Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH INTERVENSI SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique)

TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI IBU RUMAH TANGGA


DENGAN HIV

Reini Astuti1, Iyus Yosep2, Raini Diah Susanti2


1
STIkes Budi Luhur, 2Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran
E-mail: reini.ast@gmail.com

Abstrak

Depresi adalah kondisi psikiatrik yang sering terjadi pada pasien dengan HIV, hal tersebut sangat mempengaruhi
kualitas hidup penderitanya. Dampak ini akan lebih buruk jika terjadi pada ibu rumah tangga, karena mereka
bukan merupakan populasi resiko. SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) diduga dapat menjadi
salah satu terapi komplementer yang membantu menurunkan tingkat depresi pada ibu rumahtangga dengan
HIV, karena SEFT merupakan penggabungan antara sistem kerja energy psychology dengan kekuatan spiritual
sehingga memiliki efek berlipat ganda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi SEFT
terhadap penurunan tingkat depresi pada ibu rumah tangga dengan HIV, karena itu digunakan metode quasi-
experimental dengan pre test and post test design. Responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok intervensi (n=15) dan kelompok kontrol (n=15). Masing-masing kelompok
diukur tingkat depresinya dengan menggunakan BDI (Beck Depression Invantory). Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa nilai mean pada kelompok intervensi sebelum diberikan intervensi adalah 24,00 dengan
standar deviasi 6,325, setelah dilakukan intervensi menjadi 12,8 dengan standar deviasi 6,327. Perbedaan skor
kelompok intervensi pada pre dan post test adalah 11,2 dengan standar deviasi 6,178. Data tersebut terdistribusi
dengan normal sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji t berpasangan dengan hasil nilai p < 0,05.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan tingkat depresi ibu rumah tangga dengan HIV secara
signifikan, setelah dilakukan intervensi SEFT. SEFT dapat direkomendasikan sebagai salah satu terapi
komplementer dalam memberikan asuhan keperawatan pada ibu rumah tangga dengan HIV yang mengalami
depresi.

Kata kunci: Depresi, ibu rumah tangga, HIV, SEFT

Effect of Intervention Spiritual Emotional Freedom Technique toward


Decrease The Level of Depression Housewife with HIV

Abstract
Depression is a psychiatric condition that often occurs in patients with HIV, it greatly effects the quality of life
of sufferers. This impact would be worse if it happens to housewives, because they are not a risk populations.
SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) could be expected to be one of the complementary therapies
that help reduce depression of housewives with HIV, because it is a merger between systems of energy
psychology with spiritual powers that have the effect of doubling. This study aimed to determine the effect of
SEFT interventions in decreasing the level of depression housewives with HIV. This Quasi-experimental study
method with pre-test and post-test design. Respondents who fit the inclusion criteria were divided into two
groups: the intervention group (n = 15) and control group (n = 15). Each group measured levels of depression
using the BDI (Beck Depression Invantory). The results of this study showed that the mean value of the
intervention group before given intervention is 24.00 with a standard deviation of 6.325, after the intervention to
12.8 with a standard deviation of 6.327. Differences in the intervention group scores on the pre and post test
was 11.2 with a standard deviation of 6.178. The data was normally distributed so that the statistical test used is
paired t test with the results of the value of p <0.05. The conclusion from this study was that there are
differences in the level of depression housewife with HIV significantly, after the intervention SEFT. SEFT
can be recommended as a complementary therapy in providing nursing care of housewives with HIV who are
depressed.

Key words: Depression, housewives, HIV, SEFT

Volume 3 Nomor 1 April 2015 1


Reini Astuti: Pengaruh Intervensi SEFT terhadap Penurunan Tingkat Depresi Ibu Rumah
Tangga

Pendahuluan penularan HIV/AIDS didominasi oleh


populasi berisiko IDU (Injections Drugs
AcquiredImmunodeficiencySyndrome(AIDS) Use). Tahun 2007 sampai sekarang
merupakan kumpulan gejala dan infeksi atau penularan didominasi oleh pelaku seks
sindrom yang timbul akibat rusaknya sistem heteroseksual, yaitu laki-laki yang
kekebalan di dalam tubuh manusia akibat melakukan hubungan seksual dengan wanita
infeksi virus HIV. Virus penyebab penyakit pekerja. Akibatnya penularan HIV kini
dinamakan Human Immunodeficiency Virus berkembang melalui hubungan seksual
(atau disingkat HIV). Virus ini bekerja antara pelanggan pekerja seksual dan
dengan memperlemah sistem kekebalan pasangan resminya (istrinya) dan dari ibu ke
tubuh manusia, sehingga orang yang terkena anaknya (KPA Nasional, 2009 ). Sementara
virus ini akan rentan terhadap infeksi Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi
opportunity. Infeksi opportunity adalah Jawa Barat mencatat jumlah ibu rumah
infeksi yang disebabkan oleh organisme tangga yang tertular HIV sejak 2006 hingga
yang biasanya tidak menyebabkan penyakit 2012 sebanyak 763 orang (KPA Jawa Barat,
pada orang dengan sistem kekebalan tubuh 2013).
yang normal, tetapi dapat menyerang orang Kota Bandung merupakan kota dengan
dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk. angka kasus HIV/AIDS tertinggi di Jawa
Mereka membutuhkan “kesempatan” untuk Barat. Sejak tahun 2006 kasus HIV mulai
menginfeksi seseorang. HIV tidak dapat ditemukan pada ibu rumah tangga dan terjadi
disembuhkan, obat-obatan hanya dapat pula peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS
memperlambat laju perkembangan virus pada ibu rumah tangga sebesar 2,8 % dari
(Ditjen PP&PL 2012; Kemenkes 2012). tahun 2009 sampai 2011. Jumlah komulatif
Tahun 1981 penyakit HIV pertama penderita HIV/ AIDS di Kota Bandung
kali ditemukan. UNAIDS dan WHO adalah 3114, dengan jumlah penderita pada
memperkirakan bahwa penyakit ini telah ibu rumah tangga secara komulatif adalah
membunuh lebih dari 25 juta jiwa, sehingga 338 orang atau sebanyak 10,85%. Angka
penyakit ini merupakan salah satu epidemik ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan
paling menghancurkan di sepanjang sejarah populasi risiko wanita pekerja seksual yang
peradaban manusia. WHO memperkirakan hanya mencapai 4,05% (KPA Kota
bahwa terdapat lebih dari 33 juta orang Bandung, 2014). Jumlah total ibu rumah
terinfeksi HIV di seluruh dunia. Kejadian tangga dengan HIV di Jawa Barat 44,3 %
penyakit ini di negara berkembang sekitar nya berada di kota Bandung.
90% dari jumlah keseluruhan. HIV Ibu rumah tangga bukan merupakan
mengakibatkan kematian 3,2 juta jiwa dan populasi berisiko terkena HIV/AIDS, hal
setiap harinya 1800 anak (sebagian besar ini akan lebih memperberat kondisi psikis
bayi baru lahir) terinfeksi HIV (Ditjen mereka ketika mereka menerima vonis
PP&PL 2012; Kemenkes 2012). terkena HIV/AIDS. Rasa malu, takut adanya
Pola penularan HIV di Indonesia penolakan dan stigma bahwa penyakit HIV
didominasi oleh orang yang berhubungan berasal dari perilaku yang buruk, membuat
seks heteroseksual bukan homoseksual seseorang yang terkena penyakit tersebut
seperti yang menjadi stigma selama ini, merasa terasing dan menimbulkan dampak
sehingga kelompok ini mendominasi psikologi yang hebat (Pohan, 2006 ;
penyebaran HIV di Indonesia dan akhirnya Fernandez dan Ruiz, 2006). HIV tidak hanya
penyakit ini dapat mengenai siapa saja. berdampak kepada kondisi fisik, akan tetapi
Perkembangan terakhir ini ditemukan kasus sangat mempengaruhi kondisi psikiatrik
HIV pada kelompok ibu rumah tangga yang seseorang yang menderitanya.
tidak memiliki perilaku berisiko tinggi Depresi adalah kondisi psikiatrik yang
dan hanya berhubungan banyak terjadi pada pasien dengan HIV
seksual dengan suaminya (Kemenkes, (Candra, Desai dan Ranjan, 2005) . Kondisi
2010). Awal ditemukannya yaitu tahun tersebut sangat mempengaruhi quality of life
1987 sampai dengan 1997, penularan HIV- bagi penderitanya (Pohan, 2006). Bahkan
AIDS didominasi oleh populasi berisiko bagi sebagian mereka ada yang ingin
kaum homoseksual. Tahun 1997 sampai melakukan bunuh diri ( Fernandez dan Ruiz,
2007,
2006; Hawari 2006). Kecemasan dan depresi
menjadi salah satu penyebab terjadinya termasuk kondisi depresi. Selain itu SEFT
bunuh diri dan berdampak pada peningkatan efektif, mudah, cepat, murah, efeknya dapat
angka bunuh diri. Diperkirakan 5% sampai permanen, tidak terdapat efek samping,
15% dari orang-orang yang terkena depresi bersifat universal, memberdayakan individu
melakukan bunuh diri setiap tahunnya (tidak tergantung pada pemberi terapi), dapat
(Katzenstein, 1998 dalam Hawari, 2006). dijelaskan secara ilmiah (Zainudin, 2012).
Depresi yang tidak tertanggulangi dengan Melihat berbagai hal tersebut di atas,
baik dapat menurunkan sistim imunitas maka penulis berkeinginan untuk melakukan
penderita HIV (Nursalam dan Kurniawati, penelitian tentang pengaruh intervensi SEFT
2011 ; Alemu, Mariam,Tsui, Ahmed , terhadap penurunan tingkat depresi, pada ibu
Shewamare, 2011). Keadaan depresi rumah tangga dengan HIV. Tujuan penelitian
dapat menurunkan fungsi imun, fungsi sel- ini untuk mengetahui pengaruh intervensi
sel“natular killer” dan reaksi lymphocyte SEFT (Spiritual Emotional Freedom
sehingga berkontribusi pada percepatan Technique) terhadap penurunan tingkat
penurunan jumlah CD4 penderitanya, depresi pada ibu rumah tangga dengan HIV
dengan demikian kemungkinan infeksi di Kota Bandung.
opportunity lebih tinggi (Burack, Barrett, &
Stall, 1993). Depresi juga dapat
memperburuk kondisi kesehatan penderita Metode Penelitian
HIV (Ironson, Balbin, Stuetzle, Fletcher,
O’Cleirigh, Laurenceau, Schneiderman, Metode penelitian yang digunakan pada
Solomon, 2005) karena secara fisiologis penelitian ini adalah quasi-experimental
HIV menyerang sistim kekebalan tubuhnya. dengan pretest and posttest design,
Jika penderitanya juga mengalami depresi menggunakan kelompok kontrol untuk
maka dapat mempercepat terjadinya AIDS dapat menguji adanya sebab dan akibat pada
dan meningkatkan kematian (Nursalam dan sebuah fenomena. Pemilihan responden
Kurniawati, 2011). Penderita HIV yang penelitian tidak dilakukan secara acak
mengalami depresi rentan terhadap penyakit (Polit and Beck, 2006; Supranto, 2000) .
dua kali lebih sering dibanding penderita Sampel dalam penelitian ini menggunakan
HIV yang tidak mengalami depresi (Ironson teknik non probability sampling dengan
dkk., 2005). Selain itu keadaan depresi yang metode purposive sampling. Kriteria inklusi
dialami oleh penderita HIV dapat penelitian ini, ibu rumah tangga dengan
memengaruhi ketidakpatuhannya terhadap HIV yang beragama Islam, bersedia menjadi
pengobatan (Carter, 2011). responden, dapat membaca dan menulis.
SEFT merupakan salah satu terapi Instrumen dalam penelitian ini digunakan
komplementer yang dapat digunakan untuk untuk mengukur tingkat depresi pada ibu
menurunkan tingkat depresi. Keefektifan rumah tangga dengan HIV. Alat ukur yang
SEFT terletak pada pengabungan antara digunakan adalah BDI (Beck Depression
Spiritual Power dengan Energy Psychology. Inventory). BDI merupakan alat ukur yang
Spiritual Power memiliki lima prinsip utama dapat dipercaya untuk mendeteksi ada atau
yaitu ikhlas, yakin, syukur, sabar dan tidaknya depresi secara cepat dan tepat serta
khusyu. Energy Psychology merupakan dapat memperlihatkan tingkat keparahan
seperangkat prinsip dan teknik penderitanya, dengan skor lebih dari 17 dan
memanfaatkan sistem energi tubuh untuk kurang dari 40, responden berada dalam
memerbaiki kondisi pikiran, emosi dan rentang usia produktif (18 – 45 tahun,
perilaku (Freinstein dalam Zainudin, 2012 ). memiliki Insight (kesadaran diri). Kriteria
Ketidakseimbangan kimia dan gangguan eksklusi dalam penelitian ini adalah ibu
energi dalam tubuh manusia dapat rumah tangga dengan HIV yang memiliki
menyebabkan gangguan emosi, termasuk keterbatasan pendengaran dan penglihatan
depresi. Intervensi SEFT pada sistim energi (tuna rungu dan tuna netra). Penentuan
tubuh inilah yang dapat mengubah kondisi jumlah sampel dengan menggunakan rumus
kimia di dalam otak (neurotransmitter) sebagai berikut:
yang selanjutnya dapat mengubah kondisi
emosi seseorang
Penelitian eksperimen dilakukan untuk untuk melihat gambaran karakteristik
mengantisipasi hilangnya unit eksperimen,
dilakukan koreksi dengan 1/(1-f), di mana responden yang mengalami depresi pada
f adalah proporsi unit eksperimen yang responden kelompok intervensi maupun
hilang atau mengundurkan diri atau drop kelompok kontrol. Analisa bivariat dalam
out. Penelitian ini terdapat droup out pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
kelompok intervensi sebanyak 1 orang pada apakah terdapat pengaruh intervensi SEFT
hari ke 3. Kelompok intervensi menjadi 15 terhadap penurunan tingkat depresi.
orang, dan agar hasilnya lebih homogen
maka kelompok kontrol pun menjadi 15
orang juga. Hasil Penelitian
Setelah mendapatkan persetujuan
responden, kemudian dilakukan pengukuran Karakteristik Responden
tingkat depresi pada ibu rumah tangga
dengan HIV pada kelompok intervensi Tabel 1 menggambarkan bahwa mayoritas
maupun kelompok kontrol, pada kelompok responden baik kelompok kontrol dan
intervensi diberikan intervensi SEFT kelompok intervensi termasuk dalam
(Spiritual Emotional Freedom Technique) katagori dewasa madya (29–39 tahun) yaitu
sebanyak empat kali. Pada akhir sesi sebanyak 56,67%. Sedangkan untuk status
dilakukan pengukuran kembali tingkat pernikahan responden yang berstatus
depresi pada kelompok intervensi maupun menikah sebanyak 76,67 %. Status
kelompok kontrol. pendidikan, persentase yang terbanyak
Penelitian ini menggunakan analisa adalah SMA sebanyak 43,33 %. Sedangkan
univariat untuk mengetahui distribusi untuk lamanya terdiagnosis HIV sebanyak
frekuensi, presentase dari karakteristik 84,8% responden menyatakan telah
responden meliputi usia, status marital, terdiagnosis antara 1–5 tahun.
tingkat pendidikan, agama dan lamanya Tabel 2 memperlihatkan tingkat depresi
terdiagnosa HIV. Selain karakteristik pada kelompok intervensi dan kelompok
responden analisis univariat ini bertujuan kontrol sebelum dilakukan intervensi
SEFT (Spiritual Emotional Freedom
Technique). Hasilnya menunjukkan bahwa

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia, Pendidikan, Status Pernikahan,


Agama dan Lamanya Terdiagnosa HIV
No Variabel Kontrol Persentase Intervensi Persentase
N n
1 Umur responden
18-28 tahun (dewasa awal) 9 60% 4 26,70%
29-39 tahun (dewasa madya) 6 40% 11 73,30%
40-49 (dewasa akhir)
2 Status Pernikahan
Tidak Menikah (janda) 3 20% 4 26,70%
Menikah 12 80% 11 73,30%
3 Tingkat Pendidikan
SD 1 6,70%
SMP 2 13,33% 10 66,70%
SMA 9 60% 4 26,70%
PT 4 26,6 %
4 Lamanya terdiagnosa HIV
1–5 tahun 14 83,33% 11 73,30%
6–10 tahun 1 16,66 % 4 26,70%
pada kelompok intervensi sebanyak 33,3 %
mengalami depresi pada garis batas depresi diberikan intervensi adalah 24,00 dengan
klinis, kemudian sebanyak 46,7% standar deviasi 6,325. Nilai mean kelompok
mengalami depresi sedang dan 20 % intervensi setelah dilakukan intervensi
responden mengalami depresi berat. adalah 12,8 dengan standar deviasi 6,327.
Kelompok kontrol didapatkan data bahwa Perbedaan skor kelompok intervensi pada
sebanyak 27,8% resonden mengalami pre dan post test adalah 11,2. Nilai mean
depresi pada batas klinis. Sedangkan pada kelompok kontrol pada kondisi pre
72,2%.responden yang mengalami depresi adalah 21,87 dengan standar deviasi 2,446.
sedang. Nilai mean kelompok kontrol pada kondisi
post adalah 23,13 dengan standar deviasi
Tabel 3 memperlihatkan gambaran 5,975. Perbedaan rata-rata skornya adalah
tingkat depresi pada kelompok intervensi -1,267.
post test adalah sebagai berikut, sebanyak
33,3% responden wajar, kemudian sebanyak Data tersebut terdistribusi dengan normal
53,3% responden mengalami gangguan sehingga uji statistik yang digunakan adalah
mood dan sebanyak 13,3 % responden uji t berpasangan dengan hasil nilai p < 0,05.
mengalami depresi sedang. Kelompok Hal ini mengindikasikan bahwa Ho ditolak,
kontrol menunjukkan bahwa tidak ada artinya bahwa terdapat perbedaan yang
perubahan yang signifikan dimana hasilnya signifikan tingkat depresi ibu rumah tangga
relatif tetap dengan kondisi pre yaitu dengan HIV setelah dilakukan intervensi
sebanyak 27,8% responden berada dalam SEFT (Spiritual Emotional Freedom
garis batas depresi klinis dan 72,2% Technique).
responden mengalami depresi sedang. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui mean post test pada kelompok intervensi
perbedaan skor depresi sebelum dan setelah adalah adalah 11,20 dengan standar deviasi
intervensi SEFT (Spiritual Emotional 6,178. Kelompok kontrol menunjukkan
Freedom Technique). nilai mean post test adalah -1,27 dengan
Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai standar deviasi nya 5,788. Hasil post test
baik kelompok intervensi maupun kelompok
mean pada kelompok intervensi sebelum

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkatan Depresi pada Kelompok


Intervensi dan Kelompok Kontrol Pre Test
Variabel Kategori Frek % Variabel Kategori Frek %
(n) (n)
Kelompok garis batas depresi klinis 5 33,3% Kelompok garis batas 5 27,8%
Intervensi Kontrol depresi klinis
depresi sedang 7 46,7% depresi sedang 10 72,2%
depresi berat 3 20,0%

Total 15 100,0% Total 15 100,0%

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkatan Depresi pada kelompok


Intervensi dan Kontrol Post Test
Variabel Kategori Frek % Var Kategori Frek %
(n) (n)
Kelompok wajar 5 33,3% Kelompok
Kontrol Kontrol
gangguan 8 53,3% garis batas 5 27,8%
mood depresi
klinis
depresi sedang 2 13,3% depresi 10 72,2%
sedang
Total 15 100% Total 15 100%
Tabel 4 Perbedaan Rata-Rata Skor Depresi Berdasarkan Kelompok Pre-Post Intervensi dan
Pre-Post Kontrol
Kelompok Variabel Mean N Std. Perbedaan t p Value
Deviation rata-rata
Intervensi pre intervensi 24,00 15 6,325 11,200 7,021 ,000
pos intervensi 12,80 15 6,327
Kontrol pre kontrol 21,87 15 2,446 -1,267 -,848 ,411
pos kontrol 23,13 15 5,975

Tabel 5 Perbedaan Skor Depresi Berdasarkan Kelompok Post Intervensi dan Post Kontrol
Kelompok N Mean Std. Deviation t p Value
Intervensi 15 11,20 6,178
5,703 0,0001
Kontrol 15 -1,27 5,788

kontrol terdistribusi secara normal sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara
uji statistik yang digunakan adalah uji t
tidak berpasangan. Hasil uji statistiknya jenis kelamin dan status pernikahan dimana
menunjukkan bahwa terdapat nilai p< 0,05. wanita lebih cenderung mengalami depresi
Disimpulkan bahwa terdapat perbedaan daripada laki-laki dengan perbandingan rasio
yang signifikan dari intervensi SEFT pada 2:1. Prevalensi kejadian depresi juga lebih
kelompok intervensi terhadap kelompok tinggi pada orang yang menikah
kontrol. dibandingkan dengan yang tidak menikah
(Trilistya, 2006). Penelitian yang dilakukan
oleh Yaunin dkk (2014) juga
menemukan bahwa kejadian depresi banyak
Pembahasan terjadi pada penderita HIV dengan status
menikah yaitu 50% dari 24 responden yang
Karakteristik responden yang diteliti diteliti. Penelitian lain yang mendukung
meliputi usia, pekerjaan, pendidikan, agama, dilakukan oleh Unnikrishnan dan kawan-
suku bangsa, status pernikahan dan lamanya kawan (2012), hasil penelitian ini juga
terdiagnosa HIV. Sebagian besar responden menyebutkan bahwa gangguan depresi yang
adalah ibu rumah tangga pada usia dewasa terbanyak terjadi pada orang dengan status
madya (56,67%) dimana usia ini termasuk menikah (44,6%). Hal ini disebabkan karena
dalam usia produktif, dengan status menikah pada pasien HIV/AIDS yang sudah menikah
(76,67 %). Seseorang yang telah memasuki pada umumnya memiliki banyak kendala
usia produktif dituntut peran yang lebih dalam kehidupannya seperti permasalahan
besar, karena bagi sebagian orang, masa rumah tangga, permasalahan ekonomi
ini merupakan puncak dari kesehatan fisik keluarga, ditambah lagi dengan kurangnya
dan kesempatan untuk meninggal karena dukungan dari keluarga dekat dan
penyakit cukup kecil. Selain itu pada masa lingkungan. Sehingga dapat menyebabkan
ini kesempatan reproduksi berada pada meningkatnya stress mental pada pasien
tingkat tertinggi (Feldman, 2011). Seseorang HIV/AIDS yang apabila tidak ditangani
yang mengalami penyakit kronis pada dengan baik, dapat menjadi gangguan
masa ini apalagi penyakit yang dinyatakan depresi (Yaunin; Hidayat,
belum dapat disembuhkan seperti HIV, 2014).
menyebabkan penderita lebih sulit untuk Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu
menerima sakitnya. Seringkali wanita rumah tangga dengan HIV mengalami
dengan HIV harus merawat pasangannya depresi mulai rentang garis batas depresi
dan atau anaknya yang mengalami penyakit klinis sampai depresi berat. Kurang lebih 5–
yang sama dan sangat tergantung pada 10% masyarakat umum mengalami depresi,
ibunya (Spritia, 2008). Hal ini sesuai dengan namun angka depresi pada penderita HIV
penelitian yang dilakukan oleh (Trilistya, dapat mencapai 60% (Spiritia, 2008). Hal
2006), hasil penelitian Trilistya ini ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
menyebutkan bahwa oleh Darussalam (2011). Hasil penelitian ini
menyebutkan bahwa penyakit penyerta yang
dialami oleh seseorang dapat menyebabkan
depresi pada penderitanya. Kaplan (2012) Hal ini selaras dengan yang disampaikan
juga menyebutkan bahwa faktor psikososial oleh Stuart & Sundeen (2010) dalam Rahayu
yang salah satunya adalah penurunan (2012) yang menyebutkan bahwa salah satu
kesehatan dapat menyebabkan depresi. penyebab dari depresi adalah kurangnya rasa
harga diri atau terjadinya harga diri rendah.
Depresi merupakan kondisi psikiatrik Sebagian besar penderita HIV menghadapi
yang paling banyak ditemui pada penderita
HIV (Candra, Desai dan Ranjan, 2005) problema rendah diri atau mempunyai
angkanya dapat mencapai 33–50%, hal ini gambaran diri yang negatif. Penelitian yang
sangat tergantung pada kriteria diagnostik mendukung hal tersebut dilakukan oleh
yang digunakan (Ciesla & Roberts, 2001). Rahayu (2012) di Poliklinik VCT RSUP
Penelitian yang dilakukan oleh Pyne, dkk., Sanglah Denpasar. Hasil penelitian ini
(2007) dan Ofovwe (2013) yang dilakukan menunjukkan bahwa semakin tinggi harga
pada 113 responden, menemukan bahwa diri yang dimiliki oleh penderita HIV maka
penderita HIV memiliki risiko lebih tingkat depresi yang dialami semakin ringan.
tinggi untuk mengalami depresi. Bahkan Namun sebaliknya semakin rendah harga
diperkirakan penderita HIV positif memiliki diri yang dimiliki maka tingkat depresi yang
risiko dua sampai lima kali lebih tinggi dialami semakin berat. Penelitian lain yang
dibandingkan dengan orang-orang dengan mendukung dilakukan oleh Lewis, dkk pada
HIV negatif. Wanita memiliki kemungkinan tahun 2012. Hasil penelitian menyimpulkan
dua kali lebih besar untuk mengalami bahwa kebanyakan responden menyalahkan
depresi dibandingkan dengan pria. Kurang diri sendiri, diikuti dengan perasaan kecil
lebih seperempat dari seluruh wanita hati, hilangnya kesenangan, dan perasaan
cenderung mengalami depresi pada saat gagal pada kehidupannya, serta merasa
yang sama dalam kehidupan mereka sesuatu yang buruk terjadi pada dirinya
(Feldman, 2011). Apalagi jika yang (Lewis, Mosepele, Seloilwe, Lawler, 2012).
mengalaminya adalah ibu rumah tangga Penyimpangan kognitif lain yang dialami
yang terkena HIV. Ibu rumah tangga bukan responden yaitu keluarga besarnya belum
merupakan populasi yang memiliki perilaku mengetahui status kesehatannya saat ini.
berisiko. Mereka hanya melakukan Hal ini mengakibatkan responden merasa
hubungan dengan pasangannya, tidak sangat tersiksa, karena sampai saat ini ia
mengenal narkoba, tetapi tiba-tiba harus berusaha untuk menutupi statusnya tersebut.
menerima vonis terkena HIV karena tertular Ada rasa khawatir jika keluarga mengetahui
dari suami mereka (Suriyani, 2006). Hal keadaannya, ia akan di usir oleh keluarga
tersebut dapat memperburuk keadaan besarnya, sedangkan suami yang selama ini
depresinya. memberinya suport, telah meninggal terlebih
dahulu akibat HIV/AIDS yang dideritanya.
Beck (2009) dalam bukunya menjelaskan Keadaan tersebut diakibatkan karena
bahwa faktor penyebab depresi adalah masih adanya stigma dan deskriminasi di
adanya penyimpangan atau distorsi kognitif
dari penderitanya. Terdapat pikiran-pikiran masyarakat kepada penderita HIV yang
yang buruk mengenai dirinya, ditandai sangat tinggi, sehingga lebih memperberat
dengan adanya penilaian diri yang negatif keadaan penderita HIV untuk dapat hidup
dan harga diri yang rendah, memiliki secara layak dan normal di masyarakat
harapan-harapan yang negatif. Cenderung (Chandra, 2006; Depkes, 2012; Rasmini,
2006).
menyalahkan dan mengkritik diri sendiri
serta sulit untuk mengambil keputusan. Stigma dan diskriminatif yang
Penderita depresi memiliki sikap pesimis dihubungkan dengan penyakit dapat
menimbulkan efek psikologi yang berat bagi
yang disebabkan karena merasa tidak orang dengan HIV. Hal ini dalam beberapa
berharga, memiliki bayangan yang buruk kasus mendorong terjadinya depresi,
tentang masa depannya dan sangat kurangnya penghargaan diri dan
mengkhawatirkan adanya sebuah penolakan keputusasaan (Rasmini, 2006). Hal ini
akibat perubahan yang dialaminya. Mereka selaras dengan penelitian yang dilakukan
berkeyakinan bahwa keadaan buruk yang oleh Sarikusumah dan Nurhasanah (2012).
dialaminya akan berlangsung terus menerus Penelitian ini
dan akan menjadi semakin buruk.
bertujuan untuk melihat gambaran
pemaknaan subjektif konsep diri orang bunuh diri. Katzenstein (1998) dalam
dengan HIV yang menerima label negatif Hawari (2006) menemukan bahwa 5%–15%
dan diskriminasi dari lingkungan. Hasil dari penderita depresi melakukan bunuh diri
penelitian tersebut menyimpulkan bahwa setiap tahunnya. Hal ini sesuai dengan
konsep diri penderita HIV sangat pernyataan Lam, Michalak, Swinson (2005)
dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, bahwa pada penderita depresi terdapat
penderita dengan HIV mengalami pelabelan pikiran tentang kematian dan keinginan
negatif oleh lingkungan sosialnya (seperti bunuh diri.
mayat hidup, kutukan, aib), penderita Temuan lain yang didapat dalam
mengalami berbagai bentuk diskriminasi penelitian ini adalah sebagian besar ibu
(seperti dijauhi keluarga, pemisahan rumah tangga dengan HIV yang mengalami
peralatan makan, dikucilkan oleh warga depresi memerlukan usaha yang lebih keras
kampung dan lingkungan kerja), sehingga untuk memulai suatu pekerjaan, tidak dapat
sebagai konsekuensi dari pemberian label tidur nyenyak dan lebih merasa lelah
negatif dan diskriminasi terbut, penderita daripada biasanya, terdapat penurunan selera
HIV memandang, berpikiran, dan merasa makan sampai kehilangan berat badan 2,5 kg
negatif terhadap diri (seperti perasaan putus lebih dan merasa cemas dengan keadaan
asa, depresi, tidak berharga, tidak berguna, fisiknya yang sering merasa nyeri, sakit
tidak berdaya, menarik diri dari lingkungan, perut atau sembelit serta kurang berminat
dan berkeinginan bunuh diri) (Sarikusumah terhadap seks dibandingkan dengan
dan Nurhasanah, 2012). biasanya. Hawari (2006) menyebutkan
bahwa pada orang dengan depresi terdapat
Mayoritas responden dalam penelitian penurunan gairah hidup, tidak memiliki
ini menjawab bahwa merasa berkecil hati semangat hidup dan merasa tidak berdaya.
terhadapmasadepannya. Halinisesuaidengan
pernyataan Beck bahwa gejala kognitif yang Selain itu mengalami pula gangguan tidur,
diperlihatkan oleh seseorang dengan depresi dapat berupa insomia atau sebaliknya
yaitu memiliki harapan yang negatif, dimana hipersomnia, gangguan tidur ini dapat
ia akan memiliki sikap pesimis serta adanya disertai dengan mimpi buruk. Penderita
keyakinan adanya bayangan buruk tentang depresi kerap sekali merasa mudah lelah,
masa depannya (Beck, 2009). Hawari (2006) lemah, lesu dan kurang energik. Selain itu
juga menyebutkan bahwa penderita depresi nafsu makan menurun sehingga
memiliki sikap pesimis dalam menghadapi menyebabkan berat badan menurun,
masa depannya (Hawari 2006). Selain seringkali mengeluhkan sakit di berbagai
itu menurut Cervone dan Pervin (2012) tempat dalam tubuhnya (keluhan
penderita depresi mengalami model psikosomatik) dan terdapat gangguan fungsi
cognitive triad (tiga pandangan negatif), seksual (terjadi penurunan libido) (Hawari,
salah satu diantaranya adalah adanya 2006). Hal tersebut didukung oleh penelitian
pandangan yang suram akan masa depannya yang dilakukan oleh Lewis, dkk (2012) yang
(Cervone dan Pervin, 2012). menemukan bahwa wanita HIV positif yang
mengalami depresi mengalami gejala
Sebagian ibu rumah tangga dengan somatik seperti perubahan nafsu makan
HIV yang mengalami depresi menyatakan (48%), masalah tidur (47%), dan kelelahan
bahwa terkadang mereka mempunyai
pikiran-pikiran untuk bunuh diri, walaupun (47%) serta terdapat responden yang
tidak akan melaksanakannya. Hal tersebut melaporkan bahwa mereka mengalami hal
sesuai dengan pernyataan Beck bahwa pada yang buruk tentang diri mereka (40%),
penderita HIV terdapat gejala motivasional kesulitan dalam berkonsentrasi (31%)
yang pada keadaan terburuk dapat memiliki (Lewis, Mosepele, Seloilwe, Lawler, 2012).
ide dan keinginan untuk mengakhiri hidup Lam, Michalak, Swinson, 2005) juga
yang muncul baik secara pasif maupun aktif. menyatakan bahwa penderita depresi
Selain itu didukung pula oleh Hawari (2006) mengalami juga kelelahan, perubahan
yang menyatakan bahwa di Amerika Serikat psikomotor, gangguan tidur dan penurunan
banyak penderita HIV yang mengalami nafsu makan.
depresi berkeinginan untuk melakukan Tingkat Depresi setelah dilakukan
Intervensi SEFT (Spiritual Emotional
Freedom Technique) pada Kelompok
Intervensi, hal ini selaras dengan Beck (2009)
menyatakan bahwa depresi yang terjadi
pada seseorang diakibatkan oleh adanya kemudahan yang diberikan Allah SWT
peyimpangan atau distorsi kognitif. Secara (Gymnastiar, 2008) maka hal tersebut dapat
sistematis orang dengan depresi salah dalam memperbaiki penyimpangan kognitif yang
mengevaluasi pengalaman-pengalaman terjadi pada penderita depresi.
masa lalu dan masa kininya, sehingga dia Penelitian yang dilakukan oleh peneliti
menganggap dirinya dan masa depannya menemukan bahwa terdapat penurunan
negatif. Pada umumnya menurut konsep ini secara signifikan tingkat depresi pada
penderita akan memandang dan kelompok intervensi setelah diberikan
menganggap dirinya tidak sempurna, merasa intervensi SEFT (Spiritual Emotional
tidak adekuat, tidak berguna dan cenderung Freedom Technique). Penurunan tersebut
menganggap pengalaman yang tidak terjadi dari tingkat depresi berat saat
menyenangkan sebagai suatu kekurangan sebelum intervensi menjadi depresi sedang
mental atau sosial yang terdapat pada dirinya ketika telah diberikan intervensi, kemudian
(Beck, 2009). Masalah-masalah pikiran, dari tingkat depresi sedang menjadi menjadi
skema negatif dan kesalahan kognitif inilah gangguan mood biasa, dan dari garis batas
