Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mastitis adalah infeksi peradangan pada mammae, terutama pada

primipara yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus. Infeksi ini

terjadi melalui luka pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran

darah (Prawirohadjo, 2001). Mastitis adalah peradangan payudara, yang

dapat disertai atau tidak disertai dengan infeksi.Penyakit ini biasanya

menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis

puerperalis. Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi fatal apabila tidak

diberi tindakan yang adekuat.Mastitisjuga seringkali disebut sebagai abses

payudara, dimana terjadi pengumpulan nanah lokal di dalam payudara.

Keadaan ini menyebabkan beban penyakit yang berat dan memerlukan

biaya yang sangat besar untuk pengobatannya. Penelitian terbaru juga ada

yang menyatakan bahwa mastitis dapat meningkatkan risiko penularan HIV

melalui menyusui.

Pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang

kurang benar merupakan penyebab yang penting, tetapi pada kenyataannya

saat ini masih banyak petugas kesehatan yang menganggap bahwa mastitis

masih sama dengan infeksi payudara. Mereka sering tidak mampu

membantu pasien mastitis untuk terus menyusui, dan mereka bahkan

mungkin menyarankan pasien tersebut untuk berhenti menyusui, yang

sebenarnya hal tersebut tidak perlu.

1
Makalah ini disusun untuk menyajikan informasi tentang konsep

asuhan keperawatan mastitis laktasional, untuk memberikan informasi

kepada pembaca untuk lebih paham tentang konsep asuhan keperawatan

mastitis itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka penulis membuat suatu rumusan

masalah yaitu bagaimana asuhan keperawatan yang dapat di berikan pada

pasien yang menderita mastitis?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:

a. Mengetahui anatomi dan fisiologi payudara

b. Mengetahui definisi mastitis

c. Mengetahui epidemiologi mastitis

d. Mengetahui etiologi mastitis

e. Mengetahui tanda dan gejala mastitis

f. Mengetahui patofisiologi mastitis

g. Mengetahui komplikasi dan prognosis mastitis

h. Mengetahui pengobatan mastitis

i. Mengetahui pencegahan mastitis

j. Mengetahui pemeriksaan penunjang mastitis

k. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis.

2
1.4 Manfaat

Manfaat makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Bagi mahasiswa, hasil makalah diharapkan dapat memberikan

pemahaman dan pengertian terhadap pentingnya kesehatan dan

mampu memberikan asuhan keperawatan dengan benar

b. Bagi penulis, makalah ini diharapkan dapat menambah dan

meningkatkan wawasan, pengetahuan dan pengalaman belajar yang

terkait dengan masalah pada sistem reproduksi wanita, yaitu penyakit

mastitis ini sehingga dalam mempraktikkan ilmu yang terkait akan

lebih mudah.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan

payudara. Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus

aureus. Bakteri biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau

terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses

payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi

sistematik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai

komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2001).

Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya

sumbatan pada duktus hingga  puting susu mengalami sumbatan.

Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca

kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI yang

tidak e f i s i e n akibat teknik menyusui yang buruk.untuk

menghambat terjadinya mastitis ini di anjurkan untuk

menggunakan bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang

baik  pada payudaranya (Sally, 2003).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu

kesimpulan mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan

payudara yang diakibatkan karena adanya bakteri (staphylococcus aureus)

yang masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.

4
Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis

epidemic, mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa.

Dimana keempat jenis tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda.

Diantaranya adalah sebagai berikut (Djamudin, 2009):

a. Mastitis Puerparalis Epidemik

Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila

pertama kali bayi dan ibunya terpajan pada organisme yang tidak

dikenal atau verulen. Masalah ini paling sering terjadi di rumah sakit,

yaitu dari infeksi silang atau bekesinambungan strain resisten.

b. Mastitis Noninfesiosa

Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari

sebagian atau seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran

terhenti.Namun proses ini membutuhkan waktu beberapa hari dan

tidak akan selesai dalam 2–3 minggu. Untuk sementara waktu,

akumulasi ASI dapat menyebabkan respons peradangan.

c. Mastitis Subklinis

Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang

dapat disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga

produksi ASI sangat berkurang yaitu kira-kira hanya sampai di bawah

400 ml/hari (<400 ml/hari).

d. Mastitis Infeksiosa

Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan

proteksi oleh faktor imun dalam ASI dan oleh respon–respon

5
inflamasi. Secara normal, ASI segar bukan merupakan media yang

baik untuk pertumbuhan bakteri.

2.2 Epidemiologi

Organisasi kesehatan dunia/WHO (2008) memperkirakan lebih dari

1,4 juta orang terdiagnosis menderita mastitis. The American Society

memperkirakan 241.240 wanita Amerika Serikat terdiagnosis mastitis.

Sedangkan di Kanada jumlah wanita yang terdiagnosis mastitis adalah

24.600 orang dan di Australia sebanyak 14.791 orang. Di Indonesia

diperkirakan wanita yang terdiagnosis mastitis adalah berjumlah 876.665

orang dan di Sumatera Utara berkisar antara 40-60% wanita terdiagnostik

mastitis (Djamudin, 2009).

Mastitis dan abses payudara terjadi hampir pada semua populasi.

Insiden yang dilaporkan bervariasi sampai 33% wanita menyusui, tetapi

biasanya di bawah 10%. Walaupun demikian, menurut beberapa laporan,

terutama dari negara-negara berkembang, suatu abses dapat terjadi tanpa

didahului dengan mastitis yang nyata. Mastitis paling sering terjadi pada

minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran, dengan sebagian besar laporan

menunjukkan bahwa 74% sampai 95% kasus terjadi dalam 12 minggu

pertama. Namun, mastitis juga dapat terjadipada setiap tahap laktasi,

termasuk pada tahun kedua. Abses payudara juga paling sering terjadi pada

6 minggu pertama pascakelahiran tetapi dapat timbul kemudian (Djamudin,

2009).

6
2.3 Faktor Resiko

Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis

(Prasetyo, 2010), yaitu:

a. Umur, wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis

dari pada wanita di bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.

b. Serangan sebelumnya, serangan mastitis pertama cenderung berulang,

hal ini merupakan akibat teknik menyusui yang buruk yang tidak

diperbaiki.

c. Melahirkan, komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko

mastitis, walupun penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko.

d. Gizi, asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor

predisposisi terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan

beresiko mengalami mastitis karena kurangnya zat besi dalam tubuh,

sehingga hal itu akan memudahkan tubuh mengalami infeksi

(mastitis). Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat

mengurangi resiko mastitis.

e. Faktor kekebalan dalam ASI, faktor kekebalan dalam ASI dapat

memberikan mekanisme pertahanan dalam payudara.

f. Pekerjaan di luar rumah, interval antar menyusui yang panjang dan

kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat sehingga

akan memicu terjadinya statis ASI.

7
g. Trauma, Trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat

merusak jaringan kelenjar dan saluran susu dan haltersebut dapat

menyebabkan mastitis.

2.4 Etiologi

Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak

ditemukan pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini

seringkali berasal dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu

melalui sobekan atau retakan di kulit pada puting susu. Mastitis biasanya

terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-

3 bulan setelah melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami

mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.

Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara

(Mastitis) di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi

mastitis.

b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara

bengkak.

c. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental

engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi

mastitis.

d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan

mempermudah terkena infeksi.

8
Menurut Prasetyo (2010) menghasilkan bukti tambahan tentang

pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI

dari payudara dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi

berikut, yaitu:

a. Stasis ASI

Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari

payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah

melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan

bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif,

pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI,

suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar

dua/lebih. Statis ASI dapat membaik hanya dengan terus menyusui,

tentunya dengan teknik yang benar.

b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis non infeksiosa)

Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai

berikut:Adanya bercak panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras

yang nyeri tekan, dan tidak terjadi demam dan ibu masih merasa baik-

baik saja.Mastitis non infeksiosa membutuhkan tindakan pemerasan

ASI setelah menyusui.

c. Mastitis infeksiosa

Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai

berikut: lemah, nyeri kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5

derajat celcius, ada luka pada puting  payudara, kulit payudara tampak

9
menjadi kemerahan atau mengkilat, terasa keras dan tegang, payudara

membengkak, mengeras, dan teraba hangat, dan terjadi peningkatan

kadar natrium sehingga bayi tidak mau menyusu karena ASI yang

terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati dengan pemerasan

ASI dan antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang efektif,

mastitis non infeksiosa sering berkembang menjadi mastitis

infeksiosa, dan mastitis infeksiosa menjadi pembentukan abses.

2.5 Tanda dan Gejala

Menurut Prasetyo (2010) Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya

berupa:

a. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras

dan kadang terasa nyeri.

b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting

teregang menjadi rata.

c. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut

untuk menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang.

d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan

gejala demam, rasa dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.

e. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi

yang sama dengan payudara yang terkena.

10
2.6 Patofisiologi

Menurut Fitri (2009) secara garis besar, mastitis atau peradangan pada

payudara dapat terjadi karena proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun

semuanya bermuara pada proses infeksi. Mastitis akibat proses noninfeksi

berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena sebab-sebab

tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI

atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini membuat ASI

terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan

lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang

memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat

meningkat, beberapa komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan

natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu

respon imun. Terjadi inflmasi hingga sehingga mempermudah terjadinya

infeksi.Kondisi ini membuat lubang duktus laktiferus menjadi port de entry

bakteri, terutama bakteri Staphylococcus aureus dan Strepcococcus sp.

Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang

terjadi akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul

fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan

menjadikanport de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya

adalah infeksi pada jaringan mammae.

11
2.7 Komplikasi dan Prognosis

Menurut Fitri (2009) komplikasi dan prognosis dari mastitis adalah

sebagai berikut :

a. Komplikasi

Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.

1. Abses payudara

2. Mastitis berulang/kronis

3. Infeksi jamur

b. Prognosis

Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan

segera. Dan keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana

atau dilakukan tindakan yang adekuat.

2.8 Pengobatan

Menurut Prasetyo (2010) Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis

adalah:

a. Konseling suportif, Ibu harus diyakinkan kembali tentang nilai

menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari payudara

yang terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa

payudaranya akan pulih, baik bentuk maupun fungsinya.

b. Pengeluaran ASI dengan efektif.

c. Terapi antibiotik. Terapi antibiotik diindikasikan pada hitung sel dan

koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi, gejala

12
berat sejak awal, terlihat puting pecah-pecah, gejala tidak membaik

setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki maka

Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus

aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin

mungkin paling tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit

sebaiknya dikultur dan sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.

Antibiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 setiap 6 jam

Tabel 1.1 Dosis Antibiotik

d. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain :

1. Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari

setiap 6 jam selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3

kali sehari selama 10 hari, bantulah ibu agar tetap menyusui

2. Bebat/sangga payudara

3. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak

dan nyeriyaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral

setiap 4 jam dan lakukan evaluasi secara rutin.

13
2.9 Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa

tindakan sebagai berikut (Soetjiningsih, 1997) :

a. Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan

b. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran,

kosongkan payudara dengan cara memompanya

c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah

robekan/luka pada puting susu

d. Minum banyak cairan

e. Menjaga kebersihan puting susu

f.Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

Untuk Pengendalian infeksi, petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci

tangan secara menyeluruh dan sering sebelum dan setelah kontak dengan

bayi. Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat gabung bayi dengan ibu

merupakan jalan penting untuk mengurangi infeksi rumah sakit.

2.10 Pemeriksaan Penunjang

Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan

pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu

nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen

(Wiknjosastro, 2005).

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan

yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting

14
harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak

menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat

di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa

penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat

dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.

15
2.11 PATHWAYS

Fisura pada
Stasis puting
ASI
Jaringan mammae
menjadi tegang

Lubang duktus
laktiferus lebih
Terbukanya
terbuka
port de entry

Bakteri masuk

MASTITIS

Ketegangan Laktasi Proses infeksi


pada jaringan terganggu bakteri
mammae

Menyusui
Reaksi imun
Ukuran mammae membesar tidak efektif
dan Penekanan reseptor
nyeri Muncul pus
Kurang
pengetahuan

Gangguan Nyeri akut Resiko


citra tubuh tinggi
Ansietas
infeksi

Sumber : Prasetyo (2010)

16
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

a. Identitas klien :

1. Nama

2. Umur, wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering

mengalami mastitis daripada wanita yang berumur dibawah 21

tahun dan di atas 35 tahun.

3. Suku.

4. Pendidikan

5. Pekerjaan

6. Alamat, perlu ditanyakan apabila pasien dirasa memerlukan

kunjungan rumah post perawatan

b. Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan dahulu

Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena

adanya faktor-faktor predisposisi seperti faktor kekebalan ASI

yang rendah, sehingga dapat dengan mudah mengalami infeksi

utamanya pada payudara (mastitis). Asupan nutrisi yang tidak

adekuat dan lebih banyak mengandung garam dan lemak juga

dapat memicu terjadinya mastitis, adanya riwayat trauma pada

payudara juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis

karena adanya kerusakan pada kelenjar dan saluran susu. Selain

17
itu juga dengan adanya faktor penyebab yang pasti seperti stasis

ASI karena bayi yang susah menyusu, adanya luka lecet di area

puting susu dan penggunaan bra yang tidak tepat/teralalu ketat

juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis, dimana hal-hal

tersebut kemungkinan besar adalah merupakan hal yang sering

sekali diabaikan oleh wanita. Infeksi mammae pada kehamilan

sebelumnya juga dapat menjadi penyebab terjadinya mastitis.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat

(>38 derajat celcius), tidak ada nafsu makan, nyeri pada daerah

mammae, bengkak dan merah pada mammae. Jika tidak

mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul

berbagai komplikasi seperti abses payudara, infeksi berulang

dan infeksi jamur. Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan

pencegahan yang tepat, misalnya memberikan info tentang

perawatan payudara, teknik menyusui yang benar.

3. Riwayat kesehatan keluarga, Faktor herediter tidak

mempengaruhi kejadian mastitis.

c. Pengkajian Keperawatan

1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

18
Persepsi: masih banyak masyarakat yang menganggap

bahwa nyeri yang sering muncul saat masa menyusui adalah hal

yang normal, dimana tidak perlu mendapatkan perhatian khusus

untuk penanganannya. Pasien dengan mastitis biasanya

kebersihan badannya kurang terjaga terutama pada area

payudara dan lingkungan yang kurang bersih.

2. Pola Nutrisi / Metabolik

Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu

terjadinya mastitis. Dengan adanya asupan garam yang terlalu

tinggi maka akan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar

natrium dalam ASI, sehingga bayi tidak mau menyusu pada

ibunya karena ASI yang terasa asin. Hal ini akan mengakibatkan

terjadinya penumpukan ASI dalam payudara (Stasis ASI) yang

dapat memicu terjadinya mastitis.

3. Pola Eliminasi

Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami

gangguan yang spesifik akibat terjadinya mastitis.

a) Tidak ada nyeri saat berkemih

b) Konsistensi dan warna normal

c) Jumlah dan frekuensi berkemih normal.

4. Pola Aktivitas dan Latihan

19
Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh

(hipertermi : >38 derajat celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya

pasien akan mengalami penurunan aktivitas karena lebih fokus

pada gejala yang muncul.

5. Pola Tidur dan Istirahat

Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur,

mengeluh nyeri. Pasien akan lebih fokus pada gejala yang

muncul pula.

6. Pola Kognitif dan Perseptual

Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang

ada hanya nyeri biasa.Pasien merasa biasa dan jika ada orang

lain yang mengetahui dapat terjadi penurunan harga diri.

7. Pola Persepsi Diri (Tidak ada gangguan).

8. Pola Seksual dan Reproduksi

Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya penurunan

libido dan pasien pasti akan lebih fokus pada gejala yang

muncul sehingga untuk pemenuhan kebutuhan seksualitas ini

sudah tidak lagi menjadi prioritas.

9. Pola Peran dan Hubungan

Ada gangguan, lebih banyak untuk istirahat karena nyeri.

10. Pola Manajemen Koping-Stress

Pasien terlihat tidak banyak bicara, banyak istirahat.

11. Sistem Nilai dan Keyakinan

20
Biasanya akan mengalami gangguan, namun hal itu juga

tergantung pada masing-masing individu, kadangkala ada

individu yang lebih rajin ibadah dan mendekatkan diri kepada

Tuhan.namun di lain sisi juga ada individu yang karena sakit itu,

ia malah menyalahkan dan menjauh dari Tuhan.

d. Pengkajian Fisik

1. Keadaan Umum

a) Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan

umumnya baik.

b) Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat

kesadarannya adalah compos mentis.

c) Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya

cukup.

2. Pemeriksaan Fisik Head to too

a) Tanda-tanda Vital

1) Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam

keadaan normal 120/80 mmHg

2) Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami

penaikan 90-110/menit. Dimna normalnya 60-

80/menit.

3) Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis

frekuensi pernafasan mengalami peningkatan

30x/menit. Dimana normalnya 16-20x/menit.

21
4) Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi

peningkatan suhu badan yaitu tidak lebih dari 37,2ᵒ

C dan pada ibu dengan mastitis, suhu mengalami

peningkatan sampai 39,5ᵒ C.

b) Kulit

Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara

sehingga perlu pemeriksaan fisik yang terfokus pada

panyudara.

c) Kepala

Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun

biasanya ibu dengan mastitis mengeluh nyeri kepala

seperti gejala flu.

d) Wajah (Wajah terlihat meringis kesakitan).

e) Mata

Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat

anemis. Dimana anemia merupakan salah satu faktor

predisposisi terjadinya mastitis, karena seseorang dengan

anemis akan mudah mengalami infeksi.

f) Hidung

Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-),

deviasi (-/-). Tidak ada gangguan pada area ini.

22
g) Mulut

Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-).

Tidak ada gangguan pad area ini.

h) Telinga

Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak

ada gangguan ada area ini.

i) Tenggorokan

Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-),

tonsil T1 - T1. Tidak ada gangguan pada area ini.

j) Leher

Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan

atau perubahan fisik.

k) Kelenjar getah bening

Pada kelenjar bening yang terdapat pada area ketiak

terjadi pembesaran. pembesaran kelenjar getah bening

ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena

mastitis.

l) Panyudara

Pada daerah panyudara terlihat kemerahan atau

mengkilat, gambaran pembuluh darah terlihat jelas di

permukaan kulit, terdapat lesi atau luka pada puting

panyudara, panyudara teraba keras dan tegang, panyudara

23
teraba hangat, terlihat bengkak, dan saat di lakukan palpasi

terdapat pus.

m) Toraks

Bentuk: normochest, retraksi (-), gerakan dinding

dada simetris. Tidak ada gangguan pada derah toraks.

n) Cordis:

1) Inspeksi: iktus kordis tidak tampak

2) Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat

3) Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar

4) Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising 

(-)

o) Pulmo: 

1) Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

2) Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri

3) Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

4) Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)

5) Suara tambahan: (-/-)

p) Abdomen

1) Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari

dinding dada karena post partum sehingga

pembesaran fundus masih terlihat.

2) Auskultasi: bising usus (+) normal

3) Perkusi: tympani

24
4) Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba

e. Pemeriksaan penunjang

Pada ibu nifas dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan

laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namun jika dilakukan

pemeriksaan laboratorium biasanya ditemukan jumlah sel darah putih

(SDP) meningkat karena adanya reaksi inflamasi. Selain itu pada

pemeriksaan kultur ASI ditemukan beberapa bakteri penyebab

mastitis. Dimana pemeriksaan kultur ASI tersebut juga digunakan

untuk menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.

3.2 Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi

b. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan denganterhentinya

menyusui sekunder akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusu

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengankerusakan jaringan

d. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, kurang pengetahuan

e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan

fisik akibat penyakit

f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

25
3.3 Intervensi keperawatan

Diagnose Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


a. Nyeri akut Tujuan: 1. Kaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, 1. Membantudalammenentukan

berhubungan Setelah dilakukan tindakan lokasi, lamanya dan intensitas nyeri). identifikasiderajat, ketidaknyamanan

dengan proses keperawatan selama 1x24 jam dan dapat diberi tetapi yang tepat.

inflamasi nyeri dapat teratasi. 2. Berikan kompres hangat. 2. Kompres hangat dapat menyebabkan

Kriteria Hasil: vasodilatasi sehingga aliran darah

1. Ibu dapat menyusui 3. Ajarkan dan anjurkan klien untuk lancar.

bayinya dengan nyaman melakukan perawatan payudara. 3. Dengan perawatan yang benar dan

2. Ibu dapat beraktifitas konsisten (tepat) dapat mengurangi rasa

dengan normal nyeri.

