Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN SEPSIS NEONATORUM

Diajukan untuk memenuhi tugas stase keperawatan anak holistic islami

Dosen Pengampu:

Maya Amalia S.Kep., Ners, M.Kep

Disusun Oleh:
Widya Astuti
402021026

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG

2021
Laporan Pendahuluan

A. Definisi Sepsis Neonatorum


Sepsis neonatorum atau septikemia neonatorum merupakan keadaan dimana
terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah diseluruh tubuh yang terjadi pada bayi
baru lahir 0-28 hari pertama. (Praevillia, 2012).
Sepsis neonatorum adalah sindroma klinis yang terjadi pada 28 hari awal
kehidupan, dengan manifestasi infeksi sistemik dan atau isolasi bakteri patogen
dalam aliran darah (Chairani, 2016).
B. Klasifikasi Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum diklasifikasikan berdasarkan waktu terjadinya menjadi
dua bentuk, yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan
sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis)
1. Sepsis neonatorum awitan dini (SNAD) merupakan infeksi perinatal yang
terjadi segera dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan diperoleh
pada saat proses kelahiran atau in utero.
2. Sepsis neonatorum awitan lambat (SNAL) merupakan infeksi yang
disebabkan oleh kuman yang berasal dari lingkungan di sekitar bayi setelah
72 jam kelahiran. Proses infeksi ini disebut juga infeksi dengan transmisi
horizontal dan termasuk didalamnya infeksi karena kuman nasokomial.
C. Etiologi Sepsis Neonatorum
Berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit atau jamur dapat
menyebabkan sepsis. Di negara maju, bakteri yang sering ditemukan pada sepsis
neonatorum adalah Streptococcus grup B, Escherichia coli, Haemophillus
influenzae dan Listeria monocytogenes. Pada infeksi virus antara lain
CMV/Cytomegalo virus, Rubella, Parvo virus, HIV. Sedangkan yang sering
menyebabkan infeksi yang didapat antara lain Herpes simplex virus, Varicella-
zoster virus, hepatitis, RSV/Respiratory syncial virus.
Faktor Risiko untuk Terjadinya Sepsis Neonatal ialah:
1. Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi kulit yang
masih imatur, dan lemahnya sistem imun,
2. Ketuban pecah dini (>18 jam),
3. Ibu demam pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi saluran
kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B, kolonisasi perineal oleh
E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.
4. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau,
5. Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir,
6. Kehamilan kembar,
7. Prosedur invasif,
8. Tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus, pipa endotrakheal,
9. Bayi dengan galaktosemi,
10. Perawatan di NICU (neonatal intensive care unit) yang terlalu lama
11. Pemakaian antibiotik sebelumnya, dan Lain-lain misalnya bayi laki-laki
terpapar 4x lebih sering dari perempuan
D. Patofisiologi Sepsis Neonatorum
Patofisiologi sepsis neonatorum merupakan interaksi respon komplek antara
mikroorganisme patogen dan keadaan hiperinflamasi yang terjadi pada sepsis,
melibatkan beberapa komponen, yaitu: bakteri, sitokin, komplemen, sel netrofil,
sel endotel, dan mediator lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan gangguan
fibrinolisis memegang peran penting dalam patofisiologi. Respon inflamasi
terhadap bakteri gram negatif dimulai dengan pelepasan lipopolisakarida (LPS),
suatu endotoksin dari dinding sel yang dilepaskan pada saat lisis, yang kemudian
mengaktifasi sel imun non spesifik (innate immunity) yang didominasi oleh sel
fagosit mononuklear. LPS terikat pada protein pengikat LPS saat di sirkulasi.
Kompleks ini mengikat reseptor CD4 makrofag dan monosit yang bersirkulasi
sepsis neonatorum. Organisme gram positif, jamur dan virus memulai
responinflamasi dengan pelepasan eksotoksin/superantigen dan komponen
antigen sel. Sitokin proinflamasi primer yang diproduksi adalah tumor necrosis
factor (TNF) α, interleukin (IL)1 dan interferon (IFN). Peningkatan IL-6 dan IL-8
mencapai kadar puncak 2 jam setelah masuknya endotoksin. Sitokin ini dapat
mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau tidak langsung melalui
mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, platelet activating factor
(PAF), prostaglandin, dan komplemen. Mediator proinflamasi ini mengaktifasi
berbagai tipe sel, memulai kaskade sepsis dan menghasilkan kerusakan endotel .
Imunoglobulin pertama yang dibentuk fetus sebagai respon infeksi bakteri
intrauterine adalah IgM dan IgA. IgM dibentuk pada usia kehamilan 10 minggu
yang kadarnya rendah saat lahir dan meningkat saat terpapar infeksi selama
kehamilan. Peningkatan kadar Ig M merupakan indikasi adanya infeksi neonatus.
Ada 3 mekanisme terjadinya infeksi neonatus yaitu :

