Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMONIA

Oleh:

PUTU HARRY KRESNA PUTRA

NIM. 229012924

Kelompok 15

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2022
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN PNEUMONIA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut
(ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan agens infeksius
seperti : virus bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang
paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi. (Nurarif & Kusuma, 2015).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan,
2014).
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasite. Pneumonia juga disebabkan oleh
bahan kimia dan paparan fisik seperti suhu atau radiasi (Djojodibroto, 2014).
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh
agens infeksius. Pneumonia merupakan infeksi akut parenkim paru yang biasanya
menyebabkan gangguan pertukaran udara. Prognosis biasanya baik untuk pasien yang
memiliki paru-paru normal dan pertahanan tubuh yang mencakup sebelum mulai
terjadinya pneumonia, meskipun demikian pneumonia merupakan peringkat ke-6
penyebab kematian tersering di Amerika Serikat. (Robinson & Saputra, 2014).

2. Etiologi
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh
streptoccus pneumonia, melalui slang infuse oleh staphylococcus aureus sedangkan
pada pemakaian ventilator oleh P.aeruginosa dan enterobacter. Dan masa kini terjadi
karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis, polusi
lingkungan, penggunaan antibiotic yang tidak tepat.
Setelah masuk keparu- paru organisma bermultiplikasi dan, jika telah
berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Menurut Nuratif
& Kusuma (2016) Selain diatas, penyebab terjadinya pneumonia sesuai dengan
penggolongannya yaitu :
a. Bacteria : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptokokus hemolyticus,
Streptokoccus aureus, Hemophilus Influinzea, Mycobacterium tuberkolusis,
Bacillus Friedlander.
b. Virus : Respiratoty Syncytial Virus, Adeno virus, V.Sitomeglitik, V.influenza.
c. Mycoplasma Pneumonia.
d. Jamur : Histoplasma Capsulatum. Cryptococcus Neuroformans, Blastomyces
Dermatitides, Coccidodies Immitis, Aspergilus Species, Candida Albicans.
e. Aspirasi : Makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), Cairan Amnion, Benda
asing.
f. Pneumonia Hipostatik.
g. Sindrom Loeffler.

3. Klasifikasi
Menurut Amin & Hardi (2015) klasifikasi pneumonia yaitu:
a. Berdasarkan anatomi
1) Pneumonia lobaris yaitu terjadi pada seluruh atau sebagian besar dari lobus
paru. Disebut pneumonia bilateral atau ganda apabila kedua paru terkena.
2) Pneumonia lobularis, terjadi pada ujung bronkhiolus, yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen dan membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang
berada didekatnya
3) Pneumonia interstitial, proses inflamasi yang terjadi didalam dinding
alveolar dan interlobular
b. Berdasarkan inang dan lingkungan
1) Pneumonia komunitas, terjadi pada pasien perokok dan mempunyai penyakit
penyerta kardiopulmonal
2) Pneumonia aspirasi, disebabkan oleh bahan kimia yaitu aspirasi bahan toksik
dan akibat aspirasi cairan dari cairan makanan atau lambung
3) Pneumonia pada gangguan imun, terjadi akibat penyakit dan terapi.
Disebabkan kuman pathogen atau mikroorganisme seperti bakteri, protozoa,
parasite, virus, jamur dan cacing
4. Patofisiologi
Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal sampai
unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa
mekanisme:
a. filtrasi partikel dari hidung.
b. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
c. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin.
d. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris.
e. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag.
f. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal.
g. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik.
Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme
pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui
aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka
terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar.
Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik
mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura visceral
Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru
menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi
fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan
hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan
hiperkapnia. (Bennete, 2013)
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
a. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan
jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
c. Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

5. Pathway
(Terlampir)

6. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pneumonia menurut Smeltzer (2017)
a. Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam (38,5oC
sampai 40,5oC)
b. Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernafas dan batuk
c. Pasien yang sakit parah mengalami takipnea berat (25 sampai 45 kali
pernapasan/menit) dan dyspnea, ortopnea ketika tidak disangga
d. Nadi cepat dan memantul, daoat meningkat 10 kali/menit per satu derajat
peningkatan suhu tubuh
e. Bradikardia relative untuk tingginya demem menunjukkan infeksi virus, infeksi
mikoplasma, atau infeksi organisme Legionella
f. Tanda lain: infeksi saluran nafas atas, sakit kepala, demam derajat rendah, nyeri
pleuritik, myalgia, ruam dan faringitis, setelah beberapa hari, sputum mukoid
atau mukopurulen dikeluarkan
g. Pneumonia berat: pipi memerah, bibir dan bantalan kuku menunjukkan siaonosis
sentral
h. Sputum puluren, berwarna seperti karat, bercampur darah, kental atau hijau atau
bergantung pada agens penyebab
i. Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diaphoresis dan mudah lelah
j. Tanda gejala pneumonia dapat juga bergantung pada kondisi utama pasien
Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja
a. Pada anak umur 2 bulan-11 bulan-11 bulan: ≥ 50 ka  bulan: ≥ 50 kali/menit
li/menit
b. Pada anak umur 1 tahun-5 tahun: ≥ 40 kali/menit ‘(Huda, 2016)

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama (gold standar) untuk menegakkan diagnosis pneumonia.
Gambaran radiologis dapat berupa infiltrate sampai konsoludasi dengan air
bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran klinis
b. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000 – 40.000 /ul, Leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukan
leukopenia. Hitung jenis menunjukkan shift to the left dan LED meningkat.

c. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah untuk
mengetahui adanya S.pneumo nia dengan pemeriksaan koagulasi antigen
polisakarida pneumokokkus
d. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada beberapa kasus, tekanan parsial
karbondioksida (PCO2) menurun dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis
resporatorik
(Damayanti, 2017)

8. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan utama pneumonia adalah memberikan
antibiotic tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibiotic
bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan
tetapi sebelum antibiotika definitive diberikan antibiotic empiris dan terapi suportif
perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien.
Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada
klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis
umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan jenis pneumonia
dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis pasien dan faktor predisposisi
sangatlah penting, karena akan menentukan pilihan antibiotika empiric yang akan
diberikan kepada pasien.
Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan ketersediaan
oksigen dalam inspirasi dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas
hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasive (misalnya tekanan jalan nafas
positif kontinu (continuous positive airway pressure) atau ventilasi mekanis mungkin
diperlukan pada gagal nafas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik
analgesic serta dapat diberikan mukolitik atau ekspektoran untuk mengurangi dahak.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksaan umum yang dapat di
berikan antara lain:
a. Oksigen 1-2L/menit
b. IVFD dekstrose 10% : Nacl 0,9% = 3:1,+ KCI 10mEq/500ml cairan. Jumlah
cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi
c. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral terhadap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip.
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier. Koreksi gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit (Nurarif & Kusuma, 2015)
Pathway
Virus,
bakteri,
Masuk ke
dalam
Kongestif
(4-12 jam)
Menyebabk
an radang

Pada Pada
saluranpern saluran
Menimbulk
an proses Dilatasi Edema paru
pembuluh
Mengakumulasi secret Eksudat plasma Pengerasan dinding paru
Menstimula
si berlebih di bronkus masuk alveoli
Peningkatan suhu tubuh Suplai O2 menurun Hiperventilasi
diatas normal Terjadinya penumpukan
Gangguan difusi
secret berlebih pada
dalam plasma Hipoksia Dispnea
jalan nafas
Hiperterm
ia Metabolism anaerob Retraksi dinding
Gangguan dada abnormal
Pertukaran Gas meningkat
Peningkatan mucus Ketidakmampuan batuk
efektif Akumulasi Penggunaan otot
pada bronkus
asam laktat bantu pernapasan
Fatique
Bersihan Jalan Napas
Menyebabk
Tidak Efektif
an halitosis Pola Napas
Mengakibatkan Intoleransi Aktivitas
Tidak Efektif
anoreksia Defisit Nutrisi
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal atau dasar dalam proses keperawatan dan
merupakan tahap paling menentukan bagi tahap berikutnya yang berasal dari
berbagai macam sumber data.
Adapun menurut Puspasari (2019), klien mengalami pneumonia tidak
harus dirawat di rumah sakit. Sebaliknya, dirawat jika akan atau berisiko
mengalami pneumonia berat. Data yang harus dikumpulkan untuk mengkaji
klien dengan Pneumonia adalah
a. Biodata klien
b. Keluhan utama klien dengan pneumonia adalah sesak nafas, batuk dan
peningkatan suhu tubuh atau demam
c. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Apabila klien
mengatakan batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa lama, dan
lama keluhan batuk muncul, dan lama keluhan batuk muncul. Keluhan batuk
biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah minum obat. Pada
awalnya keluhan batuk nonproduktif, lama kelamaan menjadi batuk produktif
dengan mucus purulent kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan dan
sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh mengalami demam tingggi
dan menggigil serta sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, dan lemas.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah mengalami
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala seperti luka tenggorokanm
kongesti nasal, bersin dan demam ringan
e. Riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungsional
1) Pola persepsi sehat-penatalaksaan sehat
Keluarga sering menganggap seperti batuk biasa, dan mengganggap benar-
benar sakit apabila sudah mengalami sesak nafas.
2) Pola nutrisi
Sering muncul anoreksia (akibat respon sistematik melalui control saraf
pusat), mual, muntah karena terjadinya peningkatan rangsangan gaster dari
dampak peningkatan toksik mikroorganisme
3) Pola eliminasi
Klien biasanya mengalami penurunan produksi urin akibat perpindahan
cairan karena demam
4) Pola tidur-istirahat
Klien biasanya kesulitan tidur karena sesak napas. Penampilan lemah, sering
menguap dan tidak bisa tidur di malam hari karena tidak nyaman
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Klien dengan pneumonia dapat dilakukan dengan menilai keadaan fisik
bagian tubuh. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan
pneumonia, biasanya mengalami peningkatan suhu tubuh yaitu lebih dari
40oC, frekuensi napas meningkat.
2) Pola pernapasan
Inspeksi: bentuk dada dan gerak pernapasan. Pada klien dengan pneumonia
sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal. Nafas
cuping hidung dan sesak berat. Batuk produktif disertai dengan peningkatan
produksi sekret yang berlebihan.
Perkusi: klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, didapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi: didapatkan bunyi napas melemah dan adanya suara napas
tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit.
3) Sistem neurologi
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan kesadaran.
Pada pengkajian objektif wajah klien tampak meringis, menangis, merintih

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
ditandai dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering, meconium di jalan napas, dyspnea,
sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas
berubah, pola napas berubah
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru ditandai dengan dyspnea, penggunaan otot bantu pernapasan, fase
ekspirasi memanjang, pola napas abnormal, ortopnea, pernapasan pursed-lip,
pernapasan cuping hidung
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi ditandai dengan dipsnea, PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun,
takikardia, pH arteri meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan, pusing,
penglihatan kabur, sianosis, diaphoresis, gelisah, nafas cuping hidung, pola
napas abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran menurun.
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi) ditandai dengan
suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea, kulit
terasa hangat
e. Deficit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk
makan) ditandai dengan berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang
ideal, cepat kenyang setelah makan, kram/ nyeri pada abdomen, nafsu makan
menurun, bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, sariawan, membrane
mukosa pucat, diare
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan kelemahan otot, kesulitan bergerak dan
ADL dibantu
3. Intervensi Keperawatan
No Daignosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 SDKI : Bersihan Setelah diberikan asuhan SIKI : Latihan Batuk Efektif 1. Observasi
jalan nafas tidak keperawatan selama …x 24 jam (I.01006) a. Batuk dapat persisten, tetapi tidak
efektif diharapkan jalan nafas kembali 1. Observasi efektif, terutama jika klien berusia
(D.0149) normal dengan kreteria hasil : a. Identifikasi kemampuan batuk lanjut mengalami akut, atau lemah,
SLKI : Bersihan jalan nafas b. Monitor adanya retensi sputum batuk paling efektif dalam posisi
(L.01001) 2. Terapeutik tegak lurus dalam posisi kepala ke
1. Batuk efektif meningkat a. Atur posisi pasien semi fowler bawah setelah perkusi dada
2. Produksi sputum menurun atau fowler b. Memastikan adanya sputum di
3. Mengi menurun b. Ajarkan pasien batuk efektif saluran pernafasan.
4. Whezzing menurun c. Pasang perlak dan bengkok di 2. Terapeutik
5. Dispnea menurun pangkuan pasien a. Posisi semi fowler atau
6. Ortopneu menurun d. Buang sekret pada tempat semifowler berfungsi
7. Sulit bicara menurun sputum meningkatkan dorongan pada
8. Sianosis menurun 3. Edukasi diafragma sehingga meningkatkan
9. Gelisah menuun a. Jelaskan tujuan dan prosedur ekspansi dada dan ventilasi paru
10. Frekuensi nafas membaik batuk efektif b. Membantu pengeluaran dahak
11. Pola nafas membaik b. Anjurkan tarik nafas dalam dengan batuk efektif.
melalui hidung selama 4 detik, c. Apabila sputum keluar tidak
ditahan selama 2 detik, kemudian mengotori pasien dan tempat
keluarkan dari mulut dengan tidurnya
bibir mencucu (dibulatkan) d. Pada secret terdapat virus dan
selama 8 detik bakteri, maka dari iru agar virus
c. Anjurkan mengulangi tarik nafas tidak menyebar secret harus
dalam selama 3 kali dibuang pada tempat sputum
d. Anjurkan batuk dengan kuat 3. Edukasi
langsung setelah tarik nafas a. Batuk efektif mampu
dalam yang dalam ke-3 mengeluarkan sputum, nafas
4. Kolaborasi dalam membantu ventilasi
a. Kolaborasi pemberian mukolitik maksimal meningkatkan
atau ekspektoran, jika perlu pengeluaran sekret
b. Ventilasi maksimal membuka
lumen jalan nafas dan
meningkatkan kedalaman jalan
nafas besar untuk dikeluarkan
c. Tarik nafas dalam membantu
mengeluarkan secret
d. Batuk dapat memudahkan
pengeluaran sekret dalam jalan
nafas besar untuk dikeluarkan
4. Kolaborasi
a. Agen mekolitik menurunkan
kekentalan dan pelengketan sekret
paru untuk memudahkan secret
keluar dari jalan nafas
2 SDKI : Pola nafas Setelah dilakukan tindakan SIKI : Manajemen Jalan Nafas (I. 1. Observasi
tidak efektif keperawatan selama …x24 jam 01011) a. Dengan mengetahui frekuensi
(D.0005) diharapkan masalah keperawatan 1. Observasi irama dan kedalaman nafas kita
pasien dapat teratasi dengan a. Monitor pola napas (frekuensi, dapat memberikan terapi yang
kriteria hasil: kedalaman, usaha napas) tepat untuk klien
SLKI : Pola nafas (L.01004) b. Monitor bunyi napas tambahan b. Bunyi napas tambahan
1. Dyspnea menurun (mis. Gurgling, mengi, weezing, menandakan adanya sumbatan
2. Penggunaan otot bantu ronkhi kering) pada jalan napas pasien
nafas menurun c. Monitor sputum (jumlah, warna, c. Jumlah, warna dan aroma sputum
3. Pemanjangan fase ekspirasi aroma) dapat mengindikasikan adanya
menurun 2. Terapeutik gangguan pada paru-paru pasien.
4. Otopnea menurun a. Pertahankan kepatenan jalan 2. Terapeutik
5. Pernafasan pursed-lip napas dengan head-tilt dan chin- a. Menjaga agar jalan napas pasien
menurun lift (jaw-thrust jika curiga trauma tetap paten, sehingga oksigen
6. Pernafasan cuping hidung cervical) dapat masuk ke dalam tubuh
menurun b. Posisikan semi-Fowler atau b. Posisi semi fowler atau
7. Frekuensi nafas membaik Fowler semifowler berfungsi
8. Kedalaman nafas membaik c. Lakukan fisioterapi dada, jika meningkatkan dorongan pada
9. Ekskursi dada membaik perlu diafragma sehingga meningkatkan
10. Ventilasi semenit membaik d. Lakukan penghisapan lendir ekspansi dada dan ventilasi paru
11. Kapasitas vital membaik kurang dari 15 detik c. Fisioterapi digunakan agar pasien
12. Diameter thorax anterior- e. Keluarkan sumbatan benda padat dapat mengeluarkan sputum yang
posteriror membaik dengan forsepMcGill menyumbat jalan napas pasien
13. Tekanan ekpirasi membaik f. Berikan oksigen, jika perlu d. Penghisapan lendir dilakukan
14. Tekanan inspirasi membaik 3. Edukasi untuk membebaskan jalan napas
a. Anjurkan asupan cairan 2000 yang mungkin tersumbat oleh
ml/hari, jika tidak kontraindikasi. lendir dalam jalan napas
b. Ajarkan teknik batuk efektif e. Sumbatan benda dapat
4. Kolaborasi meghambat jalan nafas.
a. Kolaborasi pemberian f. Pemberian oksigen dilakukan agar
bronkodilator, ekspektoran, kebutuhan oksigen tetap terpenuhi
mukolitik, jika perlu. 3. Edukasi
a. Pemberian asupan cairan untuk
menjaga keseimbangan cairan
pasien.
b. Mengajarkan batuk efektif
memiliki tujuan agar pasien dapat
mengeluarkan sputum secara
mandiri
4. Kolaborasi
a. Bekerja dengan cara melebarkan
bronkus (saluran pernapasan) dan
merelaksasi otot-otot pada saluran
pernapasan, sehingga aliran udara
dari dan ke paru-paru dapat lebih
lancar.
3 SDKI : Gangguan setelah diberikan asuhan SIKI : Pemantauan Respirasi 1. Observasi
pertukaran gas keperawatan selama …x 24 jam (I.01014) a. Perubahan fekuensi, irama,
(D.0003) diharapkan status pernafasan 1. Observasi kedalaman dan upaya nafas
pasien kembali normal dengan a. Monitor frekuensi, irama, menunjukkan status pernafasan
kreteria hasil : kedalaman, dan upaya napas pasien.
SLKI : Pertukaran gas b. Monitor pola napas (seperti b. Peubahan pola nafas
(L.01004) bradipnea, takipnea, hiperventilasi, menunjukkan adanya gangguan
1. Tingkat kesadaran Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, pada pernafaan pasien.
meningkat ataksik) c. Batuk efektif membantu
2. dyspnea menurun c. Monitor kemampuan batuk efektif pasienmengeluarkan dahak.
3. Bunyi nafas tambahan d. Monitor adanya produksi sputum d. Produksi sputum berlebih dapat
menurun e. Monitor adanya sumbatan jalan menghambat saluran pernafaan.
4. Takikardia menurun napas e. Sumbatan pada jalan nafas dapat
5. Pusing menurun f. Auskultasi bunyi napas mengganggu pertukaran O2 dan
6. Penglihatan kabur menurun g. Monitor saturasi oksigen CO2.
7. Diaforesis menurun h. Monitor nilai AGD f. Bunyi nafas tambahan dapat
8. Gelisah menurun i. Monitor hasil x-ray toraks mengindikasikan adanya
9. napas cuping hidung 2. Terapeutik gangguan pada jalan nafas.
menurun a. Atur interval waktu pemantauan g. Saturasi oksigen menunjukkan
10. PCO2 membaik respirasi sesuai kondisi pasien kadar oksigen dalam darah.
11. PO2 Membaik b. Dokumentasikan hasil pemantauan h. Nilai AGD dapat menunjukkan
12. pH arteri membaik 3. Edukasi adanya indikasi gangguan pada
13. Pola nafas membaik a. Jelaskan tujuan dan prosedur pertukaran gas.
14. Warna kulit membaik pemantauan i. Hasil x-ray thorax dapat
b. Informasikan hasil pemantauan, jika menunjukkan adanya gangguan
perlu pada paru-paru pasien.
2. Terapeutik
a. Untuk mendapatkan hasil yang
sesuai
b. Untuk mengetahui
perkembangan pasien.
3. Edukasi
a. Agar pasien mengetahui tujuan
dilakukannya pemantauan
b. Agar pasien mengetahui
kondisinya.
4 SDKI : Setelah dilakukan tindakan SIKI: Manajemen Hipertermia Observasi
Hipertermia keperawatan selama …x 24 jam (I.15506) a. Dapat menentukan intervensi
(D.0130) diharapkan Termoregulasi Observasi: yang akan diberikan
pasien membaik. a. Identifikasi penyebab hipertermi b. Dengan memonitor suhu tubuh
Dengan kriteria hasil: (mis dehidrasi, terpapasr dapat mengetahui apakah terjadi
SLKI : Tremoregulasi lingkungan panas) tanda infeksi
(L.14134) b. Monitor suhu tubuh Terapeutik
1. Suhu tubuh pasien kembali Terapeutik: a. Lingkungan nyaman akan
normal (36,5°C – 37,5°C) a. Sediakan lingkungan yang dingin menurunkan suhu tubuh pasien
2. Suhu kulit membaik b. Longgarkan atau lepaskan pakaian b. Melonggarkan pakaian atau
3. Tidak terjadi kemerahan c. Berikan cairan oral menggunakan pakaian yang tipis
pada kulit pasien d. Lakukan pendinginan eksternal tujuannya agar suhu panas
4. Tidak terjadi kejang (misal, selimuti, kompres dingin dalam tubuh dapat dengan
pada dahi, leher, dada, abdomen, mudah keluar dari dalam tubuh
aksila) c. Menurunkan suhu tubuh
Edukasi: d. Membantu menurunkan suhu
a. Anjurkan tirah baring tubuh pasien
Kolaborasi: Edukasi
a. Kolaborasi pemberian cairan dan a. Meningkatkan kenyamanan
eletrolit intervena, jika perlu pasien agar lebih sehat
Kolaborasi
a. Mencegah terjadinya dehidrasi
5 SDKI : Defisit Setelah diberikan asuhan SIKI : Manajemen Nutrisi (I. 03119) 1. Observasi
nutrisi (D.0019) keperawatan selama …x 24 jam 1. Observasi a. Mengetahui status nutrisi untuk
diharapkan nutrsi pasien a. Identifikasi status nutrisi menentukan terapi yang tepat
terpenuhi dengan kreteria hasil : b. Identifikasi alergi dan untuk pasien
SLKI : Status Nutrisi intoleransi makanan b. Mengetahui alergi dan
(L.03030) c. Identifikasi makanan yang intoleransi makanan membantu
1. Porsi makanan yang disukai dalam pemberian jenis
dihabiskan meningkat d. Identifikasi kebutuhan kalori makanan yang tepat
2. Kekuatan otot dan jenis nutrient c. Memberikan makanan yang
pengunyah e. Identifikasi perlunya disukai supaya nafsu makan
meningkat penggunaan selang nasogastrik meningkat
3. Kekuatan otot menelan f. Monitor asupan makanan d. Untuk mengetahui kebutuhan
meningkat g. Monitor berat badan kalori dan jenis nutrient yang
4. Serum albumin meningkat h. Monitor hasil pemeriksaan dibutuhkan pasien
5. Verbalisasi keinginan laboratorium e. Bantuan selang nasogratik pada
untuk meningkatkan 2. Terapeutik pasien yang tidak mampu
nutrisi meningkat a. Lakukan oral hygiene sebelum menelan untuk memnuhi
6. Perasaan cepat kenyang makan, jika perlu kebutuhan nutrisi.
menurun b. Fasilitasi menentukan f. Mengetahui jumlah kalori yang
7. Nyeri abdomen menurun pedoman diet (mis. Piramida masuk ke dalam tubuh melalui
8. Tidak timbul sariawan makanan) makanan/ minuman yang
9. Tidak ada rambut rontok c. Sajikan makanan secara dikonsumsi pasien
10.Tidak mengalami diare menarik dan suhu yang sesuai g. Untuk mengetahui adanya
11.IMT meningkat d. Berikan makan tinggi serat penurunan berat badan
12.Frekuensi makan membaik untuk mencegah konstipasi h. Hasil pemeriksaan laboratorium
13.Nafsu makan membaik e. Berikan makanan tinggi kalori dapat menunjukkan adanya
14.Membrane mukosa lemab dan tinggi protein gangguan nutrisi pada pasien.
f. Berikan suplemen makanan, 2. Terapeutik
jika perlu a. Untuk meningkatkan nafsu
makan
3. Edukasi b. Membantu mennetukan
a. Anjurkan posisi duduk, jika program diet yang sesuai
mampu dengan pasien
b. Ajarkan diet yang c. Makanan yang menarik dapat
diprogramkan meningkatkan nafsu makan
4. Kolaborasi pasien
a. Kolaborasi pemberian d. Mencegah terjadinya gangguan
medikasi sebelum makan konstipasi
(mis. Pereda nyeri, e. Untuk memenuhi kebutuhan
antiemetik), jika perlu nutrisi pasien.
b. Kolaborasi dengan ahli gizi f. Membantu pasien memenuhi
untuk menentukan jumlah kebutuhan nutrisinya.
kalori dan jenis nutrient yang 3. Edukasi
dibutuhkan, jika perlu a. Posisi duduk membantu
pasien makan dengan baik
b. Pasien mengetahui dan mau
menjalankan program diet
yang ditentukan
4. Kolaborasi
a. Medikasi yang sesuai
kebutuhan pasien untuk
membantu pasien makan
b. Untuk memberikan diet yang
sesuai untuk pasien.
6 SIKI : Intoleransi Setelah dilakukan tindakan SIKI : Manajemen Energi (I. 05178) 1. Observasi
aktifitas (D.0056) keperawatan selama …x 24 jam 1. Observasi a. Mengetahui penyebab dari rasa
diharapkan masalah keperawatan a. Identifkasi gangguan fungsi lelah pasien
pasien dapat teratasi dengan tubuh yang mengakibatkan b. Mengetahui kondisi lelah pasien
Kriteria hasil kelelahan dan mencari penyebab dari lelah
SLKI: Toleransi aktivitas b. Monitor kelelahan fisik dan yang dirasakan pasien
(L.05047) emosional c. Untuk menjadwalkan istirahat
1. Kemudahan melakukan c. Monitor pola dan jam tidur pasien.
aktifitas d. Monitor lokasi dan d. Menghindari aktivitas yang dapat
2. Kecepatan berjalan ketidaknyamanan selama menyebabkan pasien merasa lelah
meningkat melakukan aktivitas 2. Terapeutik
3. Jarak berjalan meningkat 2. Terapeutik a. Menghindarkan pasien dari risiko
4. Kekuatan tubuh bagian a. Sediakan lingkungan nyaman terjadinya jatuh dan cedera
atas meningkat dan rendah stimulus (mis. b. Menghindarkan pasien dari
5. Kekuatan tubuh bagian cahaya, suara, kunjungan) kelelahan
bawah meningkat b. Fasilitas duduk di sisi tempat 3. Edukasi
6. Toleransi menaiki tangga tidur, jika tidak dapat a. Menghindari terjadinya kelelahan
meningkat berpindah atau berjalan dan cedera yang mungkin terjadi
7. Keluhan lelah menurun 3. Edukasi b. Melakukan aktivitas secara
8. Dyspnea saat beraktifitas a. Anjurkan tirah baring bertahap untukmeningkatkan
menurun b. Anjurkan melakukan mobilisasi pasien.
9. Dyspnea setelah aktivitas aktivitas secara bertahap c. Agar perawat dapat membantu
menurun c. Anjurkan menghubungi pasien dalam aktivitasnya
10. Aritmia saat aktivitas perawat jika tanda dan gejala 4. Kolaborasi
menurun kelelahan tidak berkurang a. Meningkatkan asupan makanan
11. Aritmia setelah aktivitas 4. Kolaborasi untuk meningkatkan energi pasien.
menurun a. Kolaborasi dengan ahli gizi
12. Sianosis menurun tentang cara meningkatkan
13. Perasaan lemah menurun asupan makanan
14. Tekanan darah membaik
15. Frekueni nadi membaik
16. Saturasi oksigen
membaik
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu proses keperawatan yang dilakukan setelah
perencanaan keperawatan. Implementasi keperawatan adalah langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk membantu pasien yang
bertujuan mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak ataupun respon yang
dapat ditimbulkan oleh adanya masalah keperawatan serta kesehatan. Implementasi
keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat (Debora, 2013).
5. Evalusi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap kelima atau proses keperawatan
terakhir yang berupaya untuk membandingkan tindakan yang sudah dilakukan dengan
kriteria hasil yang sudah ditentukan. Evaluasi keperawatan bertujuan menentukan
apakah seluruh proses keperawatan sudah berjalan dengan baik dan tindakan berhasil
dengan baik (Debora, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: MediAction

Bennete. M. J. 2013. Pediatric pneumonia. http : www//emedicine. Medscape.com / arti


/ cle / 67822-overview.

Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S., Alverson B., Carter E.R., Harrison C., Kaplan
S.L., Mace S.E., Jr G.H.M., Moore M.R., Peter S.D.S., Stockwell J.A. and
Swanson J.T., 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in
Infants and Children Older Than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines
by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of
America. Clinical Infectious Diseases, 1–52.

Debora, Oda. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika

Djojodibroto. 2014. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Vol 1. Jakarta: EGC

Damayanti, Karina. 2017. Pneumonia. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali.


http://so,dps.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/f331a8a1e413579027127
d4509a339e5.pdf

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kumusa. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jilid 2. Yogyakarta:
Mediaction.

Robinson & Saputra. (2014). Buku Ajar Visual Nursing (Medica-Bedah). Jilid 1.
Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.

Smeltzer, C. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Indonesia

Zul, Dahlan. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Ed ke-VI. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai