWAY
F. KOMPLIKASI

1. Emfisema : terdapatnya pus pada rongga pleura.

2. Atelektasis : pengembangan paru yang tidak sempurna.

3. Abses paru : pengumpulan pus pada jaringan paru yg mengalami


peradangan.

4. Meningitis : peradangan pada selaput otak.

5. Infeksi sistomik

6. Endokarditis : peradangan pada endokardium.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pada kasus Bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya
jumlah neutrofil).
b. Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.
Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas
untuk mendeteksi agen infeksius.
c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.
d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia
e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen
mikroba.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi
pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi
stafilokokus dan haemofilus.
b. Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh
benda padat.
3. Sinar X
Mengidentifikasi distribusi struktural, dapat juga menyatakan adanya abses luas/ infiltrat.
4. GDA
Dapat terjadi hipoksia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalalaksanaan Umum
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang.
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koneksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena
2. Penatalaksanaan Khusus
- Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis
pneumonia ringan : Amoksilin 10-25 mg.
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologi dan epidemiologi.
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

I. FOKUS PENGKAJIAN
1. Pernafasan

Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap dengan


produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3
bulan berturut- turut) tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau,
putih/ kuning) dan banyak sekali. Riwayat pneumonia berulang, biasanya
terpajan pada polusi kimia/ iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya
rokok sigaret), debu/asap (misalnya : asbes debu, batubara, room katun, serbuk
gergaji). Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.
Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik (tripot) untuk bernafas, penggunaan
otot bantu pernafasan (misalnya : meninggikan bahu, retraksi supra
klatikula, melebarkan hidung)
Dada : Dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk
barel), gerakan difragma minimal
Bunyi : crackels lembab, kasar
Warna : Pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku abu- abu keseluruhan.
2. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung /takikardi
berat, disritmia, distensi vena leher (penyakit berat) edema dependen, tidak
berhubungan dengan penyakit jantung.
Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)
Warna kulit /membran mukosa : normal atau abu-abu/sianosis perifer. Pucat
dapat menunjukan anemia.
3. Makanan /cairan
Gejala : Mual /muntah
Nafsu makan buruk / anoreksia (emfisema)
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
Tanda : Turgor kulit buruk
Berkeringat
Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali
4. Aktifitas / istirahat
Gejala : Keletihan, keletihan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktifitas
sehari- hari karena sulit bernafas. Ketidakmampuan untuk tidur,
perlu tidur dalam posisi duduk tinggi . Dispnea pada saat istirahat
atau respon terhadap aktifitas atau istirahat
Tanda : Keletihan, gelisah/ insomnia, kelemahan umum / kehilangan masa
otot
5. Integritas ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko
Tanda : Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan, peka terhadap rangsang

J. FOKUS INTERVENSI
No DIAGNOSA TUJUAN / KH TINDAKAN+
Dx KEPERAWATAN RASIONALISASI

1 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan (Manajemen Jalan Napas)


tidak efektif intervensi selama 3 x 24 (1.01011)
berhubungan dengan jam. maka Bersihan Jalan 1. Observasi
sekresi yang tertahan Napas Meningkat, dengan - Monitor pola napas
dibuktikan dengan kriteria hasil : (frekuensi, kedalaman, usaha
batuk, dahak sulit - Batuk efektif meningkat bernapas)
keluar, sesak napas - Frekuensi napas - Monitor bunyi napas
(D.0001) membaik tambahan (mis. Gurgling,
- Pola napas membaik mengi, wheezing, ronkhi
(L.01001) kering)
2. Terapeutik
- Posisikan semi-fowler atau
fowler
Berikan oksigen, jika perlu
3. Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
4. Kolaborasi
5. - Kolaborasikan pemberian
bronkpdilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

2 Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan (Manajemen Hipertermia)


dengan proses penyakit intervensi selama 3 x 24 (1.15506)
dibuktikan dengan suhu jam. Maka Termoregulasi 1. Observasi
naik turun (D.0130) Membaik, dengan kriteria - Identifikasi penyebab
hasil : hipertemia
- Suhu tubuh membaik - Monitor suhu tubuh
- Suhu kulit membaik 2. Terapuetik
(L.14134) - Sediakan lingkungan yang
dingin
- Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
3. Edukasi
- Anjurkan tirah baring
4. Kolaborasi
- Kolaborasikan pemberian
cairan dan elektrolit intravena,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Mitchell, Richard N et al. 2019. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins dan
Cotran ed.7. Jakarta : EGC.

Moorhead, Sue,dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Yogyakarta:


ELSEVIER

Muttaqin, Arif. 2020. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
Ackley, B. J., Ladwig, G. B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing Diagnosis
Handbook, An Evidence-Based Guide to Planning Care. 11th Ed. St. Louis:
Elsevier.
Berman, A., Snyder. S. & Fradsen, G. (2016). Kozier & Erbs Fundamentals of
Nursing (10th ed.). USA: Pearson Education.

Anda mungkin juga menyukai