BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1980 WHO mengadakan pertemuan yang pertama tentang AIDS.Penelitian
mengenai AIDS telah dilakukan secara intensif, dan informasi mengenai AIDS sudah
menyebar dan bertambah dengan cepat.selain berdampak negative pada bidang medis, AIDS
juga berdampak pada bidang lainnya seperti ekonomi, politik, etika, dan moral.
Berdasarkan data statistik, peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS diindonesia begitu
cepat.Ternyata dasar penularan awal epidemi ini disebabkan oleh jarum suntik. Diperkirakan
saat ini terdapatlebih dari 1,3 juta penderita HIV/AIDS akibat jarum suntik. Jika terus
berlanjut makan diperkirakan tahun 2020 jumlah itu akan meningkat menjadi 2,3 juta orang.
Dan sebagai mahasiswa keperawatan perlu memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS dan
penatalaksanaannya secara komprehensif. AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Human Immuno deficiency virus HIV.
Banyak isu legal yang terjadi dalam perawatan pasien. perawatan pasien dengan
HIV/AIDS menimbulkan banyak masalah sulit tentang tes HIV, stigma, dan diskriminasi,
masalah di tempat kerja, dan masih banyak masalah yang lain. penerimaan masyarakat
terhadap pasien HIV/AIDS masih kurang disebabkan HIV banyak dihubungkan dengan
mitos-mitos dimasyarakat. Perawat harus selalu mengevaluasi diri untuk memastikan
tindakan telah sesuai dengan prinsip etik dan hukum. Hukum merupakan proses yang dinamis
sehingga tenaga kesehatan juga harus selalu memperbaharui pengetahuan mereka tentang
hukum yang berlaku saat itu. Prinsipnya, bersikap jujur pada pasien dan meminta informed
consent atas semua tindakan atau pemeriksaan merupakan tindakan yang paling aman untuk
menghindari implikasi hukum.
1.2 Tujuan
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Keperawatan
b. Untuk dapat mengerti dan memahami Konsep Dasar HIV/AIDS
c. Untuk dapat mengerti dan memahami Asuhan Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS.
d. Agar dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS
e. Agar mengetahui Konsep Etik dan Hukum dalam Asuhan Keperawatan Pasien HIV/AIDS
BAB III
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang
dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem
kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi Yang
menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun. AIDS adalah singkatan dari Acquired
imune deficiency syndrome yaitu menurunnya daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit
karena adanya infeksi virus HIV (human Immunodeficiency virus). Antibodi HIV positif
tidak diidentik dengan AIDS, karena AIDS harus menunjukan adanya satu atau lebih gejala
penyakit skibat defisiensi sistem imun selular.
AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala atau
penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (
Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk family retroviridae. AIDS merupakan tahap
akhir dari infeksi HIV. (Sudoyo Aru, dkk 2009).
2.2 Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus
(HIV).HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2
dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan HIV Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase
yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi
neurologist. AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
c. Orang yang ketagian obat intravena
d. Partner seks dari penderita AIDS
e. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
b. Rehabilitasi
Rehabilitas ditujukan pada pengidap atau pasien AIDS dan keluarga atau orang terdekat,
dengan melakukan konseling yang bertujuan untuk :
1) Memberikan dukungan mental-psikologis
2) Membantu merekab untuk bisa mengubah perilaku yang tidak berisiko tinggi menjadi
perilaku yang tidak berisiko atau kurang berisiko.
3) Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa mempertahankan kondisi
tubuh yang baik.
4) Membantu mereka untuk menemukan solusi permasalahan yang berkaitan dengan
penyakitnya, antara lain bagaimana mengutarakan masalah-masalah pribadi dan sensitif
kepada keluarga dan orang terdekat.
c. Edukasi
Edukasi pada masalah HIV/AIDS bertujuan untuk mendidik pasien dan keluarganya tentang
bagaimana menghadapi hidup bersama AIDS, kemungkinan diskriminasi masyaratak sekitar,
bagaimana tanggung jawab keluarga, teman dekat atau masyarakat lain. Pendidikan juga
diberikan tentang hidup sehat, mengatur diet, menghindari kebiasaan yang dapat merugikan
kesehatan, antara lain: rokok, minuman keras. Narkotik, dsb.
