PENDAHULUAN
HIV/AIDS merupakan salah satu pandemi besar pada masyarakat modern dan
menjadi salah satu masalah nasional maupun internasional. Hal ini dikarenakan HIV/AIDS
meluas dengan cepat dan menjadi epidemi di seluruh dunia. Selain itu, HIV/AIDS juga
menyerang berbagai golongan usia, jenis kelamin dan pekerjaan (Nasronudin, 2007).
Penyakit infeksi HIV/AIDS sejak kemunculannya hingga kini terus menyebabkan
berbagai permasalahan kesehatan. Permasalahan kesehatan yang dimaksud adalah masih
tingginya transmisi infeksi, angka kesakitan, serta angka kematian akibat HIV/AIDS.
Masalah kesehatan yang berkembang terkait dua hal pokok tersebut, yaitu pertama, interaksi
HIV dengan tubuh manusia; kedua, perilaku yang mengantarkan individu sehingga terpapar
HIV (Nasronudin, 2007).
Berdasarkan hasil statistik dalam triwulan Januari sampai dengan Maret 2013,
dilaporkan jumlah penderita infeksi baru HIV sebanyak 5.369 orang dan tambahan kasus
penderita AIDS sebanyak 460 kasus di Indonesia. Provinsi Sumatera Utara menduduki
peringkat keenam dengan kasus penderita HIV sebanyak 417 kasus setelah DKI Jakarta,
Papua, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Bali sedangkan kasus AIDS tidak ada tambahan
penderita. Sumatera
S umatera Utara memiliki prevalensi sebesar 3,2 penderita per 100.000 penduduk.
Secara kumulatif kasus penderita HIV berdasarkan provinsi di Indonesia dari tanggal 1
Januari 1987 sampai dengan 31 Maret 2013 adalah 103.759 kasus sedangkan penderita AIDS
sebanyak 43.347 kasus, dengan jumlah kematian sebesar 8.288 jiwa. Jumlah persentasi
infeksi HIV pada kelompok umur 5-14 tahun (1,1%), 15-19 tahun (3,0%), 20-24 tahun
(14%), sedangkan jumlah presentase AIDS pada kelompok umur 5-14 tahun (0,8%), 15-19
tahun (3,3%), 20-29 tahun (26,1%) (Depkes RI, 2013). Selain itu pada data yang didapatkan
dari dinas kesehatan kabupaten karangasem jumlah kasus HIV dari tahun 2000-2016
sebanyak 611 kasus dan di wilayah kecamatan kubu terdapat 115 kasus HIV menempati
peringkat ke 2 sekabupaten karangasem. (Dinkes karangasem, 2016)
Pengetahuan tentang infeksi HIV/AIDS harus disosialisasikan kepada masyarakat.
Dalam mengembangkan tingkat pengetahuan mengenai penyakit infeksi HIV/AIDS,
sebelumnya sangat perlu memahami berbagai konsep dan teori sehubungan dengan
munculnya penyakit infeksi HIV/AIDS tersebut. Mengkaji perkembangan penyakit infeksi
sebelumnya sangat perlu memahami berbagai konsep dan teori sehubungan dengan
munculnya penyakit infeksi HIV/AIDS tersebut. Mengkaji perkembangan penyakit infeksi
HIV/AIDS berarti mendalami karakteristik penyakit tersebut secara sistematik, radikal, dan
universal. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS serta cara penularannya
menjadi salah satu faktor penting pendukung sikap dan tindakan masyarakat terhadap
pencegahan penyakit HIV/AIDS (Nasronudin, 2007).
Rentannya remaja terhadap penyimpangan seksual dan AIDS bersumber dari
perubahan fisiologis dan psikologis, berkaitan dengan perkembangan organ reproduksi
mereka. Remaja dan kaum muda merupakan cikal bakal sekaligus generasi penerus bangsa
yang seharusnya dilindungi dan mendapat perhatian khusus. Djoerban (2000) mengatakan
bahwa hasil studi pengetahuan, diantaranya
diantaran ya beberapa penelitian pada remaja dalam
d alam kaitannya
dengan AIDS di berbagai lapisan masyarakat di berbagai kota di Indonesia menunjukkan hal
yang memprihatinkan. Pengetahuan remaja mengenai AIDS ternyata masih kurang, padahal
pengetahuan ini diperlukan untuk dasar pencegahan HIV/AIDS (Rustamiji, 2000).
Pandangan bahwa seks adalah tabu membuat remaja enggan berdiskusi tentang
kesehatan reproduksinya dengan orang lain yang lebih memprihatinkan dan merasa paling
tidak nyaman bila harus membahas seksualitas dengan anggota keluarganya sendiri,
informasi yang salah tentang seks dapat mengakibatkan pengetahuan dan presepsi seseorang
mengenai seluk-beluk seks itu sendiri menjadi salah (Selamiharja &Yudana 1997 dalam
Evlyn, 2007). Melihat begitu banyaknya masyarakat khususnya remaja yang belum
mempunyai pengetahuan yang benar tentang penyakit HIV/AIDS dan seks bebas dikalangan
remaja membuat penulis tertarik untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang
HIV/AIDS di SMA Negeri 1 Kubu. Sebagai bahan pertimbangan karena di SMA tersebut
tidak pernah dilakukan penyuluhan dan edukasi tentang HIV/AIDS dan perilaku seksual
remaja.
rasa malu atau segan. Sehingga jumlah kunjungan di Puskesmas Kubu I mengenai penyakit
HIV/AIDS tergolong rendah
rasa malu atau segan. Sehingga jumlah kunjungan di Puskesmas Kubu I mengenai penyakit
HIV/AIDS tergolong rendah.
Berdasarkan koordinasi dengan Kepala Sekolah SMAN 1 Kubu dan pak nyoman
kari selaku pemegang Promosi Kesehatan Puskesmas Kubu I, dikatakan bahwa jumlah
penderita HIV di wilayan puskesmas kubu lumayan banyak tetapi untuk kunjungan masih
kurang. Sehingga dipandang perlu diadakannya kegiatan ini karena dapat menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai HIV/AIDS meliputi pengertian, penyebab, faktor risiko,
gejala dan tanda, cara penularan dan cara pencegahan. Selain itu, diharapkan penyuluhan ini
dapat membantu dalam pencegahan sejak usia remaja untuk dapat menekan angka morbiditas
khususnya di daerah kubu.
1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan Pelajar SMA Negeri 1 Kubu terhadap
HIV/AIDS.
1.4 MANFAAT
2. Bagi penulis lain yang akan melakukan penelitian selanjutnya berkenaan topik penulis
dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi.
3. Bagi penulis dapat menambahkan ilmu penulis tentang topik penelitian dan
mengembangkan kemampuan dalam bidang penulis.
4. Bagi puskesmas dapat memberikan informasi tambahan untuk pu skesmas
BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIV/AIDS
Salah satu penyakit infeksi yang banyak meresahkan masyarakat di dunia pada
umumnya dan masyarakat Indonesia khususnya karena penyebarannya yang cepat adalah
HIV/AIDS (Nasution, dkk, 2000 dalam Khairatunnisa, 2005).
2.1.1. DEFINISI
Virus ini hanya dapat ditularkan kepada seseorang melalui cairan darah, semen,
cairan vagina, cairan rektal dan ASI dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak.Cairan ini harus
datang dalam kontak dengan membran mukosa atau jaringan yang rusak atau langsung
disuntikan ke dalam aliran darah seperti dari jarum suntik (CDC, 2014).
4. Digigit oleh orang yang terinfeksi HIV. Penularan melibatkan trauma berat dengan
kerusakan jaringan yang luas dan adanya darah. Tidak ada resiko penularan jika kulit
4. Digigit oleh orang yang terinfeksi HIV. Penularan melibatkan trauma berat dengan
kerusakan jaringan yang luas dan adanya darah. Tidak ada resiko penularan jika kulit
tidak rusak.
5. “Oral sex” menggunakan mulut dan proses ejakulasi pada mulut dari orang yang
terinfeksi HIV.
6. Kontak antara kulit rusak, luka atau selaput lendir dan darah yang terinfeksi HIV atau
cairan tubuh darah yang terkontaminasi.
7. “Open- mouth kissing” jika orang dengan HIV memiliki luka atau gusi berdarah.
8. Tato atau “body piercing” jika jarum tidak diganti.
2. Udara
3. Kelompok haemophiliacs
5. Kelompok heteroseksual
Meskipun berbagai sel dapat menjadi target dari HIV, namun ada dua target utama
infeksi HIV yaitu sistem imunitas tubuh dan sistem saraf pusat. Mekanisme utama infeksi
HIV adalah melalui perlekatan selubung glikoprotein virus gp 120 pada molekul CD4.
Partikel HIV yang berikatan dengan molekul CD4 akan kemudiannya masuk ke sel hospes
melalui fusi antara membran virus dengan membran sel hospes dengan bantuan gp 41 yang
terdapat pada permukaan virus (CDC, 2014).
Molekul CD4 banyak terdapat pada sel limfosit T helper, namun sel lain seperti
makrofag dan sel dendritik dapat juga terinfeksi HIV dengan kombinasi virus-antibodi.
Partikel virus yang terinfeksi akan terbentuk pada saat sel limfosit T teraktivasi. Aktivasi sel
T CD4+ akan mengakibatkan aktivasi provirus. Karena protein virus dibentuk dalam sel
hospes, maka membran plasma sel hospes akan disisipi oleh glikoprotein virus yaitu gp 41
dan gp 120. RNA virus dan protein akan membentuk membran dan menggunakan membran
plasma sel hospes yang telah dimodifikasi dengan glikoprotein virus, membentuk selubung
virus dalam proses yang dikenal “budding” (CDC, 2014).
Menurut CDC ( Centre for Disease Control) fase perjalanan infeksi HIV dapat dibagi
kepada tiga tahap yaitu:
3. Tahap AIDS
Ini adalah tahap infeksi HIV yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh rusak dengan
parah dan menjadi rentan terhadap infeksi dan kanker yang berhubungan dengan infeksi yang
disebut infeksi oportunistik oleh karena peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam
sirkulasi sistemik. Ketika jumlah sel CD4 menurun di bawah 200 sel/mm3, maka seseorang
telah memasuki tahapAIDS. Pada seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat,
jumlah CD4 adalah antara 500 dan 1,600 sel/mm3. Selama tahap akhir infeksi HIV ini, orang
yang terinfeksi HIV mungkin memiliki gejala seperti penurunan berat badan yang cepat,
demam berulang atau berkeringat pada malam hari, kelelahan, pembengkakan kelenjar getah
bening yang berkepanjangan di leher, diare yang berlangsung lebih dari seminggu, luka pada
mulut, anus atau alat kelamin, pneumonia dan kehilangan memori, depresi dan gangguan
neurologis lain. Tanpa pengobatan, orang dengan AIDS biasanya dapat bertahan hidup sekitar
3 tahun. Saat menderita infeksi oportunistik yang berbahaya, harapan hidup tanpa pengobatan
jatuh sekitar 1 tahun.
2.1.5 DIAGNOSIS
2.1.5 DIAGNOSIS
Tes antibodi adalah tes HIV yang paling umum untuk mencari antibodi HIV dalam
tubuh. Tes EIA ( Enzyme immunoassay) menggunakan darah, cairan oral atau urin untuk
mendeteksi antibodi HIV. Hasil untuk tes ini dapat mengambil waktu untuk dua minggu
manakala tes antibodi Rapid HIV mengambil masa 10- 20 menit untuk menunjukan hasilnya.
Jika hasil positif diperoleh dari salah satu dari tes tersebut, maka tes Western Blot harus
dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil tersebut. Tes ini membutuhkan waktu selama dua
minggu untuk mengkonfirmasi hasil positif. Tes yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi
HIV pada orang tertentu membutuhkan sensitivitas dan spesifisitas. Di Amerika Serikat, ini
dicapai dengan penggunaan algoritma menggabungkan dua tes untuk antibodi HIV. Jika
antibodi terdeteksi oleh tes awal dengan menggunakan metode ELISA ( enzyme- linked
immunoabsorbent assay), maka tes kedua digunakan dengan prosedur Western bolt untuk
menentukan ukuran antigen dalam test kit yang mengikat dengan antibodi. Kombinasi dari
kedua metode ini adalah sangat akurat (Samant, 2005).
Hasil tes negatif adalah normal tetapi orang dengan infeksi HIV awal atau infeksi HIV
akut sering memiliki hasil tes negatif. Hasil positif pada tes skrining ELISA tidak berarti
bahawa seseorang itu memiliki infeksi HIV. Kondisi tertentu dapat menyebabkan hasil false
positive seperti penyakit Lyme, sifilis dan SLE. Tes Western Bolt positif yang
mengkonfirmasi infeksi HIV. Tes Western Bolt yang negatif berarti tes ELISA adalah tes false
positive. Tes negatif tidak menyingkirkan infeksi HIV karena terdapat periode waktu yang
disebut window period di mana terjadinya infeksi HIV dan munculnya antibodi anti- HIV.
Selama periode ini, antibodi biasanya tidak dapat diukur (AVERT, 2013).
2.1.6 PENATALAKSANAAN
Pengambilan dua atau lebih obat antiretroviral sekali disebut terapi kombinasi.
Pengambilan kombinasi dari tiga atau lebih obat anti-HIV dikenali sebagai Highly Active
Antiretroviral Theraphy ( HART). Dengan pengambilan satu obat sahaja, HIV dengan cepat
akan menjadi resisten terhadap obat tersebut dan kerja obatnya berhenti. Pengambilan dua
atau lebih ART pada saat yang sama akan mengurangi tingkat di mana resistensi berkembang
dan membuat pengobatan lebih efektif dalam jangka panjang. Namun, mereka masih bisa
menularkan virus kepada orang lain ( NIH, 2009). Kombinasi obat pertama yang harus
diberikan adalah terapi lini pertama yang terdiri dari dua obat Nucleoside/ Nucleotide
Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTIs) dan satu obat dari Non-Nucleoside Reverse
diberikan adalah terapi lini pertama yang terdiri dari dua obat Nucleoside/ Nucleotide
Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTIs) dan satu obat dari Non-Nucleoside Reverse
Transcriptase Inhibitors (NNRTIs). Beberapa orang menghadapi kegagalan terapi pada lini
pertama karena terjadinnya resistensi obat terhadap HIV, penyerapan obat yang lemah atau
kombinasi obat yang lemah (AVERT, 2013).
Bagi ART lini kedua, dua NRTI dan satu protease inhibitor (PI) obat digunakan
bersama.ART lini kedua lebih kuat dari ART lini pertama tetapi membutuhkan seseorang
untuk mengambil lebih ARV, pengaturan pola makanan dan kemungkinan memiliki lebih
banyak efek samping. Jika ART lini kedua gagal, maka ART lini ketiga harus digunakan.
Obat yang digunakan pada ART lini ketiga adalah etravirine (ETV), darunavir (DRV) dan
raltegravir (RAL). Akan tetapi, biayanya lebih tinggi dibandingkan ART lini pertama dan lini
kedua yang dapat mengurangi akses di negara miskin (AVERT, 2013).
2.1.7 PENCEGAHAN
Dalam usaha mengurangi infeksi HIV, berbagai kaedah telah diterapkan, salah
satunya adalah kaedah ABCD, yaitu:
a. Abstinence, yaitu menunda atau tidak melakukan kegiatan seksual sebelum menikah.
b. Be faithful, yaitu saling setia kepada pasangannya.
c. Condom, yaitu menggunakan kondom bagi orang yang melakukan perilaku seks
berisiko.
d. Drugs, tidak menggunakan jarum suntik secara bergantian dan tidak secara bersama-
sama dalam penggunaan napza (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010-2011).
WHO memainkan peranan dalam usaha menanggulangi infeksi HIV/ AIDS dengan
berbagai cara. Beberapa langkah yang dianjurkan oleh WHO adalah :
a. Pendidikan kesehatan reprodukasi untuk remaja.
e. Pendidikan agama.
Program strategi pencegahan dan pengurangan risiko HIV/AIDS pada remaja, yaitu:
1. Informasi tentang HIV/AIDS, transmisi dan pencegahan.
3. Informasi untuk membantu remaja menilai sendiri perilaku yang berhubungan dengan
risiko.
2.2 PENGETAHUAN
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan melalui pancaindera manusia,
yakni, penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo 2003).
Pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan menjadi kebiasaan yang baik daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni: (Notoatmodjo 2003)
1. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus
terlebih dahulu
2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus (objek)
3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan buruk sesuatu) hal ini berarti sikap responden
sudah lebih baik lagi.
4. Trial, orang yang telah mulai mencoba perilaku baru
5. Adaptation, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya
terhadap stimulus.
10
11
BAB III
BAB III
METODE
3.1 SASARAN
Sasaran penyuluhan ini adalah perwakilan anggota OSIS, Pramuka dan PMR dari
siswa-siswi SMA Negeri 1 Kubu yang berjumlah 40 orang dengan pertimbangan keterbatasan
tempat yang tidak cukup untuk menampung semua siswa-siswi di satu tempat.
3.2 STRATEGI
Strategi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan tentang HIV/AIDS di SMA Negeri 1 Kubu.
3.2.1 Mempersiapkan ketenagaan
a. Persiapan materi penyuluhan
b. Penguasaan materi penyuluhan
c. Penguasaan cara-cara penyampaian materi
d. Penguasaan dalam pemilihan dan penggunaan media peraga
3.2.2 Pelaksanaan Penyuluhan
a. Perkenalan tim penyuluhan
b. Dilakukan pre-test kepada para siswa sebelum penyuluhan untuk mengetahui
pengetahuan mereka mengenai HIV/AIDS
c. Setelah pre-test, kemudian dilanjutkan dengan penyuluhan oleh tim penyuluh
d. Dilakukan post-test untuk mengukur pengetahuan setelah penyuluhan
3.3 METODE
Penyuluhan akan dilakukan dengan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab.
13
BAB IV
BAB IV
HASIL
Peserta penyuluhan HIV/AIDS hari Senin tanggal 14 Agustus 2017 adalah siswa-
siswi SMAN 1 Kubu berjumlah 40 orang. Yang terdiri dari 20 laki-laki dan 20 perempuan
Peserta terdiri dari pengurus dang anggota Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Palang
Merah Remaja (PMR), Pramuka, perwakilan pengurus kelas X dan XI.
14
Dalam pelaksanaan penelitian ini, peserta yang ikut dalam penelitian berjumlah 40
orang yang terdiri dari 20 siswa perempuan dan 20 siswa laki-laki.
Jumlah total peserta didik di SMAN 1 Kubu yaitu 395 orang dengan jumlah tenaga
pendidik 60 orang. Di SMAN 1 Kubu terdapat 24 rombongan belajar dengan jumlah
jurusan sebanyak 3jurusan yang 144 pelajaran. selain pelajaran akademik, di SMAN 1
Kubu juga terdapat pembelajaran non akademik yang meliputi 9 kegiatan ekstrakurikuler.
Berikut ini merupakan struktur organisasi dari SMAN 1 Kubu.
Pada hari Senin, 14 Agustus 2017 dilakukan koordinasi dengan dr. Dimas Adrianto
selaku pembimbing internsip dan Bapak Nyoman Kari selaku pemegang program promosi
kesehatan di Puskemas Kubu I. Koordinasi yang dilakukan berupa pemilihan topik
penyuluhan, sasaran penyuluhan dan waktu penyuluhan akan dilaksanakan. Setelah
koordinasi, ditetapkan bahwa materi yang akan diangkat adalah HIV/AIDS, bertempat di
SMAN 1 Kubu, waktu sekitar pertengahan bulan Agustus 2017.
Pengangkatan tema HIV/AIDS didasarkan pada program kerja bagian P2M. Penyakit
HIV/AIDS tidak tergolong 10 penyakit menular terbanyak di Puskesmas Kubu 1.
Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Pak Made Rajendra selaku pemegang program
P2M di Puskesmas Banjar I, rendahnya laporan penderita penyakit HIV/AIDS ini berkaitan
dengan rendahnya pengetahuan masyarakat akan penyakit HIV/AIDS. Masyarakat cenderung
memiliki paradigma untuk menutupi penyakit HIV/AIDS yang dideritanya akibat rasa malu
atau takut dikucilkan lingkungannya. Namun karena wilayah kerja Puskesmas kubu I di
daerah pariwisata dapat membawa pengaruh kebudayaan asing yang menganut seks bebas
akan mungkinan untuk terjadi peningkatan angka morbiditas penyakit HIV/AIDS terutama
yang tidak dilaporkan dan tidak diobati hingga stadium lanjut.
15
HIV/AIDS meliputi pengertian, penyebab, faktor risiko, gejala dan tanda, cara penularan,
cara pencegahan.
HIV/AIDS meliputi pengertian, penyebab, faktor risiko, gejala dan tanda, cara penularan,
cara pencegahan.
Pada hari Jumat, 11 Agustus 2017 dilakukan pertemuan dan koordinasi dengan kepala
sekolah SMAN 1 Kubu dan guru yang bertanggung jawab untuk program OSIS. Dikatakan
bahwa penyuluhan kesehatan mengenai HIV/AIDS masih jarang dilakukan, sehingga acara
penyuluhan ini dipandang sebagai ide yang baik untuk menambah wawasan dan kesadaran
para siswa-siswi SMAN 1 Kubu tentang HIV/AIDS. Berdasarkan koordinasi yang telah
dilakukan, maka disepakati waktu penyuluhan yaitu pada hari Senin, 14 Agustus 2017 pukul
09.00-11.00 WITA. Peserta penyuluhan diperkirakan 40 orang yang terdiri dari pengurus
OSIS, anggota PMR, anggota pramuka dan pengurus perwakilan kelas X dan XI. Sebagai
persiapan materi yang akan disampaikan dibuat dalam bentuk power point sebagai media
penyuluhan.
Pada hari pelaksanaan penyuluhan, kami datang sekitar pukul 08.30 WITA. Setelah
tiba di tempat penyuluhan kami diterima oleh Bapak I Nyoman Diarsa, spd, Mpd selaku
kepala sekolah dan Bapak Wayan sebagai guru koordinator pada acara penyuluhan ini.
Dengan bantuan beliau kami mempersiapkan tempat penyuluhan di laboratorium Fisika
SMAN 1 Kubu dan mengumpulkan siswa-siswi peserta penyuluhan.
Pada pukul 09.00 WITA acara dibuka oleh pak nyoman kari sebagai perwakilan
puskesmas Kubu I. Acara diawali pengisian informed consent yang menyatakan persetujuan
peserta terhadap pemyuluhan HIV/AIDS. Dilanjutkan pretest selama 10 menit untuk
mengetahui tingkat pengetahuan dasar peserta mengenai HIV/AIDS. Peserta juga diminta
mengisi daftar hadir yang telah disediakan dan didapatkan jumlah kehadiran 40 orang.
Setelah itu, kegiatan dilanjutkan dengan pemberian materi dengan media power point
yang berlangsung sekitar 40 menit. Kemudian penulis mempersilahkan peserta mengajukan
pertanyaan dengan mengangkat tangan lebih dahulu. Peserta sangat antusias bertanya
mengenai materi HIV/AIDS. Beberapa pertanyaan yang diajukan antara lain :
16
5. Apakah bisa orang dengan HIV (+) menikah dengan HIV (+) mempunyai anak HIV (-)
?
5. Apakah bisa orang dengan HIV (+) menikah dengan HIV (+) mempunyai anak HIV (-)
?
6. Mengapa HIV/AIDS tidak dapat menyebar melalui nyamuk meskipun nyamuk
menghisap darah pasien HIV/AIDS sebelumnya?
7. Apa yang harus saya lakukan kalau saya curiga teman atau keluarga ada yang menderita
HIV/AIDS?
8. Bagaimana kita menditeksi orang yang terkena HIV pada Stadium awal ?
17
5. Sesi tanya jawab Pertama 10.00 s.d. Dokter Internsip 3 orang pertama
10.20
6. Sesi tanya jawab Kedua 10.20 s.d. Dokter Internsip 3 orang kedua
10.40
7. Sesi Tanya jawab ketiga 10.40 s.d. Dokter Internsip 2 orang ketiga
10.50
Laki-laki 20 50%
Perempuan 20 50%
Total 40 100%
18
laki-laki
Perempuan
Dari tabel dan diagram di atas dapat diketahui bahwa dari 40 peserta yang diteliti,
perbandingan jenis kelamin peserta yaitu 20 orang laki-laki (50%) dan 20 orang perempuan
(50%).
19
33% 25%
42%
Dari tabel dan diagram di atas dapat diketahui bahwa dari 40 peserta yang diteliti,
pada hasil tingkat pengetahuan sebelum diberikan penyuluhan HIV/AIDS didapatkan 10
orang (25%) memiliki pengetahuan tinggi, 17 orang (42%) memiliki pengetahuan sedang dan
13 orang (32%) memiliki pengetahuan rendah.
20
8%
17%
75%
Dari tabel dan diagram di atas dapat diketahui bahwa dari 40 peserta yang diteliti,
pada hasil tingkat pengetahuan sesudah diberikan penyuluhan HIV/AIDS didapatkan 30
orang (75%) memiliki pengetahuan tinggi, 7 orang (17,5%) memiliki pengetahuan sedang
dan 3 orang (7,5%) memiliki pengetahuan rendah.
21
BAB V
DISKUSI
BAB V
DISKUSI
Pihak SMAN 1 kubu dan pihak Puskesmas kubu I memberikan dukungan penuh
terhadap kegiatan penyuluhan yang penulis laksanakan. Pihak SMAN 1 Kubu bersedia
membantu memfasilitasi sarana yang penulis butuhkan dalam penyuluhan berupa tempat
penyuluhan (Laboratorium Biologi), sound system, LCD Monitor, dan membantu dalam
mengumpulkan peserta yang akan menghadiri penyuluhan. Target peserta yang mengikuti
penyuluhan sebanyak 40 orang yang dapat terpenuhi. Waktu pelaksanaan sesuai dengan
jadwal yang sudah direncanakan.
22
33% 25%
42%
8%
17%
75%
23
5.4 HAMBATAN
Dalam pelaksanaan mini project ini, hambatan yang ditemui adalah berbenturan
dengan jam pelajaran disekolah, tetapi peserta sudah mencapai harapan dengan jumlah laki-
laki 20 orang dan perempuan 20 orang, Selain itu penjaringan untuk HIV/AIDS dari
Puskesmas Kubu I untuk para siswa-siswi SMAN 1 Kubu tidak dilakukan karena masih
merupakan hal yang tabu di masyarakat sehingga hanya ditekankan pada tindakan preventif
berupa penyuluhan.
5.5 MANFAAT
Penyuluhan HIV/AIDS ini diharapkan dapat memberikan manfaat tidak saja bagi
peserta penyuluhan tapi juga bagi pemberi materi. Bagi pemberi materi, kegiatan ini dapat
memberikan pengalaman berinteraksi dengan remaja. Selain itu pemberi materi dapat belajar
menyampaikan informasi yang benar dan dapat dipercaya dihadapan masyarakat khususnya
remaja.
Bagi peserta yang mengikuti penyuluhan HIV/AIDS ini yaitu siswa-siswi SMAN 1
Kubu, diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan tentang Infeksi Penyakit Menular
Seksual khususnya HIV/AIDS. Peserta menyebarkan informasi yang telah didapat kepada
teman sepergaulan, keluarga, maupun masyarakat di lingkungannnya. Pada akhirnya
mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas akibat HIV/AIDS.
24
BAB VI
6.1 KESIMPULAN
6.1.1 Pelaksanaan mini project berupa penyuluhan tentang HIV/AIDS yang direncanakan
telah dapat direalisasikan dengan baik.
6.1.2 Terjadi peningkatan pengetahuan yang signifikan dari para siswa-siswi SMAN 1 Kubu
yang mengikuti penyuluhan tentang HIV/AIDS, yaitu dinilai dari peningkatan skor
post-test jika dibandingkan dengan pre-test.
6.2 SARAN
6.2.1 Para siswa-siswi SMAN 1 Kubu diharapkan menerapkan pencegahan HIV/AIDS dalam
kehidupan bermasyarakat serta berbagi informasi di lingkungan sekitarnya mengenai
materi yang didapatkan dari penyuluhan yang ini.
6.2.2 Puskesmas Kubu I hendaknya lebih pro-aktif dalam memberikan penyuluhan mengenai
HIV/AIDS kepada kalangan remaja, khususnya siswa didik di Sekolah Menengah
Pertama maupun Sekolah Menengah Atas yang belum mendapatkan penyuluhan ini,
dan juga memberikan penyuluhan ke wilayah dengan risiko tinggi HIV/AIDS
misalnya kawasan wisata dimana banyak pekerja seksual untuk menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas HIV/AIDS di wilayah kerja.
25
Nama : Kelas :
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Nasronudin. 2007. HIV dan AIDS Pendekatan Biologi molekuler klinis dan sosial.
Surabaya : Airlangga University press.
2. Dinas Kesehatan kabupaten karangasem. Data kasus HIV-AIDS kabupaten
karangasem. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan republik Indonesia.
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013. Situasi dan Analisis HIV-AIDS .
Pusat data dan informasi kementrian kesehatan Republik Indonesia.
4. Djorban, Zubairi. 2000. Membidik AIDS Ikhitsar memahami HIV dan ODHA.
Yogyakarta: galang press
5. Rustamiji.2000. memahami HIV- AIDS dan ODHA. Yogyakarta : Galang press
6. Nasution, Rizal H, dkk. 2000. AIDS kita bisa kena kita bisa cegah. Jakarta : Monora
7. Brashers, Valentina L. 2008. Patofisiologi HIV –AIDS. Jakarta : EGC
8. Nursalam, M Nurs. 2007. HIV AIDS dan paradigm di masyarakat. Jakarta ;
University press
9. Center for Disease Control and Prevention CDC,2014 . About HIV AIDS http //
www.cdc.gov/hiv/basic/whatisHIV.html diakses: agustus 2017
10. Kumarrasamy N, Venkatesh KK, Srikrishnan AK, Prasad L, Balakrisnan P , et al.
2010. Risk Factor for HIV Transmision among heterosexual discordant couple in
south india . HIV medicine. 178-186
11. AVERT.2013. What is AIDS available from: Http//www.avert.org/aids.htm. ( accesed
8 agustus 2017.
12. Soetjaningsih. 2004. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya . Jakarta : Pt
Sagung seto
13. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. 2011. Rangkuman Eksekutif Upaya
Penanggulangan HIV-AIDS di Indonesia. Jakarta : KPA Nasional.
14. Notoadmojo Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Rineka Cipta :
Jakarta.
27
28