Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA NEONATAL

1. Definisi
Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin terjadi
dalam beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian yang dapat disamakan dengan
kumpulan gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan terbatas pada paru-paru. Tanda-
tandanya mungkin terbatas pada kegagalan pernafasan atau berlanjut ke arah syok dan
kematian. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta, aspirasi atau diperoleh setelah
kelahiran (Caserta, 2009).
Pneumoni neonatus sering terjadi akibat tranmisi vertikal ibu-anak yang
berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber
infeksi ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion atau dari servik ibu atau
juga bisa disebabkan karena proses pertolongan kelahirannya disamping itu juga bisa
terkontamisani dari masyarakat sekitar.

2. Klasifikasi
Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi :
a. Intrapartum pneumonia
1) Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir.
2) Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau
aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari mekanik,
atau gangguan iskemik dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah
dengan ibu invasif organisme yang sesuai potensi dan virulensinya.
3) Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat mewujudkan
tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah lahir.
4) Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam sebelum invasi yang
memadai, replikasi, dan respon inflamasi telah terjadi menyebabkan tanda-tanda
klinis.
b. Pneumonia pascalahir
1) Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan berasal setelah bayi
lahir.
2) Pasca kelahiran radang paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa proses yang
sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi setelah proses
kelahiran.
3) Yang sering menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi dalam banyak
pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan intensif (NICU) sering
mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk kolonisasi oleh organisme resisten
pathogenicity yang tidak biasa. Terapi invasif yang diperlukan dalam oleh bayi
sering menyebabkan mikroba masuk ke dalam struktur yang biasanya tidak
mudah diakses.
4) Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan signifikan
potensial. Selang makanan mungkin lebih lanjut dapat mempengaruhi
gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi.

3. Etiologi
Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab pneumonia
pada umumnya, yaitu:
a. Disebabkan oleh mikroorganisme seperti
- Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus
- Epidermidis, E. Coli, Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella
- Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV
- Jamur: Candida
b. Pneumoni pada BBL sering kali berawal dari pecahnya ketuban sebelum waktunya
yang menyebabkan terjadinya infeksi pada cairan ketuban
c. Janin terendam dalam cairan ketuban yang terinfeksi dan menghirupnya, sehingga
masuk ke paru-paru
d. Bisa terjadi beberapa minggu setelah bayi lahir, terutama pada bayi yang
pernafasannya dibantu oleh ventilator

4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit. Adapun
gejala klinis dari pneumonia yaitu :
a. Tachypnea (laju pernafasan >60 kali/menit).
b. Dengkur ekspirasi mungkin terjadi.
c. Perekrutan otot aksesori pernapasan, seperti cuping hidung dan retraksi di subcostal,
interkostal, atau situs suprasternal, dapat terjadi.
d. Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam kualitas dan
kuantitas, tetapi yang paling sering sedalam-dalamnya dan kemajuan dari
serosanguineous untuk penampilan yang lebih bernanah, putih, kuning, hijau, atau
perdarahan warna dan tekstur krim atau chunky tidak jarang terjadi. Jika aspirasi
mekonium, darah, atau cairan properadangan lainnya dicurigai, warna dan tekstur
lain bisa dilihat.
e. Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada bayi dengan radang
paru-paru daripada individu yang lebih tua. Jika ada, mereka mungkin disebabkan
oleh proses menyebabkan peradangan, seperti gagal jantung kongestif, kondensasi
dari gas humidified diberikan selama ventilasi mekanik, atau tabung endotracheal
perpindahan. Meskipun alternatif penjelasan yang mungkin, temuan ini akan
dimintakan pertimbangan cermat pneumonia dalam diagnosis diferensial.
f. Sianosis pusat jaringan, menyiratkan deoxyhemoglobin konsentrasi sekitar 5 g/dL
atau lebih dan konsisten dengan kerusakan pertukaran gas dari disfungsi paru berat
seperti radang paru-paru, meskipun penyakit jantung bawaan struktural,
hemoglobinopathy, polisitemia, dan hipertensi pulmonal (dengan atau tanpa
parenkim terkait lainnya penyakit paru-paru) harus dipertimbangkan.
g. Peningkatan pernapasan seperti peningkatan menghirup oksigen konsentrasi,
ventilasi tekanan positif, atau tekanan saluran udara positif terus menerus umumnya
diperlukan sebelum pemulihan dimulai.
h. Bayi dengan pneumonia dapat bermanifestasi asimetri suara napas dan dada yang
menyatakan kebocoran udara atau perubahan emphysematous sekunder obstruksi
jalan napas parsial. Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis
APGAR Score rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir
rendah, letargi, tidak mau minum, tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak
stabil, asisdosis metabolik, DIC