2.7 Konsep Etik dan Hukum dalam Asuhan Keperawatan Pasien HIV/AIDS
Etik berasal dari Bahasa yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan yang baik atau
yang seharusnya dilakukan. Dalam organisasi profesi kesehatan pedoman baik atau buruk
dalam melakukan tugas profesi telah dirumuskan dalam bentuk kode etik yang penyusunanya
mengacu pada sistem etik dan asas etik yang ada. meskipun terdapat perbedaan aliran dan
pandangan hidup, serta adanya perubahan dalam tata nilai kehidupan masyarakat secara
global, tetapi dasar etik dibidang kesehatan, “Kesehatan klien senantiasa akan saya
utamakan” tetap merupakan asas yang tidak pernah berubah. Asas dasar tersebut dijabarkan
menjadi enam asas etik, yaitu :
1. Asas menghormati Otonomi Klien
Klien mempunyai kebebasan untuk mengetahui dan memutuskan apa yang dilakukan
terhadapnya, untuk ini perlu diberikan informasi yang cukup.
2. Asas Kejujuran
Tenaga kesehatan hendaknya mengatakan yang sebenarnya tentang apa yang terjadi, apa
yang akan dilakukan serta risiko yang dapat terjadi.
3. Asas Tidak merugikan
Tenaga kesehatan tidak melakukan tindakan yang tidak diperlukan dan mengutamakan
tindakan yang tidak merugikan klien serta mengupayakan risiko yang paling minimal atas
tindakan yang dilakukan.
4. Asas Manfaat
Semua tindakan yang dilakukan terhadap klien harus bermanfaat bagi klien untuk
mengurangi penderitaan atau memperpanjang hidupnya.
5. Asas Kerahasiaan
Kerahasiaan klien harus dihormati meskipun klien telah meninggal.
6. Asas Keadilan
Tenaga kesehatan harus adil, tidak membedakan kedudukan sosial ekonomi, pendidikan,
gender, agama, dan lain sebagainya.
Prinsip etik yang harus dipegang oleh seseorang, masyarakat, nasional, dan internasional
dalam menghadapi HIV/AIDS adalah :
1. Empati
Ikut merasakan penderitaan sesame termasuk ODHA dengan penuh simpati, kasih saying dan
kesediaan saling menolong.
2. Solidaritas
Secara bersama-sama membantu meringankan dan melawan ketidakadilan yang diakibatkan
oleh HIV/AIDS.
3. Tanggung jawab
Bertanggung jawab mencegah penyebaran dan memberikan perawatan pada ODHA.
Upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS tidak dapat dipisahkan dari
aspek hukum dan hak Asasi manusia (HAM). Permasalahan pokok yang menyangkut hukum
berkaitan dengan maraknya kasus HIV/ AIDS adalah bagaimana menyeimbangkan antara
perlindungan kepentingan masyarakat dan kepentingan individu pengidap HIV dan penderita
AIDS (Indar, 2010).
Aspek hukum dan HAM merupakan dua komponen yang sangat penting dan ikut
berpengaruh terhadap berhasil tidaknya program penanggulangan yang dilaksanakan. Telah
diketahui bahwa salah satu sifat utama dari fenomena HIV & AIDS terletak pada keunikan
dalam penularan dan pencegahannya. Berbeda dengan beberapa penyakit menular lainnya
yang penularannya dibantu serta dipengaruhi oleh alam sekitar, pada HIV & AIDS penularan
dan pencegahannya berhubungan dengan dan atau tergantung pada perilaku manusia.
Terdapat dua hak asasi fundamental yang berkaitan dengan epidemi HIV/ AIDS yaitu :
hak terhadap kesehatan dan hak untuk bebas dari diskriminasi. Dibandingkan dengan hak
terhadap kesehatan, jalan keluar dari masalah diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS ini
jauh lebih kompleks dan sulit.
Pada banyak kasus, penderita akhirnya bisa berdamai dengan kenyataan bahwa mereka
memang mengidap HIV dan mungkin akan meninggal dengan dan karena AIDS. Akan tetapi
penderitaan yang lebih parah justru dialami karena adanya stereotype yang dikenakan kepada
mereka. Orang terinfeksi acap kali dihubungkan dengan orang terkutuk (amoral) karena
perilakunya yang menyimpang dan memang harus menanggung penderitaan sebagai karma
atas dosa-dosanya.
Tidak hanya dalam bentuk stereotip tetapi di banyak tempat ditemukan berbagai
pelanggaran HAM berupa stigmatisasi dan diskriminasi, bahkan juga penganiayaan dan
penyiksaan. Berbagai pelanggaran HAM dan hukum sebagai yang tergambar di atas pada
akhirnya merupakan fakta sosial yang menjadi bagian dari penderitaan orang terinfeksi
bahkan merupakan penyebab sekunder/non medis bagi kematian mereka.
Dalam Pasal 4 UU Kesehatan No. 36/2009 dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas
kesehatan. Permasalahan HIV dan AIDS sangat terkait dengan hak atas kesehatan. Hak atas
kesehatan adalah aset utama keberadaan umat manusia karena terkait dengan kepastian akan
adanya pemenuhan atas hak yang lain, seperti pendidikan dan pekerjaan. Secara garis besar di
dalam UU Kesehatan perlindungan hukum terhadap penderita HIV/ AIDS diatur mengenai :
a. Hak atas pelayanan kesehatan
Undang-Undang Kesehatan mewajibkan perawatan diberlakukan kepada seluruh masyarakat
tanpa kecuali termasuk penderita HIV AIDS. Dalam Pasal 5 UU Kesehatan dinyatakan
bahwa terdapat kesamaan hak tiap orang dalam mendapatkan akses atas sumber daya
kesehatan, memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.Tugas
pemerintah dalam hal ini untuk menyediakan tenaga medis, paramedik dan tenaga kesehatan
lainnya yang cukup dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi penderita HIV/AIDS dan
menjamin ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan sehingga tercapai derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan serta jaminan
ketersediaan obat dan alat kesehatan diatur dalam UU Kesehatan dan berlaku juga bagi
penderita HIV/AIDS.
b. Hak atas informasi
Pasal 7 UU Kesehatan secara tegas mengatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan
informasi dan edukasi tentang kesehatan serta informasi tentang data kesehatan dirinya
termasuk tindakan dan pengobatan atas dirinya pada pasal 8. Peningkatan pendidikan untuk
menangani HIV dan AIDS termasuk metode pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS
serta peningkatan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pencegahan dan penyebaran
HIV dan AIDS, misalnya melalui penyuluhan dan sosialisasi merupakan upaya dalam
memberikan informasi mengenaiHIV/AIDS.
c. Hak atas kerahasiaan
Hak atas kerahasiaan dalam UU Kesehatan diatur dalam Pasal 57 dimana setiap orang berhak
atas rahasia kondisi kesehatannya. Selain itu UUPK No. 29/2004 juga mengatur mengenai
rahasia medis dan rekam medis ini pada paragraph 3 dan 4 tentang rekam medis dan rahasia
kedokteran. Rahasia Medis itu bersifat pribadi, hubungannya hanya antara dokter -
pasien. Ini berarti seorang dokter tidak boleh mengungkapkan tentang rahasia penyakit
pasien yang dipercayakannya kepada orang lain, tanpa seizin si pasien. Masalah HIV / AIDS
banyak sangkut pautnya dengan Rahasia Medis sehingga kita harus berhati hati dalam
menanganinya. Dalam mengadakan peraturan hukum, selalu terdapat dilema antara
kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan. Seringkali harus dipertimbangkan
kepentingan mana yang dirasakan lebih berat. Dalam sistim Demokrasi, hak asasi seseorang
harus diindahkan, namun hak asasi ini tidaklah berarti bersifat mutlak. Pembatasan dari hak
asasi seseorang adalah hak asasi orang lain didalam masyarakat itu. Jika ada pertentangan
kepentingan, maka hak perorangan harus mengalah terhadap kepentingan masyarakat banyak.
d. Hak atas Persetujuan Tindakan Medis
Dalam pasal 56 UU Kesehatan diatur tentang persetujuan tindakan medis atau
informed consent. Masalah AIDS juga ada erat kaitannya dengan Informed Consent.
