Anda di halaman 1dari 22

17

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT
MINI PROJECT

Oleh :
Tania Savitri, dr.
Zulhida Yuni, dr.
Widya Ainun Nisa, dr.
Ricky Rachmano Fitrawan, dr.
Yoyok Sugiono, dr.

Pembimbing :
Wahyu Widarti, dr.
Wahana :
PuskesmasKalitidu

PUSKESMAS KALITIDU
DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOJONEGORO
2016

18
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


HIV/AIDS telah menjadi salah satu masalah kesehatan serius di abad ke-20.
UNAIDS (2004) menyebutkan bahwa saat ini di dunia terjadi peningkatan jumlah
orang dengan HIV/AIDS dari 36,6 juta orang pada tahun 2002 menjadi 39,4 juta
orang pada tahun 2004. Sedangkan di Asia diperkirakan mencapai 8,2 juta orang
dengan HIV/AIDS (Kesrepro, 2007).
Perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia pun memperlihatkan peningkatan
yang semakin pesat. Kasus HIV/AIDS di Indonesia ditemukan pertama kali pada
tahun 1987 dan jumlah kasus AIDS sampai dengan Maret 2011 adalah 10,62 per
100.000 penduduk (berdasarkan data BPS 2009, jumlah penduduk Indonesia
230.632.700 jiwa). Secara kumulatif, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sampai
Maret 2011 sebanyak 24.482 kasus yang tersebar di 300 Kabupaten/Kota di 32
provinsi (Depkes, 2011).
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL)
Kementerian Kesehatan RI menyebutkan bahwa dimulai dari Januari hingga
Maret 2011, jumlah pengidap AIDS baru yang dilaporkan mengalami peningkatan
yakni menjadi 351 kasus dari 27 Kabupaten/Kota di 12 provinsi. Persentase kasus
HIV/AIDS berdasarkan cara penularannya dibagi menjadi heteroseksual (53,1%),
disusul Pengguna NAPZA Suntik (Penasun) (37,9%), Lelaki Seks Lelaki (LSL)
(3,0%), perinatal atau dari ibu pengidap kepada bayinya (2,6%), transfusi darah
(0,2%),

dan

tidak

diketahui

(3,2%).

Proporsi

kasus

AIDS

tertinggi

diidentifikasipada kelompok umur 20-29 tahun (47,2%), disusul kelompok umur


30-39 tahun(31,3%), dan kelompok umur 40-49 tahun (9,5%). Kasus AIDS
terbanyakdilaporkan dari DKI Jakarta, disusul Jawa Timur, Jawa Barat, Papua,
Bali,Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan
DIY(Depkes, 2011).

19
Jawa Timur menempati peringkat kedua dengan jumlah infeksi HIV tertinggi seIndonesia yang dilaporkan selama tahun 1987-2014, yaitu 19.249 kasus. Jawa
Timur juga menempati peringkat kedua dengan jumlah kumulatif AIDS terbanyak
se-Indonesia yang dilaporkan selama tahun 1987-2014, yaitu 8.976 kasus (Ditjen
PP & PL, Kemenkes RI, 2014).
Kasus HIV/AIDS pada remaja di Indonesia setiap tahun pun perlu mendapatkan
perhatian. Proporsi kasus AIDS tertinggi dalam laporan triwulan pertama
tahun2011 dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (47,2%), dimana
padakelompok umur tersebut, sebagian masuk pada kelompok remaja (15-24
tahun)(Bekti, 2010).
Hasil survei BKKBN menyebutkan bahwa karakteristik umur klienpotensial yang
rawan tertular HIV/AIDS terbanyak adalah kelompok remaja yaitu31% yang
terdiri 7% berumur di bawah 20 tahun dan 24% berumur antara 20-24tahun.
Koordinator Kampanye Yayasan AIDS Indonesia menyebutkan bahwaremaja
merupakan populasi yang paling berisiko terkena HIV/AIDS karenaremaja
menjadi sasaran empuk untuk menjadi konsumen pelanggan narkotika danindustri
seks (Kompas, 2009).
Remaja merupakan kelompok yang rentan terhadap IMS (Infeksi Menular
Seksual) dengan jumlah terbesar mengidap HIV/AIDS. Masa remaja sangat
eratkaitannya dengan perkembangan psikis pada periode pubertas dan diiringi
denganperkembangan seksual. Remaja juga mengalami perubahan yang
mencakupperubahan fisik dan emosional yang kemudian tercermin dalam sikap
danperilaku. Kondisi ini menyebabkan remaja menjadi rentan terhadap
masalahperilaku berisiko dalam penularan HIV/AIDS (Soetjiningsih (ed), 2004).
Kasus

