Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKIT

TENTANG HIV/AIDS

DOSEN PENGAMPU : SUHARMADJI, SKM, M.Kes

DISUSUN OLEH:
1. ELYA MAULINA ELVI SYAHRO 21011001
2. SILVI PAMELA RIZKI 21011052
3. TYO LIANDI MAGHRIZAL 21011010

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HANG TUAH PEKANBARU 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
program penanggulangan penyakit tentang HIV/AIDS. Terima kasih kami ucapkan
kepada Bapak Suharmadji,SKM,M.Kes Dosen Pengampu yang telah membantu kami
baik secara moral maupun materi. Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman
yang telah mendukung kami sehingga kami biasa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
kami menyadari, bahwa Makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna
menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Semoga
makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Pekanbaru, 20 November 2023


Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
HIV atau Human Immunodeficiency Virus secara fisiologis adalah virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh penderitanya. Dalam buku “Pers Meliput AIDS”,
virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam family lentivirus, yaitu virus yang
dapat berkembang biak dalam darah manusia. Pasien yang sudah terinfeksi HIV dan
mengalami stress yang berkepanjangan, akan mempercepat menyebarnya AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis sel darah putih (limfosit / sel-sel T4) yang bertugas
menangkal infeksi. Replikasi virus yang terus menerus mengakibatkan semakin berat
kerusakan sistem kekebalan tubuh dan semakin rentan terhadap infeksi oportunistik (IO)
sehingga akan berakhir dengan kematian (Sulastri 2014).
Menurut data yang diperoleh dari Joint United Nations Programme on HIV and
AIDS, atau UNAIDS ada 38,4 juta (33,9 juta-43,8 juta) orang di dunia yang hidup
dengan HIV pada tahun 2021. Sementara itu, di Indonesia, berdasarkan data yang
diperoleh dari Kementerian Kesehatan , hingga Juni 2022, total pengidap HIV yang
tersebar di seluruh provinsi mencapai 519.158 orang. Di Indonesia, sejak pertama kali
ditemukan tahun 1987 sampai dengan Maret 2021, HIV AIDS telah dilaporkan oleh 498
(97 persen) kabupaten/kota dari 514 kabupaten/kota di Indonesia. Jumlah kasus HIV
yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan Maret 2021 cenderung meningkat setiap
tahun. Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sampai Maret 2021 adalah sebanyak
427.201.
HIV terus menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang utama. Sampai
sejauh ini HIV telah merenggut 40,1 juta [33,6–48,6 juta] nyawa secara global. Pada
tahun 2021, 650.000 [510.000–860.000] orang meninggal karena penyebab terkait HIV
dan 1,5 juta [1,1–2,0 juta] orang tertular HIV.
Permasalahan HIV/AIDS telah menjadi beban kesehatan masyarakat global
dimana kasusnya telah tercatat peningkatanya terus menerus baik negara maju maupun
negara berkembang . Sehingga perlu adanya upaya yang lebih efektif untuk menangani
penyakit AIDS ini dengan upaya pencegahan titik menurut kamus besar bahasa Indonesia
(KBBI) kata pencegahan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mencegah atau
penolakan terhadap suatu hal. Bila dispesialisasikan dalam bahasa kesehatan pengertian
dari pencegahan adalah segala bentuk aksi yang bertujuan untuk mencegah penyakit agar
tidak sampai terjadi pencegahan juga bisa berarti upaya untuk mengira dikasi, eliminasi
dan mengurangi dampak dari penyakit dan ketidakmampuan manusia.
Sementara itu, di Indonesia, kasus HIV pertama kali ditemukan di Bali pada tahun
1987 silam. Perkembangan kasus HIV baru pada tahun 1987 sampai dengan 1998 masih
di bawah 100 kasus.
1.2. Identifikasi Masalah
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah infeksi yang menyerang sistem kekebalan
tubuh. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah stadium penyakit yang paling
lanjut. HIV menargetkan sel darah putih tubuh, melemahkan sistem kekebalan tubuh. Hal ini
membuat kita lebih mudah terserang penyakit seperti tuberkulosis, infeksi, dan beberapa jenis
kanker. HIV ditularkan melalui cairan tubuh orang yang terinfeksi, termasuk darah, ASI, air
mani, dan cairan vagina. Penyakit ini tidak menyebar melalui ciuman, pelukan, atau berbagi
makanan. Bisa juga menular dari ibu ke bayinya. HIV dapat diobati dan dicegah dengan terapi
antiretroviral (ART). HIV yang tidak diobati dapat berkembang menjadi AIDS, seringkali
setelah bertahun-tahun.

WHO kini mendefinisikan Penyakit HIV Lanjutan (AHD) sebagai jumlah CD4 kurang
dari 200sel/mm3 atau WHO stadium 3 atau 4 pada orang dewasa dan remaja. Semua anak
dengan HIV di bawah usia 5 tahun dianggap mengidap penyakit HIV stadium lanjut. HIV masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat global yang utama, sejauh ini telah merenggut 40,4 juta
[32,9–51,3 juta] nyawa dengan penularan yang terus berlanjut di semua negara secara global
dengan beberapa negara melaporkan tren peningkatan infeksi baru, padahal sebelumnya
mengalami penurunan.

HIV dapat menular melalui pertukaran berbagai cairan tubuh pengidap HIV, seperti
darah, ASI, air mani, dan cairan vagina. HIV juga dapat ditularkan selama kehamilan dan
persalinan kepada anak. Orang tidak dapat tertular melalui kontak sehari-hari seperti berciuman,
berpelukan, berjabat tangan, atau berbagi benda pribadi, makanan atau air. Penting untuk dicatat
bahwa orang dengan HIV yang memakai ART dan memiliki viral load tidak terdeteksi tidak
menularkan HIV ke pasangan seksualnya. Oleh karena itu, akses dini terhadap ART dan
dukungan untuk tetap menjalani pengobatan sangat penting tidak hanya untuk meningkatkan
kesehatan orang dengan HIV tetapi juga untuk mencegah penularan HIV. Diperkirakan terdapat
39,0 juta [33,1–45,7 juta] orang yang hidup dengan HIV pada akhir tahun 2022, dua pertiganya
(25,6 juta) berada di Wilayah Afrika WHO. Pada tahun 2022, 630.000 [480.000–880.000] orang
meninggal karena penyebab terkait HIV dan 1,3 juta [1,0–1,7 juta] orang tertular HIV.

Tidak ada obat untuk infeksi HIV. Namun, dengan adanya akses terhadap pencegahan,
diagnosis, pengobatan dan perawatan HIV yang efektif, termasuk infeksi oportunistik, infeksi
HIV telah menjadi kondisi kesehatan kronis yang dapat dikelola, sehingga memungkinkan orang
yang hidup dengan HIV untuk berumur panjang dan sehat. WHO, Global Fund, dan UNAIDS
semuanya memiliki strategi HIV global yang selaras dengan target SDG 3.3 untuk mengakhiri
epidemi HIV pada tahun 2030.

Pada tahun 2025, 95% dari seluruh orang yang hidup dengan HIV (ODHIV) seharusnya
sudah terdiagnosis, 95% dari mereka harus memakai pengobatan antiretroviral (ART) yang dapat
menyelamatkan nyawa, dan 95% ODHA yang menjalani pengobatan harus mencapai penekanan
viral load demi kepentingan ODHA. kesehatan seseorang dan untuk mengurangi penularan HIV
di masa depan. Pada tahun 2022, persentasenya masing-masing adalah 86(%), 89(%) dan 93(%).

Ketika mempertimbangkan semua orang yang hidup dengan HIV, 86% [73>–98%]
mengetahui status mereka, 76% [65–89%] menerima terapi antiretroviral dan 71% [60–83%]
telah menekan viral load.

1.3. Ruang Lingkup


Ruang lingkup masalah HIV/AIDS melibatkan banyak aspek, termasuk penyakit, faktor-
faktor yang mempengaruhi penyebaran, cara pencegahan, regulasi kegiatan pencegahan dan
penanggulangan, dan indikator penanggulangan.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh, dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan penyakit[5]. AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi di mana HIV sudah pada tahap infeksi akhir, dan
tubuh tidak lagi memiliki kemampuan untuk melawan infeksi yang ditimbulkan. Penyebaran dan
penularan HIV paling banyak disebabkan melalui hubungan intim yang tidak aman dan
bergantian menggunakan jarum suntik yang tidak steril saat memakai narkoba.

Cara pencegahannya yaitu dengan melibatkan upaya untuk mengurangi risiko penularan
HIV, seperti menggunakan kondom dan memberikan informasi dan akses terapi antiretroviral
(ART) untuk mengurangi risiko penularan HIV. Regulasi kegiatan pencegahan dan
penanggulangan yaitu Pemerintah dan pemangku keberadaan mengarahkan dan mendukung
upaya penanggulangan HIV/AIDS, termasuk melalui penyaluran fonds, sumber daya, dan
infrastruktur. Indikator penanggulangan HIV/AIDS meliputi penurunan kerentanan penularan
HIV/AIDS, peningkatan penyediaan darah yang aman untuk transfusi, penurunan prevalensi
infeksi menular seksual (IMS), dan pencegahan penularan dari ibu dengan HIV kepada bayinya
dan dari penderita tuberculosis (TBC) dengan HIV. Dalam menghadapi masalah HIV/AIDS,
penting untuk memahami ruang lingkup penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran,
dan strategi pencegahan yang efektif.

1.4. Rumusan Masalah

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Pengertian HIV/AIDS
HIV atau Human Immunodeficiency Virus secara fisiologis adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh penderitanya. Dalam buku “Pers Meliput AIDS”, virus HIV adalah
retrovirus yang termasuk dalam family lentivirus, yaitu virus yang dapat berkembang biak dalam
darah manusia. Pasien yang sudah terinfeksi HIV dan mengalami stress yang berkepanjangan,
akan mempercepat menyebarnya AIDS. HIV menyerang salah satu jenis sel darah putih
(limfosit / sel-sel T4) yang bertugas menangkal infeksi. Replikasi virus yang terus menerus
mengakibatkan semakin berat kerusakan sistem kekebalan tubuh dan semakin rentan terhadap
infeksi oportunistik (IO) sehingga akan berakhir dengan kematian (Sulastri 2014).

Secara struktural morfologinya, virus HIV sangat kecil sama halnya dengan virus-virus
lain, bentuk virus HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang
melingkar-melebar. Dan pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA atau ribonucleic acid.
Bedanya virus HIV dengan virus lain, HIV dapat memproduksi selnya sendiri dalam cairan darah
manusia, yaitu pada sel darah putih. Sel-sel darah putih yang biasanya dapat melawan segala
virus, lain halnya dengan virus HIV, virus ini justru dapat memproduksi sel sendiri untuk
merusak sel darah putih (Harahap, 2008: 42).

HIV dapat menyebabkan sistem imun mengalami beberapa kerusakan dan kehancuran,
lambat laun sistem kekebalan tubuh manusia menjadi lemah atau tidak memiliki kekuatan pada
tubuhnya, maka pada saat inilah berbagai penyakit yang dibawa virus, kuman dan bakteri sangat
mudah menyerang seseorang yang sudah terinfeksi HIV. Kemampuan HIV untuk tetap
tersembunyi adalah yang menyebabkannya virus ini tetap ada seumur hidup, bahkan dengan
pengobatan yang efektif (Gallant, 2010: 16).

AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrom disebut sebagai sindrom yang


merupakan kumpulan gejala-gejala berbagai penyakit dan infeksi akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh virus (HIV). Bruner (2002), dalam “Buku Ajar Ilmu Keperawatan Medikal
Bedah” menjelaskan bahwasanya AIDS adalah tahap akhir dari HIV, di mana perjalanan HIV
menuju AIDS membutuhkan waktu sekitar 10 sampai 13 tahun. Sedangkan Herlianto (1995: 13),
dalam bukunya “AIDS dan Perilaku Seksual”, sebagaimana yang dikutip Nikmatun Khasanah
menjelaskan bahwa, nama AIDS sendiri pertama kali digunakan oleh Don Amstrong, kepala
bagian penyakit infeksi di New York.

 Beberapa gejala klinis pada stadium AIDS dibagi antara lain:


1. Tanda – tanda utama (gejala mayor)
a. Demam berkepanjangan lebih dari tiga bulan.
b. Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus.
c. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam tiga bulan.
d. TBC.
2. Tanda – tanda tambahan (gejala minor)
a. Batuk kronis selama lebih dari satu bulan.
b. Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur Candida Albicans.
c. Pembekakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh.
d. Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di seluruh tubuh
(Sulastri 2014).
Penderita AIDS biasanya mengalami krisis kejiwaan pada dirinya, dalam bentuk
kepanikan, ketakutan, kecemasan, keputusasaan, dan depresi. Selain itu adanya stigma yaitu
reaksi sosial terhadap pasien HIV/AIDS yang jelek juga menjadi permasalahan bagi penderita.
Stigma ini muncul karena virus ini berkaitan dengan perilaku seksual yang terlalu di umbar.

 Cara mendiagnosa

HIV dapat didiagnosis melalui tes diagnostik cepat yang memberikan hasil pada hari yang
sama. Hal ini sangat memudahkan diagnosis dini dan kaitannya dengan pengobatan dan
pencegahan. Orang juga dapat menggunakan tes HIV mandiri untuk menguji dirinya sendiri.
Namun, tidak ada tes tunggal yang dapat memberikan diagnosis HIV positif sepenuhnya;
pengujian konfirmasi diperlukan, dilakukan oleh petugas kesehatan atau komunitas yang
berkualifikasi dan terlatih di pusat komunitas atau klinik. Infeksi HIV dapat dideteksi dengan
sangat akurat menggunakan tes prakualifikasi WHO dalam strategi dan algoritma pengujian yang
disetujui secara nasional.

Tes diagnostik HIV yang paling banyak digunakan mendeteksi antibodi yang diproduksi oleh
orang tersebut sebagai bagian dari respons kekebalan mereka untuk melawan HIV. Dalam
kebanyakan kasus, orang mengembangkan antibodi terhadap HIV dalam waktu 28 hari setelah
terinfeksi. Pada masa ini, masyarakat berada pada masa jendela (window period) dimana mereka
mempunyai tingkat antibodi yang rendah sehingga tidak dapat dideteksi dengan tes cepat, namun
dapat menularkan HIV kepada orang lain. Orang yang baru-baru ini mengalami paparan risiko
tinggi dan hasil tesnya negatif dapat menjalani tes lebih lanjut setelah 28 hari.

Setelah diagnosis positif, orang harus diuji ulang sebelum mereka terdaftar dalam pengobatan
dan perawatan untuk menyingkirkan potensi kesalahan pengujian atau pelaporan. Meskipun tes
untuk remaja dan orang dewasa telah dilakukan secara sederhana dan efisien, hal ini tidak
berlaku pada bayi yang lahir dari ibu yang mengidap HIV positif. Untuk anak-anak berusia
kurang dari 18 bulan, tes antibodi cepat tidak cukup untuk mengidentifikasi infeksi HIV – tes
virologi harus dilakukan sejak lahir atau pada usia 6 minggu. Teknologi baru kini tersedia untuk
melakukan tes ini di tempat perawatan dan memungkinkan hasil pada hari yang sama, yang akan
mempercepat hubungan yang tepat antara pengobatan dan perawatan.

HIV dapat juga didiagnosis melalui tes darah atau air liur. Tes yang tersedia meliputi:

1. Tes antigen/antibodi. Tes ini biasanya melibatkan pengambilan darah dari vena. Antigen
adalah zat yang terdapat pada virus HIV itu sendiri dan biasanya dapat dideteksi – hasil
tesnya positif – di dalam darah dalam beberapa minggu setelah terpapar HIV .
Antibodi diproduksi oleh sistem kekebalan Anda saat terkena HIV . Diperlukan
waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan agar antibodi dapat terdeteksi. Tes
kombinasi antigen/antibodi memerlukan waktu 2 hingga 6 minggu setelah paparan untuk
menjadi positif.
2. Tes antibodi. Tes ini mencari antibodi terhadap HIV dalam darah atau air liur.
Kebanyakan tes HIV cepat , termasuk tes mandiri yang dilakukan di rumah, adalah tes
antibodi. Tes antibodi bisa memakan waktu 3 hingga 12 minggu setelah Anda terpapar
dan hasilnya positif.
3. Tes asam nukleat (NAT). Tes-tes ini mencari virus sebenarnya dalam darah Anda (viral
load). Mereka juga melibatkan darah yang diambil dari vena. Jika Anda mungkin terpajan
HIV dalam beberapa minggu terakhir, penyedia layanan kesehatan Anda mungkin
merekomendasikan NAT . NAT akan menjadi tes pertama yang menjadi positif setelah
terpapar HIV .

2.2. Epidemiologi HIV/AIDS


Pada epidemiologi HIV/AIDS akan diuraikan mengenai faktor agent, faktor Host dan faktor
Environment.

1. Factor Agent
HIV merupakan virus penyebab AIDS termasuk Retrovirus yang mudah mengalami
mutasi sehingga sulit untuk membuat obat yang dapat membunuh virus tersebut .Virus
HIV sangat lemahh dan mudah mati diluar tubuh. HIV termasuk Virus yang sensitif
terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih. sinar matahari dan berbagai
desinfektan.
2. Factor Host
Distribusi golongan umur penderita HIV/AIDS Di Amerika Serikat Eropah,
Afrika dan Asia tidak jauh berbeda. Kelompok terbesar berada pada umur 30 -39 tahun.
Mereka termasuk kelompok umur yang aktif melakukan bubungan seksual. Hal ini
membuktikan bahwa transmisi seksual baik homo maupun heteseksual merupakan pola
transmisi utama.
Ratio jenis kelamin pria dan wanita di negara pola I adalah 10 :1. karena sebagian
besar penderita adalah kaum homoseksual sedangkan di negara pola II ratio adalah 1 : 1.
Kelompok masyarakat beresiko tinggi adalah mereka yang melakukan hubungan
seksual dengan banyak mitra seks (promiskuitas). kaum homoseksual/biseksual. kaum
heteroseksual golongan pernyalahguna narkotika suntik. Penerima transfusi darah
termasuk penderita hemofilia dan penyakit-penyakit darah, anak dan bayi yang lahir dari
ibu pengidap HIV.
Kelompok homoseksual/biseksual adalah kelompok terbesar pengidap HIV di
Amerika Serikat. Prevalensi HIV dikalangan ini terus meningkat dengan
pesat.DiSanFransisco pada tahun 1978 hanya 4% kaum homoseksual yang mengidap
HIV. 3 tahun kemudian menjadi 24% dan 8 tahun kemudian menjadi 80%. Kelompok
heteroseksual lebih menonjol di Afrika dimana prevalensi. HIV pada kaum laki-laki dan
wanita hamil di Afrika pada tahun 1981 mencapai 18%.
Kelompok penyalahguna narkotika suntik di Eropah meliputi 11% dan di
Amerika Serikat 25% dari seluruh kasus HIV/AIDS.
3. Factor Environment
Lingkungan biologis, sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat menentukan
penyebaran AIDS. Lingkungan biologis antara lain adanya luka-luka pada usus genita,
herpes simplex dan syphilis meningkatkan prevalensi penularan HIV. Demikian juga
dengan penggunaan obat KB pada kelompok wanita tunasusila dapat meningkatkan
penularan HIV. Faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat berpengaruh terhadap
perilaku seksual masyarakat. Bila faktor-faktor ini mendukung pada perilaku seksual
yang bebas akan meningkatkan penularan HIV dalam masyarakat (Purba 2008).

2.3. Riwayat Alamiah HIV/AIDS


a. Prepatogenesis
Tahap rentan yaitu perilaku berisiko tinggi, seperti:
1. Perilaku seksual tidak aman, misalnya melakukan hubungan seksual dengan PSK
atupun LGBT.
2. Penggunaan jarum suntik tidak aman
b. Patogenesis
1. Tahap subklinis

CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah
putih manusia, terutama sel-sel limfosit T. Sel limfosit T berfungsi untuk melawan
berbagai macam infeksi tanpa menimbulkan gejala peradangan yang parah, uniknya lagi,
sel limfosit T dapat mengingat kuman yang pernah dihancurkannya ke generasi
selanjutnya, sehingga identifikasi jumlah CD4 pada orang dengan sistem kekebalan yang
menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia
menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih (limfosit T) yang seharusnya berperan
dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia Nilai CD4 pada orang dengan
sistem kekebalan baik : 1400-1500 sel/ml.

Setelah infeksi HIV terjadi, maka terjadi perlekatan antara gp120 dan reseptor sel
CD4 yang memicu perubahan konformasi pada gp120 sehingga memungkinkan
pengikatan dengan koreseptor kemokin (biasanya CCR5sel T, makrofag, monosit dan sel
dendrit atau CXCR4sel T). Setelah itu terjadi penyatuan pori yang dimediasi oleh gp51.

Setelah berada di dalam sel CD4, salinan DNA ditranskripsi dari genom RNA oleh
enzim reverse transcriptase (RT) yang dibawa virus. Hal tersebut merupakan proses yang
sangat berpotensi mengalami kesalahan, selanjutnya DNA ini ditranspor ke dalam
nukleus dan terintegrasi secara acak di dalam sel genom penjamu. Virus yang terintegarsi
diketahui sebagai DNA provirus. Pada aktivasi sel penjamu, RNA ditranskripsi dari
cetakan DNA tersebut dan selanjutnya ditanslasi menyebabkan produksi protein virus.
Poliprotein prekursor dipecah oleh protease virus menjadi enzim (misalnya reverse
transcriptase dan protease) dan protein structural. Hasil pecahan tersebut kemudian
digunakan untuk menghasilkan partikel virus infeksius yang keluar dari permukaan sel
dan bersatu dengan membran sel penjamu. Virus infeksius baru (virion) selanjutnya dapat
menginfeksi sel yang belum terinfeksi dan mengulang proses tersebut. Terdapat tiga grup
hampir semua infeksi adalah grup M dan subtipe (grup B dominan di Eropa) untuk HIV-
1.

 Masa Inkubasi
Masa inkubasi HIV bervariasi. Walaupun waktu dari penularan hingga
berkembang atau terdeteksinya antibodi, biasanya 1 – 3 bulan, namun waktu dari tertular
HIV hingga terdiagnosa sebagai AIDS sekitar < 1 tahun hingga 15 tahun atau lebih.
Tanpa pengobatan anti-HIV yang efektif, sekitar 50 % dari orang dewasa yang
terinfeksi akan terkena AIDS dalam 10 tahun sesudah terinfeksi. Median masa inkubasi
pada anak-anak yang terinfeksi lebih pendek dari orang dewasa. Bertambahnya
ketersediaan terapi anti-HIV sejak pertengahan tahun 90 an mengurangi perkembangan
AIDS di AS dan di banyak negara berkembang secara bermakna.
 Masa Penularan
Masa penularan HIV tidak diketahui, diperkirakan mulai berlangsung segera
sesudah infeksi HIV dan berlangsung seumur hidup. Bukti-bukti epidemiologis
menyatakan bahwa infektivitas meningkat dengan bertambahnya defisiensi imunologis,
tanda-tanda klinis dan adanya Penyakit Menular Seksual (PMS) lainnya. Studi
epidemiologis menyatakan bahwa infektivitas menjadi tinggi selama periode awal
sesudah infeksi (Handayani 2020).
DNA virus yang dianggap oleh sel tubuh sebagai DNA sel induk akan
membentuk RNA dengan fasilitas sel induk, sedangkan MRNA dalam sitoplasma akan
diubah oleh enzim protease menjadi partikel HIV. Partikel itu selanjutnya mengambil
selubung dari bahan sel induk untuk dilepas sebagai virus HIV lainnya. Mekanisme
penekanan pada sistem imun (imunosupresi) ini akan menyebabkan pengurangan dan
terganggunya jumlah dan fungsi sel limfosit T.
Dalam keadaan wajar (higiene/sanitasi baik), maka sejak masuknya virus HIV ke
dalam tubuh, seseorang akan mengalami beberapa tahapan infeksi sebagai berikut :

Tahap I : Periode jendela (Window period/primary infection)

 Periode ketika virus HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya


antibodi terhadap HIV dalam darah.
 Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa
sehat.
 Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini.
 Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu – 6 bulan.
Tahap 2 : HIV positif (tanpa gejala/asimtomatik) rata-rata selama 5 – 10 tahun

 HIV berkembang biak dalam tubuh sampai pada menurunnya sistem


kekebalan tubuh (sampai konsentrasi CD4 sebanding dengan konsentrasi
virus HIV dalam darah)
 Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa
sehat.
 Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah
terbentuk antibody terhadap HIV.
 Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan
tubuhnya (rata-rata 8 tahun) di negara berkembang lebih pendek.
2. Tahap Klinis
Tahap kilinis ini meliputi tahap 3 dan 4 dari tahap infeksi.

Tahap 3 : HIV positif ( muncul gejala/ simtomatik)

 Sistem kekebalan tubuh semakin turun


 Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya pembengkakan
kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll.
 Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan
tubuhnya.

Tahap 4 : AIDS (Opportunistic infections)

 Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah.


 Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah.

2.4. Pola Penularan HIV/AIDS


Dalam pembahasan kali ini, akan menjabarkan bagaimana cara virus HIV dapat menular. Dan
berikut ini adalah pemaparanya:

1. Hubungan Seks Tanpa Alat Pengaman (Kondom)


Berhubungan seks tanpa menggunakan kondom atau pengaman. Virus HIV akan
sangat mudah menular ketika seseorang dengan latar belakang terkena virus HIV
melakukan hubungan suami istri dengan pasangannya tanpa menggunakan alat pengaman
berupa kondom. Karena pertukaran cairan yang terjadi ketika berhubungan seks akan
menjadi penyebab utama virus itu bisa berpindah dan menyebar.
2. Berbagi Alat Suntik dengan Orang yang positif Mengidap HIV
Salah satu cara penularan virus HIV selain berhubungan seks tanpa alat pengaman
adalah dengan cara berbagi alat suntik dengan orang yang positif mengidap HIV,
khususnya pada para pengguna narkoba. Penularan melalui alat suntik ini dikarenakan
ketika memakai jarum yang bergantian maka cairan dalam tubuh orang yang positif
terkena HIV akan meyebar ke lawannya, hal ini sangat berbahaya karena merupakan
salah satu cara penularan HIV yang paling mudah terjadi.
3. Ibu Hamil Positif HIV Kepada Bayinya Selama Masa Kehamilan, Persalinan.
Ibu hamil yang positif HIV sebaiknya tidak memberikan asupan ASI kepada
anaknya, bahkan sejak didalam kandungan anak tersebut memiliki potensi besar tertular
virus yang di derita oleh ibunya. Maka dari itu ibu hamil yang positif HIV berpotensi
menularkan virus ini kepada bayinya ketika persalinan, atau pun menyusui.
4. Melalui Tranfusi Darah
Salah satu penyebab penularan virus HIV selain dua contoh yang telah dijelaskan
adalah melalui transfusi darah, virus HIV dapat menyebar melalui donor darah yang
dilakukan oleh pendonor yang positif terkena virus HIV atau bisa melalui transfusi darah
yang sudah tercemar virus HIV.
5. Melakukan Seks Oral
salah satu penyebab lain dari penyebaran virus HIV adalah dengan cara
melakukan hubungan seks dengan berbagai macam cara. melakukan seks oral bisa
menjadi penyebab tersebarnya virus HIV. Sex oral adalah suatu aktivitas yang
memberikan stimulasi atau rangsangan pada alat kelamin pasangan dengan menggunakan
mulut, ludah, gigi, atau lidah. Sex oral yang dilakukan seseorang kepada wanita disebut
dengan Cunnilingus, sedangkan sex oral yang dilakukan seseorang kepada pria disebut
dengan fellatio.

2.5. Faktor yang mempengaruhi penularan dan penyebaran HIV/AIDS


1. Hubungan seksual: Penularan HIV/AIDS paling sering terjadi melalui hubungan seksual,
baik vaginal maupun anal, tanpa penggunaan kondom.
2. Transfusi darah: Penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui transfusi darah yang tidak
steril.
3. Penggunaan jarum suntik: Berbagi jarum suntik dengan orang yang positif mengidap
HIV merupakan salah satu cara penularan HIV yang paling mudah terjadi.
4. Kehamilan dan ASI: Penularan HIV/AIDS dari ibu hamil ke janin melalui plasenta atau
melalui ASI juga merupakan faktor penularan yang perlu diwaspadai.
5. Faktor biologis: Faktor biologis ibu positif HIV juga dapat menjadi penyebab penularan
HIV/AIDS.
6. Faktor sosial ekonomi/kemiskinan: Penyebaran HIV dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial
ekonomi, jenis kelamin, perilaku dan gaya hidup, sosial budaya, biologi, dan pelayanan
kesehatan.

Untuk mencegah penularan HIV/AIDS, penting untuk menggunakan kondom saat


berhubungan seksual, tidak berbagi jarum suntik, dan mendapatkan transfusi darah atau
prosedur medis lainnya yang steril.

2.6. Dampak Kesehatan Masyarakat


Penyakit HIV/AIDS memiliki dampak yang meresahkan pada kesehatan
masyarakat, membentuk suatu tantangan serius dalam mengelola kesehatan
populasi. Dari segi morbiditas, pengidap HIV/AIDS menghadapi risiko tinggi
terhadap infeksi oportunistik yang dapat mengancam keberlanjutan hidup. Selain
itu, kondisi kesehatan mental mereka juga seringkali terganggu karena stigma
sosial dan diskriminasi yang terus-menerus.
Pentingnya menyadari bahwa dampak ini tidak hanya bersifat individual
tetapi juga bersifat sosial. Orang-orang yang hidup dengan HIV/AIDS seringkali
mengalami penolakan dari masyarakat, yang dapat berdampak negatif pada
hubungan interpersonal dan keberlanjutan kehidupan sosial.

2.7. Regulasi atau Kebijakan Pemerintah dalam Penanggulangan Penyakit


a. Tujuan Program Penanggulangan Penyakit
Tujuan dari program penanggulangan HIV/AIDS adalah multiaspek.
Selain mengendalikan penularan penyakit, tujuannya melibatkan
meningkatkan akses terhadap pengobatan antiretroviral, menyediakan
dukungan holistik dan perawatan bagi mereka yang hidup dengan HIV/AIDS,
dan mengurangi stigma serta diskriminasi di masyarakat.
b. Sasaran Program Penanggulangan Penyakit
Sasaran program tidak hanya mencakup kelompok berisiko tinggi, tetapi
juga berupaya untuk mencapai seluruh populasi. Fokus pada kelompok
berisiko mencakup pekerja seks, pengguna narkoba suntik, dan kelompok
muda yang rentan terhadap penularan.
c. Target Program Penanggulangan Penyakit
Target program melibatkan upaya peningkatan deteksi dini melalui uji
HIV rutin, peningkatan akses terhadap antiretroviral therapy (ART),
meningkatkan literasi masyarakat tentang pencegahan HIV, dan mengurangi
perilaku berisiko melalui pendekatan edukatif yang holistik.
d. Kegiatan dalam Program Pemberantasan Penyakit dan Pelaksananya
Kegiatan yang terlibat dalam program mencakup penyuluhan aktif di
masyarakat, kampanye pengujian HIV massal, distribusi kondom secara
gratis, pendirian pusat layanan kesehatan khusus HIV/AIDS, dan pelibatan
aktif masyarakat melalui relawan dan konselor.
e. Sumber Daya Penanggulangan
Sumber daya yang diperlukan untuk program ini mencakup alokasi
anggaran yang memadai, pelatihan tenaga kesehatan, pembangunan
infrastruktur kesehatan yang memadai, dan kerjasama erat dengan organisasi
internasional serta lembaga swadaya masyarakat (LSM).
f. Monitoring dan Evaluasi Penanggulangan
Proses monitoring dan evaluasi yang cermat melibatkan pemantauan data
epidemiologi HIV/AIDS, evaluasi tingkat keberlanjutan program, penilaian
efektivitas kampanye edukatif, serta penerimaan dan pemahaman masyarakat
terhadap program ini.

2.8. Peran Lintas Program, Sektor, dan Masyarakat dalam Penanggulangan


Kerjasama lintas program, sektor, dan masyarakat memiliki peran yang
sangat penting dalam penanggulangan HIV/AIDS. Keterlibatan sektor kesehatan,
pendidikan, pekerjaan sosial, dan aktor masyarakat sipil dapat menciptakan
pendekatan yang terintegrasi dan holistik. Dengan memahami bahwa HIV/AIDS
bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial, penanggulangan
menjadi lebih efektif.

2.9. Hambatan dalam Penanggulangan


Hambatan yang dihadapi dalam penanggulangan HIV/AIDS melibatkan
berbagai aspek. Keterbatasan sumber daya, terutama di negara-negara
berkembang, dapat menjadi hambatan utama. Selain itu, stigma dan diskriminasi
masyarakat, kurangnya pemahaman tentang penyakit ini, ketidaksetaraan gender,
dan kurangnya dukungan finansial merupakan hambatan-hambatan yang perlu
diatasi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan memahami dampak kesehatan masyarakat yang luas, regulasi dan
kebijakan pemerintah yang holistik menjadi krusial dalam menghadapi tantangan
HIV/AIDS. Upaya kolaboratif lintas program, sektor, dan masyarakat serta mengatasi
hambatan-hambatan yang ada dapat membentuk dasar untuk program penanggulangan
yang efektif.

B. Saran
Penting untuk memperkuat kerja sama internasional, meningkatkan pendidikan
masyarakat, mengurangi stigma dan diskriminasi, memperluas akses terhadap layanan
kesehatan, dan memastikan sumber daya yang memadai untuk mendukung program
penanggulangan HIV/AIDS. Pemahaman bahwa penanggulangan ini melibatkan seluruh
spektrum masyarakat dapat membawa perubahan yang lebih positif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Handayani, Rini. 2020. “Modul Epidemiologi Penyakit Menular.” Universitas Esa
Unggul 0–14.
2. Purba, Jenny Marlindawani. 2008. “Digitized by USU Digital Library.” Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara (1):1–12.
3. Sulastri, A. Sri. 2014. “Upaya Griya ASA PKBI Kota Semarang Dalam Mencegah
Penularan HIV/AIDS Bagi Wanita Pekerja Seks Di Resosialisasi Argorejo Kalibanteng
(Analisis Bimbingan Konseling).” 22–50.
4. https://disperkimta.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/7-cara-penularan-aids-dan-
pencegahannya-97
5. https://siha.kemkes.go.id/portal/files_upload/
BUKU_3_PENGENDALIAN_HIV_COLOR_A5_15x21_cm.pdf
6. PERATURAN DAER NOM PENANGGULANGAN ACQUIRED IM DENGAN
RAHM BUPA Menimbang : a. bahwa ke salah satu sesuai de dimaksud Negara Re b
https://jdih.belitungtimurkab.go.id/sites/default/files/dokumen/produk_hukum/
15.%20SALINAN_Perda%2015%20tentang%20HIV-AIDS.pdf
7. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah HIV adalah penyakit menular
pembunuh nomor satu di dunia. Menurut data dari World
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2347/2/BAB%20I.pdf
8. http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/index.php/art/article/view/26
9. https://upk.kemkes.go.id/new/kenali-faktor-risiko-hivaids-dan-pencegahannya
10. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hiv-aids
11. UNAIDS. (2021). Global AIDS Update.
12. World Health Organization. (2022). HIV/AIDS Key Facts.
13. Ministry of Health, Indonesia. (2022). National HIV/AIDS Strategy.

Anda mungkin juga menyukai