Merupakan tugas dan kewajiban seorang dokter untuk memberikan informasi tentang
penyakit-penyakit yang diderita pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan, disamping
wajib merahasiakannya. Pada pihak lain kepentingan masyarakat juga harus dilindungi.
Semua tes HIV harus mendapatkan informed consent dari pasien setelah pasien
diberikan informasi yang cukup tentang tes, tujuan tes,implikasi hasil tes positif ataupun
negatif yang berupa konseling prates.
2.8 Isu Etik dan Hukum pada Konseling Pre-Post tes HIV
1. Konseling Pre-post Tes HIV
Konseling adalah proses pertolongan di mana seseorang dengan tulus ikhlas dan tujuan
yang jelas memberikan waktu, perhatian dan keahliannya untuk membantu klien
mempelajari dirinya, mengenali, dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan
yang diberikan lingkungan. Voluntary counseling and testing (VCT) atau konseling dan tes
sukarela merupakan kegiatan konseling yang bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan
sebelum dan sesudah tes darah di laboratorium. Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih
dahulu memahami dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah
mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. Pelayanan VCT harus dilakukan oleh
petugas yang sangat terlatihh dan memiliki keterampilan konseling dan pemahaman akan
HIV/AIDS. Konseling dilakukan oleh konselor terlatih dengan modul VCT. Mereka dapat
berprofesi perawat, pekerja sosial, dokter, psikolog, psikiater, atau profesi lain.
4. Melaksanakan Rencana
Alternatif-alternatif rencana tersebut harus dipertimbangkan dan didiskusikan dengan tim
medis yang terlibat supaya tidak melanggar kode etik keperawatan. Sehingga bisa diputuskan
mana alternatif yang akan diambil. Dalam mengambil keputusan pada pasien dengan dilema
etik harus berdasar pada prinsip-prinsip moral yang berfungsi untuk membuat secara spesifik
apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam situasi tertentu ( John Stone,
1989 ), yang meliputi :
a. Autonomy / Otonomi
Pada prinsip ini perawat harus menghargai apa yang menjadi keputusan pasien dan
keluarganya tapi ketika pasien menuntut haknya dan keluarganya tidak setuju maka perawat
harus mengutamakan hak Tn. A tersebut untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya.
b. Benefesience / Kemurahan Hati
Prinsip ini mendorong perawat untuk melakukan sesuatu hal atau tindakan yang baik dan
tidak merugikan Tn. A. Sehingga perawat bisa memilih diantara 2 alternatif diatas mana yang
paling baik dan tepat untuk Tn. A dan sangat tidak merugikan Tn. A
c. Justice / Keadilan
Perawat harus menerapkan prinsip moral adil dalam melayani pasien. Adil berarti Tn. A
mendapatkan haknya sebagaimana pasien yang lain juga mendapatkan hak tersebut yaitu
memperoleh informasi tentang penyakitnya secara jelas sesuai dengan
konteksnya/kondisinya.
d. Nonmaleficience / Tidak merugikan
Keputusan yang dibuat perawat tersebut nantinya tidak menimbulkan kerugian pada Tn. A
baik secara fisik ataupun psikis yang kronis nantinya.
e. Veracity / Kejujuran
Perawat harus bertindak jujur jangan menutup-nutupi atau membohongi Tn. A tentang
penyakitnya. Karena hal ini merupakan kewajiban dan tanggung jawab perawat untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan Tn. A secara benar dan jujur sehingga Tn. A akan
merasa dihargai dan dipenuhi haknya.
f. Fedelity / Menepati Janji
Perawat harus menepati janji yang sudah disepakati dengan Tn. A sebelum dilakukan
pemeriksaan yang mengatakan bahwa perawat bersdia akan menginformasikan hasil
pemeriksaan kepada Tn. A jika hasil pemeriksaannya sudah selesai. Janji tersebut harus tetap
dipenuhi walaupun hasilnya pemeriksaan tidak seperti yang diharapkan karena ini
mempengaruhi tingkat kepercayaan Tn. A terhadap perawat tersebut nantinya.
g. Confidentiality / Kerahasiaan
Perawat akan berpegang teguh dalam prinsip moral etik keperawatan yaitu menghargai apa
yang menjadi keputusan pasien dengan menjamin kerahasiaan segala sesuatu yang telah
dipercayakan pasien kepadanya kecuali seijin pasien.