5. Patofisiologi Nenonatal Pneumonia


Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal adalah:
a. Transplasenta (Kongenital Pneumonia):
Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin
(hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang disebut
juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari pertama).
b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia):
Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar
ke chorionic plate menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan
masuk ke paru-paru. Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah
sebelum persalinan, persalinan memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan
obstetri yang sering.
c. Transnatal Pneumonia:
Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan
penyebab terbanyak adalah grup B Streptokokus.
d. Nosokomial Pneumonia:
Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor
predisposisi antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat,
prosedur invasif banyak, perawatan ventilator terkontaminasi.
Menurut Suriadi (2001) patofisiologi pada pneumonia dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen
yaitu virus dan bakteri (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae dan
Streptococcus Pneumoniae).
b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadinya destruksi
sel dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan
gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas.
c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF), aspirasi
benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia.
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh
manusia melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi
hebat sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi
akan timbul panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan
cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang
menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan
adanya partial oklusi yang akan membuahdaerah paru menjadi padat (konsolidasi).
Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan
rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan
selanjutnya terjadi hipoksemia.
6. Pathway

Inpartum Pneumoni Pneumoni


Pascalahir

Kuman (bakteri, virus) Inhalasi mkroba, jamur


Aspirasi mell : udara, aspirasi
organisme
Masuk melalui plasenta
Melalui saluran nafas menyebar ke paru

Secara hematogen masuk ke paru-paru


Reaksi inflamasi hebat

panas
Membran paru meradang dan berlobang

HIPERTERMI
RBC, WBC, cairan keluar masuk alveoli

Edema, bronkospasme Dyspnoe, tachpnea, sianosis


POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF

Konsolidasi paru sekret BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF

Penurunan rasio ventilasi dan difusiKERUSAKAN PERTUKARAN GAS

hipoksemia GANGGUAN PERFUSI JARINGAN


7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) :
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan
multiple abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi
(bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).
b. Pemeriksaan laboratorium:
1) DL, Serologi, LED: leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri,
menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat.
2) Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat.
3) Analisis gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan
O2.
4) Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme
penyebab.
5) Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi amnion
(risiko pneumonia tinggi).
c. Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran udara
meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia.

8. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi antibiotika, merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan
manifestasi apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman
penyebabnya.
b. Terapi suportif umum:
1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 %
berdasarkan pemeriksaan AGD.
2) Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental.
3) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping dan
vibrasi.
4) Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif terhadap
pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral.
5) Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis.
6) Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila
terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy
distress dan respiratory arrest.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS PNEUMONIA

A. Pengkajian
1. Anamnesa:
a. Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama penanggung
jawab, hubungan dengan pasien, alamat.
b. Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama haid terakhir
(HPHT), tapsiran partus (TP).
c. Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam, keputihan,
riwayat terapi.
d. Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi, jantung dan
lainnya.
e. Riwayat persalinan: cara persalinan (spontan, section, forceps) dan indikasinya
f. KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi, pernafasan,
kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar lengan, lingkar dada, APGAR
score.
2. Pemeriksaan fisik
a. Breathing
- Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat berkurang
pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi sternum dan
intercostal space. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara
nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronkhi
basah halus di lapangan paru yang terkena, kadang disertai dengan sputum.
b. Blood
- Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung
tidak mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT
memanjang (>3 det).
c. Brain
- Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran,
didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu
dikaji tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil terhadap cahaya
d. Bladder
- Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu
memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari
syok. Dikaji pula kelainan pada genetalia dan pola eliminasi urine.
e. Bowel
- Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola
eliminasi alvi, adakah kelainan pada anus.
f. Bone
- Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah kelainan
pada tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau kongenital,
bagaimana ATR (activity tonus respon).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi bronchial,
pembentukan edema, dan penumpukan sekret.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif.
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi oksigen.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan difusi
parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer

C. Intervensi Keperawatan
No Dx. Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
. Keperawatan Hasil
1. Bersihan jalan Tujuan: jalan napas 1) Kaji frekuensi, 1) Takipnea, pernafasan
napas tidak bersih dan efektif. kedalaman dangkal sering terjadi
efektif Kriteria Hasil: pernapasan dan karena
berhubungan 1) Bunyi napas pergerakan dada. ketidaknyamanan.
inflamasi bersih, tidak ada 2) Penurunan aliran
bronchial, bunyi napas 2) Auskultasi area paru, darah terjadi pada
pembentukan tambahan. catat penurunan atau area konsolidasi
edema, dan 2) Tanda vital tak ada aliran udara dengan cairan, krakels
penumpukan dalam batas dan bunyi napas. terdengar sebagai
sekret. normal terutama respon terhadap
frekuensi napas pengumpulan
< 60x/menit. cairan/secret.
3) Batuk efektif. 3) Merangsang batuk
4) Sianosis tidak atau pembersihan
ada. 3) Penghisapan sesuai jalan nafas secara
5) Tidak ada indikasi. mekanik pada pasien
retraksi sternum yang tidak mampu
dan intercostal melakukan batuk
space. efektif karena adanya
6) Nafas cuping penurunan tingkat
hidung tidak kesadaran
ada. 4) Menurunnya perfusi
otak dapat
menyebabkan
4) Evaluasi status perubahan sensorium
mental, catat adanya 5) Obat mukolitik
kebingungan, membantu untuk
disorientasi. mengencerkan sekret,
bronkodilator
5) Kolaborasi dalam mengurangi edema
pemberian obat dan sebagai vaso
mukolitik, dilatasi bronkus.
bronkodilator

