Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN An.

N DENGAN
BRONKOPNEUMONIA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai
penyebaran bercak-bercak, teratur dalam area-area atau lebih yang berlokasi di
dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Brunner dan Suddarth dalam
Wijayaningsih, 2013). Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang
mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya
bercak-bercak infiltrat (Whalley and wong dalam Wijayaningsih, 2013).
Bronchopneumonia adalah rekuensi komplikasi pulmonary, batuk
produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi
meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare dalam wijayaningsih, 2013).
Bronchopneumonia disebut juga pneumonia lobularis, yaitu radang paruparu yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson
dalam wijayaningsih, 2013).
Menurut Nursalam, (2008) letak anatomi, pneumonia dibagi menjadi
pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronchopneumonia), dan pneumonia
intertisialis.
a. Pneumonia Lobaris
Pneumonia Lobaris adalah peradangan pada paru dimana proses
peradangan ini menyerang lobus paru. Pneumonia ini banyak disebabkan
oleh invasi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.
b. Pneumonia Lobularis (Bronchopneumonia)
Peneumonia Lobularis adalah ditandai adanya bercak-bercak infeksi pada
berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus
atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
c. Pneumonia Interstisisalis
Pneumonia interstisial adalah kondisi dimana pernapasan langka yang
ditandai dengan pembentukan membran hialin di paru-paru
2. Etiologi
Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.
Penyebab Bronchopneumonia yang biasa di temukan adalah :
a. Bakteri : Diplococus pneumonia, Pneumococus, Stretococus,
Hemoliticus Aureus, Haemophilus influenza, Basilus Frienlander
( Klebsial Pneumonia), Mycobakterium Tuberculosis.
b. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus
sitomegalik.
c. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococus Nepromas,
Blastomices Dermatides, Aspergillus Sp, Candida Albicans,
Mycoplasma Pneumonia, Aspirasi benda asing.

Faktor Lain yang Mempengaruhi Timbulnya Bronchopneumonia Menurut


Wijayaningsih (2013), ada faktor lain yang dapat menyebabkan
Bronchopneumonia :

a. Faktor predisposisi : Usia/umur dan Genetic.


b. Faktor pencetus
- Gizi buruk/kurang
- Berat badan lahir rendah (BBLR)
- Tidak mendapatkan ASI yang memadai
- Imunisasi yang tiak lengkap
- Polusi udara
- Kepadatan tempat tinggal
3. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
a. Biasanya didahului infeksi traktus respratori atas.
b. Demam (39 ⁰C – 40 ⁰C) kadang- kadang disertai kejang karena demam
yang tinggi.
c. Anak sangat geliasah dan adanya nyeri dada yang terasa di tusuk-tusuk,
yang dicetuskan oleh pernapasan dan batuk.
d. Pernapasan cepat dan dangkal disertai penapasan cuping hidung dan
sianosis sekitar hidung dan mulut.
e. Kadang - kadang disertai muntah dan diare.
f. Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi dan wheezing.
g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipokisia apabila infeksinya
serius.
h. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus yang
menyebabkan ateletaksis absorbs
i. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan seperti : nyeri pleuritik, nafas
dangkal dan mendengkur, takipnea (nafas cepat)
j. Gerakan dada tidak simetris.
k. Diaforesis
l. Anoreksia
m. Malaise
n. Batuk kental, produktif. Sputum kuning kehijauan kemudian berubah
menjadi kemerahan atau berkarat.
(Wijyaningsih, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016)
4. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Penatalaksanaan medis pada pasien bronkopneumonia adalah
1. Pasien diposisikan semi fowler 45⁰ untuk inspirasi maksimal.
2. Pemberian oksigen 1-5 lpm.
3. Infus KDN 1 500 ml/24 jam. jumlah cairan sesuai dengan berat badan,
kenaikan suhu dan status hidrasi.
4. Pemberian ventolin yaitu bonkodilator untuk melebarkan bronkus.
5. Pemberian antibiotic diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu
sampai pasien tidak mengalami sesak nafas lagi selama tiga hari dan tidak
ada komplikasi lain.
6. Pemberian antipiretik untuk menurunkan demam
7. Pengobatan simtomatis, Nebulizer, Fisioterapi dada
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia adalah sebagai berikut :
a. Foto thoraks
Pada foto thoraks bronkopneumonia terdapat bercak-bercak infiltrat pada
satu atau beberapa lobus.
b. Laboratorium
Leukositosis dapat mencapai 15.000 - 40.000 mm3 dengan pergeseran ke
kiri.
c. GDA: tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada.
d. Analisa gas darah arteri bisa menunjukkan asidosis metabolik dengan atau
tanpa retensi CO2.
e. LED meningkat.
f. WBC (white blood cell) biasanya kurang dari 20.000 cells mm3
g. Elektrolit natrium dan klorida mungkin rendah.
h. Bilirubin mungkin meningkat.
i. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paruh terbuka menyatakan intranuklear
tipikal dan keterlibatan sistoplasmik.
(Padila, 2013 dalam Dewi & Erawati, 2016)
6. Patofisiologi dan Pathway
a. Patofisiologi
Bronchopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya
disebabkan oleh virus penyebab Bronchopneumonia yang masuk ke saluran
pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus dan jaringan
sekitarnya. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah itu
mikroganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang
meliputi empat stadium, yaitu :
a) Stadium I (4-12 jam pertama / kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan pemulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darh dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin.
Degranulasi bekerja sama dengan histamin dan prostaglandiin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang intertisium sehingga terjadi pembengkakan dan
edema antar kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus di
tempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan
saturasi oksigen hemoglobin.
b) Stadium II / hepatisasi (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh
sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu
(host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit, dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selam 48 jam
c) Stadium III / hepatisasi keabu (3-8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah
putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisasisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih teteap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
d) Stadium IV / resolusi (7-1 hari)
Disebut juga stadiu resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisi-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsropsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula. Inflamasi pada bronkus dii tandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Bila
penyebaran kuman sudah mencapai alveoluss maka komplikasi yang
terjadi adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelaktasis. Kolaps
alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan nafas, sesak nafas, dan
nafas rochi. Fibrosis bisa menyebakan penurunan fungsi paru dan
penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi.
Enfisema (tertimbunya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah
tindak lanjut dari frekuensi nafas, hipoksemia, asidosis respiratori,
pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan
mengakibatkan terjadinya gagal nafas (Wijayaningsih, 2013)
b. Pathway
7. Komplikasi
Menurut Sowden & Betz (2013), Bronchopneumonia dapat mengakibatkan
penyakit lain, yaitu :
a. Atelaktasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau
kolaps paru merupakan akibat kurang mobilisasi atau refleks batuk
hilang.3
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam
rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
d. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
e. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus Bronchopneumonia :
a. Identitas, seperti: nama, tempat tanggal lahir/umur,
Bronchopneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak
terjadi pada anak berusia di bawah 3 tahun dan kematian terbanyak
terjadi pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan.
b. Keluhan Utama
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Bronchopneumonia Virus Biasanya didahului oleh
gejala-gejala infeksi saluran napas, termasuk rinitis dan batuk,
serta suhu badan lebih rendah dari pada pneumonia bakteri.
Bronchopneumonia virus tidak dapat dibedakan dengan
Bronchopneumonia bakteri dan mukuplasma.
Bronchopneumonia Stafilokokus (bakteri) Biasanya
didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas atau
bawah dalam beberapa hari hingga 1 minggu, kondisi suhu
tinggi, batuk dan mengalami kesulitan pernapasan.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
c) Riwayat Imunisasi
c. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala-leher Pada umumnya tidak ada kelainan pada kepala,
kadang ditemukan pembesaran Kelenjer getah bening.
b) Mata Biasanya pada pasien dengan Bronchopneumonia
mengalami anemis konjungtiva.
c) Hidung Pada pemeriksaan hidung secara umum ada tampak
mengalami nafas pendek, dalam, dan terjadi cupping hidung.
d) Mulut Biasanya pada wajah klien Brochopneumonia terlihat
sianosis terutama pada bibir
e) Thorax Biasanya pada anak dengan diagnosa medis
Bronchopneumonia, hasil inspeksi tampak retraksi dinding dada
dan pernafasan yang pendek dan dalam, palpasi terdapatnya
nyeri tekan, perkusi terdengar sonor, auskultasi akan terdengar
suara tambahan pada paru yaitu ronchi,weezing dan stridor.
Pada neonatus, bayi akan terdengar suara nafas grunting
(mendesah) yang lemah, bahkan takipneu.
f) Abdomen Biasanya ditemukan adanya peningkatan peristaltik
usus.
g) Kulit Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat atau sianosis, kulit teraba panas dan tampak
memerah.
h) Ekstremitas Biasanya pada ekstremitas akral teraba dingin
bahkan bahkan crt > 2 detik karena kurangnya suplai oksigen ke
Perifer, ujung-ujung kuku sianosis.
d. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik Menurut Manurung dkk (2013), yaitu :
a) Pemeriksaan Radiologi
Biasanya pada rontgen thoraks ditemukan beberapa lobus
berbercak-bercak infiltrasi. Bronkoskopi digunakan untuk melihat
dan memanipulasi cabangcabang utama dari arbor trakeobronkial.
Jaringan yang diambil untuk pemeriksaan diagnostik , secara
terapeutik digunakan untuk mengidentifiksi dan mengangkat benda
asing
b) Hematologi
a. Darah lengkap
- Hemoglobin pada pasien bronchopneumonia biasanya
tidak mengalami gangguan. Pada bayi baru lahir normalnya
17-12 gram/dl, Umur 1 minggu normalnya 15-20 gram/dl,
Umur 1 bulan normalnya11-15 gram/dl, dan pada Anak-
anak normalnya 11-13 gram/dl
- Hematokrit pada pasien bronchopneumonia biasanya tidak
mengalami gangguan. Pada Laki-laki normalnya 40,7% -
50,3%, dan pada Perempuan normalnya 36,1% - 44,3%
- Leukosit pada pasien bronchopneumoia biasanya
mengalami peningkatan, kecuali apabila pasien mengalami
imunodefisiensi Nilai normlanya 5 .– 10 rb /
- Trombosit biasanya ditemukan dalam keadaan normal
yaitu 150 – 400 rb (5) Eritrosit biasanya tidak mengalami
gangguan dengan nilai normal Laki – laki 4,7- 6,7 juta dan
pada Perempuan 4,2– 5,4 juta 21
- Laju endap darah ( LED ) biasanya mengalami peningkatan
normal nya pada laki-laki 0 – 10 mm perempuan 0 -15 mm
b. Analisa Gas Darah (AGD)
Biasanya pada pemeriksaan AGD pada pasien
bronchopneumonia ditemukan adanya kelainan. Pada nilai pH
rendah normalnya7,38- 7,42, Bikarbonat (HCO3) akan
mengalami peningkatan kecuali ada kelainan metabolik
normalnya 22-28 m/l, Tekanan parsial oksigen akan mengalami
penurunan nilai normalnya 75-100 mm Hg, Tekanan (pCO2)
akan mengalami peningkatan nilai normalnya 38-42 mmHg,
dan pada saturasi oksigen akan mengalami penurunan nilai
normalnya 94-100 %.
c. Kultur darah Biasanya ditemukan bakteri yang menginfeksi
dalam darah, yang mengakibatkan sistem imun menjadi rendah
d. Kultur sputum Pemeriksaan sputum biasanya di temukan
adanya bakteri pneumonia dan juga bisa bakteri lain yang dapat
merusak paru.
2. Diagosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi,
anoreksia, distensi abdomen
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan difusi oksigen
antara alveoli dan membran kapiler.
3. Perencanaan Tindakan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Bersihan jalan nafas Setelah Latihan batuk 1) Menunjukkan
tidak efektif dilakukan efektif (I.01006) keberhasilan
berhubungan tindakan Observasi tindakan
dengan peningkatan keperawatan a. Identifikasi keperawatan.
produksi sputum selama 2 x 24 kemampuan 2) Penyebab
(D. 0001) jam, diharapkan batuk jalan nafas
Ds : jalan nafas klien b. Monitor adanya tidak efektif
Orang tua pasien kembali efektif retensi batuk adalah
mengatakan pasien dengan kriteria Terapeutik peradangan
Sesak nafas dan hasil: Atur posisi semi pada bronkus
batuk berdahak 1) Mempertaha fowler atau fowler menyebabkan
yang sulit nkan jalan Edukasi inflamasi dan
dikeluarkan nafas paten a. Jelaskan tujuan mengakibatka
Do : dengn bunyi dan prosedur n odem.
- Pasien napas batuk efektif 3) posisi
tampak bersih / jelas b. Anjurkan teknik semifowler
sesak nafas, 2) Tidak nafas dalam mempermuda
nafas cuping terdapat melalui hidung h pasien
hidung, ronkhi selama 4 detik, untuk
terdapat 3) RR dalam ditahan selama bernafas .
retraksi otot batas normal 2 detik 4) Merangsang
intercostal 4) Klien tidak kemudian gerakan
- TTV sesak nafas keluarkan dari mekanik
Suhu:37,8°c 5) Produksi mulut dengan lewat vibrasi
N : 149 sputum bibir mencucu dinding dada
x/menit berkurang (dibulatkan) supaya
RR : selama 8 detik spuntum
31x/menit c. Anjurkan batuk mudah
SPO : 98% dengan kuat bergerak
- suara nafas langsung setelah keluar.
tambahan tarik nafas 5) Meningkatka
ronkhi dalam yang ke n hidrasi
Kolaborasi spuntum. Air
Kolaborasi hangat
pemberian menguranngi
nebulizer tingkat
kekentalan
dahak
sehingga
mudah
dikeluarkan.
6) Memudahkan
pengenceran,
dan
pembuangan
sekret. fengan
cepat
2 Ketidakseimbangan Setelah 1) Identifikasi 1) Pilihan
nutrisi: kurang dari dilakukan faktor yang intervensi
kebutuhan tubuh tindakan menimbulkan tergantung
berhubungan keperawatan mual / muntah, penyebab
dengan kebutuhan selama 3 x 24 misalnya: masalah
metabolik sekunder jam, diharapkan sputum banyak, 2) Menghilangk
terhadap demam kebutuhan pengobatan, an tanda
dan proses infeksi, nutrisi tercukupi atau nyeri bahaya, rasa,
anoreksia, distensi dengan kriteria 2) Berikan / bantu bau dari
abdomen hasil: kebersihan lingkungan
1) Turgor kulit mulut setelah pasien yang
elastis muntah, dapat
2) Intake dan drainase menurunkan
output cairan postural dan mual
seimbang sebelum makan 3) Meningkatka
3) Membrane 3) Berikan makan n masukan
mukosa porsi kecil dan walaupun
lembab sering, nafsu makan
termasuk mungkin
makanan kering lambat untuk
dan makanan kembali
yang menarik 4) Adanya
untuk pasien kondisi
4) Evaluasi status kronis
nutrisi umum, (seperti
ukur berat PPOM atau
badan alkoholisme)
atau
keterbatasan
keuangan
dapat
menimbulkan
malnutrisi,
rendahnya
tahanan
terhadap
infeksi, dan
atau
lambatnya
respon
terhadap
terapi

3 Gangguan Setelah 1) Kaji frekuensi, 1) Manifestasi


pertukaran gas dilakukan kedalaman, dan distress
berhubungan tindakan kemudahan pernafasan
dengan perubahan keperawatan tergantung
difusi oksigen selama 3 x 24 bernafas. pada indikasi
antara alveoli dan jam, diharapkan 2) Observasi derajat
membran kapiler. pertukaran gas warna kulit, keterlibatan
klien tidak membrane paru dan
terganggu mukosa, dan status
dengan kriteria kuku. Catat kesehatan
hasil: adanya sianosis umum
1) GDA dalam perifer atau 2) Sianosis kuku
rentang sirkulasi sentral menunjukan
normal 3) Awasi frekuensi vasokonstriks
2) Tidak ada jantung / irama i atau respon
distress 4) Pertahankan tubuh
pernafasan istirahat tidur. terhadap
3) Berpartisipas Dorong demam /
i pada menggunakan menggigil.
tindakan teknik relaksasi Namun,
untuk dan aktifitas sianosis daun
memaksimal senggang telinga,
kan 5) Tinggikan membrane
oksigenasi kepala dan mukosa, dan
dorong untuk kulit sekitar
sering mulut
mengubah menunjukan
posisi, nafas hipoksemia
dalam dan sistemik
batuk efektif 3) Takikardia
biasanya ada
karena
demam/
6) Berikan terapi dehidrasi.
oksigen dengan Tetapi juga
benar dapat
merupakan
respon
terhadap
hipoksemia
4) Mencegah
terlalu lelah
dan
menurunkan
kebutuhan/
konsumsi
oksigen untuk
memudahkan
perbaikan
infeksi
5) Tindakan ini
mengingatka
n inspirasi
maksimal,
meningkatka
n pengeluaran
secret untuk
perbaikan
ventilasi
6) Tujuan terapi
oksigen
adalah
mempertahan
kan PaO2
diatas 60
mmHg.
Oksigen
diberikan
dengan
metode yang
memberikan
pengiriman
dengan tepat
dalam
toleransi
pasien

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan sesi aksi dalam proses keperawatan dimana
wajib memerlukan pelaksanaan intelektual, interpersonal, serta teknis.
Implementasi keperawatan merupakan suatau aksi keperawatan yang tadinya
sudah di rencanakan pada intervensi keperawatan. Sehabis melaksanakan
implementasi hendaklah perawat memandang reaksi subjektif ataupun objektif
penderita.
5. Evaluasi Keperawatan
Penilaian merupakan sesi akhir proses keperawatan yang meliputi
penilaian proses (formatif) serta penilaian hasil (sumatif) serta mencakup
evaluasi hasil aksi asuhan keperawatan yang sudah dicoba. Penilaian formatif
merupakan evalusi yang dicoba setelah perawat melaksanakan aksi
keperawatan yang dicoba terus menerus sampai menggapai tujuan. Penilaian
somatif merupakan penilaian yang dicoba tiap hari setelah seluruh aksi cocok
diagnosa keperawatan. Penilaian somatif terdiri dari SOAP (subjek, objektif,
analisis serta planing). Subjek berisi reaksi yang diungkapkan oleh penderita
serta objektif berisi reaksi nonverbal dari penderita respon-reaksi tersebut
didapat setelah perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik.
Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan


Keperawatan . Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Resmiati, NW. 2022. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK BRONKOPNEUMONIA


DENGAN BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF DI RUANG ANGGREK
RSUD TABANAN TAHUN 2022. Diakses pada 27 Mei 2023 melalui
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/9045/5/BAB IV Laporan Kasus.pdf

Anda mungkin juga menyukai