Berdasarkan pertimbangan prinsip-prinsip moral tersebut keputusan yang bisa diambil dari
dua alternatif diatas lebih mendukung untuk alternatif ke-2 yaitu secara langsung
memberikan informasi tentang kondisi pasien setelah hasil pemeriksaan selesai dan
didiskusikan dengan semua yang terlibat. Mengingat alternatif ini akan membuat pasien lebih
dihargai dan dipenuhi haknya sebagai pasien walaupun kedua alternatif tersebut memiliki
kelemahan masing-masing. Hasil keputusan tersebut kemudian dilaksanakan sesuai rencana
dengan pendekatan-pendekatan dan caringserta komunikasi terapeutik.
5. Mengevaluasi Hasil
Alternatif yang dilaksanakan kemudian dimonitoring dan dievaluasi sejauh mana Tn. A
beradaptasi tentang informasi yang sudah diberikan. Jika Tn. A masih denial maka
pendekatan-pendekatan tetap terus dilakukan dan support sistem tetap terus diberikan yang
pada intinya membuat pasien merasa ditemani, dihargai dan disayangi tanpa ada rasa
dikucilkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
AIDS adalah singkatan dari Acquired imune deficiency syndrome yaitu menurunnya
daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit karena adanya infeksi virus HIV (human
Immunodeficiency virus). Antibodi HIV positif tidak diidentik dengan AIDS, karena AIDS
harus menunjukan adanya satu atau lebih gejala penyakit skibat defisiensi sistem imun
selular.HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan
mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :
1. Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan
2. Pengguna narkoba suntik
3. Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
4. Bayi yang ibunya positif HIV
Penularan HIV/AIDS. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi
(tanpa kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV;
1. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
2. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV
3. Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan,
saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI)
HIV tidak ditularkan melalui hubungan sosial yang biasa seperti jabatan tangan,
bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan peralatan makan dan minum, gigitan
nyamuk, kolam renang, penggunaan kamar mandi atau WC/Jamban yang sama atau tinggal
serumah bersama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Tanda dan gejala klinis penderita
HIV/AIDS;
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
5. Dimensia/HIV ensefalopati
6. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
Pencegahan HIV/AIDS. HIV dapat dicegah dengan memutus rantai penularan, yaitu ;
1. Menggunakan kondom pada setiap hubungan seks berisiko,
2. Tidak menggunakan jarum suntik secara bersam-sama
Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari pengobatan, perawatan / rehabilitasi dan
edukasi.Kepercayaan merupakan standar legal dan etis dari kerahasiaan dimana profesi
kesehatan harus menjaganya. Tanpa pemahaman bahwa pembeberan tersebut akan selalu
dijaga kerahasiaannya, pasien mungkin akan menahan informasi pribadi yang dapat
mempersulit dokter dalam usahanya memberikan intervensi efektif atau dalam mencapai
tujuan kesehatan publiktertentu. Ada banyak kesulitan yang timbul didalam menjaga
kerahasiaan informasi pasien yang sensitif HIV AIDS terutama pada masyarakat r yang
memiliki kecenderungan untuk berbagi informasi. Namun dengan sosialiasi dan penanganan
yang baik petugas kesehatan dan medis diharapkan dapat memberikan pengertian terutama
pada mereka yang tingkat pendidikannya rendah.
3.2 Saran
Penyaji menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penyaji
berharap kritik dan saran yang membangun untuk pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam dkk. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV dan
AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Sudoyo, Aru W. 2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.
Kozier. 2010. Fundamental Keperawatan Vol.1. Jakarta:EGC