Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN KASUS ASPIRASI PNEUMONIA DI RUANG ALAMANDA


RSUD BANGIL

DI SUSUN
OLEH :

MEGIWATI INKA WELLO


(2023611002)

PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2024
A. Defenisi

Pneumonia adalah proses inflamasi alveoli atau parenkim paru yang terjadi pada
anak dimana terdapat konsolidasi dan terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat
yang dapat disebabkan oleh, bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing (Muttaqin,
2010).
Aspirasi pneumoni adalah peradangan pada parenkin paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus dan jamur atau benda asing yang ditandai dengan gejala panas yang
tinggi, gelisah, dipnea, nafas cepat dan dangkal, muntah, diare serta batuk kering dan
produktif (Hidayat, 2008).
Aspirasi pneumoni adalah peradangan yang terjadi pada akhir bronkhiolus yang
tersumbat oleh eksudat mukosa purulen untuk membentuk bercak dalam lobus yang
berbeda didekatnya (Wong.2004).
Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.yang
disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang bersal dalam tubuh maupun di luar
tubuh penderita. Pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi
berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi (Manjoer. 2000)
B. Etiologi

Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab pneumonia
pada umumnya (Muttaqin, 2010), yaitu:

 Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus Epidermidis, E.


Coli, Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella.

 Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV.

 Jamur: Candida.
Selain itu terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi
asam lambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan
oropharingeal menyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral oil
atau vegetable oil dapat menyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Apirasi benda
asing merupakan kegawatdaruratan paru dan pada beberapa kasus merupakan faktor
predisposisi pneumonia bakterial (Manjoer. 2010).

C. Patofisiologi
Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal (Muttaqin, 2010),
sebagai berikut:
1) Transplasenta (Kongenital Pneumonia):
Kuman/agent masuk melalui plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin
(hematogen) sampai ke paru-paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang disebut
juga Early Onset Pneumoni (pada umur 3 hari pertama).
2) Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia):
Kuman/agent dari flora vagina menular secara ascending menyebar ke chorionic plate
menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan masuk ke paru-paru.
Predisposisi adalah persalinan premature, ketuban pecah sebelum persalinan, persalinan
memanjang dengan dilatasi serviks, atau pemeriksaan obstetri yang sering.
3) Transnatal Pneumonia:
Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu terjadi pada paru-paru dan penyebab
terbanyak adalah grup B Streptokokus.
4) Nosokomial Pneumonia:
Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah sakit dengan factor predisposisi
antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama, penyakit dasar berat, prosedur invasif
banyak, perawatan ventilator terkontaminasi.

Menurut Suriadi (2010) patofisiologi pada pneumonia dapat dijelaskan sebagai


berikut:
a) Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen
yaitu virus dan bakteri (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae dan
Streptococcus Pneumoniae).
b) Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus, terjadinya destruksi sel
dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan gangguan
fungsi alveolar dan jalan nafas.
c) Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF), aspirasi
benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia.
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia melalui
udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga
membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi akan timbul panas,
anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan cairan keluar
masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang menimbulkan
manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya partial
oklusi yang akan membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru
menyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi
perfusi, kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi
hipoksemia.
D. Manifestasi klinis

Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit

Adapun gejala klinis dari pneumonia (Suriadi, 2011), yaitu :

1) Tachypnea (laju pernafasan >60 kali/menit).


2) Dengkur ekspirasi mungkin terjadi.
3) Perekrutan otot aksesori pernapasan, seperti cuping hidung dan retraksi di subcostal,
interkostal, atau situs suprasternal, dapat terjadi.
4) Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam kualitas dan kuantitas,
tetapi yang paling sering sedalam-dalamnya dan kemajuan dari serosanguineous untuk
penampilan yang lebih bernanah, putih, kuning, hijau, atau perdarahan warna dan
tekstur krim atau chunky tidak jarang terjadi. Jika aspirasi mekonium, darah, atau cairan
properadangan lainnya dicurigai, warna dan tekstur lain bisa dilihat.
5) Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada bayi dengan radang
paru-paru daripada individu yang lebih tua. Jika ada, mereka mungkin disebabkan oleh
proses menyebabkan peradangan, seperti gagal jantung kongestif, kondensasi dari gas
humidified diberikan selama ventilasi mekanik, atau tabung endotracheal perpindahan.
Meskipun alternatif penjelasan yang mungkin, temuan ini akan dimintakan
pertimbangan cermat pneumonia dalam diagnosis diferensial.
6) Sianosis pusat jaringan, menyiratkan deoxyhemoglobin konsentrasi sekitar 5 g/dL atau
lebih dan konsisten dengan kerusakan pertukaran gas dari disfungsi paru berat seperti
radang paru-paru, meskipun penyakit jantung bawaan struktural, hemoglobinopathy,
polisitemia, dan hipertensi pulmonal (dengan atau tanpa parenkim terkait lainnya
penyakit paru-paru) harus dipertimbangkan.
7) Peningkatan pernapasan seperti peningkatan menghirup oksigen konsentrasi, ventilasi
tekanan positif, atau tekanan saluran udara positif terus menerus umumnya diperlukan
sebelum pemulihan dimulai.
8) Bayi dengan pneumonia dapat bermanifestasi asimetri suara napas dan dada yang
menyatakan kebocoran udara atau perubahan emphysematous sekunder obstruksi jalan
napas parsial.
Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score
rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir rendah, letargi, tidak mau
minum, tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil, asisdosis metabolik, DIC.

E. Pemeriksaan Penunjang (ilmu kesehatan anak. 2007)

1). Gambaran Radiologis

Pemeriksaan yang penting untuk pneumonia pada keadaan yang tidak jelas adalah

foto polos dada. Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk

menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi

dengan “air bronchogram”, penyebaran bronkogenik dan interstitial dengan atau tanpa
disertai gambaran kaviti pada segmen paru yang terinfeksi. Gambaran lusen disertai dengan

infiltrat menunjukkan nekrotik pneumonia. Air fluid level mengindikasikan abses paru atau

fistula bronkopleura.Sudut costofrenicus yang blunting dan meniscus yang positif

menunjukkan para pneumonic pleural effusion.

2). Pemeriksaan Laboraturium

1) Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray) :


Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan
multiple abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi
(bacterial), penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).
2) Pemeriksaan laboratorium:
 DL, Serologi, LED: Pemeriksaan darah lengkap mungkin menunjukkan jumlah
leukosit yang meningkat (lebih dari 10.000/mm3, kadang- kadang mencapai
30.000/mm3), yang mengindikasikan adanya infeksi atau inflamasi. Tapi pada
20% penderita tidak terdapat leukositosis
 menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat.
 Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat.
 Analisis gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan
O2.
 Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme
penyebab.
 Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi amnion
(risiko pneumonia tinggi).
3) Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran udara
meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia (Muttaqin, 2010).

H. Penatalaksanaan

a. Terapi antibiotika, merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan manifestasi
apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebabnya.
b. Terapi suportif umum:
1) Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 % berdasarkan
pemeriksaan AGD.
2) Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental.
3) Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping dan vibrasi.
4) Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif terhadap
pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral.
5) Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis.
6) Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan bila terjadi
hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy distress dan
respiratory arrest (Corwin, 2009).
Penderita rawat inap di ruang rawat intensif

 pemberian terapi oksigen

 pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

 pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik dan mukolitik

 pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai dengan bagan) kurang dari 8 jam

 bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

2.9 Komplikasi (Hidayat.2008)

1) Gagal napas dan sirkulasi

2) Efusi pleura

3) Empyema

4) Abses paru

5) Sepsis
ASUHAN KEPERAWATAN

PADA BAYI ASPIRASI PNEUMONIA

1. Pengkajian

a. Identitas orang tua

b. Identitas bayi

Tanggal lahir .... jam….

Jenis kelamin ….

Kelahiran tunggal / ganda

Lahir hidup / mati

Ukuran : BB, TB, LK, LD, LLA

Apgar score

Lama proses persalinan

c. Riwayat persalinan

Persalinan di ….

Cara persalinan …. Ditolong oleh …. Atas indikasi ….

Lama proses persalinan kala I ….

Lama proses persalinan kala II ….

Perdarahan ….

Ketuban pecah jam …. Jumlah …. Cc

Warna air ketuban …. Bau ….

Masalah ….

d. Pemeriksaan fisik
Tanggal …. Jam ….

Keadaan umum : lemah, letargis

- Sistem pernafasan

Nafas cepat, saat bernafas ada retraksi dada, kadang-kadang terjadi dipsnoe. Di saluran nafas

terdapat sisa cairan / air ketuban.

- Sistem kardiovaskuler

Denyut jantung cepat > 120 x / menit, tampak sianosis.

- Sistem pencernaan

Kadang-kadang dijumpai obstruksi esofagus dan duodenum.

Pemeriksaan penunjang :

a. Laboratorium

Laborat darah rutin : d.b.n.

b. Rontgen

Ro thorak

Terlihat bercak infiltrat, gerakan kedua lapang paru kasar, diameter antero posterior tambah

dan diafragma mendatar.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.

3) Resiko kekurangan volume cairan.

4) Resiko infeksi berhubungan dengan teraspirasi cairan amnion.


3.Rencana Keperawatan

No Diagnosis
Tujuan Intervensi
Keperawatan

1 Kerusakan Setelah dilakukan NIC :

pertukaran gas tindakan •) Monitor pernafasan

berhubungan dengan keperawatan Intervensi :

ketidakseimbangan selama … x 24 monitor irama, frekuensi, kedalaman,

perfusi ventilasi jam diharapkan usaha dalam respirasi.

