Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yaitu penyakit

yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Penyakit ini

bukan penyakit keturunan atau diwarisi. Ia menyerang kekebalan tubuh (immune

system), yaitu sistem pertahanan alami tubuh terhadap serangan organisme yang

merupakan musuh. Penyakit ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan tubuh

dalam memerangi infeksi. Penyakit AIDS sampai saat ini masih menjadi ancaman

terbesar bagi kesehatan penduduk dunia. Proses penularan yang begitu cepat dan

belum ada yang bisa menahan laju perkembangan AIDS dalam tubuh.

AIDS merupakan penyakit baru dan unik yang ditemukan pertama kali tahun 1981 di

kalangan pria homoseksual Amerika Serikat. Kala itu ditemukan gejala pneumonia

yang disebabkan parasit yang disebut pneumocystis carinii. Ternyata gejala ini

disertai dengan penurunan berat badan. Barulah pada tahun 1983, para ilmuwan

menjawab misteri penyebab penyakit ini dan pada tahun 1986, WHO menetapkan

HIV (Human Immunodeficiency Virus) sebagai penyebabnya. Seperti kita ketahui,

jumlah penderita AIDS semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kenyataan tersebut

tentunya menjadi sesuatu yang memprihatinkan bagi kita semua. Meskipun demikian,

1
masih banyak di antara kita yang kekurangan informasi mengenai penyakit yang

disebabkan oleh serangan virus HIV ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan


masalah sebagai berikut.

1. Apa Yang Dimaksud Dengan Penyakit HIV/AIDS?

2. Bagaimana Penularan Penyakit HIV/AIDS?

3. Bagaimana Cara Diagnosis Penyakit HIV/AIDS?

4. Bagaimana Cara Pencegahan Penyakit HIV/AIDS?

5. Bagaimana Cara Pengobatan Penyakit HIV/AIDS?

C. Tujuan Makalah

Dari rumusan masalah di atas maka dirumuskan tujuan penulisan makalah ini

sebagai berikut :

1. Mengetahui tentang Penyakit HIV/AIDS

2. Mengetahui tentang Penularan Penyakit HIV/AIDS

3. Mengetahui tentang Diagnosis Penyakit HIV/AIDS

4. Mengetahui tentang Pencegahan Penyakit HIV/AIDS

5. Mengetahui tentang Pengobatan Penyakit HIV/AIDS

D. Kegunaan Makalah

Makalah ini di susun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis

maupun secara praktis.

2
Secara teoritis makalah ini diharapkan dapat menambah wacana ilmu

pengetahuan yang berkaitan dengan konsep kualitas hidup paada penderita HIV.

Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Penulis : Mengasah kemampuan dalam membuat makalah

Mengasah intelektual penulis dalam meneliti suatu peristiwa

dalam hal ini mengenai HIV

2. Pembaca : Mengetahui pentingnya kesadaran dalam menjaga diri dari

pergaulan atau perilaku menyimpang yang dapat

menyebabkan

tubuh terserang HIV.

E. Prosedur Makalah

Makalah ini disusun dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode

yang digunakan adalah metode deskriptif. Melalui metode ini penulis akan

menguraikan permasalahan yang dibahas secara jelas dan komprehensif. Data teoritis

dalam makalah ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka, artinya

mengambil data melalui kegiatan membaca beragai literatur yang relevan dengan

tema makalah. Data tersebut dengan teknik analisis kegiatan mengeksposisikan data

serta mengaplikasikan data tersebut dalam konteks tema makalah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian HIV

Definisi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang merusak

sistem kekebalan tubuh dengan menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Jika

semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, maka sistem kekebalan tubuh akan

melemah, sehingga rentan terhadap berbagai penyakit. HIV tanpa pengobatan segera

dapat berkembang menjadi penyakit serius yang disebut AIDS (Acquired Immune

Deficiency Syndrome). AIDS adalah tahap akhir dari infeksi HIV. Pada tahap ini,

kemampuan tubuh untuk melawan infeksi benar-benar hilang.

HIV adalah penyakit menular mematikan nomor satu di dunia. Menurut

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2017, 940.000 orang meninggal

karena HIV. Sekitar 36,9 juta orang hidup dengan HIV pada akhir tahun 2017,

dengan 1,8 juta infeksi baru secara global pada tahun 2017. Diperkirakan lebih dari

30% infeksi HIV baru secara global terjadi di kalangan remaja antara usia 15 dan 25

tahun. Kedua adalah anak-anak yang terinfeksi saat lahir dan yang tumbuh dewasa

harus menghadapi status HIV-positif mereka. Gabungkan keduanya dan ada 5 juta

remaja yang hidup dengan HIV (WHO, 2017). Angka infeksi HIV baru 2017 di

4
kalangan remaja di Asia dan Pasifik menunjukkan bahwa 250.000 remaja hidup

dengan HIV dan AIDS. Sejak 2010, infeksi HIV baru telah turun sebesar 14%.

Kematian akibat HIV dan AIDS menurun sebesar 39% (UNAIDS, 2017).

Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pencegahan Penyakit,

Kementerian Kesehatan Indonesia mengatakan jumlah kasus HIV meningkat dari

tahun ke tahun dari 2005 hingga 2017. Ada 41.250 kasus HIV 2 di Indonesia pada

tahun 2016 dan 48.300 kasus tercatat per Desember 2017, data terakhir. Sementara

itu, Indonesia mencatat 10.146 kasus HIV pada 2016 dan 9.280 per Desember 2017,

data terakhir. Kelompok usia 25-49 tahun (69,2%) melaporkan tingkat infeksi HIV

tertinggi, diikuti oleh kelompok usia 20-24 tahun (16,7%), kelompok usia 50 tahun

(7,6%) , kelompok umur 15-15 tahun mengalami penurunan sebesar 19 tahun 4%,

dan umur <15 tahun mengalami penurunan sebesar 2,5%. Insiden AIDS telah

meningkat, sedangkan insiden AIDS telah menurun

B. Penularan Penyakit HIV

Penularan HIV dapat terjadi melalui beberapa faktor diantaranya kontak seksual,

homoseksual dan heteroseksual, melalui darah atau produk darah, oleh ibu yang

terinfeksi kepada bayi secara perinatal atau melalui Air Susu Ibu (ASI) maupun

melalui pekerjaan khusunya pada pekerja kesehatan.

Menurut WHO (2019), HIV juga dapat ditularkan dari seorang ibu ke anaknya

selama kehamilan dan persalinan. Orang tidak dapat terinfeksi melalui kontak sehari-

hari seperti mencium, berpelukan, berjabat tangan, atau berbagi benda pribadi,

makanan atau air.

5
Homoseksual adalah istlah yang diciptakan pada tahun 1869 oleh bidang psikiatri

di eropa yang mengacu pada suatu fenomena psikoseksual yang berkonotasi klinis

(Oetomo,2001:6). Sedangkan menurut Nietzel dkk (1988:489), homoseksual adalah

ketertarikan seksual berupa disorientasi pasangan seksual yaitu kecenderungan

seseorang untuk melakukan perilaku seksual dengan sesame jenis. Disebut gay jika

penderinya laki-laki dan disebuat lesbian untuk penderita perempuan.

Heteroseksual adalah suatu kecenderungan untuk melakukan daya pikat seksual

secara emosional dan romantic dengan orang lain yang mempunyai jenis kelamin

zang berbeda dengan dirinya. Dalam kasus ini, aktivitas seksual dilakukan dengan

orang lain yang mempunyai jenis kelamin yang berbeda, seperti laki-laki dan dengan

perempuan ataupun sebaliknya. ( Tucker dkk.,2008)

Penularan seksual adalah cara utama penularan di seluruh dunia. Penularan secara

homoseksual merupakan penyebab tersering di Amerika, sedangkan penyebab

tersering penularan HIV di dunia adalah penularan secara heteroseksual terutama di

negara berkembang. Virus HIV ditemukan di dalam cairan semen,baik dalam sel

mononukleus yang terinfeksi maupun dalam cairan seminalis bebas sel. Virus HIV

ada pada cairan seminalis yang memiliki konsentrasi limfoit tinggi, seperti pada

kondisi peradangan genitalia misalnya uretritis dan epididimitis.