yang menyebabkan depresi (Cervone dan klinis depresi menjadi wajar atau normal.
Pervin, 2012). Sehingga Beck berpendapat Bahkan ada salah satu responden yang
bahwa, terapi yang tepat dalam menangani mengalami depresi berat, setelah dilakukan
masalah depresi ini adalah dengan cara intervensi tingkat depresinya menurun
mengidentifikasikan dan mengkoreksi menjadi tingkat depresi wajar.
konseptualisasi atau pemikiran- pemikiran Beck (2009) bahwa seseorang dengan
yang terdistorsi serta mereposisi keyakinan- depresi mengalami juga disfungsi keyakinan
keyakinan yang disfungsional tersebut akan pengalaman-pengalaman negatif, hal
(Beck, 1993; Brewin, 1996 dalam Cervone tersebut dapat di reposisi dengan keikhlasan
dan Pervin, 2012). seseorang dalam menjalani setiap episode
kehidupannya. Ikhlas mengandung arti
Hal tersebut selaras dengan prinsip terapi menerima semua ketentuan yang telah
yang terdapat di dalam SEFT (Spiritual Allah tentukan untuk seseorang dengan
Emotional Freedom Technique). Terapi ini
memiliki prinsip dasar spiritual power yaitu sepenuh hati. Ikhlas juga mengandung
yakin, ikhlas, pasrah, syukur dan khusyu arti tidak mengeluh, tidak pula menentang
(Zainudin, 2012). Ketika seseorang dalam atas apa yang telah ditentukan olehNya.
keadaan yakin bahwa apa yang terjadi pada Zainudin menyebutkan bahwa yang
kehidupan ini adalah atas izin Allah SWT, membuat seseorang merasa berat menjalani
dan semua kejadian dalam hidup ini adalah kehidupannya lebih dikarenakan tidak mau
yang terbaik untuk dijalani. Yakin pada menerima dengan ikhlas masalah yang ia
Maha kuasanya Allah SWT dan Maha hadapi. Ketika seseorang dapat mereposisi
sayangnya Allah pada mahluknya maka disfungsi keyakinannya tersebut dengan
seseorang akan menjalani kehidupan ini keikhlasan maka ikhlas tersebut menjadikan
dengan lebih tenang dan ringan (Zainudin, masalah menjadi sarana mensucikan diri dari
2012). Gymnastiar (2008) menyatakan dosa dan kesalahan yang pernah
bahwa seseorang yang memiliki kayakinan dilakukannya (Zainudin, 2012). Sentanu
akan pertolongan Allah SWT, maka (2007) dalam bukunya tentang quantum
pertolongan itu pasti datang, jika seseorang ikhlas menyatakan bahwa ketika seseorang
yakin bahwa kesulitannya akan dilapangkan benar-benar berada dalam keikhlasan, saat
oleh Allah SWT maka Dia akan itulah do’a atau niatnya melakukan
melapangkannya, karena Allah SWT akan kolaborasi dengan vibrasi energi quanta,
sesuai dengan prasangka hambanya sehingga melalui mekanisme kuantum yang
(Gymnastiar, 2008). Keyakinan bahwa Allah tak terlihat, kekuatan Tuhanlah yang
SWT telah mengukur ujian yang menimpa sebenarnya sedang bekerja. Inilah arti
termasuk penyakit yang ditimpakan pada sebenarnya dari quantum ikhlas, sehingga
seseorang, telah disesuaikan dengan kadar ikhlas dapat membantu seseorang dalam
kemampuannya dan telah disesuai dengan menyelesaikan berbagai persoalan hidupnya
kesanggupannya. Keyakinan bahwa setiap (Sentanu, 2007). Pada kondisi hati yang
kesulitan selalu disertai dengan berbagai ikhlas akan membuat seseorang menjadi
tenang dan tahan dengan berbagai ujian,
sehingga dapat menjadikan proses ikhtiar sehingga lupa untuk melihat sisi positif
untuk mempertahankan kesehatannya lebih lainnya. Padahal masih banyak nikmat
positif dan optimal (Gymnastiar, 2008). lain yang dapat disyukuri ketika seseorang
tidak hanya fokus memikirkan masalahnya.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang Keyakinan seseorang yang percaya bahwa
dilakukan oleh Pargement, dkk yang Allah selalu memberikan yang terbaik dapat
meneliti tentang hubungan antara struggle of
religious (ketahanan keagamaan) dengan membuat seseorang menjadi lebih tenang.
kejadian penyakit dan risiko kematian pada Hal ini akan lebih baik jika disertai dengan
lansia baik laki-laki maupun perempuan. kekhusyuan dalam berdoa. Berdoa dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa para meminta kepada Allah SWT jalan terbaik
lansia yang memiliki masalah dengan agama dalam menyelesaikan masalah tersebut
cenderung mengalami peningkatan risiko (Zainudin, 2012). Jika semua penjelasan di
kematian lebih besar walaupun telah atas dapat dilakukan oleh ibu rumah tangga
dilakukan usaha untuk mengontrol kesehatan dengan HIV yang mengalami depresi, maka
mereka baik fisik maupun mental. hal-hal tersebut membantu mengembalikan
Sebaliknya mereka yang memiliki penyimpangan kognitif yang dialaminya
keyakinan agamanya yang baik memiliki sehingga depresi yang mereka alami dapat
kemungkinan memiliki umur yang lebih teratasi.
panjang (Pargament, Koenig, Tarakeshwar, Terdapat perbedaan skor tingkat depresi
Hahn, 2001). pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol setelah dilakukan SEFT (Spiritual
Menurut Beck (2009) seseorang yang Emotional Freedom Technique) pada
mengalami depresi mengalami juga
disfungsi keyakinan terhadap masa depan kelompok intervensi. Hal ini disebabkan
dan kehidupan yang akan datang, hal ini karena adanya lima prinsip utama SEFT
dapat koreksi dengan sikap pasrah. Pasrah (Spiritual Emotional Freedom Technique),
mengandung arti menyerahkan apa yang yaitu syukur, ikhlas, sabar, yakin dan
akan terjadi di masa datang hanya kepada pasrah. Jika hal tersebut dapat di jalani
Allah SWT. Pasrah bukan pula mengandung dengan baik oleh ibu rumah tangga dengan
arti menyerah pada keadaan, akan tetapi HIV yang mengalami depresi, maka akan
pasrah yang sejati disertai dengan usaha sangat membantu untuk menurunkan tingkat
yang optimal untuk mencari solusinya. depresi. Hal tersebut dikarenakan kelima
Berusaha semaksimal mungkin sambil prinsip tersebut merupakan cara-cara yang
menyerahkan hasilnya kepada Allah SWT. dapat dilakukan untuk mereposisi distorsi
Pasrah akan memberikan ketenangan dan kognitif atau difungsional keyakinan yang
kedamaian pada jiwa, karena keyakinan biasa terjadi pada orang dengan depresi
bahwa semua permasalahan yang dihadapi (Cervone dan Pervin, 2012).
akan diselesaikan oleh Allah SWT Keefektifan SEFT (Spiritual Emotional
(Zainudin, 2012). Freedom Technique) tidak hanya terletak
pada Spiritual Power seperti yang telah
Beck (2009) juga menyatakan bahwa dijelaskan sebelumnya di atas, akan tetapi
seseorang dengan depresi akan mengalami
disfungsi keyakinan tentang cara pandang SEFT merupakan gabungan antara Spiritual
yang menganggap bahwa dirinya tidak Power dengan Energy Psychology. Energy
sempurna, merasa tidak adekuat, tidak Psychology merupakan bidang ilmu yang
berguna serta cenderung menganggap relatif baru, namun prinsipnya sama dengan
pengalaman yang tidak menyenangkan prinsip Energy Healing yang dikenal sejak
sebagai suatu kekurangan mental atau sosial, lama di Tiongkok, Cina lebih dari 5000
hal dapat di reposisi dengan rasa syukur dan tahun yang lalu. Energy Psychology adalah
khusyu. Syukur adalah rasa berterimakasih seperangkat prinsip dan teknik
kepada Allah SWT atas semua yang telah memanfaatkan sistem energi tubuh untuk
diberikanNya. Bersyukur pada saat memperbaiki kondisi pikiran, emosi dan
seseorang memiliki masalah atau dalam perilaku (Freinstein dalam Zainudin, 2012).
keadaan sakit memang tidak mudah, karena Ketidakseimbangan kimia dan gangguan
biasanya akan lebih fokus pada masalah energi dalam tubuh manusia turut berperan
yang dia hadapi dalam timbulnya
berbagai gangguan emosi, termasuk di
dalamnya adalah depresi. Intervensi pada spesifik dapat menurunkan tingkat depresi
sistim energi tubuh dapat mengubah kondisi adalah titik Cr (Crown) yang terletak pada
kimia di dalam otak (neurotransmitter) titik dibagian atas kepala, titik EB (Eye
yang selanjutnya dapat mengubah kondisi Brow) yaitu titik yang terletak pada titik
emosi seseorang termasuk kondisi depresi permulaan alis mata dan titik IF (Index
(Zainudin, 2012). Setiap atom dalam sebuah Finger) yaitu jari telunjuk di samping luar di
benda termasuk manusia sebagai mahluk bagian bawah kuku, di bagian yang
hidup memiliki energy electromagnetic menghadap ibu jari (Yinyanghouse, diunduh
yang mengalir di seluruh tubuhnya. Dokter- pada tanggal 20 November 2014).
dokter tiongkok menyakini bahwa salah satu Tidak terdapat perubahan tingkat
energy yang berperan dalam kesehatan depresi pada kelompok kontrol, bahkan
tubuh manusia adalah energy “Chi”. cenderung mengalami sedikit peningkatan.
Hal tersebut dikarenakan pada kelompok
Energy Chi mengalir di sepanjang 12 kontrol tidak diberikan intervensi SEFT
jalur yang disebut energy meridian, dan
jika aliran energi ini terganggu maka akan seperti pada kelompok intervensi.
menimbulkan masalah emosi (termasuk di Seseorang dengan depresi dan tidak segera
dalamnya depresi) atau masalah fisik. ditangani akan menyebabkan penderitanya
Energy meridian ini dikenal juga dengan mengalami insomnia dan kelelahan. Depresi
titik-titik akupuntur yang terdiri dari 361 menyebabkan sulit tidur atau gangguan
titik dan di dalam SEFT kemudian lebih tidur yang dikenal sebagai insomnia. Hal
disederhanakan menjadi 18 titik. Hampir ini dapat mengakibatkan kelelahan ekstrem
semua masalah emosi maupun fisik dapat di yang menguras energi dan kesulitan dalam
atasi dengan cara merangsang titik-titik konsentrasi dan pengambilan keputusan
tersebut (Zainudin, 2012). Cara merangsang (Wahyuningsih, 2011). Hawari (2006) juga
titik-titik tersebut berbeda dengan akupuntur menyatakan bahwa orang dengan depresi
dan acupressure. Jika akupuntur akan mengalami penurunan gairah hidup,
menggunakan jarum dan acupressure merasa tidak berdaya dan tidak memiliki
menggunakan tekanan- tekanan yang kuat semangat hidup. Terdapat penurunan nafsu
untuk merangsang titik- titik tersebut, maka makan sehingga menyebabkan berat badan
SEFT menggunakan cara mengetuk ringan menurun (Hawari, 2006; Wahyuningsih
dengan ujung jari (disebut dengan istilah 2011). Dampak lainnya adalah menarik
tapping) pada titik- titik energy meridian diri (isolasi sosial). Kondisi depresi yang
tersebut. Cara ini dapat membebaskan aliran berkepanjangan tanpa penanganan, dapat
energi di dalam tubuh penderita depresi menciptakan ketidakseimbangan serotonin,
sehingga dapat menurunkan tingkat zat kimia penting dalam otak yang
depresinya. Kombinasi kedua hal tersebut bertanggung jawab untuk membuat orang
yaitu spiritual power dan Energy bahagia dan berjiwa sosial (Rokade, 2011).
Psychology sungguh sangat efektif dalam
menurunkan tingkat depresi pada ibu rumah
tangga dengan HIV. Simpulan
Jika dilihat dari aspek reaksi fisiologis
terhadap SEFT, maka perangsang dengan Simpulan pada penelitian ini bahwa pada
cara mengetuk-ngetuk ringan (tapping) kelompok intervensi dan kelompok kontrol
pada titik 12 titik meridian tubuh tersebut sebelum diberikan perlakuan SEFT
dapat menstimulasi gland pituitary untuk (Spiritual Emotional Freedom Technique)
mengeluarkan hormon endorphins (Johnson, mengalami depresi dari tingkat depresi pada
1999; Nopadow etc 2008 dalam Rokade, batas garis klinis, depresi sedang sampai
2011), dimana hormon endorphins tersebut depresi berat. Pada kelompok intervensi
dapat memberikan efek menenangkan serta setelah diberikan perlakuan SEFT
menimbulkan perasaan bahagia (Goldstein mengalami penurunan tingkat depresi,
dan Lowry, 1975 dalam Rokade, 2011), sedangkan pada kelompok kontrol terdapat
sehingga dapat menurunkan tingkat depresi perubahan yang tidak begitu signifikan dan
pada penderitanya. Titik-titik yang lebih cenderung mengalami peningkatan. Terdapat
perbedaan yang
signifikan pada tingkat depresi ibu rumah
tangga dengan HIV setelah dilakukan file?file=digital/20281857.
intervensi SEFT (Spiritual Emotional
Freedom Technique). Depkes RI, KPA Nasioal. ( 2007). execute
summary trends of risky behaviors for HIV/
STI in Indonesia (Result of IBBS 2007).
National Indonesian HIV/AIDS Research
Daftar Pustaka Inventory, 67–68.
Alemu, H., Haile, M. D., Tsui, A., Ditjen PP & PL, Kemenkes. (2012).
Ahmed,S., & Shewamare, A. (2011.). Effect Laporan perkembangan HIV-AIDS di
of depressive symptoms and social support Indonesia, Triwulan III Tahun 2013. Jakarta:
on weight and CD4 count increase at HIV Kemenkes RI.
clinic in Ethiopia. Psychology and
Bahavioral Sciences Colletion,24, 866–876.
Feldman, R. S. ( 2011). Pengantar
Psikologi: Understanding Psychology. (Ed
Beck, T. A., & Alford, B. A. (2009). 10). Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Depression: Causes and Treatment.
Philadelphia: University of Pennsylvania.
Diunduh dari http://books.google.co.id pada Fernandez, F. M.D., & Ruiz, P. M.D.
tanggal 22 Desember 2014. (2006.). Psychiatric Aspects of HIV/AIDS.
(1st ed.) New York: Lippincott William and
Wilkins.
Burack, J. H., Barrett, D. C., Stall, R. D.,
Chesney, M.A., Ekstrand, M.L., & Coates,
T. J. (1993). Depressive Symptoms and CD4 Gymnastiar, A . (2008). Menggapai derajat
Lymphocyte decline among HIV infected ihsan: Membangun pribadi mulia untuk
men. US National Library of Medicine meraih bahagia dunia dan akhirat. (Ed. 1).
National Institutes of Health, 234–240. Bandung: Cahaya Iman.

Carter, M. (2011). Hubungan yang Hawari, D. (2006a). Manajemen stres,


konsisten antara depresi dan kepatuhan cemas dan depresi. (Ed. 2). Jakarta: Balai
yang rendah terhadap terapi HIV. Diunduh Penerbit FKUI.
dari http://spiritia.or.id/news/bacanews.
php?nwno=2696 pada bulan September ,. D. (2006b). Global Efek HIV/AIDS
2014. dimensi psikoreligius. (Ed. 1). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Cervone, D., & Lawrence, P. (2012). Ironson, G., Balbin, E., Stuetzle, R., Fletcher,
Kepribadian: Teori dan Penelitian (Ed. 10).
Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. M.A., O’Cleirigh, C., Laurenceau, J. P.,
..........., Solomon G. (2005). Dispositional
Chandra, P.S., Desai, G., & Rajan . (2005). Optimism and the Mechanisms by Which
HIV and psychiatric disorders. Indian It Predicts Slower Disease Progression in
Journal of Medical Research, 451–467. HIV: Proactive Behavior, Avoidant Coping,
and Depression. International Journal of
Ciesla, J.A., & Roberts, J. E. (2001). Meta- Behavioral Medicine Volume 12, 86–97.
analysis of the relationship between HIV
infection and risk for depressive disorders. KPA Nasional. (2009). HIV dan AIDS,
American Journal of Psychiatry, 158(5), Sekilas Pandang. (Ed. 2). Jakarta: Komisi
725–730. Penanggulangan HIV/AIDS.

Darussalam. (2011). Analisa faktor- KPA Jawa Barat. (2013). Data HIV/AIDS
faktor yang berhubungan dengan depresi Jawa Barat tahun 2012, Bandung: Komisi
dan hopelessness pada pasien stroke Penanggulangan HIV/AIDS Jawa Barat.
di Blitar. Diunduh dari lontar.ui.ac.id/
Lam,. R.W., Michalak, E. E,. & Swinson,
S. (2005). Assessment scales in depression,
mania, and anxiety. London And New York:
Taylor and Francis Group. Sarikusuma, H., Hasanah, N., Herani, I.
(2012.). Konsep Diri orang dengan HIV dan
AIDS (ODHA) yang menerima label negatif
Lewis, E. L., Mosepele, M., Seloilwe, E., dan diskriminasi dari lingkungan sosial.
& Lawler, K. (2012). Depression in HIV- Psikologia-online,29–40.
Positive Women in Gaborone, Botswana.
Health Care for Women International, 375–
386. Sentanu. (2007). Quantum ikhlas: Teknologi
aktivasi kekuatan hati. Diunduh dari https://
books.google.co.id pada tanggal 20 Januari
Nursalam dan Kurniawati. (2009). Asuhan 2015.
Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/
AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Spiritia. (2008). Lembar informasi tentang
HIV/AIDS untuk ODHA. Jakarta: Spiritia.
Ofovwe & Ofovwe. (2013). Psychological
Disorders among Human Immunodeficiency
Virus-infected Adults in Southern Nigeria. Supranto, J. (2000). Teknik sampling untuk
African Journal of Reproductive Health, survei dan eksperimen. Jakarta: Rineka
Volume, 17. Cipta.

Pohan. (2009). Opportunistic Infection of Suriyani, L. D. (2007). Lentera (Lembar


HIV-Infected/AIDS Patients in Indonesia: tentang Realita AIDS): Makin banyak
Problems and Challenge. HIV/AIDS ibu rumah tangga terinfeksi HIV(Ed.1).
Research Inventory 1995–2009, 249-253. Denpasar: Sloka Institute.
Unnikrishnan, B., Jagganath, V,, Ramapuram,
Polit,. D. F., & Beck, C. T. (2004). Nursing
research principles and methods. (7th ed.). J. T., Achappa, B., & Madi, D. (2012).
Philadelphia: Lippincott Williams And Study of Depression and Its Associated
Wilkins. Factors among Women Living with
HIV/AIDS in Coastal South India. Diunduh
dari http:// www.pubfacts.com. Dinduh pada
Pyne, J.M., Asch, S. M., Lincourt, K., tanggal 15 Januari 2015.
Kilbourne, A. M., Bowman C., Atkinson,
H.,
........Gifford, A. (2008). Quality Indicators Wahyuningsih. (2011). Akibat jika orang
for Depression Care in HIV Patients. AIDS depresi tidak disembuhkan. Diunduh dari
Care, 1075–1083. www. Detik Health pada tanggal 16 Januari
2015.
Rahayu, N. D. (2012). Hubungan Tingkat
Harga Diri dengan Tingkat Depresi pada Yaunin, Y., Afriant, R., & Hidayat, N. M.
Klien Odha di Poliklinik Vct Rsup Sanglah (2014.). Kejadian Gangguan Depresi pada
Denpasar Tahun 2012. Diunduh dari http:// Penderita HIV/AIDS yang Mengunjungi
www.sanglahhospitalbali.com/v1/penelitian. poli VCT RSUP M. Jamil Padang Periode
php?ID=57 pada bulan September 2014. Januari-September 2013. Jurnal Kesehatan
Andalas, 244–247.
Rasmini, M. P. A. (2006). Lentera: Lembar
tentang realita AIDS. Denpasar: Sloka Yinyang house, acupuncture points.
Institute. Diunduh dari http://www.yinyanghouse.com/
acupuncturepoints/point_categories.
Rokade. (2011). Release of endomorphin
hormone and its effects on our body and Zainudin, A. F. (2012). SEFT for Healing,
moods: A Review. International Conference Success Happines, Greatness(2nd ed.).
on Chemical, Biological and Environment Jakarta: Afzan Publishing.
Sciences. Bangkok.

Anda mungkin juga menyukai