Anda di halaman 1dari 12

Nama : Nuriska Ayu Fajriyati

NIM : 14012040
Mata Kuliah : UTS HIV/AIDS
Prodi : IKM B Non Reguler
Dosen : Nopriadi, SKM, M.Kes

1. Jelaskan bagaimana perkembangan HIVmenjadi AIDS? Dan bagaimana pula


terjadinya penulalaran HIV melalui darah, caira vagina dan sperma, serta
plasenta dan ASI?
Jawaban :
a. Perkembangan HIV menjadi penyakit AIDS dalam tubuh manusia mulai
dari awal terinfeksi adalah :
HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara yaitu melalui
hubungan seksual, penggunaan narkoba suntik dan ibu yang HIV positif ke
anaknya. HIV mulai menyerang bagian dari sel darah putih yang disebut T se, T sel
adalah bagian dari sistem kekebalan tubuh yang bertugas untuk mengkoordinasikan
pertahanan tubuh terhadap bakteri dan virus.l. Target utamanya adalah salah satu
jenis T sel yang disebug CD4+. Pertama kali masuk, HIV akan mendapat serangan
sekuat tenaga dari sistem kekebalan tubuh sehingga banyak dari HIV yang mati.
Inilah yang menyebabkan terjadinya " window period" yaitu bila orang tersebut di
tes HIV maka hasilnya akan negatif karena HIV belum terdeteksi namun orang ini
sudah dapat menularkan HIV. HIV akan memperbanyak dirinya dalam organ dan
jaringan tubuh yang bertugas untuk memproduksi, menyimpan dan membawa sel
darah putih. Pada saat ini, virus HIV belum masuk ke dalam aliran darah. Setelah
virus HIV semakin banyak maka HIV dalam jumlah banyak akan memasuki aliran
darah. Orang dengan HIV+ akan menjadi AIDS bila HIV terus menerus menyerang
sistem kekebalan tubuh hingga sistem tersebut rusak. Ketika sistem kekebalan
tubuh dirusak, CD4+ juga dirusak dan mati, maka orang akan kekurangan CD4+
yang sehat. Tanpa CD4+, tubuh akan sangat rentan terhadap masuknya infeksi
oportunistik, Infeksi oportunistik adalah infeksi yang tidak dapat menyebabkan
penyakit pada orang yang sehat, seperti Pneumocystic Carinii Pneumonia (PCP),
Diare hebat, dan lain lain.

b. Terjadinya penulalaran HIV melalui darah, caira vagina dan sperma, serta
plasenta dan ASI
1. Transfisi Darah
Penularan melalui transfusi darah risikonya sangat tinggi, Lewat pemakaian
jarum suntik yang sudah tercemar dengan virus HIV, yang dipakai secara
bergantian tanpa disterilkan terlebih dahulu, hal ini sering terjadi pada
kalangan pengguna Narkotika Suntikan. Hiv juga dapat menyebar melalui
pemakaian jarum suntik pemakaian alat tusuk yang menembus kulit, seperti
alat tindik, tato, dan alat facial wajah yang telah digunakan pada orang yang
telah terinveksi virus hiv tanpa di sterilkan. Secara langsung (transfusi darah,
produk darah atau transplantasi organ tubuh yang tercemar HIV) l Lewat alat-
alat (jarum suntik, peralatan dokter, jarum tato, tindik, dll) yang telah tercemar
HIV karena baru dipakai oleh orang yang terinfeksi HIV dan tidak disterilisasi
terlebih dahulu. Karena HIV - dalam jumlah yang cukup untuk menginfeksi
orang lain- ditemukan dalam darah, air mani dan cairan vagina Odha. Melalui
cairan-cairan tubuh yang lain, tidak pernah dilaporkan kasus penularan HIV
(misalnya melalui: air mata, keringat, air liur/ludah, air kencing).
2. Cairan Vagina dan Sperma
Virus HIV juga bisa menular Melalui hubungan seks penetratif (penis
masuk kedalam Vagina/Anus), tanpa menggunakan kondom, sehingga
memungkinkan tercampurnya cairan sperma dengan cairan vagina (untuk
hubungan seks lewat vagina) atau tercampurnya cairan sperma dengan darah
(untuk hubungan seks lewat anus).
Hubungan seksual secara anal (lewat dubur) paling berisiko menularkan
HIV, karena epitel mukosa anus relatif tipis dan lebih mudah terluka
dibandingkan epitel dinding vagina, sehingga HIV lebih mudah masuk ke
aliran darah. Dalam berhubungan seks vaginal, perempuan lebih besar
risikonya dari pada pria karena selaput lendir vagina cukup rapuh. Disamping
itu karena cairan sperma akan menetap cukup lama di dalam vagina,
kesempatan HIV masuk ke aliran. Ketika melakukan hubungan seksual yang
tidak aman dengan penginap HIV. Ada kemungkinan cairan tubuh penginap
HIV masuk kedalam aaliran darah pasangannya, bisa secara Vaginal, Oral,
maupun Anal. Dapat kegiatan seksual dapat terjadi iritasi pada selaput lendir (
membrane mukosa) yang ada pada alat kelamin, dubur, dan mulut (laki-
laki/perempuan).
3. Plasenta dan ASI
Penularan HIV dari ibu ke bayinya terjadi jika muatan virus ibu >1000/
microliter. Melalui plasenta pada saat mengandung, diperparah jika ibu
mengalami infeksi yang disebabkan bakteri, seperti malaria, Proses persalinan
normaldan alat bantu yang memperparah resiko penularan. Ibu hamil
mengalami infeksi menular seksual (IMS) maupun kekurangan gizi (gizi
buruk), Pemberian ASI dari ibu yang positif HIV kepada bayinya.