3. Suhu tubuh menurun 4. Anjurkan klien untuk tidak 4. Penyangga yang ketat dapat

4. Payudara tidak bengkak menggunakan penyangga yang terlalu menimbulkan rasa nyeri.

lagi dan lunak ketat. 5. Antibiotik untuk mencegah penyebaran

26
5. Nyeri mulai 5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik infeksi secara berlebih dan analgetik

berkurang/hilang dan antibiotic. untuk mengurangi nyeri.

6. Mencegah komplikasi sejak awal.

6. Kolaborasi dalam melakukan insisiden

biopsy jika ada abses.


b. Ketidakefektif Tujuan : 1. Anjurkan ibu untuk mengoleskan 1. Mencegah terjadinya iritasi lanjut pada

an pemberian Setelah dilakukan tindakan baby oil pada puting sebelum dan putting.

ASI keperawatan selama 2x24 sesudah menyusui.

berhubungan jam pemberian ASI pada bayi 2. Ajarkan cara menyusui yang tepat 2. meminimalkan luka pada putting susu

denganterhenti efektif. agar tidak terjadi luka pada putting. ibu.

nya menyusui Kriteria Hasil: 3. Lakukan perawatan payudara dan 3. Dengan perawatan yang tepat, dapat

sekunder 1. Ibu dapat menyusui anjurkan ibu untuk melakukan mengatasi masalah menyusui.

akibat ibu bayinya dengan rileks perawatan payudara secara tepat.

yang sakit, 2. Bayi mau menyusu lagi 4. Anjurkan ibu menyusui dengan 4. Untuk mencegah terjadinya iritasi

27
bayi tidak mau 3. Tidak ada lagi puting susu menggunakan puting susu secara lanjut pada putting

menyusu. luka atau lecet perlahan-lahan.


c. Resiko tinggi Tujuan : 1. Kaji TTV dan tanda-tanda adanya 1. Peningkatan tanda vital dapat

infeksi Setelah dilakukan tindakan infeksi. menunjukkan terjadinya infeksi.

berhubungan keperawatan selama 1x24 jam 2. Lakukan perawatan luka/ abses dengan 2. Perawatan luka yang steril dapat

dengankerusak tidak terdapat tanda dan set yang steril. mengurangi terjadi pus atau resiko

an jaringan gejala terjadinya infeksi. infeksi.

3. Kolaborasi pemeriksaan darah 3. Deteksi dini kondisi penyebaran infeksi

lengkap. pada tubuh ibu.

Kriteria Hasil : 4. Kolaborasi dalam melakukan insisi/ 4. Untuk mengurangi abses dan

1. TTV dalam batas normal biopsy dan pemberian antibiotik. penyebaran infeksi.

2. Mamae tidak merah dan

regang lagi 5. Berikan informasi pentingnya menjaga 5. Menjaga personal hygiene dapat

3. Tidak ada tanda infeksi personal hygiene. mencegah penyebaran infeksi atau

28
bakteri.

4.4 Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa Implementasi Evaluasi


a. Nyeri akut 1. Telah dikaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, lokasi, S : Klien mengatakan nyerinya sudah berkurang atau

berhubungan lamanya dan intensitas nyeri). hilang

dengan proses 2. Telah doberikan kompres hangat. O:

inflamasi 3. Telah diajarkan dan telah menganjurkan klien untuk a. Klien tidak tampak meringis lagi.

melakukan perawatan payudara. b. Skala nyeri berkurang menjadi 2 dari skala nyeri

4. Telah menganjurkan klien untuk tidak menggunakan (1-10)

penyangga yang terlalu ketat. c. TTV :130/80, Nadi 75x/ menit,RR: 24x/ menit,

5. Telah berkolaborasi dalam pemberian analgetik dan suhu 37oC

antibiotic. A : Masalah teratasi sebagian

6. Telah berkolaborasi dalam melakukan insisi/biopsy P : Lanjutkan intervensi

karena adanya abses.

