DI SUSUN OLEH :
1. Definisi
Gambar Pneumonia
2. Klasifikasi
b. Penyakit Legionnaire.
3. Etiologi
Menurut Hariadi (2010) dan Bradley dkk (2011) pneumonia dibagi
berdasarkan kuman penyebab yaitu :
a. Pneumonia bacterial/tipikal adalah pneumonia yang dapat terjadi pada
semua usia. Bakteri yang biasanya menyerang pada balita dan anak- anak
yaitu Streptococcus pneumonia, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa dan Pneumococcus.
b. Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh Mycoplasma.
Organisme atipikal yang biasanya menyerang pada balita dan anak-anak
yaitu Chlamidia trachomatis, Mycoplasma pneumonia, C. pneumonia dan
Pneumocytis.
c. Pneumonia virus. Virus yang biasanya menyerang pada balita dan anak-
anak yaitu Virus parainfluenza, Virus influenza, Adenovirus, Respiratory
Syncytial Virus (RSV) dan Cytomegalovirus.
d. Pneumonia jamur adalah pneumonia yang sering, merupakan infeksi
sekunder, terutama pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah
(Immunocompromised).
4. Manifestasi klinis
Gambaran klinis beragam, tergantung pada organisme penebab dan
penyakit pasien Brunner & Suddarth (2011).
o
a. Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam (38,5
C sampai 40,5 o C).
b. Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernapas dan batuk.
c. Pasien yang sakit parah mengalami takipnea berat (25 sampai 45 kali
pernapasan/menit) dan dyspnea, prtopnea ketika disangga.
d. Nadi cepat dan memantul, dapat meningkat 10 kali/menit per satu derajat
peningkatan suhu tubuh (Celcius).
e. Bradikardi relativ untuk tingginya demam menunjukkan infeksi virus,
infeksi mikroplasma, atau infeksi organisme Legionella.
f. Tanda lain : infeksi saluran napas atas, sakit kepala, demam derajat rendah,
nyeri pleuritik, myalgia, ruam faringitis, setelah beberapa hari, sputum
mucoid atau mukopurulen dikeluarkan.
g. Pneumonia berat : pipi memerah, bibi dan bantalan kuku menunjukkan
sianosis sentral.
h. Sputum purulent, bewarna seperti katar, bercampur darah, kental, atau
hijau, bergantung pada agen penyebab.
i. Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diaphoresis dan mudah lelah.
j. Tanda dan gejala pneumonia dapat juga bergantung pada kondisi utama
pasien (misal, yang menjalani terapi imunosupresan, yang menurunkan
resistensi terhadap infeksi.
5. Patogenesis Pneumonia
Suatu penyakit infeksi pernapasan dapat terjadi akibat adanya serangan
agen infeksius yang bertransmisi atau ditularkan melalui udara (droplet
infection). Namun pada kenyataannya tidak semua penyakit pernapasan
disebabkan oleh agen yang bertransmisi dengan cara yang sama. Pada
dasarnya, agen infeksius memasuki saluran pernapasan melalui berbagaicara
seperti inhalasi (melalui udara), hematogen (melalui darah), ataupun dengan
aspirasi langsung ke dalam saluran tracheobronchial. Selain itu, masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran pernapasan juga dapat diakibatkan dari
adanya perluasan langsung dari tempat-tempat lain di dalam tubuh. Pada kasus
pneumonia, mikroorganisme biasanya masuk melalui inhalasi dan aspirasi.
Penyakit pneumonia sebenarnya merupakan manifestasi darirendahnya
daya tahan tubuh seseorang akibat adanya peningkatan kuman patogen seperti
bakteri yang menyerang saluran pernapasan. Selain adanya infeksi kuman dan
virus,menurunnya daya tahan tubuh dapat juga disebabkan karena adanya
tindakanendotracheal dan tracheostomy serta konsumsi obat- obatan yang
dapat menekan refleks batuk sebagai akibat dari upaya pertahanan saluran
pernapasan terhadap serangan kuman dan virus.
a. Faktor Lingkungan
1) Kualitas udara dalam rumah
Polusi udara yang berasal dari pembakaran di dapur dan di
dalam rumah mempunyai peran pada risiko kematian balita di
beberapa negara berkembang. Diperkirakan 1,6 juta kematian
berhubungan dengan polusi udara dari dapur.
2) Ventilasi Udara Dalam Rumah
Ventilasi mempunyai fungsi sebagai sarana sirkulasi udara
segar masuk kedalam rumah dan udara kotor keluar rumah dengan
tujuan untuk menjaga kelembaban udara didalam ruangan. Rumah
yang tidak dilengkapi sarana ventilasiakan menyebabkan suplai udara
segar didalam rumah menjadi sangan minimal. Kecukupan udara
segar didalam rumah sangat di butuhkan oleh penghuni didalam
rumah, karena ketidakcukupan suplai udara segar didalam rumah
dapat mempengaruhi fungsi sistem pernafasan bagi penghuni rumah,
terutama bagi bayi dan balita. Ketika fungsi pernafasan bayi atau
balita terpengaruh, maka kekebalan tubuh balita akan menurun dan
menyebabkan balita mudah terkena infeksi dari bakteri penyebab
pneumonia. (Indria Cahya, 2011)
3) Jenis Lantai Rumah
Balita yang tinggal di rumah dengan jenis lantai tidak
memenuhi syarat memiliki risiko terkena pneumonia sebesar 3,9 kali
lebih besar dibandingkan anak balita yang tinggal di rumah dengan
jenis lantai memenuhi syarat. Hal tersebut menunjukkan bahwa risiko
balita terkena pneumonia akan meningkat jika tinggal di rumah yang
lantainya tidak memenuhi syarat. Lantai rumah yang tidak memenuhi
syarat tidak terbuat dari semen atau lantai rumah belum berubin.
Rumah yang belum berubin juga lebih lembab dibandingkan rumah
yang lantainya sudah berubin. Risiko terjadinya pneumonia akan lebih
tinggi jika balita sering bermain di lantai yang tidak memenuhi syarat.
4) Kepadatan Hunian Rumah
Balita yang tinggal di kepadatan hunian tinggi mempunyai
peluang mengalami pneumonia sebanyak 2,20 kali dibandingkan
dengan balita yang tidak tinggal di kepadatan hunian tinggi (Hartati,
2011).
5) Kebiasaan merokok didalam rumah
Asap rokok mengandung kurang lebih 4000 elemen, dan
setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan,
racun utama pada rokok adalah tar, nikotin dan karbonmonoksida. Tar
adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel
pada paru-paru, Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf
dan peredaran darah. Zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu
kanker paru-paru yang mematikan. Karbon monoksida adalah zat
yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak
mampu mengikat oksigen (Sugihartono & Nurjazuli, 2012). Asap
rokok yang mencemari di dalam rumah secara terus-menerus akan
dapat melemahkan daya tahan tubuh terutama bayi dan balita sehingga
mudah untuk terserang penyakit infeksi, yaitu pneumonia
(Sugihartono & Nurjazuli, 2012)
b. Faktor Individu anak
1) Berat Badan Lahir
Pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR),
pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna, berisiko terkena
penyakit infeksi terutama pneumonia sehingga risiko kematian
menjadi lebih besar dibanding dengan berat badan lahir normal
(Hartati et al., 2012)
2) Status Gizi
Pemberian Nutrisi yang sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak dapat mencegah balita terhindar dari penyakit
infeksi sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi
optimal (Hartati et al., 2012).
3) Pemberian ASI Eksklusif
Hal ini secara luas diakui bahwa anak-anak yang mendapatkan
ASI eksklusif mengalami infeksi lebih sedikit dan memiliki penyakit
yang lebih ringan dari pada mereka yang tidak mendapat ASI
eksklusif. ASI mengandung nutrisi, antioksidan, hormon dan antibodi
yang dibutuhkan oleh anak untuk bertahan dan berkembang, dan
membantu sistem kekebalan tubuh agar berfungsi dengan baik.
Kekebalan tubuh atau daya tahan tubuh yang tidak berfungsi dengan
baik akan menyebabkan abak mudah terkena infeksi. Namun hanya
sekitar sepertiga dari bayi di negara berkembang yang diberikan ASI
eksklusif selama enam bulan pertama kehidupannya. Bayi di bawah
enam bulan yang tidak diberi ASI ekslusif berisiko 5 kali lebih tinggi
mengalami pneumonia, bahkan sampai terjadi kematian. Selain itu,
bayi 6 - 11 bulan yang tidak diberi ASI juga meningkatkan risiko
kematian akibat pneumonia dibandingkan dengan mereka yang diberi
ASI (Unicef, 2016).
7. Pencegahan
Pencegahan pneumonia yaitu menghindari dan mengurangi faktor
resiko, meningkatkan pendidikan kesehatan, perbaikan gizi, pelatihan petugas
kesehatan dalam diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia yang benar dan
efektif (Said, 2010)
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x : Mengidentifikasikan distribusi structural (misal: labor,
bronchial), dapat juga meyatakan abses.
b. Biopsy paru : Untuk menetapkan diagnosis.
c. Pemeriksaan gram atau kultur, sputum dan darah : untuk dapat
mengidentifikasi semua organisme yang ada.
d. Pemeriksaan serologi : Membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
e. Pemeriksaan fungsi paru : Untuk mengetahui paru-paru, menetapkan
luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
f. Spirometrik static : Untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
g. Bronkostopi : Untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
(Nurarif & Kusuma, 2015).
Pneumonia didiagnosis berdasarkan tanda klinik dan gejala, hasil
pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologis, evaluasi foto x-ray dada. Berikut
untuk pemeriksaan penunjang pada pneumonia :
a. Pemeriksaan radiologi
Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang
utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa
infiltrate sampai konsolidasi dengan air broncogram, penyebab
bronkogenik dan interstisial serta gambar kaviti. Gambar adanya infiltrate
dari foto x-ray merupakan standar yang memastikan diagnosis. Foto
thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,
hanya merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi, misalnya gambaran
pneumonia Lobaris tersering disebabkanoleh Steptococcus pneumonia,
pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkaninfiltrate bilateral atau
gambaran bronkopneumonia sedangkan klebsiela pneumonia sering
menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan Laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul,
dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etilogi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah positif pada
20-25% penderita yang tidak diobati, analisis gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.
9. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
Kepeda penderita yang penyakitnya tidak berat, bisa diberikan
antibiotic per-oral, dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebihtua
dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantungatau paru
lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan melaluiinfuse. Mungkin
perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat
bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon
terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain :
i. Oksigen 1-2 L/menit.
ii. IVFD dekstrose 10 % , NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml
cairan.
iii. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
iv. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral
bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
v. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
vi. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
b. Medis
Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan
tampak pada rontgen dada mencakup area berbercak atau keseluruhan
lobus (pneumonia lobaris). Pada pemeriksaan fisik, temuan tersebut dapat
mencakup bunyi napas bronkovesikular atau bronchial, krekles,
peningkatan fremitus, egofani, dan pekak pada perkusi. Pengobatan
pneumonia termasuk pemberian antibiotik yang sesuai seperti yang
ditetapkan oleh hasil pewarnaan gram. Selain itu untuk pengobatan
pneumonia yaitu eritromisin, derivate tetrasiklin, amantadine,
rimantadine, trimetoprim-sulfametoksazol, dapsone, pentamidin,
ketokonazol.
Untuk kasus pneumonia community base :
i. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
ii. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus Pneumonia hospital base :
i. Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
ii. Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian. (Nurarif &
Kusuma, 2015,68).
10. Komplikasi
Komplikasi pneumonia meliputi hipoksemia, gagal respiratorik, effusi
pleura, empyema, abses paru, dan bacteremia, disertai penyebaran infeksi ke
bagian tubuh lain yang menyebabkan meningitis, endocarditis, dan pericarditis
(Paramita 2011).
3) Tanda-tand vital:
- Nadi: takikardi
- Suhu: hipertermi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang,
sebagai akibat dari masalah kesehatan. Adapun diagnosa keperawatan pada
klien berdasarkan masalah yang didapat melalui SDKI adalah :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
secret
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
Hariadi, S. Winariani. Wibisono, MJ. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.
Hartati. (2011). Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Pneumonia Pada Anak Balita.
Hartati, S., Nurhaeni, N., & Gayatri, D. (2012). Faktor risiko terjadinya pneumonia
pada anak balita. Jurnal Keperawatan Indonesia, 15(1), 13–20.
Indria Cahya. (2011). Kondisi Lingkungan Fisik Rumah terhadap Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut Pada Balita. Depok.
LeMone, Burke, & Bauldoff, (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa.
Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
I. IDENTITAS BAYI/KELUARGA
a. Klien
Nama : An. L
Tgl/umur : 10-02-2008 / 13 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
b. Orang Tua
Nama ayah : Mawardi
Umur : 39 tahun
Pekerjaan : tidak bekerja
Suku Bangsa : indonesia
Agama : islam
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : JL. Sunan agung jati perum permatasari rt 37 kel kenali
asam bawah kec kota baru kota jambi
No. Telp : tidak ada
II. KELUHAN UTAMA : Sesak (+), batuk (+), demam dan ada luka
III.RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG (PQRST)
Pasien terpasang O2 karena mengalami sesak, batuk (terdapat sputum) dan
An.L mengalami demam saat diraba badan terasa panas.
MAKANAN
- Jenis Makanan : susu cair
- Nafsu makan : baik
- Pola makan (jumlah/frekuensi) : 8x1 sehari
- Makanan yang disukai : tidak terkaji
- Makanan yang tidak disukai : tidak terkaji
ISTIRAHAT TUDUR
- Jam tidur malam : 19.00
- Jam tidur siang : 2-3 jam
- Gangguan/hambatan tidur : tidak ada
- Kebiasaan sebelum tidur : tidak ada
(perlu mainan, dibacakan cerita, benda yang dibawa tidur, dll)
c. Hidung
- Struktur : simetris
- Fungsi penciuman : tidak terkaji
- Membran mukosa : tidak terkaji
- Perdarahan : tidak ada
- Keluhan : tidak ada
d.Telinga
- Struktur : simetris
- Fungsi : tidak terkaji
- Cerumen : tidak ada
- Cairan telinga : tidak ada
- Nyeri telinga : tidak ada
- Alat bantu : tidak ada
- Keluhan : terdapat lesi pada daun telinga An.L
g. Dada
1) Struktur : simetris
2) Payudara : tidak terkaji
3) Aksila : tidak ada masalah
4) Pernafasan
a) Pola nafas : teratur
b) Frekuensi nafas : cepat
c) Kualitas nafas : sesak, memakai oksigen nasal kanul 2L
d) Bunyi nafas : ronchi
e) Penggunaan otot pernafasan tambahan : tidak ada
f) Batuk : ada
g) Sputum : terdapat sputum
h) Keluhan lain : batuk
5) Kardiovaskuler
a) Ukuran jantung : tidak terkaji
b) Denyut jantung : cepat dan terdapat kebocoran jantung
c) Bunyi jantung : bunyi jantung tambahan (+)
d) Palpitasi : terdapat palpitas
e) Edema : tidak ada
f) Sianosis : tidak ada
g) Jari-jari tabuh : tidak ada
h) Keluhan lain : tidak ada
h. Abdomen
- Struktur : simetris
- Bising usus : ada dan meningkat
- Keadaan hepar : tidak ada
- Keadaan lambung : tidak terkaji
- Keadaan ginjal : tidak terkaji
- Kandung kemih : tidak terkaji
- Nyeri tekan : tidak ada
- Benjolan : tidak ada
- Kembung : tidak ada
- Ascites : tidak ada
- Mual : tidak ada
- Muntah : tidak ada
- Keluhan lain : tidak ada
i. Genetalia
1) Laki-laki
- Struktur : tidak ada
- Skrotum : tidak ada
- Penis : tidak ada
- Testis : tidak ada
- Keluhan lain : tidak ada
2) Wanita
- Struktur : simetris
- Labia mayora : tidak terkaji
- Labia minora : tidak terkaji
- Orifisium urethra : tidak terkaji
- Vagina : tidak terkaji
- Peradangan : tidak ada
- Keluhan lain : tidak ada
j. Rectum
- Struktur : tidak simetris
- Pigmentasi : tidak terkaji
- Haemorrhoid : tidak terkaji
- Abses : tidak terkaji
- Kista/massa : tidak terkaji
- Lesi : ada kulit terkelupas
- Keluhan : tidak ada
k.Ekstremitas
1)Atas
- Struktur : simetris
- Kekuatan otot : lemah
- Tonus otot : lemah
- Rentang gerak : terbatas
- Kecacatan : gangguan tumbuh kembang
- Nyeri : tidak ada
- Trauma/fraktur : tidak terkaji
- Deformitas : tidak terkaji
- Kejang : kejang diam
- Gangguan motorik (kelumpuhan) : tidak ada
- Pemasangan infuse: ada
- Lain-lain : tidak ada
2)Bawah
- Struktur : tidak simetris
- Kekuatan otot : lemah
- Tonus otot : lemah
- Keterbatasan gerak: pasien tidak dapat bergerak karena memiliki luka
di punggung
- Kecacatan : gangguan tumbuh kembang
- Nyeri : tidak ada
- Trauma/fraktur : tidak ada
- Deformitas : tidak terkaji
- Kejang : tidak ada
- Gangguan motorik (kelumpuhan) : tidak bisa berjalan
- Pemasangan infuse: tidak ada
- Lain-lain : tidak ada
l. Punggung
- Struktur : tidak simetris
- Skar : tidak ada
- Pembengkakan : tidak ada
- Lesi : pada bagian punggung (ulkus dekubitus)
- Nyeri : tidak ada
- Lain-lain : tidak ada
m. Kulit
- Warna : kemerahan
- Turgor : elastis
- Kelembaban : kering
- Perasaan terhadap rangsangan
a. Nyeri : tidak ada
b. Suhu : 38,4℃
c. Raba : tidak ada
d. Tekan : tidak ada
- Lesi : pada bagian siku, bahu dan punggung
- Lain-lain : tidak ada
Anak merasa malu & ragu jika merasa tidak mampu mengatasi tindakan
yang dipilihnya sendiri serta kurang support dari orang tua &
lingkungan
Anak menggunakan inisiatif dan banyak belajar serta mencoba hal-hal
yang baru
Anak merasa bersalah jika melakukan tindakan yang tidak tepat atau
melakuakn sesuatu yang berlawanan dengan perilaku yang diharapkan
2. Natal
a. Usia kehamilan : cukup bulan
b. BB/PB Lahir : 3000/57
c. Jenis persalinan : normal
d. Lama persalinan : seperti pada umumnya
e. Keadaan anak setelah lahir
- Segera menangis : bayi menangis kuat
- Resusitasi : tidak ada
f. Masalah waktu persalinan : tidak ada
3. Post Natal
Ibu
a. Perawatan pasca persalinan : tidak ada
b. Masalah pasca persalinan : tidak ada
Bayi
a. Apgar Score : tidak terkaji
b. Kelainan kongenital : tidak ada
c. Warna kulit
- Cyanosis: tidak terkaji
- Pucat : tidak terkaji
- Kuning : tidak terkaji
d. Panas : tidak terkaji
e. Kejang : tidak ada
f. Kesulitan dalam menelan, mengisap/minum : tidak terkaji
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium : tanggal 04 Oktober 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Keterangan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 9,45 12 - 16 L
Hematokrit 29,7 34,5 - 54 L
MCV 70,2 80 - 96 L
MCH 22,3 27 - 31 L
MCHC 31,8 32 - 36 L
Trombosit 512 150 - 450 H
MVP 6,64 7,2 - 11,1 L
PDW 18,7 9 - 13 H
Leukosit 19,2 4,0 - 10,0 H
Hitung jenis
Neutrofil 75,1 50 - 70 H
Lymfosit 14,2 18 - 42 L
Eosinofil 0,968 1-3 L
2. Radiologi
pemeriksaan radiografi toraks proyeksi AP : jantung kesan tidak membesar.
Aorta dan mediastinum superior tidak melebar. Trakea ditengah, kedua
hilus suram. Infiltrat di suprahiler, perihiler, dan parakardial bilateral.
Kedua hemidiafragma licin. Kedua sinis kostofrenikus lancip. Jaringan
lunak dinding dada terlihat baik.
An.L mengalami pneumonia.
4. Lain-Lain
PROGRAM PENGOBATAN MEDIS
CATATAN TAMBAHAN
(Windi Clariska)
ANALISA DATA
DATA PENYEBAB MASALAH
DS : Ibu klien Penumpukan sekret Bersihan jalan nafas tidak
mengatakan anaknya efektif
sesak dan batuk disertai
dahak /lendir
DO :
- Ada sekret
- Nadi: 141x/menit
- Penapasan : 30x/menit
- Ronki (+)
DO :
- Suhu : 38,4°C
- Nadi : 141x/menit
PRIORITAS DIAGNOSAKEPERAWATAN
2 - Memantau tanda-tanda vital (suhu dan HR) S : ibu mengatakan An.L demam naik turun
O:
- Motivasi anak dan keluarga untuk meningkatkan
- S : 38℃ - RR : 30 x/i
asupan cairan per oral
- N : 150 x/I
- Menganjurkan orang tua melakukan kompres - ibu melakukan kompres pada An.L
hangat - ibu memberikan sedikit minum tapi sering kepada
An.L
- Menganjurkan ibu untuk menggantikan pakaian - pemberian obat paracetamol
yang mudah menyerap keringat dari bahan katun A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan kembali
- Kolaborasi pemberian obat