2. Pencegahan HIV AIDS dikenal dengan pecegahan pola ABCDE, jelaskan! Serta
bagaimana pendapat saudara (Setuju/Tidak) terhadap pencegahan pola ABCDE
tersebut?
Jawaban :
a. Pencegahan HIV AIDS dikenal dengan pecegahan pola ABCDE

1. Pencegahan pola A (Abstinance) yaitu puasa sexs


Artinya seseorang tidak melakukan hubungan seksual sebelum/diluar nikah.
Secara teknik merupakan cara paling efektif untuk menghindari terpapar HIV.
Jika tidak mampu melakukan puasa seks, maka pilihlah kegiatan seksual yang
lebih aman seperti berciuman, masturbasi dan berfantasi atau kegiatan seks lain
yang menghindari melkukan penetrasi vaginal maupun anal.
2. Pencegahan pola B (Be Faithful) yaitu saling setia dengan satu pasangan
Artinya hubungan seksual dilakukan hanya dengan satu pasangan tetap
(suami/istri), atau dengan kata lain melakukan prinsip monogami. Jika
melakukan prinsip monogamy juga harus dengan orang/pasangan yang setia
sehingga tidak ada kemungkinan dapat terinfeksi HIV dari pasangannya.
3. Pencegahan pola C (Condom)
Kondom merupakan salah satu alat pencegahan penularan HIV melalui
hubungan seksual. Pencegahan dengan pola C berarti jika tidak mengetahui
apakah pasangan seksual termasuk yang berisiko terinfeksi HIV karena
memiliki kebiasaan buruk berganti-ganti pasangan seks, maka dianjurkan untuk
melakukan seks aman dengan selalu menggunakan kondom, secara konsisten
dan cara yang benar.
Kondom juga digunakam bagi pasangan seksual yang salah satunya atau
keduanya sudah mengidap HIV.
4. Pencegahan pola D (Drug No)
Artinya tidak menyalahgunakan narkoba dengan suntik. Penyalahgunaan
narkoba juga menjadi salah satu jalan yang potensial untuk menularkan HIV,
karena ada kebiasaan buruk diantara para pengna narkoba. Kebiasaan buruk
yang dimaksud adalah menggunakan satu jarum suntik secara bersama-sama di
kalangan pecandu narkoba. Tujuan utama pencegahan dengan pola ‘D’ adalah
untuk menjamin bahwa setiap kali seorang Injecting Drug User (IDU)
menyuntikkan narkoba, tindakan ini dilakukan dengan peralatan yang suci hama
/ steril, terutama jarum suntik. Jika hal ini tercapai, maka diharapkan
penyebaran HIV dapat dikendalikan atau dicegah.
5. Pencegahan pola E (Equipment)
Artinya pendidikan mengenai HIV dan AIDS. Pencegahan dengan pola E
dilakukan dengan mendapatkan sebanyak-banyaknya informasi mengenai apa
HIV & AIDS, bagaimana penularannya dan pencegahannya. Informasi didapat
dari berbagai sumber yang kompeten dalam hal penanggulangan penyebaran
bahaya HIV & AIDS.