29
b. Ketidakefektifan 1. Telah mengannjurkan ibu untuk mengoleskan baby oil S: Ibu mengatakan sudah bisa memberikan ASI pada

pemberian ASI pada putting susu sebelum dan sesudah menyusui. bayinya secara rutin dan bayinya juga sudah mau

berhubungan 2. Telah mengajarkan cara menyusui yang tepat agar menyusu.

denganterhentiny tidak terjadi luka pada putting. O:

a menyusui 3. Telah melakukan perawatan payudara dan a. Ibu terlihat menyusui bayinya dengan rileks.

sekunder akibat menganjurkan ibu untuk melakukan perawatan b. Ibu dapat menyusui bayinya dengan posisi yang

ibu yang sakit, payudara secara tepat dan rutin. benar.

bayi tidak mau 4. Telah mengajurkan ibu untuk menyusui dengan c. Lecet pada puting susu ibu berkurang atau tidak

menyusu menggunakan puting susu secara perlahan-lahan. ada.

A: Masalah teratasi

P: Hentikan intervensi
a. Resiko tinggi 1. Telah mengkaji TTV dan tanda-tanda adanya infeksi. S: Ibu mengatakan panyudaraNya sudah tidak sakit dan

infeksi 2. Telah melakukan perawatan luka/abses dengan set nyeri lagi

berhubungan yang steril. O:

30
dengan kerusakan 3. Telah berkolaborasi untuk melakukan pemeriksaan a. Tidak ada lecet pada puting susu

jaringan darah lengkap. b. TTV :120/80, Nadi 75x/ menit,RR: 22x/ menit,

4. Telah berkolaborasi dalam melakukan insisi/biopsy suhu 37oC

dan pemberian antibiotik. c. Tidak ada tanda-tanda adanya ifeksi (peradangan,

5. Telah memberikan informasi tentang pentingnya pengeluaran push, dll pada payudara)

menjaga personal hygiene. d. Puting susu terlihat bersih.

A: Masalah teratasi

P: Hentikan intervensi

31
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin

disertai infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6

minggu pertama setelah bayi lahir.Diagnosis mastitis ditegakkan apabila

ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara

menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak.Beberapa faktor risiko

utama timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang

jarang dan pelekatan bayi yang kurang baik.Melancarkan aliran ASI

merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis.

Selain itu, ibu perlu banyak beristirahat, banyak minum,

mengonsumsi nutrisi yang seimbang dan apabila perlu mendapatkan

terapi medikasi analgesik dan antibiotik. Infeksi payudara atau mastitis

perlu diperhatikan oleh ibu-ibu yang baru melahirkan.Infeksi ini biasanya

terjadi disebabkan adanya bakteri yang hidup di permukaan payudara.

Berbagai macam faktor seperti kelelahan, stres, dan pakaian ketat dapat

menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari payudara yang nyeri

dan jika tidak dilakukan pengobatan, maka akan menjadi abses.

32
5.2 Saran

Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita

untuk selalu menjaga kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi

terkena mastitis. Namun, banyak hal yang dapat dilakukan untuk

mengurangi risiko mastitis yaitu dengan cara tidak mengenakan bra atau

pakaian yang tepat menekan saluran susu danmenghambat aliran susu,

menyusui sesering bayi menginginkannya. Karenadengan membiarkan

pada waktu menyusui terlalu lama, saluran susu dapat tersumbat saat

pertama kali bayi tidur semalaman tanpa menyusui.

Bagi mahasiswa keperawatan supaya lebih memahami secara

mendalam mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan tumor

ginjal sehingga nantinya dapat menerapkan asuhan keperawatan kepada

pasien dengan baik.

33
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.

Jakarta: EGC.

Mansjoer, A. dkk. 2001. KapitaselektaKedokteran. Jakarta: Media

Aesculapius.

NANDA. 2010.

Prawirohadjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:

YBP

Soetjiningsih. 1997. Asi: Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.

Winknjosastro, H. 2005. Ilmu kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

Djamudin, syahrul. 2009. Askep Nifas Pada Ibu Dengan Infeksi Payudara.

[serial online]. http://healthycaus..com/ (22 oktober 2019).

Fitri. 2009. Gambaran Pengetahuan Ibu Post Partum tentang Mastitis di Klinik

Bidan Elfrida Tahun 2009. [serial online].

http://karyatulisilmiah/20009/03/07/Gambaran-pengetahuan-ibu-

postpartum-tentang-mastitis-diklinik-bidan-elfrida-tahun-2009.pdf 22

oktober 2019).

34

Anda mungkin juga menyukai