Batasan karakteristik tak terjadi Monitor bunyi dan pola nafas

: kerusakan Menjaga kepatenan jalan nafas.

tachicardi pertukaran gas. Memposisikan pasien dengan tepat

dispnea NOC : dengan tujuan adekuatnya ventilasi

sianosis  status •) Manajemen asam basa

nafas cuping pernafasan monitor status hemodinamik

hidung  status monitor AGD

tanda vital

outcome :

kandungan O2

dalam darah

d.b.n.

2 Bersihan jalan nafas Setelah dilakuka NIC :

tak efektif n tindakan o Manajemen jalan nafas buka jalan nafas


berhubungan dengan keperawatan (semifowler / fowler)

obstruksi jalan nafas selama … x 24 R : untuk memaksimalkan ventilasi dan

oleh mukus. jam diharapkan mengurangi dispnea

Batasan karakteristik bersihan jalan o auskultasi suara nafas

: nafas efektif R : mengetahui adanya suara nafas

dispnea NOC : tambahan

sianosis bersihan jalan o kaji kebutuhan suction oral / trakeal

perubahan ritme nafas / R : mengetahui bunyi nafas sebelum


dan frekuensi trackeobronkial dan sesudah suction
pernafasan bersih o berikan O2
gelisah Indikator : R : untuk mengurangi sesak nafas
 Suara nafas o kolaborasi dalam pemberian obal oral
bersih
R : untuk mempercepat penyembuhan
 Tidak ada

sianosis
4 Resiko kekurangan NOC : NIC :

volume cairan keseimbangan •) Manajemen cairan

Faktor esiko : cairan setelah  timbang popok bila diperlukan

- obstruksi esofagus dilakukan R : mengetahui intake dan output.

dan duodenum tindakan ke- pertahankan catatan in take dan output

perawatan selama  monitor kelembapan mukosa

… x 24 jam R : mengetahui tanda-tanda hidrasi.


diharapkan tak  monitor vital sign
terjadi defisit R : untuk mengetahui stasut
volume cairan. kesehatan bayi
Indikator :
 kolaborasi dalam terapi iv
tanda vital dbn
R : untuk menambah intake cairan
turgor kulit

elastis
R
- urine output

(+)

5 Resiko infeksi bd NOC : NIC :

malnutrisi Setelah dilakukan  pantau tanda dan gejala


tindakan infeksiKontrol infeksi

keperawatan R : untuk mengetahui tanda dan

selama … x 24 gejala infeksi.

jam diharapkan  Faktor yang dapat meningkatkan

tak terjadi infeksi.

infeksi : R : mengurangi faktor penyebab

vital sign dbn terjadinya infeksi.

integritas kulit  Anjurkan kepada ibu bayi untuk

baik memberikan ASI

integritas R : mengurangi faktor infeksi pada

mukosa baik bayi.

 kolaborasi dlam pemberian

antibiotik

R : untuk pengendalian infeksi


DAFTAR PUSTAKA

Nelson,Ilmu Kesehatan Anak,edisi 15,volume 2,EGC,1996,Jakarta

Bruner and Suddart, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,edisi 8,volume

1,EGC,1997,Jakarta.

IOWA,Outcomes Project, Nursing Outcomes Classification[NOC],edisi 2,2010,Mosby.

IOWA Outcomes Project, Nursing Intervention Classification[NIC],edisi 2,2010,Mosby.

Ralph dan Rosenberg, Nursing Diagnosis:Definition And Classification 2005-

2006,Philadelpia.

Caserta, M. T., 2009. Neonatal Pneumonia, Online, Availble, http://www. merck.

com/mmpe/sec19/ch279/ch279l.html, diakses tanggal 6 April 2017.

Corwin, E. J., 2009. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC.

Doenges, dkk. 2008. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif, 2010, Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskuler, Jakarta: Salemba.

Ngastiyah. 2007. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

Price & Wilson, 2012. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4 Buku

1, Jakarta: EGC.

Suriadi & Yuliani. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Jakarta: CV Sagung Seto.
PATHWAY

Kuman Inhalasi mikroba, jamur Kuman dari


(bakteri, virus) mell : udara, aspirasi flora vagina

masuk ke
masuk mll plasenta mll sal nafas menyebar ke paru Chorionic Plate

secara hematogen masuk Aspirasi


ke paru-paru

Reaksi Inflamasi hebat masuk Paru

Membran paru meradang dan berlobang Panas

RBC,WBC, cairan
keluar masuk alveoli Hipertermi

Edema, bronkospasme Dyspnoe, tahipnea Pola nafas tdk efektif


Sianosis

Konsolidasi paru Sekret Bersihan jalan nafas


tdk efektif

Penurunan rasio ventilasi & difusi Kerusakan pertukaran


gas

Hipoksemia Gangguan perfusi jaringan

Gambar 1.1 Pahtway aspirasi pneumonia (Muttaqqin, 2010).

Anda mungkin juga menyukai