HIV/AIDS

pada

remaja

tidak

terlepas

dari

perkembangan

globalisasi.Perkembangan globalisasi mengakibatkan adanya perubahan sosial dan


gayahidup remaja saat ini terutama di daerah perkotaan. Kusuma (2010)
menyebutkanbahwa remaja di daerah perkotaan cenderung melakukan perilaku
berisiko sepertihubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan, hubungan seks
pranikah, sertapenyalahgunaan narkoba. Gaya hidup seperti ini membahayakan

20
kesehatanreproduksi terutama kemungkinan terjadinya penularan penyakit
menular seksualtermasuk HIV/AIDS pada pasangannya (Kusuma, 2010).
Upaya untuk meningkatkan pengetahuan akan gaya hidup yang berisiko sudah
dilakukan. Pada Riskesdas 2010, pemerintah mengumpulkan data tentang
pengetahuan HIV/AIDS pada responden usia 15 tahun ke atas di 33 propinsi.
Sebanyak 21,6% responden berusia 15 24 tahun. Terdapat 57,5% responden di
Indonesia dan 53,5% responden di Jawa Timur yang pernah mendengar
HIV/AIDS. Di Indonesia sendiri, sebanyak 46,6% responden tahu mengenai cara
penularan melalui transfusi darah, 51,4% tahu mengenai penularan melalui
penggunaan jarum suntik, dan 53,6% tahu mengenai cara penularan melalui
hubungan seksual (Riskesdas, 2010).
Namun hanya sedikit sekali penduduk di Indonesia yang mengetahui mengenai
penularan HIV dari ibu ke anak (38,1% tahu penularan selama kehamilan, 39,0%
tahu penularan saat persalinan, dan 37,4% tahu penularaan saat menyusui). Dan
ternyata, persentase penduduk dengan persepsi benar tentang cara penularan HIV
masih rendah (23,5%-35,6%). Sebagian besar penduduk masih menganggap HIV
dapat menular dengan membeli sayuran segar dari penjual yang terinfeksi HIV,
makan sepiring dengan penderita AIDS, makan makanan yang disiapkan oleh
ODHA, dan melalui gigitan nyamuk. Di Jawa Timur sendiri, angka-angka tersebut
tidak jauh berbeda dengan presentase di Indonesia (Riskesdas, 2010).

21
1.2 Masalah Penelitian
Jawa Timur secara konsisten selalu menempati peringkat kedua dengan kasus HIV
dan AIDS se-Indonesia. Selain itu, kasus HIV/AIDS pada remaja cukup tinggi.
Hal ini dikarenakan remaja dianggap sebagai kelompok yang rentan terhadap IMS
dan penyalahgunaan narkoba akibat gaya hidup yang berisiko. Meskipun
presentase penduduk dengan pengetahuan akan HIV/AIDS sudah cukup tinggi,
namun kasus infeksi masih cukup tinggi dan ternyata masih terdapat persepsi
yang salah.
Oleh karena itu, peneliti merasa perlu adanya pengukuran mengenai pengetahuan
siswa-siswi setingkat SMA/MA di Jawa Timur dan peningkatan pengetahuan
mengenai HIV/AIDS sebagai upaya menurunkan penularan HIV/AIDS sekaligus
meluruskan persepsi yang masih salah melalui penyuluhan HIV/AIDS.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengukur tingkat pengetahuan HIV/AIDS
siswa-siswi setingkat SMA/MA di Jawa Timur.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu:
a. Mengukur

tingkat

pengetahuan

HIV/AIDS

siswa-siswi

setingkat

SMA/MA di Kabupaten Bojonegoro sebelum penyuluhan HIV/AIDS


diberikan.
b. Mengukur

tingkat

pengetahuan

HIV/AIDS

siswa-siswi

setingkat

SMA/MA di Kabupaten Bojonegoro setelah penyuluhan HIV/AIDS


diberikan
c. Melihat perubahan tingkat pengetahuan HIV/AIDS siswa-siswi setingkat
SMA/MA di Kabupaten Bojonegoro setelah penyuluhan HIV/AIDS
diberikan.

1.4 Manfaat Penelitian

22
1.4.1 Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat
bagibanyak pihak seperti pemberi pelayanan kesehatan, keluarga, dan
masyarakat.Bagi pemberi pelayanan kesehatan, penelitian ini dapat menjadi acuan
dalammenyusun strategi promosi kesehatan mengenai HIV/AIDS khususnya
padaremaja. Hasil penelitian ini juga memberi wacana bagi keluarga dan
masyarakattentang hubungan tingkat pengetahuan HIV/AIDS dan sikap remaja
terhadapperilaku seksual sehingga keluarga dan masyarakat diharapkan mampu
menjadipanutan dalam membentuk sikap remaja terhadap perilaku seksual
pranikah.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data atau masukan bagi
institusipendidikan untuk lebih memperhatikan pengetahuan siswa tentang
HIV/AIDS danmeningkatkan bimbingan serta konseling dari guru mengenai
perilaku seksualpranikah yang tidak berisiko kepada siswa. Hasil penelitian ini
juga diharapkandapat mengarahkan institusi pendidikan untuk mengembangkan
kurikulummengenai kesehatan reproduksi termasuk materi tentang HIV/AIDS
danpencegahannya melalui perilaku seksual pranikah remaja yang tidak berisiko.
1.4.3 Manfaat Metodologis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan data dasar bagi
penelitianselanjutnya tentang hubungan tingkat pengetahuan HIV/AIDS.

23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIV/AIDS
HIV/AIDS merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia. Jumlah kasus HIV mengalami peningkatan yang cukup signifikan
beberapa tahun terakhir. Hal ini membuat peneliti berkeinginan untuk melakukan
penelitian terkait dengan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS. Pada subbab
ini, peneliti akan menguraikan tentang sejarah HIV/AIDS, pathogenesis, transmisi
dan cara penularan, tanda dan gejala, serta pencegahan.

2.1.1 Sejarah
Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Meskipun demikian,
dari beberapa literatur sebelumnya ditemukan kasus yang cocok dengan definisi
surveilans AIDS pada tahun 1950 dan 1960-an di Amerika Serikat. Kasus AIDS
pertama di Indonesia dilaporkan secara resmi oleh Departemen Kesehatan tahun
1987 yaitu pada seorang wisatawan laki-laki asing warga negara Belanda di Bali.
Kasus kedua infeksi HIV ditemukan pada bulan Maret 1986 di RS Cipto
Mangunkusumo. Penderitanya adalah pasien hemophilia dan termasuk jenis
nonprogressor,artinya kondisi kesehatan dan kekebalannya cukup baik selama 17
tahun tanpa pengobatan, dan sudah dikonfirmasi dengan Western Blot, sertamasih
berobat jalan di RSUPN Cipto Mangunkusumo pada tahun 2002 (Sudoyo etal.,
2006). Kasus ketiga adalah seorang pria Indonesia yang meninggal pada
bulanJuni 1988 di Denpasar (Wartono, Chanif, Maryati, dan Subandrio, 1999).

2.1.2 Patogenesis
Acquired Imunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah penyakit pada manusia
yangmenyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
HumanImunodeficiency Virus (HIV). Penyebab AIDS adalah HIV yang

24
merupakanretrovirus RNA berselubung mengandung enzim reverse transcriptase.
HIV akanmenyerang sel-sel darah putih jika HIV masuk ke dalam peredaran
darahseseorang. Sel darah putih akan mengalami kerusakan yang berdampak
padamelemahnya

kekebalan

tubuh

seseorang.

HIV/AIDS

kemudian

akanmenimbulkan terjadinya infeksi opportunistik. Lesi fundamental pada AIDS


ialahinfeksi limfosit T helper (CD4+) oleh HIV yang mengakibatkan
berkurangnya selCD4+ dengan konsekuensi kegagalan fungsi imunitas (Smeltzer,
2001).
RNA inti HIV berselubung dua lapis fosfolipid, diketahui mengkode
glikoproteinvirus (gp 120 dan gp 41). Sel target spesifik HIV ialah limfosit T
helper (CD4+),meskipun dapat pula menginfeksi sel lain seperti limfosit B,
makrofag, sel glia,dan sel epitel intestinal. Mekanisme HIV merusak limfosit T
terkait dengan reaksipenggabungan glikoprotein selubung gp120 dan molekul
CD4 pada permukaansel. Suatu penggabungan mandiri, bila terjadi merata akan
merusak plasmamembran dan akhirnya mengakibatkan kematian sel. Pengrusakan
limfosit Thelper (CD4+) oleh HIV-1 merupakan penghancuran inti sistem
imunitas, seluruhelemen sistem imun tidak berfungsi, termasuk sel T, sel B, sel
NK, dan monositatau makrofag (Ngudi, Muryani, Nuraini, & Ritianawati, 2010).

2.1.3 Transmisi dan Cara Penularan


HIV hanya dapat ditemukan di darah, cairan mani, cairan vagina, dan air susu ibu
(ASI). Wartono, Chanif, Maryati, dan Subandrio (1999) menyebutkan
bahwapenularan hanya terjadi jika ada salah satu cairan tersebut yang telah
tercemarHIV masuk ke dalam aliran darah seseorang. HIV dapat ditularkan
melaluibeberapa cara, antara lain:
a. Mendapatkan tranfusi darah yang tercemar HIV
b. Menggunakan jarum dan alat pemotong atau pelubang misalnya
jarumsuntik, tindik, tato atau alat lain yang dapat menimbulkan luka yang
telahtercemar HIV secara bersama-sama dan tidak disterilkan. Virus
mencemarijarum dan masuk ke dalam aliran darah pemakai jarum
berikutnya.
c. Transplantasi organ atau jaringan yang terinfeksi HIV

25
d. Hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang terinfeksi
HIVdapat terjadi pada heteroseksual maupun homoseksual. Pada
homoseksualpria,

anal

intercourse

meningkatkankemungkinan

pada

atau

mukosa

anal

manipulation

rektum

dan

akan

selanjutnya

memperbesar peluanguntuk terkena virus HIV lewat sekret tubuh


(Smeltzer, 2001). Peningkatanfrekuensi praktik dan hubungan seksual ini
dengan partner yang bergantian juga turut menyebarkan penyakit ini. Pada
heteroseksual, cairan yangmengandung HIV dapat masuk ke dalam aliran
darah melalui luka-lukayang terjadi maupun melalui membran mukosa
saluran kencing dan vagina.Penularan dapat terjadi dalam satu kali
hubungan seks secara tidak amandengan orang yang terinfeksi HIV.
e. Penularan dari ibu ke anaknya sewaktu kehamilan, persalinan,
maupunmenyusui.Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan pada
bayi yangdikandungnya sebelum, sewaktu, dan sesudah kelahiran.
Penularan sewaktukehamilan terjadi melalui darah di plasenta. Risiko
utama penularan dari ibuke anak terjadi saat proses melahirkan. Pada
proses melahirkan terjadikontak darah ibu dan bayi sehingga virus HIV
dapat masuk ke tubuh bayi.Data dari USAID menunjukkan bahwa ibu
dengan HIV positif tanpapengobatan akan melahirkan 5-10% bayi dengan
HIV positif dan penularan10-20% terjadi ketika hamil dan melahirkan
(Mukandavire & Garira, 2007).Ibu yang terinfeksi HIV juga menghasilkan
air susu ibu (ASI) yangmengandung virus HIV yang dapat menginfeksi
bayi. Pemberian ASI inimeningkatkan risiko penularan sekitar 10-15%
(Komisi PenanggulanganAIDS, 2011).
HIV tidak ditularkan melalui cairan tubuh lain seperti air mata, liur, keringat,
airseni, tinja; kontak pribadi seperti ciuman di bibir, pelukan, berjabat tangan;
kontaksosial sehari-hari misalnya sewaktu kerja, di sekolah, bioskop, restoran,
dansauna; air atau udara misalnya bersin, batuk, berenang di kolam bersama
pengidapHIV; barang-barang seperti pakaian, telepon, dudukan toilet, handuk,
selimut,sabun; dan serangga misalnya gigitan nyamuk atau serangga lainnya
(Santrock,2003).

26
2.1.4 Tanda dan Gejala
Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala apapun,dapat
terlihat sehat dari luar dan biasanya tidak mengetahui bahwa dirinya
sudahterinfeksi HIV (Komisi Penanggulangan AIDS, 2011). Orang tersebut
akanmenjadi pembawa dan penular HIV kepada orang lain. Wartono, Chanif,
Maryati,dan Subandrio (1999) membagi kelompok orang-orang tanpa gejala ini
menjadi 2kelompok, yaitu:
a. Kelompok yang sudah terinfeksi HIV tetapi tanpa gejala dan tes
darahnyanegatif. Pada tahap dini ini, antibodi terhadap HIV belum
terbentuk. Waktuantara masuknya HIV ke dalam peredaran darah dan
terbentuknya antiboditerhadap HIV disebut windowed period. Periode
ini memerlukan waktuantara 15 hari sampai 3 bulan setelah terinfeksi HIV.
b. Kelompok yang sudah terinfeksi HIV tanpa gejala tetapi tes darah
positif.Keadaan tanpa gejala seperti ini dapat berjalan lama sampai 5 tahun
ataulebih.Gejala awal infeksi HIV sama dengan gejala serangan penyakit
yang disebabkanoleh virus, seperti: demam tinggi, malaise, flu, radang
tenggorokan, sakit kepala,nyeri perut, pegal-pegal, sangat lelah dan terasa
meriang. Setelah beberapa harisampai dengan sekitar 2 (dua) minggu
kemudian gejalanya hilang dan masuk kefase laten (fase tenang disebut
juga fase inkubasi). Beberapa tahun sampai dengansekitar 10 (sepuluh)
tahun kemudian baru muncul tanda dan gejala sebagaipenderita AIDS
(Komisi Penanggulangan AIDS, 2011).
Tanda dan gejala AIDS yang utama di antaranya: diare kronis yang tidak
jelaspenyebabnya yang berlangsung sampai berbulan-bulan berat badan
menurundrastis, dan demam tinggi lebih dari 1 bulan. AIDS juga memiliki gejala
tambahanberupa infeksi yang tidak kunjung sembuh pada mulut dan
kerongkongan;kelainan kulit dan iritasi (gatal); pembesaran kelenjar getah bening
di seluruhtubuh seperti di bawah telinga, leher, ketiak dan lipatan paha;
batukberkepanjangan lebih dari 1 bulan; pucat dan lemah; gusi sering berdarah;
danberkeringat waktu malam hari (Komisi Penanggulangan AIDS, 2011).

27
2.1.5 Pencegahan
Pencegahan HIV/AIDS berdasarkan sumber dari Komisi Penanggulangan
AIDS(2011), dapat dilakukan melalui upaya sebagai berikut:
a. Pencegahan

dalam

hubungan

seksual

dapat

dilakukan

dengan

mengadakanhubungan seksual dengan jumlah pasangan yang terbatas,


memilih pasanganseksual yang mempunyai risiko rendah terhadap infeksi
HIV, danmempraktikkan seks yang aman yakni menggunakan kondom
secara

tepatdan

konsisten

selama

melakukan

(KomisiPenanggulangan AIDS, 2011).


b. Pencegahan penularan melalui darah

dapat

hubungan

seksual

dilakukan

dengan

menghindaritranfusi darah yang tidak jelas asalnya, sebaiknya dilakukan


skrining setiapdonor darah yang akan menyumbangkan darahnya dengan
memeriksa darahtersebut terhadap antibodi HIV. Selain itu, hindari
pemakaian jarum bersamaseperti jarum suntik, tindik, tato atau alat lain
yang dapat melukai kulit.Penggunaan alat suntik dalam sistem pelayanan
kesehatan juga perlumendapatkan pengawasan ketat agar setiap alat suntik
dan alat lainnya yangdipergunakan selalu dalam keadaan steril. Petugas
kesehatan yang merawatpenderita AIDS hendaknya mengikuti universal
precaution. Semua petugaskesehatan diharapkan berhati-hati dan waspada
untuk mencegah terjadinyaluka yang disebabkan oleh jarum, pisau bedah,
dan peralatan yang tajam(Komisi Penanggulangan AIDS, 2011).
c. Pencegahan penularan dari ibu ke anak dapat dilakukan melalui tiga
caraantara lain sewaktu hamil dengan mengkonsumsi obat antiretroviral
(ARV),saat persalinan dengan menggunakan prosedur operasi caesar, dan
saatmenyusui menghindari pemberian ASI yakni dengan memberikan
susuformula (Komisi Penanggulangan AIDS, 2011).

2.2 Pengetahuan tentang HIV/AIDS


Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakanseseorang (Notoatmodjo, 2007). Seseorang mendapatkan fakta dan

28
informasi barudengan menggunakan pengetahuan. Dalam subbab ini, peneliti
akan menguraikanmengenai definisi pengetahuan, tingkat pengetahuan, dan
faktor-faktor

yangmempengaruhi

pengetahuan.Pengetahuan

adalah

hasil

penginderaan manusia atau hasil tahu seseorangterhadap objek melalui indera


yang dimilikinya (Notoatmodjo, 2005). MenurutTalbot (1995) pengetahuan adalah
informasi

dan

penemuan

adalah

proses

kreatifuntuk

mempertahankan

pengetahuan baru (Potter & Perry, 2005). Manusiamendapatkan ilmu pengetahuan


dengan berbagai cara, yaitu dengan caratradisional, bertanya pada orang yang ahli,
dari pengalaman, setelahmenyelesaikan masalah dan berfikir kritis (Potter &
Perry, 2005). Notoatmodjo(2003) menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan
domain yang pentingterhadap terbentuknya sikap seseorang karena pengetahuan
dapat menjadi acuanbagi seseorang untuk bersikap terhadap sesuatu. Berdasarkan
penjelasan di atasdapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan informasi
berupa hasilpenginderaan manusia yang diperoleh dari proses belajar selama
kehidupannya,yang menjadi acuan dalam pembentukan sikap seseorang.
Notoatmodjo (2003) menyatakan pengetahuan yang dicakup di dalam
domainkognitif mempunyai 6 (enam) tingkat, yaitu: tahu (know) sebagai
bentukpengingatan terhadap suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
setelahmengamati sesuatu sehingga merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah;memahami (comprehension) sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secarabenar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi
tersebutsecara

benar;

aplikasi

(application)

sebagai

kemampuan

untuk

menggunakanmateri yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya;


analisis(analysis) sebagai suatu kemampuan untuk mengaitkan ide yang satu
dengan yanglain dengan cara yang benar serta mampu memisahkan informasi
yang pentingdari informasi yang tidak penting; sintesis (synthesis) sebagai suatu
kemampuanuntuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah
ada; danevaluasi (evaluation) sebagai suatu kemampuan untuk melakukan
justifikasi ataupenilaian terhadap suatu objek atau materi berdasarkan kriteriakriteria yang telahada.
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang dapatdipengaruhi
oleh beberapa faktor. Widianti et al. (2007) mennyebutkan bahwafaktor yang

29
mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain pengalaman,tingkat pendidikan,
keyakinan, fasilitas, penghasilan, dan sosial (Ngudi, Muryani,Nuraini, &
Ritianawati, 2010). Semakin banyak pengalaman seseorang yangdiperoleh dari
pengalaman sendiri maupun orang lain yang ada di sekitarnyasemakin luas pula
pengetahuan orang tersebut. Seseorang yang berpendidikanlebih tinggi akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan denganseseorang yang
tingkat pendidikannya lebih rendah. Keyakinan yang diperolehsecara turuntemurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu juga dapatmempengaruhi
pengetahuan seseorang. Semakin banyak fasilitas-fasilitas sebagaisumber
infromasi seperti radio, televisi, majalah, koran, dan buku maka semakinbanyak
pula pengetahuan yang didapat. Seseorang yang berpenghasilan cukupbesar akan
mampu menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasiyang dapat
menambah pengetahuan. Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalamkeluarga juga
dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang.
Merakou et al. (2002) menyebutkan bahwa jenis kelamin, usia, bidang ilmu
disekolah,

dan

jumlah

sumber

informasi

merupakan

faktor

yang

mempengaruhipengetahuan tentang HIV/AIDS pada remaja (Dewi, 2008).


Menurut Iskandar etal. (1996), kurangnya pelayanan kesehatan reproduksi bagi
wanita menyebabkanketidaktahuan wanita tentang faktor biologi dari organ
reproduksi dalamhubungannya dengan praktik seksual dan hal ini juga yang
menyebabkan wanitalebih rentan terkena HIV (Dewi, 2008). Hasil penelitian di
Amerika menunjukkanbahwa remaja kelas X, XI, dan XII (15-17 tahun) memiliki
pengetahuan lebihbanyak tentang HIV/AIDS dibandingkan remaja kelas IX (14
tahun) yang berusialebih muda dari mereka (Anderson et al., 1990). Tingkat
pengetahuan pada pelajarbidang ilmu IPA akan lebih tinggi karena banyak
terpapar informasi tentangbiologi dan organ reproduksi dibandingkan dengan
pelajar bidang ilmu IPS(Dewi, 2008). Penelitian yang dilakukan terhadap remaja
berusia 15-24 tahun diEthiopia menujukkan bahwa pelajar wanita yang lebih
terpapar berbagai bentuk
media seperti radio, majalah, dan televisi lebih memilih menggunakan
kondomsaat berhubungan seksual untuk mengurangi risiko HIV/AIDS (Wouhabe,
2007).

Berbagai

penelitian

tentang

30
faktor yang

mempengaruhi

pengetahuan

terhadapsikap seseorang telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh


Adaji,Warenius, Ongany, Faxelid, (2010) menyebutkan bahwa perbedaan jenis
kelaminberpengaruh pada sikap terhadap perilaku seksual. Penelitian lain yang
dilakukanoleh Ahrold dan Meston (2010) menunjukkan bahwa perbedaan
etnikberpengaruh terhadap sikap mahasiswa di Amerika. Hasil penelitian
menyebutkanbahwa orang Asia memiliki sikap yang lebih konservatif pada
homoseksualitasdan casual sex misalnya hubungan seksual boleh dilakukan tanpa
disertai rasacinta dibandingkan dengan orang Hispanik atau Eropa-Amerika.
Status sosialekonomi juga dapat mempengaruhi sikap. Hasil penelitian Shiferaw
et al. (2011)menunjukkan bahwa responden dengan status sosial ekonomi yang
tinggimemiliki sikap yang negatif terhadap HIV/AIDS dan penyakit menular
seksuallainnya.

31
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain yang dipakai pada penelitian ini adalah studi potonglintang (crosssectional) yang bertujuan untuk mengetahui propor sitingka tpengetahuan
HIV/AIDS pada siswa-siswi setingkat SMA/MA. Tingkat pengetahuan HIV/AIDS
akan

diukur

dengan

pengetahuandianggapbaikbilaskor

menggunakan
yang

berhubungandengantingkatpengetahuan
pendapatan

kuesioner.

dicapai>18,75.Faktor-faktor
HIV/AIDS

Tingkat
yang

sepertijeniskelamin,

orang

tua,

danriwayatpendidikanseksualjugadiukurdenganmenggunakankuesioner.
Untukmengetahuiperbedaantingkatpengetahuan HIV/AIDS setelahpenyuluhan,
pengukurantingkatpengetahuandilakukansebelumdansesudahpenyuluhan
HIV/AIDS yang diberikanolehpeneliti.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitiandilakukan di limasekolahsederajatsekolahmenengah atas (SMA/MA)
yang berada di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Kelima sekolah itu berturutturut adalah MA Al-Maali, SMAN 2 Bojoneoro, MA Kalitidu, SMK
Muhammadiyah, dan SMAN 1 Kalitidu. Penelitian ini dilakukan bersamaan
dengan Masa Orientasi Sekolah (MOS) pada tanggal 18-21 Juli 2016.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1. Populasi Target
Populasi target dari penelitian ini adalah siswa-siswi setingkat SMA/MA
kelas 10-12 di Kabupaten Bojonegoro.
3.3.2 . Populasi Terjangkau
Populasiterjangkauadalahsiswa-siswi kelas 10-12 di MA Al-Maali,
SMAN 2 Bojoneoro, MA Kalitidu, SMK Muhammadiyah, dan SMAN 1
Kalitidu.

32
3.3.3. Sampel Penelitian
Sampeldalampenelitianinimerupakansiswa-siswikelas 10-12 di MA AlMaali, SMAN 1 Bojoneoro, MA Kalitidu, SMK Muhammadiyah, dan
SMAN 1 Kalitidu yang memenuhikriteriainklusidaneksklusi.
3.4. Kriteria Drop Out
1

Data tidaklengkap

3.5. Kerangka Sampel


3.5.1. Besar Sampel

33
Rumus

yang

digunakanuntukmenentukanbesar

sampel

padapenelitiancross

sectionalialah:
Z 2 xpxq
d2

n=

n :besar sampel yang diperlukanuntukpenelitian


:derajatkepercayaan = 0,05, maka Z = 1,96
p :proporsisiswa SMA dengantingkatpengetahuan HIV/AIDS yang baik
q : 1-p
d : limit dari error = 0,1
Besar sampel penelitianialahsebesar:
2

n =
Kriteriadropout: 10% x 95,87
Total sampel: 95,87 + 9,587

1,96 x 0,521 x 0,479


2
( 0,1)

= 95,87
= 9,587
= 105,457
= 106

Jumlah sampel penelitian ini adalah 106 anak.


Teknik pengambilan sampel adalahdenganmetodesimplerandom sampling.
3.6. Cara Kerja
3.6.1 Pengumpulan Data
Sebelumpenyuluhan

HIV/AIDS

dimulai,

penelitiakanmemintarespondenmengisikuesioneruntukkebutuhanpenilaiantingkatp
engetahuan

HIV/AIDS.

Penelitikemudianmemberikanpenyuluhan.Setelahpenyuluhanselesaidilaksanakan,
penelitimemintarespondenuntukmengisikuesioner yang samasekalilagi.
3.6.3
Data

Analisis Data
yang

didapatkanmelaluikuesionerdientrimenggunakanSPSS

11.5danselanjutnyaakandilakukan
untukmencaritahuapakahterdapatmissing
dilakukanmelaluidistribusifrekuensi.
3.6.4 Penyajian Data

proses

editing
data.

dancleaning

Penyajian

data

34
Data

akandisajikansecaradeskriptif.

kategorikdapatdisajikanmelaluibeberapacarasepertipersentase,
diagram bar.Data numerikbisadisajikandalambentuk histogram.

Data
pie

chart,atau

19

3. 7.

Batasan Operasional

3.7.1. Data Umum


Tabel 3.1. DefinisiOperasional
Variabel

Definisi Dan BatasanOperasional

AlatUkur

Tingkat

Segalainformasi

Pengetahuan

diketahuidandimengertiolehsiswa-

HIV/AIDS

siswisetingkat

SMA/MA

HIV/AIDS,

termasuktandadangejala,

yang Kuesioner

HasilUku

Kuesionerdinilaidenganmenggunak

r
1

dengan 25 anskalaGutmann yang terdiridari:


mengenai pertanyaan

carapenularan, danpencegahan.
Jeniskelamin

Cara Ukur

Status biologisresponden

Kuesioner

Jenis

Data
:baik Kateg

(>18,75)

orik

a. 16 pertanyaanpositifdengan (1) 0

nomi

benardan (0) salah


:buruk(1
b. 9 pertanyaan negative dengan
8,75)
(0) benardan (1) salah
Memintarespondenmenjawabpertan 0

nal

yaanpadakuesioner

Kateg

:perempua orik
n
1

nomi
:laki- nal

Pendapatan

Jumlah rata-rata total penghasilan orang Kuesioner

Memintarespondenmenjawabpertan

laki
0:

orang tua

tuadalamsatubulan,

yaanpadakuesioner

Rp1.462.0 orik

UMK

(Upah

dibandingkandengan

Minimum

Kabupaten)

00,00.

< Kateg
nomi

20

Bojonegoro 2016, yaitu Rp1.462.000,00a.

1:

nal

Rp1.462.0
Riwayatpendidik

Pernahatautidakrespondenmendapatkanpen

anseksual

didikanseksualsebelum
diambildanpenyuluhandilaksanakan

data

Kuesioner

Memintarespondenmenjawabpertan

00,00.
1 :pernah

Kateg

yaanpadakuesioner

orik

:tidakpern

nomi

ah

nal

19
3.8.

KerangkaAlurPenelitian

Penyusunan Proposal Penelitian

PenentuanPopulasi Target danPopulasiTerjangkau

Memenuhikriteriainklusidandanloloskriteriaeksklusi

Tidakmasukdalamsubjek penelitian

Sampelpenelitian

Pengumpulan data primer denganpengisiankuesioner pre-penyuluhan

Penelitimemberikanpenyuluhan

Pembuatanlaporan

Gambar 3.1. KerangkaAlurPenelitian

Ya

Tidak

Pengumpulan data primer


denganpengisiankuesioner post-

20
a. Patnistik E. GubernurJatimTetapkan UMK 2016 [Internet]. Indonesia: PT. Kompas Cyber
Media; 21 Nov 2015 [cited on 18 Aug 2016]. Available from:
http://regional.kompas.com/read/2015/11/21/05000061/Gubernur.Jatim.Tetapkan.UMK.2
016

Anda mungkin juga menyukai