HIV dapat ditularkan dengan mudah melalui trauma saat melakukan hubungan

seksual. Hubungan seksual melalui anus lebih rentan mengalami penularan

dikarenakan mukosa rektum lebih tipis dibandingkan dengan mukosa vagina.

6
Penularan virus HIV melalui darah dapat terjadi pada individu yang sering tukar-

menukar jarum suntik yang sudah terpapar HIV yang digunakan untuk menyuntik

obat-obatan terlarang dan penularan melalui produk darah, yaitu pada saat individu

yang menerima transfusi darah. Diperkirakan 90-100% orang yang menerima

transfusi dari darah yang tercemar virus tersebut akan mengalami infeksi.

Penularan HIV dari ibu kepada janin atau anak dapat terjadi sewaktu ibu hamil

ataupun sewaktu persalinan. Infeksi HIV dapat terjadi pada kehamilan di trimester

pertama dan kedua. Hal tersebut didasari dari temuan analisis virology atas janin yang

mengalami abortus. Namun, diperkirakan penularan maternal kepada janin atau bayi

terutama pada masa perinatal. Hal ini didasari saat identifikasi polymerase chain

reaction (PCR) pada bayi baru lahir negatif dan positif pada beberapa bulan

kemudian. Angka penularan HIV dari ibu kepada janin atau bayinya terjadi pada

kehamilab 5% -10%, persalinan 10%-15% dan pasca-persalinan 5%-20% . (De Cock

dkk,2000). Walaupun jarang namun, penularan HIV melalui kolostrum dan Air Susu

Ibu (ASI) dapatterjadi maka dari itu ASI dari ibu yang terinfeksi sebaiknya tidak

diberikan kepada anak.

Ditemukan risiko penularan HIV melalui pekerjaan, seperti pekerja kesehatan,

petugas laboratorium dan orang lain yang bekerja dengan specimen atau bahan yang

terinfeksi HIV terutama saat menggunakan benda tajam. Infeksi HIV tersebut

menular melalui luka atau erosi yang ada pada pekerja yang bekerja dengan spesimen

HIV.

C. Diagnosis Penyakit HIV

7
Diagnosis pada infeksi HIV dilakukan dengan dua metode yaitu metode pemeriksaan

klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium meliputi uji

imunologi dan uji virologi.

a). Diagnosis klinikSejak tahun 1980 WHO telah berhasil mendefinisikan kasus

klinik dansistem stadium klinik untuk infeksi HIV. WHO telah mengeluarkan batasan

kasus infeksi HIV untuk tujuan pengawasan dan merubah klasifikasi stadium klinik

yang berhubungan dengan infeksi HIV pada dewasa dan anak. Pedoman ini meliputi

kriteria diagnosa klinik yang patut diduga pada penyakit berat HIV untuk

mempertimbangkan memulai terapi antiretroviral lebih cepat (Read, 2007).

Keadaan Umum
Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar
Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral > 37,50C)
lebih dari satu bulan
Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan
Limfadenofati meluas
Kulit
PPE* dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi HIV.
Beberapa kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan
psoriasis
sering terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV
Infeksi
Infeksi jamur Kandidosis oral*
Dermatitis seboroik
Kandidosis vagina kambuhan
Infeksi viral Herpes zoster (berulang/melibatkan lebih dari satu
dermatom)*
Herpes genital (kambuhan)
Moluskum kontagiosum
Kondiloma
Gangguan Batuk lebih dari satu bulan

8
Pernafasan Sesak nafas
TB
Pnemoni kambuhan
Sinusitis kronis atau berulang
Gejala Nyeri kepala yang semakin parah (terus menerus dan tidak
Neurologis jelas
penyebabnya)
Kejang demam
Menurunnya fungsi kognitif
* Keadaan tersebut merupakan dugaan kuat terhadap infeksi HIV
[Sumber : Dep Kes, 2007]

b). Diagnosis Laboratorium

Metode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnosis infeksi HIV

dibagi

dalam dua kelompok yaitu :

1). Uji Imunologi

Uji imunologi untuk menemukan respon antibody terhadap HIV-1 dan

digunakan sebagai test skrining, meliputi enzyme immunoassays atau

enzyme –linked immunosorbent assay (ELISAs) sebaik tes serologi cepat

(rapid test).Uji Western blot atau indirect immunofluorescence assay (IFA)

digunakan untuk memperkuat hasil reaktif dari test krining . Uji yang

menentukan perkiraan abnormalitas sistem imun meliputi jumlah dan

persentase CD4+ dan CD8+ T-limfosit absolute. Uji ini sekarang tidak

digunakan untuk diagnose HIV tetapi digunakan untuk evaluasi.

 Deteksi antibodi HIV

9
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang diduga telah terinfeksi

HIV. ELISA dengan hasil reaktif (positif) harus diulang dengan sampel

darah yang sama, dan hasilnya dikonfirmasikan dengan Western Blot atau

IFA (Indirect Immunofluorescence Assays). Sedangkan hasil yang negatif

tidak memerlukan tes konfirmasi lanjutan, walaupun pada pasien yang

terinfeksi pada masa jendela (window period), tetapi harus ditindak

lanjuti dengan dilakukan uji virologi pada tanggal berikutnya. Hasil

negatif palsu dapat terjadi pada orang-orang yang terinfeksi HIV-1 tetapi

belum mengeluarkan antibodi melawan HIV-1 (yaitu, dalam 6 (enam)

minggu pertama dari infeksi, termasuk semua tanda-tanda klinik dan

gejala dari sindrom retroviral yang akut. Positif palsu dapat terjadi pada

individu yang telah diimunisasi atau kelainan autoimune, wanita hamil,

dan transfer maternal imunoglobulin G (IgG) antibodi anak baru lahir dari

ibu yang terinfeksi HIV-1. Oleh karena itu hasil positif ELISA pada

seorang anak usia kurang dari 18 bulan harus di konfirmasi melalui uji

virologi (tes virus), sebelumanak dianggap mengidap HIV-1.

 Rapid test

Merupakan tes serologik yang cepat untuk mendeteksi IgG antibodi

terhadap HIV-1. Prinsip pengujian berdasarkan aglutinasi partikel,

imunodot (dipstik), imunofiltrasi atau imunokromatografi. ELISA tidak

10
dapat digunakan untuk mengkonfirmasi hasil rapid tes dan semua hasil

rapid tes reaktif harus dikonfirmasi dengan Western blot atau IFA.

 Western blot

Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi

rapid tes sebagai hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot

menemukan keberadaan antibodi yang melawan protein HIV-1 spesifik

(struktural dan enzimatik). Western blot dilakukan hanya sebagai

konfirmasi pada hasil skrining berulang (ELISA atau rapid tes). Hasil

negative Western blot menunjukkan bahwa hasil positif ELISA atau rapid

tes dinyatakan sebagai hasil positif palsu dan pasien tidak mempunyai

antibodi HIV-1. Hasil Western blot positif menunjukkan keberadaan

antibodi HIV-1 pada individu dengan usia lebih dari 18 bulan.

 Indirect Immunofluorescence Assays (IFA)

Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih

sedikit dan sedikit lebih mahal dari uji Western blot. Antibodi Ig dilabel

dengan penambahan fluorokrom dan akan berikatan pada antibodi HIV

jika berada pada sampel. Jika slide menunjukkan fluoresen sitoplasma

11
dianggap hasil positif (reaktif), yang menunjukkan keberadaan antibodi

HIV-1.

 Penurunan sistem imun

Progresi infeksi HIV ditandai dengan penurunan CD4+

T limfosit, sebagian besar sel target HIV pada manusia. Kecepatan

penurunan CD4 telah terbukti dapat dipakai sebagai petunjuk

perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4 menurun secara bertahap

selama perjalanan penyakit. Kecepatan penurunannya dari waktu ke

waktu rata-rata 100 sel/tahun.

2). Uji Virologi

Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes

amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test

untuk menemukan asam nukleat HIV-1 seperti DNA arau RNA HIV-1 dan

test untuk komponen virus (seperti uji untuk protein kapsid virus (antigen

p24)).

 Kultur HIV

HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi

dalam plasma dan sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus

terdeteksi dengan menguji cairan supernatan biakan setelah 7-14 hari

untuk aktivitas reverse transcriptase virus atau untuk antigen spesifik

12
virus. Menemukan RNA virus atau DNA proviral yang banyak dilakukan

untuk diagnosis pada anak usia kurang dari 18 bulan. Karena asam nuklet

virus mungkin berada dalam jumlah yang sangat banyak dalam sampel.

Pengujian RNA dan DNA virus dengan amplifikasi PCR, menggunakan

metode enzimatik untuk mengamplifikasi RNA HIV-1. Level RNA HIV

merupakan petanda prediktif penting dari progresi penyakit dan menjadi

alat bantu yang bernilai untuk memantau efektivitas terapi antivirus.

 Uji antigen p24

Protein virus p24 berada dalam bentuk terikat dengan antibodi p24

atau dalam keadaan bebas dalam aliran darah indivudu yang terinfeksi

HIV-1. Pada umumnya uji antigen p24 jarang digunakan dibanding teknik

amplifikasi RNA atau DNA HIV karena kurang sensitif. Sensitivitas

pengujian meningkat dengan peningkatan teknik yang digunakan untuk

memisahkan antigen p24 dari antibodi anti-p24 (Read, 2007).

D. Pecegahan Penyakit HIV/AIDS

Ketika HIV masuk ke dalam tubuh, virus ini akan merusak sistem kekebalan

tubuh, berikut dengan sel darah putih yang berperan penting dalam sistem imun.

Semakin banyaknya darah putih yang dihancurkan, maka sistem kekebalan tubuh

akan semakin lemah.

Hal yang perlu ditegaskan, HIV ini bisa menular dari satu orang ke orang lain.

Pertanyaannya, bagaimana sih cara mencegah penularan HIV?

13
Tips Sederhana Mencegah HIV

Meski tergolong sebagai penyakit yang bisa mematikan, tapi setidaknya penularan

HIV bisa dicegah. Terdapat beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah

penularan HIV. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), National Institutes of

Health, dan sumber lainnya, penularan HIV dapat dicegah dengan abcde :

 A (Abstinence)

Bagi yang belum menikah, tidak melakukan hubungan seks di luar nikah

adalah langkah yang paling tepat untuk menghindari paparan HIV.

 B (Be Faithful)

Bersikaplah saling setia kepada satu pasangan seks. Hindari perilaku berganti-

ganti pasangan untuk meminimalisir kemungkinan penularan HIV.

 C (Condom)

Gunakan kondom yang baru tiap berhubungan seks, baik melalui vagina

maupun melalui dubur. Bila memilih kondom berpelumas, pastikan memilih

pelumas yang berbahan dasar air. Hindari kondom dengan pelumas yang

berbahan dasar minyak, karena dapat membuat kondom bocor.

 D (Drug No)

Menghindari penggunaan narkoba, terutama melalui jarum suntik, bisa

mencegah seseorang terinfeksi HIV. Selain itu, menghindari berbagi pakai

jarum suntik juga dapat mencegah infeksi virus hepatitis B.

 E (Education)

14
Pemberian informasi yang benar mengenai HIV, cara penularan, pencegahan,

dan pengobatannya, dapat membantu mencegah penularan HIV di

masyarakat.

Bagi Anda yang berisiko tinggi terinfeksi HIV tetapi terkonfirmasi negatif, dokter

dapat memberikan obat pre-exposure prophylaxis (PrEP). Pada pria, prosedur sunat

juga dinilai dapat mengurangi risiko infeksi HIV. Jika Anda didiagnosis positif HIV,

beri tahu pasangan Anda agar ia juga menjalani tes HIV. Bila Anda didiagnosis HIV

pada masa kehamilan, diskusikan dengan dokter terkait langkah penanganan

selanjutnya, perencanaan persalinan, dan cara untuk mencegah penularan HIV dari

ibu ke janin.

Salah satu upaya darurat ketika Anda menduga baru terpapar virus HIV (misalnya

karena berhubungan seks dengan penderita HIV) adalah dengan berkonsultasi dengan

dokter terkait hal tersebut. Dokter akan meresepkan obat post-exposure prophylaxis

(PEP). Obat PEP adalah kombinasi tiga obat antiretroviral yang bertujuan untuk

mencegah perkembangan infeksi HIV. Obat ini harus mulai dikonsumsi maksimal 72

jam setelah terpapar HIV. Dalam satu resep, obat ini harus dikonsumsi selama 28

hari.

E. Pengobatan Penyakit HIV/AIDS

Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, tetapi ada jenis

obat yang dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut

antiretroviral (ARV). 

15
ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk

menggandakan diri dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Selama

mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan sel CD4

untuk menilai respons pengidap terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan dilakukan

tiap 3–6 bulan. Sedangkan pemeriksaan HIV RNA, dilakukan sejak awal pengobatan,

lalu dilanjutkan tiap 3–4 bulan selama masa pengobatan. Dengan begitu, infeksi virus

HIV tidak dapat menyebabkan gangguan pada system imun. Selain itu, menurut

laman informasi HIV.gov, pengidap HIV/AIDS yang rutin minum obat ARV

memiliki risiko sangat rendah untuk menularkan penyakit HIV secara seksual pada

pasangannya yang HIV- negative.

Berikut ini berbagai golongan obat antiretroviral yang biasanya digunakan dalam

pengobatan HIV:

1. Integrase strand transfer inhibitors (INSTIs)

Obat INSTIs adalah obat yang menghentikan aksi integrase. Integrase adalah enzim

virus HIV yang digunakan untuk menginfeksi sel T dengan memasukkan DNA HIV

ke dalam DNA manusia.

Obat integrase inhibitor biasanya diberikan pertama kali sejak seseorang didiagnosis

tertular HIV.

Obat ini diberikan karena diyakini cukup ampuh untuk mencegah jumlah virus

bertambah banyak dengan risiko efek samping yang sedikit.

Berikut ini adalah jenis-jenis integrase inhibitor:

16
 Bictegravir (tidak ada obat tunggalnya, tapi tersedia dalam kombinasi obat)

 Dolutegravir

 Elvitegravir (tidak tersedia sebagai obat yang berdiri sendiri, tetapi tersedia

dalam kombinasi obat Genvoya dan Stribild)

 Raltegravir

2. Nucleoside/Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI)

NRTI adalah salah satu golongan obat antiretroviral yang digunakan dalam

pengobatan HIV dan AIDS.

Obat antiretroviral ini bertugas mengganggu kemampuan virus untuk memperbanyak

diri di dalam tubuh.

Lebih spesifiknya, NRTI bekerja dengan cara menghalangi enzim HIV untuk

bereplikasi. Biasanya, virus HIV akan memasuki sel-sel sistem kekebalan tubuh. Sel-

sel ini disebut sel CD4 atau sel T.

Setelah virus HIV memasuki sel CD4, virus mulai menggandakan atau

memperbanyak diri. Normalnya, sel sehat akan mengubah materi genetik dari DNA

ke RNA.

Namun, virus HIV yang masuk ke dalam tubuh akan mengubah materi genetik

menjadi kebalikannya, yakni dari RNA menjadi DNA. Proses ini disebut transkripsi

terbalik dan membutuhkan enzim yang disebut reverse transcriptase.

Cara kerja obat NRTI yaitu dengan mencegah enzim reverse transcriptase virus

menyalin RNA menjadi DNA. Tanpa adanya DNA, HIV dan AIDS tidak dapat

memperbanyak diri.

17
Obat NRTI untuk HIV dan AIDS biasanya terdiri dari 2-3 kombinasi obat bertikut

 Abacavir, lamivudine, dan zidovudine

 Abacavir dan lamivudine

 Emtricitabine dan tenofovir alafenamide fumarate

 Emtricitabin dan tenofovir disoproxil fumarate

 Lamivudine dan tenofovir disoproxil fumarate

 Lamivudine dan zidovudine

3. Cytochrome P4503A (CYP3A) inhibitors

Cytochrome P4503A adalah enzim dalam organ hati yang membantu beberapa fungsi

tubuh. Enzim ini dapat memecah atau obat-obatan yang masuk ke dalam tubuh.

Cara pengobatan dengan CYP3A yakni meningkatkan fungsi kadar obat HIV serta

obat non-HIV lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Alhasil, efek pengobatan pun

lebih manjur untuk mengoptimalkan kondisi kesehatan pasien.

Berikut adalah beberapa contoh obat ARV dari jenis CYP3A:

 Cobicistat (Tybost)

 Ritonavir (Norvir)

Obat cobicistat yang diminum tunggal atau tanpa campuran obat lain tidak mampu

bekerja sebagai anti-HIV yang maksimal. Maka dari itu, ia selalu dipasangkan dengan

obat ARV lain, misalnya dengan obat ritonavir.

Obat ritonavir pada dasarnya dapat bekerja sebagai antiretroviral bila digunakan

sendiri.

18
Namun, ketika diminum sendiri, kedua obat tersebut harus digunakan dalam dosis

yang cukup tinggi. Itu sebabnya, keduanya sering digabung agar pengobatan HIV dan

AIDS lebih optimal.

4. Protease inhibitor (PI)

Protease inhibitor adalah salah satu obat HIV dan AIDS yang bekerja dengan cara

mengikat enzim protease.

Untuk bisa menyalin virus di dalam tubuh, HIV membutuhkan enzim protease. Jadi,

ketika protease diikat oleh obat protease inhibitor, virus HIV tidak akan bisa

membuat salinan virus baru.

Hal ini berguna untuk mengurangi jumlah virus HIV yang bisa menginfeksi lebih

banyak sel sehat.

Obat-obatan PI yang digunakan untuk mengobati HIV dan AIDS antara lain sebagai

berikut:

 Atazanavir

 Darunavir

 Fosamprenavir

 Lopinavir (tidak tersedia sebagai obat yang berdiri sendiri, tetapi tersedia

dengan ritonavir dalam kombinasi obat Kaletra)

 Ritonavir

 Tipranavir

19
Protease inhibitor hampir selalu digunakan bersamaan dengan cobicistat atau

ritonavir yang termasuk golongan obat CYP3A.

Sebetulnya obat PI dapat diberikan sebagai obat tunggal, tetapi dokter selalu

meresepkan dengan memberikan obat antiretroviral lainnya agar lebih ampuh.

5. Entry inhibitors

Pengobatan menggunakan entry inhibitors bekerja dengan cara menghalangi virus

HIV dan AIDS memasuki sel T yang sehat. Namun, obat ini jarang digunakan

sebagai pengobatan pertama untuk HIV.

Ada 3 jenis obat entry inhibitor yang juga dapat membantu meredakan HIV dan

AIDS.

Fusion inhibitor

Fusion inhibitor adalah jenis obat lain yang termasuk dalam terapi HIV. HIV

membutuhkan inang sel T untuk bisa memperbanyak diri.

Nah, fusion inhibitor bekerja menghalangi virus HIV dan AIDS memasuki sel T

inang. Ini karena fusion inhibitor mencegah virus HIV untuk memperbanyak diri.

Hanya satu inhibitor fusi yang saat ini tersedia, yaitu enfuvirtide (Fuzeon).

Post-attachment inhibitors

Ibalizumab-uiyk (Trogarzo) adalah obat yang termasuk dalam jenis post attachment

inhibitor. Obat ini sudah digunakan di Amerika melalui beberapa penelitian yang

sebelumnya telah dilakukan oleh BPOM negara tersebut.

20
Obat ini bekerja dengan cara mencegah virus berkembang bertambah banyak

sekaligus mencegah HIV memasuki sel tertentu yang dapat mengacaukan sistem

kekebalan tubuh.

Agar cara pengobatan HIV dan AIDS lebih optimal, obat ini harus digunakan dengan

obat ARV lainnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. AIDS

merupakan kumpulan gejala-gejala penyakit pada seseorang karena berkurangnya

sistem kekebalan tubuh akibat serangan HIV. HIV mempunyai kemampuan

mengubah diri sehingga mudah melakukan mutasi bila suatu kondisi tidak

menguntungkan hidupnya. HIV hanya bisa hidup pada cairan/jaringan tubuh

manusia. HIV masuk ke dalam pembuluh darah melalui “pintu masuk” berupa luka

pada tubuh, kemudian menyerang sel-sel kekebalan tubuh sehingga sistem pertahanan

tubuh penderita mengalami kelumpuhan.

Bila seseorang terinfeksi HIV maka hampir di seluruh cairan tubuhnya

mengandung HIV tetapi dengan jumlah berbeda-beda. Walaupun demikian, yang

terbukti dapat menularkan adalah HIV yang terdapat di darah, air mani, dan cairan

21
serviks atau vagina. HIV menular melalui “pintu masuk” berupa luka, luka borok, dan

yang memungkinkan terjadinya pertukaran cairan tubuh yang mengandung virus ke

peredaran darah orang yang belum terinfeksi.

Virus HIV mengalami perkembangan di dalam tubuh penderita. Setelah 5–10

tahun tertular HIV, penderita mulai menunjukkan gejala bermacam penyakit yang

disebabkan oleh rendahnya daya tahan tubuh sehingga ia menderita penyakit AIDS

(Acuired Immuno Deficiency Syndrome). Penyakit AIDS bukan merupakan penyakit

keturunan, tetapi penyakit ini diperoleh akibat terinfeksi HIV. Dalam tubuh manusia,

terdapat sel-sel darah putih yang berfungsi melawan dan membunuh kuman atau bibit

penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Jika seseorang terserang virus HIV, sel-sel

darah putih dihancurkan oleh virus tersebut sehingga tidak mampu lagi melawan

kuman penyakit dan mudah terserang penyakit infeksi lain.

B. Saran

Setelah penulis memaparkan kesimpulan di atas yang sudah penulis susun dalam

makalah ini, penulis ingin menyampaikan saran kepada pembaca makalah ini.

Adapun yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut,.

1. Bagi pembaca makalah ini

Melihat kondisi-kondisi di atas, yang bisa kita lakukan untuk pencegahan

penyebaran HIV adalah berperilaku yang bertanggung jawab baik bagi diri kita

sendiri maupun orang lain, dan berperilaku sesuai dengan tuntutan norma agama

dan sosial yang berlaku dimasyarakat. Di samping itu, menyebarkan informasi

22
tentang HIV/AIDS adalah cara lain untuk melindungi teman, keluarga, dan

lingkungan dari penyebaran HIV/AIDS.

2. Bagi penulis makalah selanjutnya

a. Penulis selanjutnya diharapkan untuk mengkaji lebih banyak sumber maupun

referensi yang terkait dengan judul makalah di atas agar isi dan hasilnya lebih

baik dan lebih lengkap lagi.

b. Penulis selanjutnya diharapkan lebih mempersiapkan diri dalam proses

pengambilan,pengumpulan dan segala sesuatunya sehingga dapat dilaksanakn

dengan lebih baik lagi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Hafid, Tarmudi B. dan Ahmad Rithaudin. 2011.  Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan
Kesehatan untuk SMA, MA, dan SMK Kelas XI. Jakarta: Pusat Kurikulum dan

Centers for Disease Control and Prevention (2020). HIV Basics. About HIV.

Kementerian Kesehatan RI (2020). InfoDATIN. HIV dan AIDS 2020.

National Health Services UK (2021). Health A to Z. HIV and AIDS.

Pietrangelo, Ann. Healthline (2021). A Comprehensive Guide to HIV and AIDS.

World Health Organization (2021). Fact Sheets. HIV/AIDS.

Centers for Disease Control and Prevention (2020). HIV Basics. About HIV.

Kementerian Kesehatan RI (2020). InfoDATIN. HIV dan AIDS 2020.

Kemenkes RI. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (2019). -


Laporan Perkembangan HIV-AIDS & Penyakit Infeksi Menular Seksual
(PIMS) Triwulan 4 Tahun 2019.

National Health Services UK (2021). Health A to Z. HIV and AIDS.

U.S. Department of Health & Human Services (2020). HIV Basics. What Are HIV
and AIDS?

Mayo Clinic (2020). Diseases & Conditions. HIV/AIDS.

Ellis, R.R. WebMD (2020). Types and Strain of HIV.

Pietrangelo, Ann. Healthline (2021). A Comprehensive Guide to HIV and AIDS

Departemen Kesehatan Tahun 2007

WHO tentang HIV tahun 2009

Jurnal penelitian penyakit HIV [online]. Tersedia: https://lontar.ui.ac.id [17 Mei


2022]

24

Anda mungkin juga menyukai