1. Saat bayi dalam kandungan / prenatal


Paparan infeksi pranatal terjadi secara hematogen dari ibu yang menderita
penyakit tertentu, antara lain infeksi virus atau parasit seperti Toxoplasma,
Rubella, Cytomegalovirus, Herpes (infeksi TORCH), ditransmisikan secara
hematogen melewati plasental ke fetus. Infeksi transplasenta dapat terjadi
setiap waktu selama kehamilan. Infeksi dapat menyebabkan aborsi spontan
lahir mati, penyakit akut selama masa neonatal atau infeksi persisten dengan
sekuele. Infeksi bakteri lebih sering di dapat saat intranatal atau pascanatal.
Selama dalam kandungan ibu, janin terlindung dari bakteri karena adanya
cairan dan lapisan amnion. Bila terjadi kerusakan lapisan amnion, janin
berisiko menderita infeksi melalui amnionitis.
2. Saat persalinan/ intranatal
Neonatus terinfeksi saat persalinan dapat disebabkan oleh aspirasi cairan
amnion yang mengandung lekosit maternal dan debris seluler
mikroorganisme, yang berakibat pneumonia. Paparan bayi terhadap bakteri
terjadi pertama kali saat ketuban pecah atau dapat pula saat bayi melalui jalan
lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri dari vagina akan menjalar ke atas
sehingga kemungkinan infeksi dapat terjadi pada janin (infeksi transmisi
vertikal, paparan infeksi yang terjadi saat kehamilan, proses persalinan
dimasukkan ke dalam kelompok infeksi paparan dini (early onset of neonatal
sepsis) dengan gejala klinis sepsis, terlihat dalam 3-7 hari pertama setelah
lahir
3. Setelah lahir/ pascanatal.
Infeksi yang terjadi setelah proses kelahiran biasanya berasal dari lingkungan
sekitarnya. Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui udara pernapasan, saluran
cerna, atau melalui kulit yang terinfeksi. Bentuk sepsis semacam ini dikenal
dengan sepsis paparan lambat (late onset of neonatal sepsis). Selain
perbedaan dalam waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi ini (early onset
dan late onset) sering berbeda dalam jenis kuman penyebab infeksi.
Walaupun demikian patogenesis, gejala klinik, dan tata laksana dari kedua
bentuk sepsis tersebut tidak banyak berbeda.
Antenatal intranatal Pascanatal

Penyakit infeksi Perawatan antenatal Persalinan yang Ketuban pecah Premature, BBLR, Perawatan BBL Prosedur invasif
selama kehamilan yang tidak memadai tidak hygiene dini cacat bawaan yang tidak baik

Kuman melewati Meningkatkan inhalasi cairan amnion Kemampuan Peningkatan


plasenta& Immaturitas sistem
invasi kuman yang terinfeksi imunitas rendah kulit resiko infeksi
umbilikus imun
dan selaput lender nasokomial
tipis dan mudah
rusak
Kuman melewati Masuk ke tubuh Masuk ke sal. Cerna
Peningkatan resiko Masuk ke
plasenta& bayi dan sal. nafas
infeksi tubuh bayi
umbilikus Rentan terhadap
infeksi

Sepsis Neonatorum

Infeksi sistemik
melalui peredaran
darah
Pelepasan Terhambatnya
Penurunan ekstraksi Saluran cerna
endotoksik fungsi mitokondria
O2 ke jaringan

Mual, muntah,
Merangsang sistesa anoreksia Kerja sel menurun
Hipoksia sel
dan pelepasan zat
pyrogen oleh leukosit

Terjadi mekanisme Penurunan respon


Nutrisi kurang dari
kompensasi tubuh untuk imun
Zat pyrogen beredar kebutuhan tubuh
meningkatkan intake 02
dalam darah dengan meningkatkan
frekuensi nafas
Resiko infeksi
Aktivasi
prostaglandin
Peningkatan
respiratory rate
Prostaglandin
mempengaruhi pusat
Gangguan pola
Hipotalamus nafas
meningkatkan set poin
suhu

Hipertemia
E. Manifestasi klinis Sepsis Neonatorum
Menurut Pusponegoro (2016), bayi yang diduga menderita sepsis bila terdapat
gejala:
1. Letargi, iritabel,
2. Tampak sakit,
3. Gula darah rendah
4. Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit
bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik,
5. Suhu tidak stabil demam atau hipotermi,
6. Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik,
7. Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih, napas
cuping hidung, retraksi, takipnu), apneu dalam 24 jam pertama atau tiba-tiba,
takikardi, atau hipotensi (biasanya timbul lambat),
8. Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare, kembung
dengan atau tanpa adanya bowel loop
F. Komplikasi Sepsis Neonatorum
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis dapat
diakibatkan gangguan tumbuh kembang. Misalnya gejala sisa neurologis berupa
retardasi mental, gangguan penglihatan, kesukaran belajar, kelainan tingkah laku.
Selain itu, komplikasi sepsis neonatorum antara lain meningitis dan syok
septik (jelaskan), dan ini merupakan komplikasi berat yang disebabkan oleh
toksin dalam aliran darah.
G. Pemeriksaan penunjang Sepsis Neonatorum
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hematologi Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht,
leukosit dan hitung jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni
PMN 1500/µl, rasio neutrofil imatur : total >0,2. Adanya reaktan fase
akut yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri,
kenaikan sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik), LED, GCSF
(granulocyte colonystimulating factor), sitokin IL-1ß, IL-6 dan TNF
(tumour necrosis factor).
b. Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis) serta uji
resistensi, pelaksanaan pungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkan
dilakukan pada bayi yang menderita kejang, kesadaran menurun, klinis
sakit tampak makin berat dan kultur darah positip.
c. Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.
d. Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor, serta
urin.
e. Cek bilirubin, gula darah, dan elektrolit (natrium, kalium).
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang diperlukan ialah foto dada, abdomen atas
indikasi, dan ginjal. Pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal, sistouretrografi
dilakukan atas indikasi.
3. Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukkan adanya
korioamnionitis, yang merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus
H. Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tatalaksana
sepsis neonatorum, sedangkan dipihak lain penentuan kuman penyebab
membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan
masalah dalam melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan
pengobatan akan berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan.
Pemberian antibiotik pada kasus tersangka sepsis neonatorum, terapi antibiotik
empirik harus segera dimulai tanpa menunggu hasil kultur darah. Setelah
diberikan terapi empirik, pilihan antibiotik harus dievaluasi ulang dan
disesuaikan dengan hasil kultur dan uji resistensi. Bila hasil kultur tidak
menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari dan bayi secara klinis baik,
pemberian antibiotik harus dihentikan.
1. Pemilihan Antibiotik untuk Sepsis Awitan Dini
Pada bayi dengan sepsis neonatorum awitan dini, terapi empirik harus
meliputi Streptococcus Group B, E. coli, dan Lysteria monocytogenes.
Kombinasi penisilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai
aktivitas antimokroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua
organisme penyebab sepsis neonatorum awitan dini. Kombinasi ini sangat
dianjurkan karena akan meningkatkan aktivitas antibakteri.
2. Pemilihan Antibiotik untuk Sepsis Awitan Lambat
Kombinasi pensilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida juga dapat
digunakan untuk terapi awal sepsis neonatorum awitan lambat. Pada kasus
infeksi Staphylococcus (pemasangan kateter vaskular), obat anti
staphylococcus yaitu vankomisin ditambah aminoglikosida dapat digunakan
sebagai terapi awal. Pemberian antibiotik harusnya disesuaikan dengan pola
kuman yang ada pada masing-masing unit perawatan neonatus.
3. Terapi Suportif (Adjuvant)
Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ
atau lebih yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguanfungsi
respirasi, gangguan kardiovaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem
imun. Pada keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian
oksigen, pemberian inotropik, dan pemberian komponen darah. Terapi
suportif ini dalam kepustakaan disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi
yang dilaporkan dikepustakaan antara lain pemberian intravena
immunoglobulin (IVIG), pemberian tranfusi dan komponen darah,
granulocyte-macrophage colony stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF),
inhibitor reseptor IL-1, transfusi tukar (TT) dan lain-lain.
4. Pengobatan komplikasi
a. Pernapasan: kebutuhan oksigen meningkat, yang harus dipenuhi dengan
pemberian oksigen, VTP atau kemudian dengan ventilator.
b. Kardiovaskular: menunjang tekanan darah dan perfusi jaringan,
mencegah syok dengan pemberian volume ekspander 10-20ml/kg (NaCl
0,9%, albumin dan darah). Catat pemasukan cairan dan pengeluaran urin.
Kadang diperlukan pemakaian dopamin atau dobutamin.
c. Hematologi: untuk DIC (trombositopeni, protrombin time memanjang,
tromboplastin time meningkat), sebaiknya diberikan FFP 10ml/kg, vit K,
suspensi trombosit, dan kemungkinan transfusi tukar. Apabila terjadi
neutropeni, diberikan transfusi neutrofil
d. Susunan syaraf pusat: bila kejang beri fenobarbital (20mg/kg loading
dose) dan monitor timbulnya sindrom inappropriate antidiuretic hormon
atau SIADH, ditandai dengan ekskresi urin turun, hiponatremi,
osmolaritas serum turun, naiknya berat jenis urin dan osmolaritas.
e. Metabolik: monitor dan terapi hipo dan hiperglikemia. Koreksi asidosis
metabolik dengan bikarbonat dan cairan. Pada saat ini imunoterapi telah
berkembang sangat pesat dengan diketemukannya berbagai jenis globulin
hiperimun, antibodi monoklonal untuk patogen spesifik penyebab sepsis
neonatal.
I. Tinjauan asuhan keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan melalui anamnesis untuk mendapatkan data, yang perlu
dikaji adalah status sosial-ekonomi, Riwayat perawatan antenatal, Riwayat ibu
mengalami infeksi intra uterine, demam, ketuban pecah dini , Riwayat persalinan,
penolong, lingkungan yg tidak higienis, Bayi premature / BBLR , partus lama atau
sangat cepat (partus presipatutus). Ada atau tidaknya riwayat penyakit seksual
(sifilis, herpes klamidia, gonorea, dan lain-lain). Apakah selama kehamilan dan
saat persalinan pernah menderita penyakit infeksi (mis. Toksoplasmosis, rubeola
toksemia gravidarum, dan amnionitis).
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum suhu tubuh tidak stabil , Letargi / lunglai, mengantuk /
aktifitas berkurang, Malas minum sebelumnya minum baik , Rewel /iritabel ,
Kondisi memburuk dengan cepat.
b. Gastrointestinal : Kembung, muntah, diare, hepatomegali
c. Kulit : Sianosis, ptekhie, sklerema, perfusi berkurang
d. Kardiopulmonal : Takipneu, distres napas, merintih, retraksi, takikardia,
bradikardia, hipotensi
e. Neurologis : iritabel, penurunan kesadaran, kejang, UUB membonjol, kaku
kuduk
3. Pemeriksaan penunjang
Evaluasi hitung jenis leukosit , Adanya leukositosis, leukopenia, netropenia ,
Peningkatan rasio netrofil imatur/total > 0.2 (IT ratio >0.2), Peningkatan CRP (C-
reactive protein), Ditemukan kuman dengan pengecatan Gram atau kultur dari
sampel darah, urine, LCS, BGA: hipoksia, asidosis metabolic, Hipoglikemia,
hiperglikemia , Peningkatan kadar bilirubin, kadar gula darah serum.
4. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering muncul adalah sebagai berikut.
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menelan makanan
3. Risiko termogulasi tidak efektif ditandai dengan subkutan tidak memadai
4. Risiko penyebaran infeksi ditandai dengan penurunan sistem imun
5. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Pola nafas mengatur dan Manajemen jalan nafas
tidak efektif membantu usaha Observasi
bernapas dan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
kecukupan dan usaha napas
oksigen 2. Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes, biot,
ataksik)
3. Monitor adanya produksi sputum
4. Monitor adanya sumbatan jalan
napas
Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
dengan head-tilt dan chin-lift
2. Posisi semi fowler atau fowler
3. Lakukan pengisapan lender kurang
dari 15 detik
4. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
5. Berikan oksigen, bila perlu
Edukasi
Jelaskan kepada keluarga mengenai
tujuan dan prosedur pemantauan
Defisit Memelihara Manajemen nutrisi
Nutrisi kebutuhan nutrisi Observasi
bayi, berat badan 1. Identifikasi status nutrisi
bayi tidak turun, 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
menunjukkan makanan
kenaikan berat 3. Identifikasi makanan yang disukai
badan. 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan
selang nasogastric Monitor asupan
makanan
6. Monitor berat badan
7. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Berikan medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
3. Fasilitas menentukan pedoman diet
(mis. Piramida makanan)
4. Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
5. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
6. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
7. Berikan suplemen makanan, jika
perlu
8. Hentikan pemberian makanan selan
nasogastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
Ajarkan program diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan.
Resiko Menjaga tubuh Temperature regulation
termoregulas bayi dalam 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
i tidak efektif rentang normal 2. Rencanakan monitoring suhu secara
kontinyu
3. Monitor TD, N, RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
Resiko Meminimalkan Kontrol infeksi
infeksi peningkatan 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
resiko masuknya pasien lain
organisme 2. Pertahankan teknik isolasi
patogen 3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikan pada pengunjung untuk
mencuci tangan saat berkunjung dan
seteah berkunjung meninggalkan
pasien
5. Gunakan sabun antimikroba untuk
cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
7. Gunakan bau, sarung tangan sebagai
alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central
dan dressing sesuai dengan petunuk
umum
10. Tingkatkan intake nutrisi
11. Berikan terapi antibiotik bila perlu
DAFTAR PUSTAKA
Chairani, U. (2016). Hubungan Bayi Berat Badan Lahir Rendah dengan
Terjadinya Sepsis Neonatorum di RSUP H Adam Malik Medan Tahun 2012-
2015.
Effendi, S. H. (2013, June). Sepsis neonatal; penatalaksanaan terkini serta
berbagai masalah dilematis. In Dalam: simposium ilmiah dan workshop meet
the professor. Bandung: UNPAD (pp. 1-20).
Salendu, P. M. (2012). Sepsis neonatorum dan pneumonia pada bayi
aterm. JURNAL BIOMEDIK: JBM, 4(3).
Pusponegoro, T. S. (2016). Sepsis pada neonatus (sepsis neonatal). Sari
Pediatri, 2(2), 96-102.

Anda mungkin juga menyukai