b. Bagaimana pendapat saudara (Setuju/Tidak) terhadap pencegahan pola ABCDE


tersebut

Setuju, kerana dengan dilakukanya pencegahan HIV/AIDS dengan pola


ABCDE sangat bermanfaan bagi semua orang, sehingga semua orang bisa
menghindari penyakit HIV/AIDS tersebut, dan Pencegahan ABCDE ini juga
sangat efektif yang dimana pencegahan berdasarkan dari cara penularan virus
HIV/AIDS pada seseorang.
3. Jelaskan tujuan pentingnya konseling dan tes HIV secara Sukarela (VCT)?
Bagaimana prinsip konseling dan tes? Bagaimana pentingnya inisiatif petugas
kesehatan dalam menawarkan konseling dan tes (PITC)? Jelaskan langkah-
lankah konseling dan tes HIV (Pre-Post test)? Jelaskan juga bagaimana tes HIV
(Rapid test, elisa, western blot)?
Jawaban :
a. Tujuan pentingnya konseling dan tes HIV secara Sukarela (VCT)
Untuk menekankan pengkajian dan penanganan faktor risiko dan klien oleh
konselor, membahas masalah keinginan untuk menjalani tes HIV dan
implikasinya serta pengembangan strategi untuk mengurangi faktor risiko.
b. Prinsip konseling dan tes
1. Sukarela dalam melaksanakan testing HIV.
Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa
paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukan testing terletak
ditangan klien. Kecuali testing HIV pada donor di unit transfusi dan
transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing VCT bersifat sukarela
sehingga tidak direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang
akan menikah, pekerja seksual, IDU, rekrutmen pegawai/tenaga kerja
Indonesia, dan asueransi kesehatan.
2. Saling mempercayai dan terjaminya konfidensialitas.
Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua
klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya
oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di
luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam
tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk
penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien, informasi kasus dari
klien dapat diketahui.
3. Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien efektif.
Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan
mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi perilaku
berisiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam
menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif.
4. Testing merupakan salah satu komponen dari VCT
WHO dan Departemen Kesehatan RI telah memberikan pedoman yang dapat
digunakan untuk melakukan testing HIV. Penerimaan hasil testing senantiasa
diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor
lainnya yng disetujui oleh klien.
c. Pentingnya inisiatif petugas kesehatan dalam menawarkan konseling dan tes
(PITC)
1. Layanan VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien
mencari pertolongan medik dan testing yaitu dengan memberikan layanan dini
dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif atau negatif. Layanan
ini termasuk konseling, dukungan, akses untuk terapi suportif, terapi infeksi
oportunistik, dan ART.
2. VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh
intervensi efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor
terlatih, menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan
informasi HIV/AIDS, mempelajari status dirinya, dan mengerti tanggung
jawab untuk menurunkan perilaku berisiko dan mencegah penuebaran infeksi
kepada orang lain guna mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.
3. Testing HIV dilakukan secara sukarela tanpa paksan dan tekanan, segera
setelah klien memahami berbagai keuntungan, konsekuensi, dan risiko.
d. Langkah-langkah konseling dan tes HIV (Pre-Post test)
a. Konseling pre-test (sebelum tes)
Konseling yang dilakukan sebelum seseorang yang menjalani tes darah itu
diambil. Konseling ini sangat membantu seseorang untuk mengetahui risiko
dari perilakunya selama ini, dan bagaimana nantinya bersikap setelah
mengetahui hasil tes. Konseling pre-test juga bermanfaat untuk meyakinkan
orang terhadap keputusan untuk melakukan tes atau tidak, serta
mempersiapkan dirinya bila hasilnya nanti positif. Langkah-langkahnya yaitu :
menjalin hubungan, menilai resiko klinis penularan HIV, memberikan
informasi umum tentang HIV, pengobatan yang tersedia, masa jendela (
window period) dan tentang penurunan resiko penularan HIV, menganjurkan
untuk memberitahukan kepada pasangan bila hasilnya reaktif.
Kunci utama dalam konseling pra tes adalah informasi yang tepat, penilaian
risiko dan perubahan perilaku, serta mengunakan pertanyaan sebagai teknik
memperoleh data.
b. Konseling post-test (sesudah tes)
Konseling yang harus diberikan setelah hasil tes diketahui, baik hasilnya
positif mau pun negatif. Konseling post-test sangat penting untuk membantu
mereka yang hasilnya HIV positif agar dapat mengetahui cara menghindari
penularan kepada orang lain, serta bisa untuk mengatasi dan menjalani hidup
secara positif. Bagi mereka yang hasilnya HIV negatif, konseling post-test
bermanfaat untuk memberitahu tentang cara-cara mencegah infeksi HIV di
masa datang. Langkah – langkahnya yaitu : memeriksa hasil tes klien sebelum
bertemu dengan klien, menyampaikan hasil secara langsung, wajar dan
profesional ketika memanggil klien kembali dari ruangan tunggu, hasil tes
tertulis dan bertanda tangan petugas penanggung jawab layanan, semua hasil
tes dijaga dari berbagai kepentingan, melakukan konseling pasangan.

e. Bagaimana tes HIV (Rapid test, elisa, western blot)


1. Rapid Test
Rapid test lebih sering digunakan di tempat pelayanan kesehatan yang kecil
dimana hanya memproses beberapa sampel darah setiap hari. Rapid tes lebih
cepat dan tidak memerlukan alat khusus. Rapid tes hanya memerlukan waktu
10 menit. Sebagian besar immuniassay noda darah atau aglutinasi tidak
membutuhkan alat atau pelatihan khusus dan hanya menyita waktu 10-20
menit, sebagian besar rapid test mempunyai sensivitas dan spesifitas diatas
99% dan 98%. Hanya tes yang direkomendasikan WHO untuk memastikan
sensivitas dan spesifitas.
2. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay)
Antibodi HIV dideteksi dengan penangkapan berlapis. Jika terdapat antibodi
dalam tes serum ini, maka ia akan terperangkap dalam lapisan antara antigen
HIV, yang melekat dalam tes dan enzim yang ditambahkan ke dalam tes.
Kemudian dilakukan pencucian secara sesama untuk melepaskan enzim yang
terikat. Reagen pewarna ditambahkan setiap enzim yang terikat akan
dikatalisasi sehingga terjadi perubahan warna pada reagen, karena adanya
antibodi HIV, berdasarkan standar laboratorium Kementrian Kesehatan RI,
tes Elisa bukan sebagai tes konfirmasi.
3. Western blot
Antibodi HIV dideteksi dengan cara reaksi berbagai protein virus. Protein
virus di pisahkan dalam berbentuk pita-pita dalam gel elektroforesis
berdasarkan berat molekulnya. Protein ini kemudian dipindahkan ke dalam
kertas nitroselulose dalam bentuk tetesan. Kertas kemudian diinkubasi ke
dalam serum pasien. Antibodi HIV spesifik untuk protein HIV akan
mengikat kertas nitroselulose secara tepat pada titik target migrasi protein.
Ikatan antibodi dideteksi dengan teknik colouriometric.

4. Jelaskan agaimana memahami hak ODHA, OHIDHA dan populasi berisiko


untuk mendapatkan layanan kesehatan dan berpatisipasi dalam program
pencegahan? Jelaskan juga bagaimana kontribusi ODHA, OHIDHA dan
populasi kunci dalam program preventi HIV AIDS?
Jawaban :
A. Bagaimana Memahami hak ODHA, OHIDHA, dan populasi beresiko untuk
mendapatkan layanan kesehatan dan berpartisipasi dalam program
pencegahan.
Yaitu dengan cara :
a. Dapat membantu ODHA, OHIDHA dan populasi beresiko agar mereka
merasa tidak di kucilkan atau sendirian dalam menghadapi masalah.
b. Dapat memberi jalan untuk bertemu orang lain dan mendapatkan teman
c. Dapat membantu menumbuhkan rasa percaya diri dan mengenali kekuatan
pribadi.
d. Dapat meningkatkan sikap penerimaan dan pengertian karena dalam
kelompok dukungan kita bertemu dengan orang dari berbagai latar
belakang
e. Dapat menjadi tempat untuk bertukar informasi dan ide dan dapat juga
sebagai sumber daya, misalnya mengenai layanan kesehatan yang ada
bagi ODHA, OHIDHA, dan populasi beresiko tentang obat – obatan
terbaru.
f. Dengan bersatu dapat menyuarakan masalah yang di hadapi ODHA,
OHIDHA dan populasi kunci . Suara yang kuat dapat mendorong
terjadinya perubahan dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS agar
menjadi lebih baik.
g. Masyarakat seharusnya memberikan dukungan yang khusus seperti
dukungan emosional pada ODHA sehingga permasalahan yang dialami
oleh ODHA tidak meluas. Ketika ODHA sudah mencapai masa AIDS,
keluarga dan teman serta lingkungannya diharapkan memberikan
dukungan yang positif agar semangat hidupnya tetap tinggi.
h. Dapat membantu ODHA, OHIDHA dan populasi beresiko membangun
strategi untuk berhadapan dengan krisis nyata yang mungkin terjadi, baik
dalam kesehatan maupun sosioekonomi, dan hal-hal dalam kehidupan
lainnya.

B. Bagaimana konstribusi ODHA, OHIDHA dan populasi kunci dalam program


prevensi HIV/AIDS.
a. melakukan pencegahan penularan HIV kepada orang lain seperti tidak
mempunyai pasangan seks dan berhenti menggunakan napza suntik
bergantian, membuka status HIV kepada pasangan dan orang lain, konseling
kepada pasangan yang hasil tes HIV nya negatif, informasi edukasi tentang
seksualitas dan menyuntik yang aman, konseling tentang kesehatan seksual,
PMTCT termasuk konseling menyusui, kemudian rumatan metadon dan
penyediaan jarum suntik baru.
b. Mencegah IMS dan infeksi lainnya dengan melakukan konseling kepatuhan
untuk berobat, pilihan pencegahan HIV, profilaksis kotrimoksazol (untuk
mencegah infeksi oportunistik pneumocystis), kemudian pencegahan infeksi
jamur.
c. Meningkatkan kualitas hidup ODHA, OHIDHA, dan Populasi kunci dengan
melakukan pengobatan ARV, konseling KB, konseling kepatuhan berobat,
nutri dan pola hidup sehat, pemeriksaan kesehatan secara rutin dan pengobatan
IO, dukungan dan konseling psikososial dan psikoseksual, kemudian
konseling TB, pencegahan, skrining, dan pengobatan.
5. Jelaskan pentingnya pencegahan infeksi opportunistik secara umum dan
menjaga sistem immun?
Jawaban :
A. Pentingnya pencegahan infeksi oportunistik secara umum
Pencegahan infeksi oportunistik sangat penting, karena dengan
dilakukannya pencegahan IO ini kita dapat mengurangi risiko infeksi baru dengan
tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber kuman yang diketahui yang
menyebabkan IO. Meskipun kita terinfeksi beberapa IO, kita dapat memakai obat
yang akan mencegah pengembangan penyakit aktif. Pencegahan ini disebut
profilaksis. Cara terbaik untuk mencegah IO adalah untuk memakai ART. Lihat
lembaran informasi masing-masing IO untuk informasi lebih lanjut tentang
menghindari infeksi atau mencegah pengembangan penyakit aktif.
B. Menjaga Sistem imun
Untuk menjaga sistem imun agar tidak terjadi infeksi oportunistik adalah
dengan mempertahankan jumlah set Limfosit CD4 berkisar antara 1400 – 1500
sel/μӏ. Jika linfosit CD4 menurun atau kuarang dari 200 sel/μӏ pada penderita
HIV/AIDS akan mengalami infeksi oportunistik dan semangkin sulit untuk
mengobatinya, bahkan sering mengakibatkan kematian.

6. Jelaskan strategi komunikasi perubahan prilaku dan advokasi upaya


pencegahan untuk peningkatan konsistensi pengunaan kondom (PSK,
Perempuan dan Laki-Laki, Waria, Gay, dan IDUS) ?
Jawaban :
Pencegahan HIV melalui transmisi seksual. Program ini mengedepankan
pentingnya pelaksanaan program pencegahan yang komprehensif, terpadu melibatkan
seluruh pemangku kepentingan dan pemberdayaan populasi kunci, secara khusus
pekerja seks perempuan, laki-laki dan waria, LSL, serta pasangan seksual masing-
masing. Program ini dilakukan dengan pendekatan intervensi struktural, untuk
merubah unsur-unsur lingkungan ditempat yang mendukung perubahan perilaku
populasi kunci. Intervensi struktural bersifat komprehensif, dan untuk itu semua
komponen program harus dilaksanakan dengan lengkap secara bersamaan, dimana
setiap komponen saling mendukung perubahan perilaku populasi kunci. Intervensi
struktural bersifat komprehensif, dan untuk itu semua komponen program harus
dilaksanakan dengan lengkap secara bersamaan, dimana setiap komponen saling
mendukung satu sama lain, untuk memungkinkan dan memfasilitasi terjadinya
perubahan perilaku pada semua pemangku kepentingan terutama populasi kunci
menuju perilaku sehat. Dalam intervensi struktural program PMTS, peran aktif
pemangku kepentingan ditingkat lokal dibutuhkan sejak awal, sebagai dasar
pelaksanaan komponen-komponen lain, yang memperlakukan populasi kunci sebagai
warga masyarakat yang berhak untuk sehat serta ikut bertanggung jawab terhadap
lingkungan dan masyarakat yang sehat
7. Jelaskan pola penularan HIV AIDS pada Penasun? Dan Bagaimana transmisi
HIV pada pasangan penasun? Serta bagaimana strategi edukasi dan komunikasi
kepada penasun?
Jawaban :
a. Pola penularan HIV AIDS pada Penasun
Pola penularan HIV/AIDS terjadi pada kelompok homoseksual. Hal ini di
buktikan bahwa kasus-kasus yang di temukan banyak yang mempunyai perilaku
hubungan seks heteroseksual serta di temukan pada kelompok perempuan yang
baik-baik. Pola penularan ini berubah pada saat ditemukan kasus seorang ibu
yang sedang hamil diketahui HIV. Bayi yang dilahirkan ternyata juga positif
terinfeksi HIV. Ini menjadi awal dari penambahan pola penularan HIV/AIDS dari
ibu ke bayi yang dikandungnya di samping penularan melalui hubungan seks.
Pada sekitar thun 2000 terjadi perubahan yang sangat menyolok pada pola
penularan HIV/AIDS yaitu melalui jarum suntik yang tidak steril secara
bergantian pada kelompok pengguna napza suntik (Penasun). Virus HIV keluar
dari tubuh dalam keadaan hidup melalui cairan tubuh penderitanya, dengan
jumlah yang cukup untuk menulari dan dalam keadaan hidup pula masuk ke
tubuh yang belum terinfeksi. HIV dapat menular dengan 3 jalur utama yaitu :
cairan darah, cairan sperma & cairan vagina, dan plasenta & ASI.
b. Bagaimana transmisi HIV pada pasangan penasun
Penularan HIV/AIDS pada penasun melalui jarum suntik yang tidak steril,
biasanya pada jarum suntik yang telah digunakan terdapat darah penderita
HIV/AIDS yang tertinggal. Sehingga jarum suntik bekas pakai tersebut
digunakan lagi oleh orang lain yang belum terinfeksi HIV, maka akan memicu
akan terjadinya perpindahan virus. Hal ini juga berlaku pada alat tatto, alat tindik
maupun pengguna jarum untuk kesehatan yang digunakan secara bergantian dan
tidak melalui proses steril.
c. Bagaimana strategi edukasi dan komunikasi kepada penasun

Stigma terhadap penggunaan napza dimasyarakat selama ini telah


membatasi para pengguna napza untuk memanfaatkan layanan-layanan kesehatan
yang tersedia dimasyarakat. Layanan ini kurang dimanfaatkan karena mereka
tidak ingin diidentifikasi sebagai pengguna ketika memanfaatkannya. Selain itu
mereka juga merasa khawatir jika memanfaatkan layanan tersebut pada akhirnya
bisa berurusan dengan masalah hukum karena status penggunaan napza
diindonesia masih merupakan pelanggaran hukum. Oleh karena status hukum dan
stigma tersebut menjadikan pengguna napza sebagai populasi yang tersembunyi
dimasyarakat. Ketersembunyian ini yang pada akhirnya menempatkan diri
mereka menjadi kelompok yang rentan terhadap penularan HIV yang diakibatkan
keterbatasan akses untuk memperoleh berbagai informasi dan sarana untuk
melakukan pencegahan. Untuk penanggulangan AIDS telah memberikan fokus
yang sangat besar untuk melakukan upaya penjangkauan dan pelibatan pengguna
napza suntik kedalam program sehingga para penasun dapat diberikan
komunikasi, edukasi dan informasi tentang HIV dan AIDS agar mencegah
terjadinya penularan HIV dan AIDS dikalangan mereka. Dari pada menunggu
pengguna napza memanfaatkan layanan yang ada dimasyarakat kegiatan ini lebih
berupaya untuk mendekatkan layanan ke tempat-tempat mereka menggunakan
napza.

Anda mungkin juga menyukai