2. Pola napas tidak Tujuan: pola nafas 1) Evaluasi frekuensi 1) Kecepatan dan upaya
efektif efektif. dan kedalaman mungkin meningkat
berhubungan Kriteria Hasil: pernapasan. Catat karena nyeri,
dengan ekspansi 1) Pernafasan adanya upaya penurunan volume
paru yang tidak teratur (RR 30- pernapasan seperti sirkulasi. Pengenalan
efektif 40 kali/menit). dispnea, penggunaan dini dan pengobatan
2) Tanda vital otot bantu ventilasi abnormal
dalam batas pernapasan. dapat mencegah
normal (nadi komplikasi.
100-130 2) Merangsang ekspansi
kali/menit). 2) Tinggikan kepala paru. efektif pada
3) Tidak ada tempat tidur, letakkan pencegahan dan
penggunaan otot pada posisi tinggi bila perbaikan kongesti
bantu napas. tidak ada paru.
4) Napas cuping kontraindikasi. 3) Meningkatkan
hidung tidak pengiriman oksigen
ada. 3) Berikan oksigen ke paru untuk
dengan head box atau kebutuhan sirkulasi.
sesuai indikasi. 4) Untuk memantau
kefektifan terapi
pernapasan dan
4) Kaji ulang laporan mencatat terjadinya
foto dada dan komplikasi.
pemeriksaan
laboratorium ( AGD).
3. Kerusakan Tujuan: pertukaran 1) Kaji frekuensi dan 1) Kecepatan dan upaya
pertukaran gas gas efektif. kedalaman mungkin meningkat
berhubungan Kriteria Hasil: pernapasan. Catat karena nyeri,
dengan 1) Hasil AGD adanya upaya penurunan volume
gangguan dalam batas pernapasan seperti sirkulasi. Pengenalan
transportasi O normal. dispnea, penggunaan dini dan pengobatan
2) Sianosis tidak otot bantu ventilasi abnormal
ada. pernapasan. dapat mencegah
3) Pasien tidak komplikasi.
pucat. 2) Meningkatkan
2) Pertahankan pengiriman oksigen
pemberian oksigen ke otak untuk
Head box sesuai kebutuhan sirkulasi.
indikasi. 3) Untuk memantau
kefektifan terapi
3) Kolaborasi dalam pernapasan dan
pemeriksaan mencatat terjadinya
laboratorium (AGD). komplikasi.
4. Gangguan Tujuan : 1) Kaji frekuensi, 1) Takipnea, pernapasan
perfusi jaringan mempertahankan kedalaman bernapas yang dangkal sering
berhubungan perfusi jaringan. dan suara nafas. terjadi karena
dengan Kriteria Hasil: ketidaknyamanan
penurunan rasio 1) Suara nafas gerakan dinding dada
ventilasi dan bersih, wheezing dan atau cairan paru.
difusi parenkim tidak ada, ronkhi 2) Mempertahankan
paru ditandai tidak ada. suhu tubuh pasien,
dengan sianosis 2) Tanda vital 2) Tempatkan pasien mencegah hipotermia,
jaringan perifer, dalam batas dalam incubator. memperbaiki
akral dingin, normal, denyut metabolisme jaringan.
pucat, CRT<3 nadi teraba jelas. 3) Abnormalitas tanda
detik. 3) Tidak sianosis, vital terus menerus
kulit tidak pucat, memerlukan evaluasi
CRT<3 detik. lebih lanjut dan
4) Akral hangat. 3) Pantau tanda vital. mengetahuai
5) Tidak terjadi perubahan sesegera
penurunan mungkin.
kesadaran. 4) Kekurangan aliran
oksigen ke otak dapat
menyebabkan
hipoksia sel-sel otak,
kematian jaringan
otak dan terjadinya
4) Pantau tingkat penurunan tingkat
kesadaran. kesadaran.
5) Sianosis, kulit pucat,
akral dingin adalah
salah satu tanda
hipoksia jaringan
yang berat akibat
perfusi yang tidak
adekuat.
6) Mempertahankan
5) Pantau tanda-tanda PaO2 di atas 90
sianosis, warna kulit, mmHg.
akral perifer.

7) Hb yang rendah (<10


gr/dl) mempengaruhi
suplay oksigen ke
6) Kolaborasi: jaringan.
pertahankan
pemberian O2 sesuai
indikasi (Head box 5-
10 lt/mnt).
7) Kolaborasi
pemeriksaan darah
lengkap.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J., 2000, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC.


Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif, 2009, Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler, Jakarta: Salemba
Price & Wilson, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4 Buku 1,
Jakarta: EGC.
Suriadi, Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Jakarta: CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai