Anda di halaman 1dari 52

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap keluarga memimpikan dapat membangun keluarga yang
harmoni,bahagia dan saling mencintai, namun pada kenyataannya banyak
keluarga yang merasa tidak nyaman, tertekan dan sedih karena terjadi
kekerasan dalam keluarga, baik itu kekerasan yang bersifat fisik, psikologis,
seksual, emosional maupun penelantaran. Kekerasan Dalam Rumah
Tangga(KDRT) dapat disebabkan ole faktor internal dan eksternal, baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, terlebih-lebih di era terbuka dan
informasi yang kadangkala budaya kekerasan yang muncul lewat informasi
tidak bsa terfilter pengaruh negatifnya terhadap kenyamanan hidup dalam
rumah tangga.

Adanya kekerasan dalam lingkup keluarga, dapat memberikan dampak


yang cukup besar bagi kelangsungan hidup anak sih korban. Adapun Undang-
Undang Dasar Negara RI Tahun1945, berserta perubahannya. Pasal 28 G ayat
(1) UUD RI Tahun1945 menentukan bahwa “Setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda
yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan
dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu merupakan
hak asasi”. Pasal 28 H ayat 2 UUD RI Tahun 1945 menentukan bahwa”Setiap
orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.

Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa tindak kekerasan secara


fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga pada kenyataannya
sering terjadi sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai untuk
menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Meskipun sudah ada UU yang
mengatur tindak kekerasan dalam rumah tangga,namun nyatanya masih
banyak kasus yang terjadi di masyarakat.

1
Tidak setiap anak yang dilahirkan di dunia ini selalu mengalami
perkembangan normal. Banyak di antara mereka yang dalam
perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau
memiliki faktor-faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan
optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Kelompok inilah yang
kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa.

Dalam memahami anak berkebutuhan khusus atau anak luara biasa,


sangat diperlukan adanya pemahaman mengenai jenis-jenis kecacatan (anak
berkebutuhan khusus) dan akibat-akibat yang terjadi pada penderita. Anak
berkebutuhan khusus disebut sebagai anak yang cacat dikarenakan mereka
termasuk anak yang pertumbuhan dan perkembangannya mengalami
penyimpangan atau kelainan, baik dari segi fisik, mental, emosi, serta
sosialnya bila dibandingkan dengan nak yang normal. Oleh karena itu,
diperlukan lagi wawasan yang luas tentang tindak kekerasan dan cara
memahami anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa untuk mencegah
dan meminimalisir kasus dikemudian hari.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah yaitu
bagaimana askep pada anak korban KDRT dan anak berkebutuhan khusus.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami bagaimana askep pada anak
korban KDRT dan anak berkebutuhan khusus atau anak luar biasa.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian perkawinan dan keluarga
2. Untuk mengetahui pengertian kekerasan
3. Untuk mengetahui apa itu kekerasan dalam rumah tangga

2
4. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan dala rumah
tangga(KDRT)
5. Untuk mengetahui faktor prnyebab kekerasan dalam rumah
tangga(KDRT)
6. Untuk mengetahui pencegahan terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga(KDRT)
7. Untuk mengetahui penyalahgunaan kekerasan dalam rumah tangga
8. Untuk mengetahui askep pada anak korban KDRT
9. Untuk mengetahui pengertian anak berkebutuhan khusus
10. Untuk mengetahui jenis-jenis anak berkebutuhan khusus
11. Untuk mengetahui sebab-sebab anak berkebutuhan khusus
12. Untuk mengetahui cara menangani anak berkebutuhan khusus
13. Untuk mengetahui cara mengajar anak berkebutuhan khusus
14. Untuk mengetahui askep pada anak berkebutuhan khusus

1.4 Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan materi atau referensi pembelajaran dan menambah
pengetahuan khususnya mengenai asuhan keperawatan pada anak korban
KDRT dan anak berkebutuhan khusus.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi bagi institusi pendidikan khususnya Prodi
Keperawatan Universitas Jambi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perkawinan dan Keluarga


1. Pengertian Perkawinan
Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan
saja terjadi dikalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tanaman dan
hewan. Aturan tata-tertib perkawinan sudah ada sejak masyarakat
sederhana yang dipertahankan anggota-anggota masyarakat dan para
pemuka masyarakat adat dan atau para pemuka agama. Menurut Sayuti
Thalib, perkawinan itu dianggap suatu lembaga yang suci, upacara
perkawinan adalah upacara yang suci, yang kedua pihak dihubungkan
menjadi pasangan suami-isteri atau saling minta menjadi pasangan
hidupnya dengan mempergunakan nama Allah. Dengan adanya suatu
perkawinan, maka seorang laki-laki yang menjadi suami memperoleh
berbagai hak suami dalam keluarga itu. Begitupun seorang wanita yang
mengikatkan diri menjadi isteri dalam suatu perkawinan memperoleh
berbagai hak isteri juga.
2. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sebagai sebuah institusi yang terbentuk karena


ikatan perkawinan. Didalamnya hidup bersama pasangan suami-isteri
secara sah karena pernikahan. Mereka hidup bersama sehidup-semati,
ringan sama dijinjing, berat sama dipikul, selalu rukun dan damai dengan
suatu tekad dan cita-cita untuk membentuk keluarga bahagia dan sejahtera
lahir dan batin.
a. Suatu keluarga setidaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Terdiri dari orang-orang yang memiliki ikatan darah atau adopsi.
b. Anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu
rumah dan mereka membentuk satu rumah tangga.

4
c. Memiliki satu kesatuan orang-orang  yang berinteraksi dan saling
berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu,
anak dan saudara.
d. Mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar
berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.

2.2 Definisi Kekerasan


Menurut KBBI, kekerasan berarti sifat atau hal yang keras, kekuatan
dan paksaan. Paksaan berarti adanya suatu tekanan dan desakan yang keras.
Kata-kata ini bersinonim dengan kata memperkosa yaitu menundukkan
dengan kekerasan, menggagahi, memaksa dengan kekerasan dan melanggar
dengan kekerasan. Dengan demikian kekerasan berarti membawa kekuatan
paksaan dan tekanan. Istilah kekerasan menurut filsuf Thomas Hoblees
(1588-1679) manusia dipandang sebagai makhluk yang dikuasai oleh
dorongan-dorongan irasionil dan anarkis serta mekanistis yang saling iri,
benci sehingga menjadi kasar, jahat, buas, pendek untuk berpikir.
Menurutnya, kekerasan itu sebagai suatu yang sangat alamiah bagi manusia.
Sedangkan Michael Crosby mendefinisikan kekerasan adalah setiap paksaan
yang mengakibatkan luka.

2.3 Kekerasan dalam Rumah Tangga


Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan
pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan
serta merupakan bentuk diskriminasi. Kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan,
yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Istilah KDRT sebagaimana ditentukan pada Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

5
Rumah Tangga (UU PKDRT) tersebut seringkali disebut dengan kekerasan
domestik. Kekerasan domestik sebetulnya tidak hanya menjangkau para pihak
dalam hubungan perkawinan antara suami dengan istri saja, namun termasuk
juga kekerasan yang terjadi pada pihak lain yang berada dalam lingkup rumah
tangga. Pihak lain tersebut adalah
1. anak, termasuk anak angkat dan anak tiri
2. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, istri dan
anak karena hubungan darah, perkawinan (misalnya: mertua, menantu,
ipar dan besan), persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap
dalam rumah tangga
3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah
tangga tersebut. Siapapun sebetulnya berpotensi untuk menjadi pelaku
maupun korban dari kekerasan dalam rumah tangga. Pelaku maupun
korban kekerasan dalam rumah tangga pun tidak mengenal status sosial,
status ekonomi, tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, suku maupun
agama.

2.4 Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)


Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan
terhadap istri dalam  rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam
golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik
rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok,
memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini
akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka
lainnya.
2. Kekerasan  psikologis atau emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya

6
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan
psikis berat pada seseorang. Perilaku kekerasan yang termasuk
penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar
yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia
luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan
kehendak.
3. Kekerasan  seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari
kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa
selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
Kekerasan  seksual berat, berupa:
a. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh
organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain
yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa
dikendalikan.
b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat
korban tidak menghendaki.
c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan
dan atau menyakitkan.
d. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran
dan atau tujuan tertentu.
e. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
f. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan
alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal
seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan
atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun
perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki
korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban. Melakukan repitisi

7
kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan
seksual berat.
4. Kekerasan  ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini
adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.
Kekerasan Ekonomi Berat, yakni tindakan eksploitasi, manipulasi dan
pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
a. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif termasuk pelacuran.
b. Melarang korban bekerja tetapi menelantarkannya.
c. Mengambiltanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban,
merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.
Kekerasan Ekonomi Ringan, berupa melakukan upaya-upaya
sengaja yang menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara
ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

2.5 Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)


Padahal saat ini, kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi isu
global yang mengundang perhatian berbagai kalangan. Kekerasan dalam
rumah tangga yang selama ini banyak terjadi dapat dikatakan sebagai suatu
fenomena gunung es. Artinya bahwa persoalan kekerasan dalam rumah
tangga yang selama ini terekspose ke permukaan (publik) hanyalah
puncaknya saja. Persoalan kekerasan dalam rumah tangga yang muncul
dalam sebuah keluarga lebih banyak dianggap sebagai sebuah permasalahan
yang sifatnya pribadi dan harus diselesaikan dalam lingkup rumah tangga
(bersifat tertutup dan cenderung sengaja ditutup-tutupi). Di masa sekarang ini
tindak kekerasan dalam rumah tangga, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis,
kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga, semakin sering terjadi
pada perempuan, terutama pada istri, anak perempuan (tidak hanya anak

8
kandung tetapi termasuk juga anak angkat, anak tiri, atau keponakan) dan
pembantu rumah tangga yang mayoritas adalah perempuan.
Strauss A. Murray mengidentifikasikan hal dominasi pria dalam
konteks struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga (Marital Violence) sebagai berikut :
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumberdaya dibandingkan
dengan wanita sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk
bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan
ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan
kekerasan
3. Beban pengasuhan anak
Istri yang tidak bekerja menjadikannya menanggung beban sebagai
pengasuh anak. Ketika terjadi hal yan tidak diharapkan terhadap anak,
maka suami akan menyalahkan istri sehingga terjadi kekerasan dalam
rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik menurut hukum, mengakibatkan
keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan
kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan
sebagai seorag bapak melakukan kekerasan terhadap anak agar menjadi
tertib.
5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri didalam rumah tangga yang mengalami
kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga
kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan
oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami
melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni
keluarga.

9
Namun demikian, terlepas dari apapun penyebabnya, dampak dari
kekerasan dalam rumah tangga tentu sangat luas. Dampak yang dirasakan
tidak hanya pada perempuan yang menjadi korban secara langsung, namun
juga berdampak pada anak-anak.
a. Dampak Kekerasan pada Anak
1. Dampak pertama adalah ketegangan. Anak senantiasa hidup dalam
bayang-bayang kekerasan yang dapat terjadi kapan saja dan ini
menimbulkan efek antisipasi. Anak selalu mengantisipasi jauh
sebelumnya bahwa kekerasan akan terjadi sehingga hari-harinya
terisi oleh ketegangan.
2. Berikut adalah mengunci pintu perasaan. Ia berupaya melindungi
dirinya agar tidak tegang dan takut dengan cara tidak mengizinkan
dirinya merasakan apa pun. Singkat kata, ia membuat perasaannya
mati supaya ia tidak lagi harus merasakan kekacauan dan
ketegangan.
3. Kebalikan dari yang sebelumnya adalah justru membuka pintu
perasaan selebar-lebarnya, dalam pengertian ia tidak lagi memunyai
kendali atas perasaannya. Ia mudah marah, takut, sedih, tegang dan
semua perasaan ini mengayunkannya setiap waktu.
4. Dampak berikut adalah terhambatnya pertumbuhan anak. Untuk
dapat bertumbuh dengan normal anak memerlukan suasana hidup
yang tenteram. Ketakutan dan ketegangan melumpuhkan anak dan
menghambat pertumbuhan dirinya. Misalnya, dalam kepercayaan, ia
sukar sekali memercayai siapa pun dan masalah ini akan
memengaruhi relasinya kelak sebab ia akan mengalami kesulitan
membangun sebuah relasi yang intim.
5. Terakhir adalah kekerasan dalam rumah tangga akan mendistorsi
pola relasi. Pada akhirnya anak rawan untuk mengembangkan pola
relasi bermasalah seperti manipulatif, pemangsa, pemanfaat, dan
peran korban.

10
b. Tipe Pelaku Kekerasan dalam rumah tangga
1. Orang yang menggunakan kekerasan untuk mengekspresikan
kemarahan. Biasanya orang ini mengalami masa kecil yang sarat
ketegangan dan kekerasan. Alhasil sewaktu ia marah, kemarahan
muncul dalam kadar yang besar. Ditambah dengan pembelajaran
cara pengungkapan yang keliru, ia rentan untuk melakukan tindak
kekerasan kepada pasangannya. Biasanya orang dengan tipe ini
menyadari bahwa tindakannya salah namun ia sendiri tidak dapat
mengendalikan dirinya tatkala marah.
2. Orang yang menggunakan kekerasan untuk mengumbar kekuasaan.
Orang seperti ini cenderung memandang pasangannya sebagai
obyek yang perlu dikuasai dan diajar. Ia cepat menafsir bantahan
pasangan sebagai upaya untuk menghina atau melawannya—
tindakan yang "mengharuskannya" untuk mengganjar pasangannya.
Orang ini biasanya tidak merasa bersalah sebab ia menganggap
tindakannya dapat dibenarkan sebab menurutnya, pasangan
memang seharusnya menerima ganjaran itu.
3. Orang yang menggunakan kekerasan untuk menyeimbangkan
posisi dalam pernikahan. Pada umumnya orang ini merasa diri
inferior terhadap pasangan dan cepat menuduh pasangan sengaja
untuk merendahkannya. Itu sebabnya ia menggunakan kekerasan
untuk merebut kembali kekuasaan dalam rumah tangganya,
biasanya ia tidak merasa bersalah.
4. Orang yang menggunakan kekerasan sebagai jalan keluar terakhir
untuk menyelesaikan konflik. Pada umumnya orang ini tidak
terbiasa menggunakan kekerasan namun dalam keadaan frustrasi, ia
pun merasa terdesak sehingga secara spontan menggunakan
kekerasan. Pada dasarnya ia tidak menyetujui cara ini dan merasa
bersalah telah melakukannya.

11
c. Tipe Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
1. Orang yang berjenis penantang. Orang ini hanya mengenal bahasa
menaklukkan atau ditaklukkan oleh karena masa kecil yang juga
sarat dengan kekerasan. Itu sebabnya sewaktu terjadi perselisihan,
ia cepat bereaksi menantang seakan-akan perselisihan merupakan
ajang adu kekuatan alias perkelahian. Tidak jarang, korban dengan
tipe penantang adalah pihak pertama yang menggunakan
kekerasan.
2. Orang yang bergantung. Orang ini tidak dapat hidup sendirian dan
membutuhkan pasangan untuk "menghidupinya." Orang tipe
bergantung membuat pasangan kehilangan respek sehingga dalam
kemarahan ia mudah terjebak dalam penggunaan kekerasan.
Kekerasan merupakan wujud keinginannya untuk melepaskan diri
dari kebergantungan pasangan pada dirinnya sekaligus ekspresi
dari ketidakhormatan kepada pasangan yang bergantung.
3. Orang yang berperan sebagai pelindung. Orang ini senantiasa
berusaha keras menutupi masalah keluarganya demi menjaga nama
baik. Orang bertipe ini cenderung menoleransi kekerasan alias
membiarkannya sehingga masalah terus berulang. Orang ini selalu
berusaha mengerti namun tindakan ini berakibat buruk pada
pasangan yang menggunakan kekerasan. Ia makin leluasa
menggunakan kekerasan karena tidak ada konsekuensi yang
menantinya.
d. Reaksi terhadap Kekerasan
1. Pada umumnya korban merasa ketakutan yang besar. Pada
akhirnya hidupnya menjadi lumpuh karena ia selalu dibayang-
bayangi konsekuensi buruk yang menantinya.
2. Kebanyakan korban juga menyimpan marah dan benci kendati
tidak selalu ia memerlihatkannya karena takut.

12
3. Banyak korban kekerasan yang merasa malu. Mungkin malu dilihat
orang berhubung adanya bekas pemukulan tetapi kalaupun tidak
ada bekasnya, ia merasa malu karena perbuatan kekerasan
merupakan aib dalam keluarga. Julukan "dipukuli suami" tetap
bukanlah julukan yang terhormat.
4. Terakhir adalah hilangnya respek pada pasangan. Dan, biasanya
hilangnya respek diikuti oleh hilangnya kasih. Sayangnya namun
cukup sering terjadi, korban pun pada akhirnya kehilangan respek
pada diri sendiri dan cenderung melihat diri seperti sampah.

2.6 Pencegahan Terjadinya KDRT


Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga,
diperlukan cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
antara lain:
1. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh
pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan
dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran.
2. Harus  tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga,
karena didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu,
bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat
saling menghargai setiap pendapat yang ada.
3. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta
sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah
rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah
pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah
tangga.
4. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya
antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa
saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita
untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang

13
timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang
kadang juga berlebih-lebihan.
5. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada
dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi
pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga
dapat diatasi dengan baik.
a. Tanda-tanda potensi pelaku KDRT sebelum menikah
1. Cenderung kasar pada semua orang. Misal: pada teman, saat menyetir
mobil, di tempat umum, dan keluarga sendiri. Ia mudah tersinggung dan
marah, ketika marah bersikap kasar.
2. Dalam keluarganya, kita melihat kebiasaan kekerasan, kurang peduli
pada orang lain, maumenang sendiri, tidak mau berbagi. Ayah mungkin
memberikan contoh kekerasan dan anak-anak menirunya. 
3. Ia mungkin egois dan selalu memikirkan kepentingannya sendiri,
enggan berbagi.Orang lainyang harus menjaga perasaan dan lebih
banyak menyesuaikan diri.
4. Ia tidak terlihat kasar saat pergaulan sehari-hari, tetapi terkesan tidak
dapat mengendalikan diri saat kecewa atau marah. Bila kecewa atau
marah, ia dapat bersikap kasar, bertingkah laku membahayakan, dan
membuat orang merasa takut.
5. Ia mudah curiga pada orang lain, mudah menyalahkan, banyak
berpikiran buruk, khususnya perilaku pasangan. 
6. Ia posesif dan tidak memberikan ruang pribadi bagi kita. 
7. Ia cenderung meyakini pembagian peran gender yang kaku,
menempatkan laki-laki sebagai penentu.
8. Ia tidak menunjukkan penyesalah setelah berbuat salah atau menyakiti
orang lain. Ia malah mempersalahkan orang lain atas kekasaran yang
dilakukannya.
9. Ia senang berjudi, minum dan mabuk, terlibat penggunaan obat-obatan
bahkan hingga kecanduan. 

14
2.7 Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga
Dalam hidup ini, tidak jarang dialami yang sama sekali tidak
diinginkan.  Ada pepatah “untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak”,
yang artinya kehidupan didepqan kita adalah rahasia Allah, untung maupun
malang sering datang tiba-tiba tanpa disangka. Menghadapi masalah KDRT,
maka ada pepatah yang penting kita hayati “Sebelum ajal berpantang mati”.
Maksudnya,  kehidupan dan kematian ditentukan oleh Tuhan, maka jangan
terlalu takut menghadapi masalah karena orang tidak akan mati seblum tiba
ajalnya. Oleh karena itu, teruslah berusaha sampai titik darah penghabisan.
Jika KDRT terjadi, maka hadapi dan tangani :
1. Isteri dan suami lakukan dialog. Keduanya harus cari solusi atas masalah
yang dihadapi untuk memecahkan masalah yang menjadi penyebab
terjadinya KDRT.  Jika anak-anak sudah mulai besar, ajak mereka supaya
berbicara kepada bapak, kalau KDRT dilakukan bapak (suami).
2. Selesaikan masalah KDRT dengan kepala dingin. Cari waktu yang tepat
untuk sampaikan bahwa KDRT bertentangan hukum negara, hukum
agama, budaya dan adat-istiadat  masyarakat.
3. Laporkan kepada keluarga yang dianggap berpengaruh yang  bisa memberi
jalan keluar terhadap  penyelesaian masalah KDRT supaya tidak terus
terulang.
4. Kalau sudah parah KDRT seperti korban sudah luka-luka, maka dilakukan
visum.
5. Laporkan kepada yang berwajib telah terjadi KDRT.  Melapor ke polisi
merupakan  tindakan paling  terakhir karena bisa berujung kepada
perceraian.
a. Ancaman Hukuman KDRT menurut UU No. 23 tahun 2004 :
1. Pasal 44 berbunyi:
a) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam
lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

15
b) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda
paling banyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
c) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak
Rp45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
d) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda
paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
2. Pasal 45:
a) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam
lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf b
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
denda paling banyak Rp9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
b) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda
paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
3. Pasal 46:
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual
sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak
Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

16
4. Pasal 49:
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap
orang yang :
a) menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
b) menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (2).
b. Jika yang menjadi korban KDRT adalah anak:
Hal ini diatur dlm UU No. 23 tahun 2002 ttg Perlindungan Anak. 
1. Pasal 80 berbunyi :
a) Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman
kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda
paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
b) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat,
maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
c) Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
d) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan
penganiayaan tersebut orang tuanya.
2. Pasal 81:
a) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan
dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga)

17
tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00.
b) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku
pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu
muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

2.8 Asuhan Keperawatan Kekerasab dalam Rumah Tangga (KDRT)


KASUS

Pada tanggal 23 Oktober 2019 pukul 10.00 WIB An.K (13 Tahun),
Laki-laki, pendidikan SMP, agama Islam, suku Jawa. Dibawa ke RSJ diantar
oleh keluarga klien (Pamannya) Tn.M (48 Tahun) karena dikeluhkan klien
suka mengurung diri di kamar, sering menangis dan terkadang mengamuk.
Klien mengamuk dengan membanting barang di sekitarnya bila didekati oleh
keluarganya. Karena tidak bisa diatasi maka keluarga langsung mengajak
klien ke RSJ dan mendapatkan terapi injeksi lodorner IM I ampul dan
diazepam injeksi IV 1 ampul. Klien mengatakan bahwa penyebab dari dia
mengamuk yaitu karena klien sering dipukuli oleh orang tuanya dan kejadian
itu sudah berlangsung lama. Tn.M mengatakan bahwa selama 3 bulan
belakangan ini klien tinggal bersamanya.
An.K mengatakan tidak mau pulang lagi ke rumah karena takut akan
dimarahi oleh orang tuanya. An.K mengatakan orang tuanya memukulinya
karena setiap yang dia lakukan selalu salah. Tn.M mengatakan orang tua
An.K sering memukulinya dengan alasan yang jelas. Tn.M juga mengatakan
bahwa An.K tidak pernah bermain dengan anak sebayanya dan lebih sering
menyendiri dan pendiam. An.K mengatakan kalau di sekolah dia tidak
memiliki teman untuk bermain.
Pada saat pengkajian An.K lebih banyak diam, klien hanya mau
menjawab pertanyaan yang diajukan dengan singkat dengan nada bicara
pelan. Klien selalu menundukkan kepala saat berbicara dengan perawat

18
kontak mata kurang serta jarang berinteraksi dengan orang lain. Ketika
dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil TTV yaitu: TD 120/80 mmHg, S
370C, N 28x/mnt, Rr 99x/mnt. Faktor predisposisi: klien mempunyai
pengalaman yang tidak menyenangkan yaitu semenjak umur 9 tahun dia
sering mengalami penganiayaan fisik dari orang tuanya dan diusir dari rumah
sejak 3 bulan yang lalu karena emosi orang tuanya yang sedang memuncak.
Sehingga klien diasuh oleh pamannya. Ekonomi paman klien sangat
kekurangan karena dia harus menghidupi istrinya, oleh karena itu klien diajak
jualan sayur keliling kampung oleh pamannya. Sedangkan faktor
presipitasinya yakni klien mengamuk karena kecewa dengan orang tuanya
yang tega menelantarkan anaknya dan tidak mencarinya. Sejak saat itu klien
mulai murung, senang menyendiri dan bengong-bengong. Klien marah dan
mengamuk pada saat orang tuanya disuruh datang ke RSJ.
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan Pada tanggal 23 Oktober 2019 pukul 10.00
WIB. Pengambilan data dilakukan dengan cara anamnesa dan observasi
sehingga didapat data :

1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama : An.K

Umur : 13 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan :-

Suku/Bangsa : Jawa

No. Cm :-

19
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn.M

Umur : 48 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan :-

Pekerjaan : Pedagang sayur

Status Perkawinan : Menikah

Suku/Bangsa : Jawa

Alamat :-

Hub. Dengan Klien : Paman klien

2. Alasan Masuk
a. Keluhan saat MRS
Klien dibawa ke RSJ diantar oleh keluarga klien (Pamannya)
Tn.M (48 Tahun) karena dikeluhkan klien suka mengurung diri di
kamar, sering menangis dan terkadang mengamuk. Klien mengamuk
dengan membanting barang di sekitarnya bila didekati oleh
keluarganya. Karena tidak bisa diatasi maka keluarga langsung
mengajak klien ke RSJ dan mendapatkan terapi injeksi lodorner IM I
ampul dan diazepam injeksi IV 1 ampul. Klien mengatakan bahwa
penyebab dari dia mengamuk yaitu karena klien sering dipukuli oleh
orang tuanya dan kejadian itu sudah berlangsung lama.
b. Keluhan saat pengkajian
Pada saat pengkajian An.K lebih banyak diam, klien hanya mau
menjawab pertanyaan yang diajukan dengan singkat. Klien selalu

20
menundukkan kepala saat berbicara dengan perawat kontak mata
kurang serta jarang berinteraksi dengan orang lain.
c. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
Faktor predisposisi: klien mempunyai pengalaman yang tidak
menyenangkan yaitu semenjak umur 9 tahun dia sering mengalami
penganiayaan fisik dari orang tuanya dan diusir dari rumah sejak 3
bulan yang lalu karena emosi orang tuanya yang sedang memuncak.
Sehingga klien diasuh oleh pamannya. Ekonomi paman klien sangat
kekurangan karena ia harus menghidupi istri dan anaknya, oleh karena
itu klien diajak jualan sayur keliling kampung oleh pamannya.
Sedangkan faktor presipitasinya yakni klien mengamuk karena kecewa
dengan orang tuanya yang tega menelantarkan anak-anak mereka dan
tidak mencari mereka. Sejak saat itu klien mulai murung, senang
menyendiri dan bengong-bengong.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
N : 28 x/mnt
S : 370C
Rr : 99x/mnt
b. Antropometri
TB :-
BB :-
c. Keluhan fisik : Tidak ada
4. Status Psikososial
a. Genogram

13
21
Keterangan

: Laki-laki 13 : Umur klien

: Perempuan : Klien

: Meninggal : Tinggal serumah

Penjelasan :

Klien adalah anak tunggal. Klien berumur 13 tahun, klien tinggal


serumah dengan paman dan istrinya. Hubungan klien dengan keluarga
kurang terjalin semenjak klien diusir oleh orang tuanya sendiri. Kini
klien lebih memilih untuk tinggal bersama pamannya dan takut untuk
pulang kerumahnya.

b. Konsep Diri
1) Citra Tubuh
Klien menganggap dirinya biasa saja dan menerima tubuhnya
apa adanya tapi klien tidak suka dengan rambutnya yang kriting.
2) Identitas Diri
Klien menyadari dirinya dan merasa kurang puas dengan
keadaannya tersebut.
3) Peran Diri
Sebelum dirawat, klien berperan sebagai seorang anak yang
tinggal menumpang bersama pamannya dan setelah dirawat klien
berperan sebagai pasien dan cukup kooperatif dalam proses
pengobatan.
4) Ideal Diri
Harapan klien sebelum sakit adalah ingin seperti anak lain
yakni diasuh oleh orang tua serta tinggal bersama dengan kedua

22
orang tuanya dan tidak mendapatkan kekerasan fisik dari orang
tuanya.
5) Harapan Diri
Klien merasa rendah diri karena dia tidak tinggal bersama
kedua orang tuanya klien merasa malu bergaul dengan temannya.

c. Hubungan Sosial
1) Klien mengatakan di rumah hanya dekat dengan pamannya tapi di
lingkungan sekolah dan rumah sakit klien tidak mempunyai teman
dekat.
2) Hubungan klien dengan perawat dan temannya kurang, klien hanya
berbicara seperlunya apabila ditanya oleh perawat.
d. Status Mental
1) Penampilan
Klien berpenampilan tidak rapi, pakaian yang digunakan kotor
dan acak - acakan, rambut klien tampak tidak terawat.
2) Pembicaraan
Klien berbicara lambat, klien tidak mampu memulai
pembicaraan selama proses wawancara klien berbicara hanya ditanya
oleh perawat dan seperlunya.
3) Aktivitas Motorik
Klien tampak lesu dan tidak bergairah pada saat diwawancarai
dan banyak menunduk.
4) Alam Perasaan
Saat wawancara klien tampak sedih, murung.
5) Afek
Dari hasil observasi afek yang ditunjukan adalah Afek tumpul
yaitu hanya merespon saat ada stimulus yang kuat.
6) Interaksi Selama Wawancara

23
Selama wawancara klien mau menjawab sebatas pertanyaan
yang diberikan, kontak mata antara klien dengan perawat kurang dan
klien tampak lebih banyak menunduk.
7) Persepsi
Klien mengatakan kadang merasa kesal kepada orang tuanya yang
tidak peduli kepadanya.
8) Proses Pikir
Pada saat wawancara pembicara klien lambat dan terbata-bata
tapi bisa menjawab sesuai dengan pertanyaan perawat.
9) Isi Pikir
Saat pengkajian klien tidak menujukan gangguan isi pikir
seperti waham dan phobia.
10) Tingkat Kesadaran
Dari hasil observasi dan wawancara klien tidak mengalami
disorientasi waktu, tempat dan orang.
11) Memori
Klien tidak mengalami kesulitan untuk mengingat baik memori
jangka pendek atau jangka panjang tentang peristiwa yang terjadi
pada dirinya.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Selama wawancara klien agak sulit berkonsentrasi, saat ditanya
1 + 5 klien bisa menjawab dengan benar yaitu tetapi dalam waktu
yang sangat lama.
13) Kemampuan penelitian
Saat diberikan pilihan seperti apakah klien mengambil pasta
gigi dahulu atau menggosok gigi, klien menjawab mengambil pasta
gigi dahulu baru menggosok gigi.
14) Daya tilik diri
Klien menyadari dirinya sakit dan perlu perawatan dan
pengobatan.

24
e. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan dan Minum
Klien mengatakan biasa makan 3 kali sehari habis satu porsi
tiap kali makan. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat
makannya, meskipun masih perlu bantuan keluarganya.
2) BAB dan BAK
Klien mampu menggunakan dan membersihkan WC, sehabis
BAB dan BAK serta mampu membersihkan diri dan merapikan
rambut.
3) Mandi
Klien tidak memerlukan batuan dalam hal mandi klien
4) Berpakaian
Klien mampu mengambil dan memilih pakaian yang sesuai
situasi dan kondisi. Klien menggunakan alas kaki dan menyisir
rambut. Nilai kemampuan klien dalam berpakaian cukup.
5) Istirahat dan tidur
Klien biasa tidur siang dan tidur malam mulai pukul 23.00
sampai 06.00 WIB.
6) Penggunaan obat
Klien mau minum obat yang diberikan oleh perawat sesuai
dengan waktunya dan tidak mengalami efek samping.
7) Pemeliharaan kesehatan
Sistem pendukung yang dimiliki adalah pamannya. Jika klien
sembuh pamannya mengatakan akan tetap mengajak klien kontrol ke
RSJ.
8) Aktivitas dalam rumah
Klien mampu melaksanakan aktivitas di dalam rumah seperti
menyapu halaman rumah dan merapikan kamarnya.
9) Aktivitas di luar rumah

25
Klien mengatakan belum siap jika sudah pulang untuk
melakukan kegiatan diluar rumah seperti membantu pamannya
berjualan sayur keliling.
f. Mekanisme koping
Klien menggunakan koping maladaptif yaitu represi dan isolasi
dimana bila mempunyai masalah klien tidak pernah menceritakan
masalah kepada siapa pun dengan mencoba mengesampingkan/
melupakan permasalahannya. Namun dengan cara-cara tersebut tidak
akan menyelesaikan permasalahannya
g. Masalah psikososial dan lingkungan
Klien tinggal bersama pamannya dan istrinya, setelah diusir oleh
orang tuanya.
h. Pengetahuan
Klien tahu bahwa dirinya sakit dan sedang mendapatkan
perawatan dan pengobatan. Tapi klien tidak tahu sistem pendukung dan
koping mekanisme yang diperlukan untuk mengatasi masalahnya.
i. Aspek medis
Terapi Medis : Terapi injeksi lodorner IM I ampul
Diazepam injeksi IV 1 ampul
B. Analisa Data
Data yang sudah didapat dari pengkajian selanjutnya dianalisis dengan cara
mengelompokkannya menjadi data objektif dan data subjektif.

NO DATA FOKUS MASALAH

1. DS : Isolasi sosial :
1. Klien mengatakan suka mengurung diri di menarik diri
kamar dan sering menangis
2. Tn.M juga mengatakan bahwa An.K tidak
pernah bermain dengan anak sebayanya
dan lebih sering menyendiri dan pendiam.
3. An.K mengatakan kalau di sekolah dia

26
tidak memiliki teman untuk bermain.
4. Sejak saat diusir oleh orang tuanya klien
mulai murung, senang menyendiri dan
bengong-bengong.

DO :
1. Pada saat pengkajian An.K lebih banyak
diam, klien hanya mau menjawab
pertanyaan yang diajukan dengan singkat
dengan nada bicara pelan.
2. Klien selalu menundukkan kepala saat
berbicara dengan perawat kontak mata
kurang serta jarang berinteraksi dengan
orang lain.
3. Dari hasil observasi afek yang
ditunjukkan adalah Afek tumpul yaitu
hanya merespon saat ada stimulus yang
kuat.

2. DS :
Koping keluarga
1. Klien mengatakan bahwa klien sering
inefektif
dipukuli oleh orang tuanya dan kejadian
itu sudah berlangsung lama.
2. Klien diusir dari rumah sejak 3 bulan
yang lalu karena emosi orang tuanya yang
sedang memuncak.
3. Tn.M mengatakan bahwa selama 3 bulan
belakangan ini klien tinggal bersamanya.
4. Klien mengatakan tidak mau pulang lagi
ke rumah karena takut akan dimarahi oleh
orang tuanya.

27
5. Klien mengatakan orang tuanya
memukulinya karena setiap yang dia
lakukan selalu salah.
6. Klien mengamuk karena kecewa dengan
orang tuanya yang tega menelantarkan
anaknya dan tidak mencarinya.
DO :
1. Klien dibawa ke RSJ diantar oleh
keluarga klien (Pamannya)
2. Klien tinggal bersama pamannya
3. Klien marah dan mengamuk pada saat
orang tuanya disuruh datang ke RSJ
3. DS :
Ansietas
1. Klien mengatakan tidak mau pulang lagi
ke rumah karena takut akan dimarahi oleh
orang tuanya.
DO :
1. Klien tampak lesu dan tidak bergairah
pada saat diwawancarai dan banyak
menunduk.
2. Saat wawancara klien tampak sedih,
murung.

4. DS :
Risiko mencederai
1. Klien mengeluhkan terkadang dia
diri sendiri, orang
mengamuk.
lain, lingkungan
2. Klien mengamuk dengan membanting
barang di sekitarnya bila didekati oleh
keluarganya.
DO :
1. Klien mendapatkan terapi injeksi lodorner

28
IM I ampul dan diazepam injeksi IV 1
ampul.
2. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan yaitu:
TD 120/80 mmHg, S 370C, N 28x/mnt, Rr
99x/mnt.
5. DS :
Resiko trauma
1. Klien mengatakan bahwa klien sering
dipukuli oleh orang tuanya dan kejadian
itu sudah berlangsung lama.
2. Klien mengatakan tidak mau pulang lagi
ke rumah karena takut akan dimarahi oleh
orang tuanya.
3. Klien mengatakan orang tuanya
memukulinya karena setiap yang dia
lakukan selalu salah.
4. Klien mengamuk karena kecewa dengan
orang tuanya yang tega menelantarkan
anaknya dan tidak mencarinya.
DO :
1. Klien takut untuk bertemu dengan orang
tuanya
2. Klien marah dan mengamuk pada saat
orang tuanya disuruh datang ke RSJ

C. Diagnosa Keperawatan

1. Isolasi sosial : menarik diri

2. Koping keluarga inefektif

3. Ansietas

4. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan

29
5. Resiko trauma

D. Intervensi Keperawatan

1. Isolasi sosial
Tujuan : Klien dapat menerima interaksi social terhadap individu lainya.
Kriteria hasil
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

2) Klien dapat berkomunikasi dengan baik atau jelas dan terbuka.

3) Klien dapat menggunakan koping yang konstruktif.

4) Kecemasan klien telah berkurang.

Intervensi

1) Psikoterapeutik.

a Bina hubungan saling percaya

a) Buat kontrak dengan klien : memperkenalkan nama perawat


dan waktu interaksi dan tujuan.
b) Ajak klien bercakap-cakap dan memanggil nama klien untuk
menunjukkan penghargaan yang tulus
c) Jelaskan kepada klien bahwa informasi tentang pribadi klien
tidak akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak
berkepentingan.
d) Selalu memperhatikan kebutuhan klien.

b Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka

a) Bicarakan dengan klien tentang sesuatu yang nyata dan pakai


istilah yang sederhana

b) Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas


dan teratur.

30
c) Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraannya dengan
perawat.

d) Tunjukkan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien


untuk mengungkapkan perasaannya
c Kenal dan dukung kelebihan klien

a) Tunjukkan cara penyelesaian masalah (koping) yang bisa


digunakan klien, cara menceritakan perasaanya kepada orang
lain yang terdekat/dipercaya.
b) Bahas bersama klien tentang koping yang konstruktif

c) Dukung koping klien yang konstruktif

d) Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.

d Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal

a) Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal


terapi.

b) Lakukan interaksi dengan klien sesering mungkin.

c) Temani klien beberapa saat dengan duduk disamping klien.

d) Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara


bertahap, dimulai dari klien dengan perawat, kemudian dengan
dua perawat, kemudian ditambah dengan satu klien dan
seterusnya.
e) Libatkan klien dalam aktivitas kelompok.

2) Pendidikan kesehatan

a. Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan selain


dengan kata-kata seperti dengan menulis, menangis, menggambar,
berolah-raga, bermain musik, cara berhubungan dengan orang
lain : keuntungan berhubungan dengan orang lain.

b. Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.

31
c. Jelaskan dan anjurkan kepada keluarga untuk tetap mengadakan
hubungan dengan klien.

d. Anjurkan pada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam


aktivitas di lingkungan masyarakat.

e. Kegiatan hidup sehari-hari

f. Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat


melaksanakannya sendiri.

g. Bimbing klien berpakaian yang rapi

h. Batasi kesempatan untuk tidur

i. Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti : majalah, surat


kabar, radio dan televisi.

j. Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.

3) Lingkungan Terapeutik

a. Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien


maupun orang lain dari ruangan.
b. Cegah agar klien tidak berada didalam ruangan yang sendiri dalam
jangka waktu yang lama.
c. Beri rangsangan sensori seperti : suara musik, gambar hiasan di
ruangan.

2. Koping keluarga inefektif


Tujuan : Koping adatif dapat dilakukan dengan optimal.
Kriteria hasil : Keluarga dapat mengenal masalah dalam keluarga dan
menyelesaikannya dengan tindakan yang tepat.
Intervensi

1) Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku maladaptif .


2) Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga yang adaptif.

32
3) Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya
terhadap anak.
4) Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang tua
sebagai status pendukung dalam proses tumbuh kembang anak.
5) Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap orang tua.

3. Ansietas
Tujuan : Pasien tidak merasa takut.
NOC : Kontrol ketakutan
Kriteria hasil:

1) Mencari informasi untuk menurunkan ketakutan

2) Menghindari sumber ketakutan bila mungkin

3) Mengendalikan respon ketakutan

4) Mempertahan penampilan peran dan hubungan social

NIC 1 : Pengurangan Ansietas

Intervensi:

1) Sering berikan penguatan positif bila pasien


mendemonstrasikan perilaku yang dapat menurunkan /
mengurangi takut
2) Tetap bersama pasien selama dalam situasi baru

3) Gendong / ayun-ayun anak

4) Sering berikan penguatan verbal / non verbal yang dapat


membantu menurunkan ketakutan pasien

NIC 2 : Peningkatan koping Intervensi:

1) Gunakan pendekatan yang tenang, meyakinkan

2) Bantu pasien dalam membangun penilaian yang objektif

33
terhadap suatu peristiwa

3) Tidak membuat keputusan pada saat pasien berada dalam


stress berat

4) Dukung untuk menyatukan perasaan, persepsi dan ketakutan


secara verbal

5) Kurangi stimulasi dalam lingkungan yang dapat disalah


interprestasikan sebagai ancaman

4. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan


Tujuan : Klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.
Kriteria hasil:

1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.

2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa


dilakukan.

5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

6) Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.

7) Klien dapat menggunakan obat yang benar.

Intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya. Salam terapeutik, perkenalan diri,


beritahu tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan
lingkungan yang aman dan tenang, observasi respon verbal dan non
verbal, bersikap empati.
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
3) Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal

34
4) Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.
5) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.
6) Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien
7) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
8) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
9) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan
masalahnya selesai.
10) Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan
klien.
11) Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukan.

12) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang
sehat”.

13) Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.

14) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

a) Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau


olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b) Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.

c) Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang


sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.
d) Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta
pada Tuhan agar diberi kesabaran.

15) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.

16) Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.


17) Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.

18) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara

35
tersebut.
19) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat
jengkel / marah.
20) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa
yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.

21) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

5. Resiko trauma

Tujuan: setelah dialakukan tindakan keperawatan diharapkan


tidak terjadi trauma pada anak

NOC : Abuse Protection

Kriteria hasil :
1) Keselamatan tempat tinggal

2) Rencana dalam menghindari kekerasan/ perlakuan yang


salah

3) Rencanakan tindakan untuk menghindari perlakuan yang


salah

4) Keselamatan diri sendiri

5) Keselamatan anak

NIC: Enviromental Mangemen: safety

Intervensi

1) Identifikasi kebutuhan rasa aman pasien berdasarkan tingkat


fisik, fungsi kognitif dan perilaku masa lalu
2) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan
risiko

3) Monitor lingkungan dalam perubahan status keamanan

36
4) Bantu pasien dalam menyiapkan lingkungan yang aman
5) Ajarkan risiko tinggi individu dan kelompok tentang bahaya
lingkungan

6) kolaborasi dengan agen lain untuk mengembangkan


keamanan lingkungan

2.9 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Hallahan dan Kauffman, 1986 Anak berkebutuhan khusus


(dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di definisikan sebagai anak yang
memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi
kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan sebagai anak
berkebutuhan khusus, dikarenakn dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan
bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat
khusus. Dalam percakapan sehari hari, anak berkebutuhan khusus dijuluki
sebagai “orang luar biasa“, dikarenakan mereka memiliki kelebihan yang
luar biasa, misalnya orang yang terkenal memiliki kemampuan intelektual
yang luar biasa, memiliki kreatifitas yang tinggi dalam melahirkan suatu
temuan-temuan yang luar biasa dibidang iptek, religius, dan di bidang-bidang
kehidupan lainnya.

Dalam dunia pendidikan, kata luar biasa juga merupakan julukan atau
sebutan bagi mereka yang memiliki kekurangan atau mengalami berbagai
kelainan dan penyimpangan yang tidak di alami oleh orang normal pada
umumnya. Kelainan atau kekurangan itu dapat berupa kelainan dalam segi
fisik, psikis, sosisal, dan moral. Pengertian “luar biasa“ dalam dunia
pendidikan mempunyai ruang lingkup pengertian yang lebih luas daripada
pengertian “berkelainan atau cacat“ dalam percakapan sehari hari. dalam
dunia pendidikan istilah luar biasa mengandung arti ganda, yaitu mereka yang
menyimpang ke atas karena mereka memiliki kemampuan yang luar biasa
dibanding dengan orang normal pada mereka yang mnyimpangumumnya dan
mereka yang mnyimpang ke bawah, yaitu mereka yang menderita kelainan

37
atau ketunaan dan kekurangan yang tidak di derita oleh orang normal pada
umumnya. Contoh orang yang menyimpang ke atas dari segi kemampuan
intelektual ( otak ), misalnya professor B.J Habibie, karena dia memiliki
inteligensi di atas orang normal dan kemampuan intelektual dibidang
“aerodinamika“ yang berkelas dunia sehingga beliau di juluki sebagai orang
yang jenius di bidangnya, sedangkan contoh orang yang menyimpang ke
bawah ialah orang yang lambat dan sulit dalam belajar.

2.10 Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus

Dalam dunia pendidikan, anak berkebutuhan khusus di klasifikasikan


atas beberapa kelompok sesuai dengan jenis kelainan anak. Berikut ini akan
dijelaskan beberapa jenis-jenis anak berkebutuhan khusus, sebagai berikut:

1. Anak Tuna Netra


Adalah anak yang mempunyai kekurangan secara indrawi, yakni
indra penglihatan. Meskipun indra penglihatannya bermasalah, intelegensi
yang mereka miliki masih dalam taraf normal. Hal-hal yang berhubungan
dengan mata diganti dengan indra lain sebagai kompensasinya.
2. Anak Tuna Rungu
Adalah anak yang mempunyai kelainan pada pendengarannya.
Mereka mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan bersosialisasi
terhadap orang lain terhadap lingkungan termasuk pendidikan dan
pengajaran. Anak tuna rungu dibagi menjadi 2 yaitu, tuli (the deaf), dan
kurang dengar (hard of hearing).
3. Anak Tuna Daksa
Adalah anak yang mempunyai kelainan pada tubuhnya yakni
kelumpuhan. Anak yang mengalami kelumpuhan ini disebabkan karena
polio dan gangguan pada syaraf motoriknya.
4. Anak Tuna Wicara
Adalah anak yang mengalami kelainan pada proses berbicara atau
berbahasa. Anak yang seperti ini mengalami kesulitan dalam berbahasa
atau berbicara sehingga tidak dapat dimengerti oleh orang lain.

38
5. Kelainan Emosi
Adalah anak yang mengalami gangguan pada tingkat emosinya. Hal
ini berhubungan dengan masalah psikologisnya. Anak yang mengalami
kelainan emosi ini dibagi menjadi 2 macam yaitu:

a. Gangguan Prilaku, ciri-cirinya yaitu:

1) Suka mengganggu di kelas

2) Tidak sabaran, terlalu cepat beraksi

3) Tidak menghargai orang lain

4) Suka menentang

5) Suka menyalahkan orang lain

6) Sering melamun.

b. Gangguan Konsentrasi (ADD/Attention Deficit Disorder), gejala-


gejalanya terjadi paling sedikit selama 6 bulan. Gejala-gejala tersebut
diantaranya yaitu :

1) Tidak mendengarkan orang lain berbicara

2) Sering gagal dalam memperhatikan objek tertentu

3) Sering tidak melaksanakan perintah dar orang lain.

c. Anak Hiperaktif (ADHD/Attention Deficit with Hiperactivity Disorder),


gejala-gejalanya yaitu:

1) Tidak bisa diam

2) Ketidakmampuan untuk member perhatian yang cukup lama

3) Hiperaktivitas

4) Canggung

6. Keterbelakangan Mental

39
Adalah anak yang memiliki mental yang sangat rendah, selalu
membutuhkan bantuan orang lain karena tidak mampu mengurus dirinya
sendiri, kecerdasannya terbatas, apatis, serta perhatiannya labil. Berdasarkan
intelegensinya, anak yang terbelakang mentalnya terbagi menjadi beberapa
bagian yaitu:

a. Idiot, yaitu anak yang paling rendah taraf intelegensinya (IQ > 20),
perkembangan jiwanya tidak akan bertambah melebihi usia 3 tahun,
meskipun pada dasarnya usianya sudah remaja atau dewasa.
b. Imbesil, yaitu anak yang mempunyai (IQ 20-50), perkembangan jiwanya
dapat mencapai usia 7 tahun, bisa diajari untuk memelihara diri
sendirivdalam kebutuhan yang paling sederhana.
c. Debil atau moron, yaitu anak yang mempunyai (IQ 50-70),
keterbelakangan Debil tidak separah dua jenis diatas. Perkembangan
jiwanya dapat mencapai hingga 10 ½ tahun. Orang Debil ini dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri.

7. Psikoneurosis

Anak yang mengalami psikoneurosis pada dasarnya adalah anak yang


normal. Mereka hanya mengalami ketegangan pribadi yang terus menerus,
selain itu mereka tidak bisa mengatasi masalahnya sendiri sehingga
ketegangan tersebut tidak kunjung reda.[3]Psikoneurosis ini dibagi menjadi
3 yaitu :

a. Psikoneurosis kekhawatiran, Adalah anak yang mempunyai rasa khawatir


yang berlebihan dan tidak beralasan.
b. Histeris, adalah anak yang secara tidak sadar melumpuhkan salah satu
anggota tubuhnya, sesunguhnya secara organis tidak mengalami
kelainan.
c. Psikoneurosis obsesif, adalah anak yang memiliki pikiran-pikiran dan
dorongan-dorongan tertentu yang terus menerus.

8. Psikosis

40
Psikosis disebut juga dengan kelainan kepribadian yang besar karena
seluruh kepribadian orang yang bersangkutan terkena dan orang tersebut
tidak dapat hidup dengan normal.

9. Psikopathi

Adalah kelainan tingkah laku, maksudnya penderita psikopathi ini


tidak dapat memperdulikan norma-norma sosial. Mereka selalu berbuat
semaunya sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan orang lain, hingga
sering sekali merugikan orang lain. Dan penderita psikopathi ini tidak
menyadari adanya kelainan pada dirinya.

2.11 Sebab-Sebab Anak Berkebutuhan Khusus

Ada tiga faktor yang menyebabkan anak berkebutuhan khusus yaitu:

1. Peristiwa Pra Natal (dalam kandungan)


Berbagai macam penyakit yang dapat menyebabkan kelainan pada
janin saat ibu hamil diantaranya adalah :
a. Keracunan darah (Toxaenia) pada ibu-ibu yang sedang hamil dapat
menyebabkan janin tidak memperoleh oksigen secara maksimal,
sehingga mempengaruhi syaraf-syaraf otak yang dapat menyebabkan
gangguan pada sistem syaraf dan ketunaan pada bayi.
b. Infeksi karena penyakit kotor (penyakit kelamin / spilis yang diderita
ayah atau ibu), toxoplasmosis (dari virus binatang seperti bulu
kucing), trachma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang
berhubungan pada indera penglihatan akibatnya kerusakan pada bola
mata dan pendengaran akibatnya kerusakan dalam selaput gendang
telinga.
c. Kekurangan vitamin atau kelebihan zat besi sehingga ibu keracunan
yang mengakibatkan kelainan pada janin yang menyebabkan
gangguan pada mata. Juga kerusakan pada otak sehingga
menyebabkan terganggu fungsi berfikirnya atau verbal komunikasi,

41
kerusakan pada organ telinga sehingga hilangnya fungsi pendengaran.
2. Natal (saat kelahiran)
Pada saat terjadinya kelahiran yang mungkin hanya memakan
waktu yang cukup singkat akan tetapi jika penanganan yang tidak tepat
akan mengancam perkembangan bayinya. Diantara nya adalah:
1) Lahir prematur
2) Kelahiran yang dipaksa dengan menggunakan vacum
3) Proses kelahiran bayi sungsang.

3. Post Natal (setelah kelahiran)

Berbagai peristiwa yang dialami dalamkehidupannya seringkali


dapat mengakibatkan seseorang kehilangan salah satu fungsi organ tubuh
atau fungsi otot dan syaraf. Bahkan dapat pula kehilangan organ itu
sendiri. Penyebab ketunaan yang terjadi setelah kelahiran diantaranya :

1) Terjadi insident
2) Kekurangan vitamin atau gizi
3) Penyakit panas tinggi dan kejang-kejang.

2.12 Cara Menangani Anak Berkebutuhan Khusus

Tidak dapat dipungkiri, pengasuhan anak berkebutuhan khusus


(ABK) memerlukan tambahan energi, pemikiran, serta biaya yang lebih
tinggi dibanding mengasuh anak-anak pada umumnya. berikut ini akan
dijelaskan langkah-langkah dalam menangani anak berkebutuhan khusus di
antaranya adalah sebagai berikut :

1. Penguatan kondisi mental orang tua


Strategi ini membutuhkan peranaktif orang tua dalam melakukan
pengasuhan anak berkebutuhan khusus. Beberapa strategi yang
dibutuhkan oleh orang tua anak berkebutuhan khusus diantaranya perlu
menyediakan waktu untuk dirinya sendiri, bekerjasama dalam
pengasuhan dengan pasangan, dan aktif dalam mencari informasi

42
mengenai anak berkebutuhan khusus. Orang tua perlu menyediakan
waktu untuk dirinya sendiri,sebagai bentuk apresiasi terhadap diri sendiri
yang sudah menyediakan waktu ekstra dan tenaga sehari-hari untuk
mengasuh anak berkebutuhan khusus.
2. Dukungan sosial yang memadai
Dukungan sosial memegang peranan lua rbiasa bagi
keberlangsungan pengasuhan anak berkebutuhan khusus. Dukungan
social dapat berupa dorongan moral, yang menguatkan dari masyarakat
sekitar maupun keluarga terdekat. Melalui dukungan sosial, diharapkan
orang tua anak berkebutuhan khusus dapat berbagi pengalaman tentang
pola asuh anak berkebutuhan khusus. Hal ini belum banyak terlihat di
lingkungan masyarakat kita, mengingat masih kuatnya kepercayaan
bahwa memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan “karma” dari
Tuhan.Sehingga,kecenderungan yang ada keluarga dengan anak
berkebutuhan khusus cenderung “dikucilkan” masyarakat. Untuk
menghapus kecenderungan ini, perlu peran pemerintah untuk
memberikan edukasi kepada masyarakat umum tentang anak
berkebutuhan khusus. Edukasi ini dapat disampaikan melaluij alur media
atau pos-pos pelayanan masyarakat untuk menyentuh masyarakat di area
pinggiran atau pedesaan.

3. Peran aktif pemerintah

Peran aktif pemerintah dalam menyediakan pelayanan kesehatan


dan konsultasi yang dapat dijangkau masyarakat. Hal ini merupakan
faktor yang sangat vital bagi masyarakat umum, terutama bagi mereka
yang berada pada kelas social menengah kebawah. Tidak dapat
dipungkiri pelayanan konsultasi dan kesehatan masih merupakan sesuatu
hal yang mahal. Dengan menyediakan konsultasi anak berkebutuhan
khusus yang mudah dijangkau masyarakat, diharapkan anak
berkebutuhan khusus mendapat pelayanan konsultasi yang mudah dan
murah. Pemerintah pun, harus menyediakan fasilitas penanganan anak

43
berkrbutuhan khusus secara terpadu. Saat ini, pemerintah sudah
memberikan perhatian kepada anak berkebutuhan khusus melalui
pembentukan Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (PSLB) di
bawah koordinasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

2.13 Cara mengajar anak berkebutuhan khusus

Cara Praktis dalam pengajaran Anak Berkebutuhan Khusus memuat


informasi yang menunjang metode pengajaran guru.Untukituguru harus
mengikuti pelatihan pendidikan inklusif yang praktis dan komprehensif agar
dapat memahami dan menerapkan lebih baik strategi-strategi yang
digunakan dalam pendidikan inklusif. Adapun cara mengajar anak
berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut :

a. Bersikap baik dan positif


b. Gunakan seting kelas yang sesuai
c. Bicaralah dengan jelas dengan posisi wajah menghadap siswa
d. Menfaatkan semua metode komunikasi
e. Gunakan strategi pengajaran yang efisien
f. Utamakan dukungan teman sebaya
g. Manfaatkan materi pengajaran yang ada sebaik mungkin
h. Beri penjelasan pada semua anak mengenai diabilitas
i. Buatlah kelas anda seaksesibel mungkin dan
j. Berbagilah pengalaman. Kesemua prinsip pengajaran tersebut juga dapat
diterapkan pada kelas regular.

2.14 Asuhan Keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus


KASUS

Diego, anak laki-laki usia 30 bulan, dibawa ke klinik karena belum


bisa bicara dan tidak bisa duduk diam. Diego hanya bisa mengoceh dengan
kata-kata yang tidak dimengerti oleh orang tuanya dan orang lain. Bila

44
dipanggil sering kali tidak bereaksi terhadap panggilan. Diego juga selalu
bergerak kesana kemari tanpa tujuan. Senang bermain dengan bola tetapi
tidak suka bermain dengan anak lain. Diego anak pertama dari ibu usia 34
tahun. Lahir spontan pada kehamilan 38 minggu. Selama hamil ibu diego
pernah mengalami demam dan sering mengkonsumsi daging mentah tetapi
periksa kehamilan dengan teratur ke SpOG.

Riwayat persalinan : lahir langsung menangis. Berat badan waktu


lahir 3.500 gram. Diego bisa tengkurap pada usia 6 bulan, berjalan pada usia
12 bulan, tidak ada riwayat kejang, dan tidak ada keluarga yang menderita
kelainan seperti ini. Pemeriksaan fisik dan pengamatan : Berat badan 17 kg,
tinggi badan 92 cm, lingkaran kepala 50 cm. Tidak ada gambaran dismorfik.
Anak sadar, tetapi tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada
pemeriksa.Tidak menoleh ketika dipanggil namanya. Anak selalu bergerak
kesana kemari tanpa tujuan. Ketika diberikan bola, dia menyusun bola
secara berjejer, setelah selesai lalu dibongkar, kemudian disusun berjejer
lagi, dan dilakukan berulang-ulang. Tidak ada gerakan aneh yang diulang-
ulang. Tidak mau bermain dengan anak lain. Bila memerlukan bantuan, dia
menarik tangan ibunya untuk melakukan.Tidak bisa bermain pura-pura
(imajinatif). Tidak melihat ke benda yang ditunjuk. Tidak bisa menunjuk
benda yang ditanyakan oleh orang lain.

A. Pengkajian

1) Identitas Klien
Nama : An. D
Umur : 30 bulan
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Alamat :-

45
Suku/bangsa : -
Diagnosa Medis :-
2) Identitas penanggung jawab
Nama :-
Umur :-
Jenis Kelamin : -
Agama :-
Alamat :-
3) Keluhan Utama
Belum bisa bicara dan tidak bisa duduk diam
4) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Mengoceh dengan kata kata yang tidak dimengerti oleh
orang tuanya dan orang lain, bila dipanggil sering kali tidak
bereaksi terhadap panggilan. Selalu bergerak kesana kemari
tanpa tujuan. Senang bermain dengan bola tapi tidak suka
bermain dengan anak lain.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Diego anak pertama dari ibu usia 34 tahun. Lahir spontan
pada kehamilan 38 minggu. Selama hamil ibu diego pernah
mengalami demam dan sering mengkonsumsi daging mentah
tetapi periksa kehamilan dengan teratur ke SpOG. Riwayat
persalinan : lahir langsung menangis. Berat badan waktu lahir
3.500 gram. Diego bisatengkurappadausia 6 bulan,
berjalanpadausia 12 bulan, tidak ada riwayat kejang.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita kelainan seperti ini.

d. Status perkembangan anak.


1) Anak kurang merespon orang lain.

46
2) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian
tubuh.
3) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
4) Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
5) Keterbatasan Kongnitif.
5. Pemeriksaan fisik
a. Tidak ada kontak mata pada anak.
b. Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
c. Tidak ada ekspresi non verbal.
d. Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
e. Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk percaya pada orang lain.
b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan
ransangan sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan
ketidakmampuan mengungkapkan perasaan.
c. Risiko tinggi cidera :menyakiti diri berhubungan dengan kurang
pengawasan.
d. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.

C. Intervensi
a. Kelemahan interaksi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk percaya pada orang lain.
Tujuan : Klien mau memulai interaksi dengan pengasuhnya
Intervensi :
1) Batasi jumlah pengasuh pada anak
2) Tunjukan rasa kehangatan/keramahan dan penerimaan pada anak
3) Tingkatkan pemeliharaan dan hubungan kepercayaan
4) Motivasi anak untuk berhubungan dengan orang lain

47
5) Pertahankan kontak mata anak selama berhubungan dengan orang lain
6) Berikan sentuhan, senyuman, dan pelukan untuk menguatkan
sosialisasi

b. Hambatan komunikasi verbal dan non verbal berhubungan dengan


ransangan sensori tidak adekuat, gangguan keterampilan reseptif dan
ketidakmampuan mengungkapkan perasaan.
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dan mengungkapkan perasaan kepada
orang lain.
Intervensi :
1) Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi anak.
2) Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media.
3) Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas secara
konsisten.
4) Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anak sampai anak
menguasai.
5) Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi.
6) Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah
diberikan.
7) Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non verbal.
8) Berikan reward pada keberhasilan anak.
9) Bicarasecarajelasdandengankalimatsederhana.
10) Hindari kebisingan saat berkomunikasi.

c. Risiko tinggi cidera :menyakiti diri berhubungan dengan kurang


pengawasan.
Tujuan : Klien tidak menyakiti diriya.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya.

48
2) Alihkan prilaku menyakiti diri yang terjadi akibat respon dari
peningkatan kecemasan.
3) Alihkan/kurangi penyebab yang menimbulkan kecemasan.
4) Alihkan perhatian dengan hiburan/aktivitas lain untuk menurunkan
tingkat kecemasan.
5) Lindungi anak ketika prilaku menyakiti diri terjadi.
6) Siapkan alat pelindung/proteksi.
7) Pertahankan lingkungan yang aman.

d. Kecemasan pada orang tua behubungan dengan perkembang anak.


Tujuan : Kecemasan berkurang/tidak berlanjut.
Intervensi :
1) Tanamkan pada orang tua bahwa autis bukan aib/penyakit.
2) Anjurkan orang tua untuk membawa anak ke tempat terapi yang
berkualitas baik serta melakukan secara konsisten.
3) Berikan motivasi kepada orang tua agar dapat menerima kondisi
anaknya yang spesial.
4) Anjurkan orang tua untuk mengikuti perkumpulan orang tua dengan
anak autis, seperti kegiatan Autis Awareness Festival.
5) Berikan informasi mengenai penanganan anak autis.
6) Beritahukan kepada orang tua tentang pentingnya menjalankan terapi
secara konsisten dan kontinue.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setiap keluarga pada awalnya selalu mendambakan kehidupan rumah


tangga yang aman, nyaman, dan membahagiakan. Secara fitrah perbedaan
individual dan lingkungan sosial budaya berpotensi untuk menimbulkan

49
konflik. Bila konflik sekecil apapun tidak segera dapat diatasi, sangatlah
mungkin berkembang menjadi KDRT. Kejadian KDRT dapat terwujud dalam
bentuk yang ringan sampai berat, bahkan dapat menimbulkan korban
kematian, sesuatu yang seharusnya dihindari. Untuk dapat menyikapi KDRT
secara efektif, perlu sekali setiap anggota keluarga memiliki kemampuan dan
keterampilan mengatasi KDRT, sehingga tidak menimbulkan pengorbanan
yang fatal. Tentu saja hal ini hanya bisa dilakukan bagi anggota keluarga
yang sudah memiliki usia matang tertentu dan memiliki keberanian untuk
bersikap dan bertindak. Sebaliknya jika anggota keluarga tidak memiliki daya
dan kemampuan untuk menghadapi KDRT, secara proaktif masyarakat, para
ahli, dan pemerintah perlu mengambil inisiatif untuk ikut serta dalam
penanganan korban KDRT, sehingga dapat segera menyelamatkan dan
menghindarkan anggota keluarga dari kejadian yang tidak diinginkan.
Anak berkebutuhan khusus  (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di
definisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus
untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna.
Penyebutan sebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakan  dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan
pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai
jenis layanan lainnya yang bersifat khusus.
Dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, terdapat tiga hal yang
perlu diperhatikan, diantaranya yaitu penguatan kondisi mental orang tua
yang memiliki anak berkebutuhan khusus, dukungan sosial yang kuat dari
tetangga dan lingkungan sekitar anak berkebutuhan khusus tersebut, dan yang
terakhir adalah peran aktif pemerintah dalam menjadikan pelayanan
kesehatan dan konsultasi bagi anak berkebutuhan khusus.

3.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menjadikan makalah ini sebagai
bahan materi atau referensi pembelajaran dan menambah pengetahuan

50
khususnya mengenai asuhan keperawatan pada anak korban KDRT dan
anak berkebutuhan khusus.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi bagi institusi
pendidikan khususnya Prodi Keperawatan Universitas Jambi.

DAFTAR PUSTAKA

Thalib, sayuti.1974. Hukum kekeluargaan Indonesia: berlaku bagi umat islam.


Jakarta : Universitas Indonesia (UI-press),hal 47.
Bahri Djamarah, syaiful.2004.Pola Komunikasi: orang tua dan anak dalam
keluarga. Jakarta : PT. Rineka Cipta hal 17.

51
Sundari,siti.2005.Kesehatan Mental: dalam kehidupan. Jakarta : PT. Rineka
Ciptahal 47.
Sarlito, Wirawan Sarwono, 2010, Pengantar Psikologi Umum, Jakarta: Rajawali
Pers.
Dariyo, Agoes, 2007, Psikologi Perkembangan anak 3 tahun pertama, bandung:
Revika Aditama.
An, Mahfud, TT, Petunjuk Mengatasi Stres, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Ahmadi, Abu, 2008, Psikologi Belajar, jakarta: Rineka Cipta.

52

Anda mungkin juga menyukai