Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

NEONATAL PNEUMONIA

DI RUANGAN ALAMANDA RSUD BANGIL

Oleh :

Melania Jelina

2022611021

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI

MALANG

2023
A. Pengertian

Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin terjadi

dalam beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian yang dapat disamakan dengan

kumpulan gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan terbatas pada paru-paru. Tanda-

tandanya mungkin terbatas pada kegagalan pernafasan atau berlanjut ke arah syok dan

kematian. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta, aspirasi atau diperoleh setelah

kelahiran (Caserta, 2009).

Pneumoni neonatus sering terjadi akibat tranmisi vertikal ibu-anak yang

berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber

infeksi ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion atau dari servik ibu atau

juga bisa disebabkan karena proses pertolongan kelahirannya disamping itu juga bisa

terkontamisani dari masyarakat sekitar.

B. Etiologi

Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab pneumonia

pada umumnya, yaitu:

a. Disebabkan oleh mikroorganisme seperti

- Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus

- Epidermidis, E. Coli, Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella

- Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV

- Jamur: Candida

b. Pneumoni pada BBL sering kali berawal dari pecahnya ketuban sebelum waktunya

yang menyebabkan terjadinya infeksi pada cairan ketuban

c. Janin terendam dalam cairan ketuban yang terinfeksi dan menghirupnya, sehingga

masuk ke paru-paru
d. Bisa terjadi beberapa minggu setelah bayi lahir, terutama pada bayi yang

pernafasannya dibantu oleh ventilator

C. Klasifikasi

Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi :

a. Intrapartum pneumonia

1) Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir.

2) Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau

aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari mekanik,

atau gangguan iskemik dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah

dengan ibu invasif organisme yang sesuai potensi dan virulensinya.

3) Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat mewujudkan

tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah lahir.

4) Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam sebelum invasi yang

memadai, replikasi, dan respon inflamasi telah terjadi menyebabkan tanda-tanda

klinis.

b. Pneumonia pascalahir

1) Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan berasal setelah bayi

lahir.

2) Pasca kelahiran radang paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa proses yang

sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi setelah proses

kelahiran.

3) Yang sering menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi dalam banyak

pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan intensif (NICU) sering

mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk kolonisasi oleh organisme resisten

pathogenicity yang tidak biasa. Terapi invasif yang diperlukan dalam oleh bayi
sering menyebabkan mikroba masuk ke dalam struktur yang biasanya tidak

mudah diakses.

4) Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan signifikan

potensial. Selang makanan mungkin lebih lanjut dapat mempengaruhi

gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi.

D. Manifestasi Klinis

Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit. Adapun

gejala klinis dari pneumonia yaitu :

a. Tachypnea (laju pernafasan >60 kali/menit).

b. Dengkur ekspirasi mungkin terjadi.

c. Perekrutan otot aksesori pernapasan, seperti cuping hidung dan retraksi di subcostal,

interkostal, atau situs suprasternal, dapat terjadi.

d. Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam kualitas dan

kuantitas, tetapi yang paling sering sedalam-dalamnya dan kemajuan dari

serosanguineous untuk penampilan yang lebih bernanah, putih, kuning, hijau, atau

perdarahan warna dan tekstur krim atau chunky tidak jarang terjadi. Jika aspirasi

mekonium, darah, atau cairan properadangan lainnya dicurigai, warna dan tekstur

lain bisa dilihat.

e. Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada bayi dengan radang

paru-paru daripada individu yang lebih tua. Jika ada, mereka mungkin disebabkan

oleh proses menyebabkan peradangan, seperti gagal jantung kongestif, kondensasi

dari gas humidified diberikan selama ventilasi mekanik, atau tabung endotracheal

perpindahan. Meskipun alternatif penjelasan yang mungkin, temuan ini akan

dimintakan pertimbangan cermat pneumonia dalam diagnosis diferensial.


f. Sianosis pusat jaringan, menyiratkan deoxyhemoglobin konsentrasi sekitar 5 g/dL

atau lebih dan konsisten dengan kerusakan pertukaran gas dari disfungsi paru berat

seperti radang paru-paru, meskipun penyakit jantung bawaan struktural,

hemoglobinopathy, polisitemia, dan hipertensi pulmonal (dengan atau tanpa

parenkim terkait lainnya penyakit paru-paru) harus dipertimbangkan.

g. Peningkatan pernapasan seperti peningkatan menghirup oksigen konsentrasi,

ventilasi tekanan positif, atau tekanan saluran udara positif terus menerus umumnya

diperlukan sebelum pemulihan dimulai.

h. Bayi dengan pneumonia dapat bermanifestasi asimetri suara napas dan dada yang

menyatakan kebocoran udara atau perubahan emphysematous sekunder obstruksi

jalan napas parsial. Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis

APGAR Score rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir

rendah, letargi, tidak mau minum, tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak

stabil, asisdosis metabolik, DIC

E. Patofisiologi Nenonatal Pneumonia

Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal adalah:

a. Transplasenta (Kongenital Pneumonia):

Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin

(hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang disebut

juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari pertama).

b. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia):

Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke

chorionic plate menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan

masuk ke paru-paru. Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah


sebelum persalinan, persalinan memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan

obstetri yang sering.

c. Transnatal Pneumonia:

Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan

penyebab terbanyak adalah grup B Streptokokus.

d. Nosokomial Pneumonia:

Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor

predisposisi antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat,

prosedur invasif banyak, perawatan ventilator terkontaminasi.

Menurut Suriadi (2001) patofisiologi pada pneumonia dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen

yaitu virus dan bakteri (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae dan

Streptococcus Pneumoniae).

b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadinya destruksi

sel dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan

gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas.

c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF), aspirasi

benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia.

Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia

melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi hebat

sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi akan

timbul panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan

cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang

menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan

adanya partial oklusi yang akan membuahdaerah paru menjadi padat (konsolidasi).
Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan

rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan

selanjutnya terjadi hipoksemia.


F. Pathway

Inpartum Pneumoni Pneumoni


Pascalahir

Kuman (bakteri, virus) Inhalasi mkroba, jamur


Aspirasi mell : udara, aspirasi
organisme
Masuk melalui plasenta
Melalui saluran nafas menyebar ke paru

Secara hematogen masuk ke paru-paru


Reaksi inflamasi hebat

panas
Membran paru meradang dan berlobang

HIPERTERMI
RBC, WBC, cairan keluar masuk alveoli

Edema, bronkospasme Dyspnoe, tachpnea, sianosis


POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF

Konsolidasi paru sekret BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF

Penurunan rasio ventilasi dan difusiKERUSAKAN PERTUKARAN GAS

hipoksemia GANGGUAN PERFUSI JARINGAN


G. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) :

Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan

multiple abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi

(bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).

b. Pemeriksaan laboratorium:

1) DL, Serologi, LED: leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri,

menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat.

2) Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat.

3) Analisis gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan

O2.

4) Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme

penyebab.

5) Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi amnion

(risiko pneumonia tinggi).

c. Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran udara

meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia.

H. Penatalaksanaan Medis

a. Terapi antibiotika, merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan

manifestasi apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman

penyebabnya.

b. Terapi suportif umum:

1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 %

berdasarkan pemeriksaan AGD.

2) Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental.


3) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping dan

vibrasi.

4) Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif terhadap

pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral.

5) Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis.

6) Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila

terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy

distress dan respiratory arrest.


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN NEONATAL PNEUMONIA

A. Pengkajian

1. Anamnesa:

a. Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama penanggung

jawab, hubungan dengan pasien, alamat.

b. Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama haid terakhir

(HPHT), tapsiran partus (TP).

c. Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam, keputihan,

riwayat terapi.

d. Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi, jantung dan

lainnya.

e. Riwayat persalinan: cara persalinan (spontan, section, forceps) dan indikasinya

f. KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi, pernafasan,

kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar lengan, lingkar dada, APGAR

score.

2. Pemeriksaan fisik

a. Breathing

- Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat berkurang

pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi sternum dan

intercostal space. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara

nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronkhi

basah halus di lapangan paru yang terkena, kadang disertai dengan sputum.

b. Blood
- Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung

tidak mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT

memanjang (>3 det).

c. Brain

- Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran,

didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu

dikaji tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil terhadap cahaya

d. Bladder

- Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu

memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari

syok. Dikaji pula kelainan pada genetalia dan pola eliminasi urine.

e. Bowel

- Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola

eliminasi alvi, adakah kelainan pada anus.

f. Bone

- Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah kelainan

pada tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau kongenital,

bagaimana ATR (activity tonus respon)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi bronchial,

pembentukan edema, dan penumpukan sekret.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif.

3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi oksigen.

4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan difusi

parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer


C. Intervensi Keperawatan
No. Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Bersihan jalan Tujuan: jalan napas 1) Kaji frekuensi, 1) Takipnea, pernafasan
napas tidak bersih dan efektif. kedalaman pernapasan dangkal sering terjadi
efektif Kriteria Hasil: dan pergerakan dada. karena
berhubungan 1) Bunyi napas 2) Auskultasi area paru, ketidaknyamanan.
inflamasi bersih, tidak ada catat penurunan atau tak 2) Penurunan aliran darah
bronchial, bunyi napas ada aliran udara dan terjadi pada area
pembentukan tambahan. bunyi napas. konsolidasi dengan
edema, dan 2) Tanda vital dalam 3) Penghisapan sesuai cairan, krakels
penumpukan batas normal indikasi. terdengar sebagai
sekret. terutama 4) Evaluasi status mental, respon terhadap
frekuensi napas < catat adanya pengumpulan
60x/menit. kebingungan, cairan/secret.
3) Batuk efektif. disorientasi. 3) Merangsang batuk atau
4) Sianosis tidak 5) Kolaborasi dalam pembersihan jalan nafas
ada. pemberian obat secara mekanik pada
5) Tidak ada retraksi mukolitik, pasien yang tidak
sternum dan bronkodilator mampu melakukan
intercostal space. batuk efektif karena
6) Nafas cuping adanya penurunan
hidung tidak ada. tingkat kesadaran
4) Menurunnya perfusi
otak dapat
menyebabkan
perubahan sensorium
5) Obat mukolitik
membantu untuk
mengencerkan sekret,
bronkodilator
mengurangi edema dan
sebagai vaso dilatasi
bronkus.
2. Pola napas tidak Tujuan: pola nafas 1) Evaluasi frekuensi dan 1) Kecepatan dan upaya
efektif efektif. kedalaman pernapasan. mungkin meningkat
berhubungan Kriteria Hasil: Catat adanya upaya karena nyeri, penurunan
dengan ekspansi 1) Pernafasan teratur pernapasan seperti volume sirkulasi.
paru yang tidak (RR 30-40 dispnea, penggunaan Pengenalan dini dan
efektif kali/menit). otot bantu pernapasan. pengobatan ventilasi
2) Tanda vital dalam 2) Tinggikan kepala abnormal dapat
batas normal tempat tidur, letakkan mencegah komplikasi.
(nadi 100-130 pada posisi tinggi bila 2) Merangsang ekspansi
kali/menit). tidak ada paru. efektif pada
3) Tidak ada kontraindikasi. pencegahan dan
penggunaan otot 3) Berikan oksigen dengan perbaikan kongesti
bantu napas. head box atau sesuai paru.
4) Napas cuping indikasi. 3) Meningkatkan
hidung tidak ada. 4) Kaji ulang laporan foto pengiriman oksigen ke
dada dan pemeriksaan paru untuk kebutuhan
laboratorium ( AGD). sirkulasi.
4) Untuk memantau
kefektifan terapi
pernapasan dan
mencatat terjadinya
komplikasi.
3. Kerusakan Tujuan: pertukaran 1) Kaji frekuensi dan 1) Kecepatan dan upaya
pertukaran gas gas efektif. kedalaman pernapasan. mungkin meningkat
berhubungan Kriteria Hasil: Catat adanya upaya karena nyeri, penurunan
dengan gangguan 1) Hasil AGD dalam pernapasan seperti volume sirkulasi.
transportasi O batas normal. dispnea, penggunaan Pengenalan dini dan
2) Sianosis tidak otot bantu pernapasan. pengobatan ventilasi
ada. 2) Pertahankan pemberian abnormal dapat
3) Pasien tidak oksigen Head box mencegah komplikasi.
pucat. sesuai indikasi. 2) Meningkatkan
3) Kolaborasi dalam pengiriman oksigen ke
pemeriksaan otak untuk kebutuhan
laboratorium (AGD). sirkulasi.
3) Untuk memantau
kefektifan terapi
pernapasan dan
mencatat terjadinya
komplikasi.
4. Gangguan perfusi Tujuan : 1) Kaji frekuensi, 1) Takipnea, pernapasan
jaringan mempertahankan kedalaman bernapas yang dangkal sering
berhubungan perfusi jaringan. dan suara nafas. terjadi karena
dengan Kriteria Hasil: 2) Tempatkan pasien ketidaknyamanan
penurunan rasio 1) Suara nafas dalam incubator. gerakan dinding dada
ventilasi dan bersih, wheezing 3) Pantau tanda vital. dan atau cairan paru.
difusi parenkim tidak ada, ronkhi 4) Pantau tingkat 2) Mempertahankan suhu
paru ditandai tidak ada. kesadaran. tubuh pasien, mencegah
dengan sianosis 2) Tanda vital dalam 5) Pantau tanda-tanda hipotermia,
jaringan perifer, batas normal, sianosis, warna kulit, memperbaiki
akral dingin, denyut nadi teraba akral perifer. metabolisme jaringan.
pucat, CRT<3 jelas. 6) Kolaborasi: pertahankan 3) Abnormalitas tanda
detik. 3) Tidak sianosis, pemberian O2 sesuai vital terus menerus
kulit tidak pucat, indikasi (Head box 5-10 memerlukan evaluasi
CRT<3 detik. lt/mnt). lebih lanjut dan
4) Akral hangat. 7) Kolaborasi pemeriksaan mengetahuai perubahan
5) Tidak terjadi darah lengkap. sesegera mungkin.
penurunan 4) Kekurangan aliran
kesadaran. oksigen ke otak dapat
menyebabkan hipoksia
sel-sel otak, kematian
jaringan otak dan
terjadinya penurunan
tingkat kesadaran.
5) Sianosis, kulit pucat,
akral dingin adalah
salah satu tanda
hipoksia jaringan yang
berat akibat perfusi
yang tidak adekuat.
6) Mempertahankan PaO2
di atas 90 mmHg.

7) Hb yang rendah (<10


gr/dl) mempengaruhi
suplay oksigen ke
jaringan.

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J., 2000, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC.

Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif, 2009, Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskuler, Jakarta: Salemba

Price & Wilson, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4 Buku 1,

Jakarta: EGC.

Suriadi, Yuliani, 2001, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Jakarta: CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai