Peminatan K3
Issue Mengenai
HIV/AIDS
Kelompok 3
Oleh karena itu, bagi seorang ibu yang sudah terinfeksi HIV
dianjurkan untuk mempertimbangkan kembali tentang
kehamilan. Risiko bagi bayi terinfeksi HIV melalui susu ibu
sangat kecil, sehingga tetap dianjurkan bagi si ibu untuk tetap
menyusukan bayi dengan ASI-nya.
Masalah dan Upaya Pemerintah Dalam Mengatasi HIV/AIDS
1. Masalah HIV/AIDS
Masalah Fisik
Seseorang menderita AIDS diawali oleh melemahnya sistem kekebalan tubuh karena serangan virus
HIV hingga saat ini belum ada ODHA yang dapat menghancurkan virus tersebut dan memulihkan
kembali sistem kekebalan tubuhnya akibat dari melemahnya dan atau rusaknya sistem kekebalan
tubuh menjadi kerentanan terhadap berbagai penyakit
Masalah Psikis
Deraan berbagai penyakit yang silih berganti berlangsung lama dan terutama adanya vonis terjangkit
virus HIV mengakibatkan goncangan mental psikologis ODHA. mereka menjadi down, tidak stabil,
gelisah, ketakutan, putus asa dan merasa bersalah/berdosa, perasaan bersalah dan berdosa lebih
dirasakan oleh orang yang penderitaannya didapat dari aktivitas yang menyimpang seperti seks
bebas, homoseksual dan IDU (Injection Drug User).
Masalah Sosial dan Ekonomi
HIV AIDS juga berdampak secara sosial dan ekonomi yakni penyandangnya mengalami masalah yang
cukup berat dalam bersosialisasi baik di lingkungan tempat tinggal, sekolah ataupun pekerjaan.
permasalahan sosial yang dialami dan dirasakan ODHA terutama dalam menghadapi sikap ataupun
perlakuan Sebagian besar masyarakat termasuk keluarganya yang sampai saat ini masih cenderung
diskriminatif seperti tak acuh, curiga, stigma atau cap yang negatif menghindar bahkan mengucilkan
Masalah HIV/AIDS di Masa Pandemi COVID-19
Adanya kebijakan pembatasan sosial di masa pandemi COVID-19 juga menjadi dilema tersendiri
bagi upaya penanggulangan HIV AIDS. Selain stigma dan upaya pencegahan melalui penggunaan
kondom, ada masalah dilematis yang muncul selama pandemi COVID-19, antara lain:
1) Kurang optimalnya sosialisasi dan edukasi pencegahan HIV AIDS yang biasanya dilakukan
secara massal dengan keterbatasan media edukasi digital;
2) Penundaan pelaksanaan mobile VCT atau tes HIV pada populasi berisiko, dikarenakan sumber
daya yang terbatas dan dialihkan untuk penanggulangan COVID-19; serta
3) Keterbatasan akses antiretroviral therapy (ART) dan risiko kerentanan ODHIV atau ODHA yang
lebih besar terinfeksi COVID-19. Tanpa atau dengan adanya pandemi COVID-19, persoalan HIV
AIDS ini bagaikan bom waktu yang dapat meledak kapanpun. Estimasi infeksi baru HIV setiap
tahun sebanyak 46.000 kasus. Oleh sebab itu, hal ini perlu mendapat perhatian khusus, serta
diperlukan langkah-langkah yang konkret untuk menurunkan jumlah insiden infeksi HIV baru
terutama pada populasi berisiko di kelompok usia muda.
2. Upaya pemerintah dalam mengatasi HIV/AIDS
A. Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 TAHUN 2013 tentang penanggulangan HIV dan
AIDS (Permenkes 21/2013) mengatakan bahwa strategi yang dipergunakan dalam melakukan
kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS meliputi :
1. meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS melalui kerja
sama nasional, regional, dan global dalam aspek legal, organisasi, pembiayaan, fasilitas
pelayanan kesehatan dan sumber daya manusia
2. meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata, terjangkau, bermutu, dan
berkeadilan serta berbasis bukti, dengan mengutamakan pada upaya preventif dan promotif;
3. meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko tinggi, daerah
tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan serta bermasalah kesehatan;
4. meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS;
5. meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang merata dan
bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS;
6. meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan penunjang HIV dan
AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu sediaan obat dan bahan/alat yang
diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS; dan
7. meningkatkan manajemen penanggulangan HIV dan AIDS yang akuntabel, transparan, berdaya
guna dan berhasil guna
B. Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 tahun 2014 tentang
Penanggulangan Penyakit Menular yaitu upaya pencegahan, 8 Pengendalian dan
Pemberantasan dalam Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui
kegiatan :
1. Promosi Kesehatan
2. Surveilans Kesehatan
3. Pengendalian Faktor Risiko
4. Penemuan Kasus
5. Penangangan Kasus
6. Pemberian Kekebalan (IMUNISASI)
7. Pemberian obat pencegahan secara massa, dan
8. Kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri
Program pencegahan
Tujuan program pencegahan adalah agar setiap orang dapat melindungi dirinya tidak tertular HIV
dan tidak menularkannya kepada orang lain.
Adapun upaya yang dilakukan dinas kesehatan diantaranya:
1. Meningkatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi HIV-AIDS. Upaya meningkatkan
komunikasi, informasi dan edukasi dilakukan melalui peningkatan pengetahuan, sikap dan
perilaku positif dalam mencegah penularan. Kegiatan KIE diantaranya meluputi
sosialisasi/penyuluhan. Upaya untuk melakukan penyuluhan dan pemahaman tentang HIV-
AIDS di lingkungan kelompok risiko dan populasi kunci.
4. Program Dukungan Kampanye anti stigma dan diskriminasi ODHA. Upaya yang dilakukan yasanto
adalah memberikan dukungan terhadap ODHA dengan dilakukannya kampanye anti stigma dan
diskriminasi kepada masyarakat yang dilakukan setiap tahun pada hari AIDS sedunia. Tujuan dari upaya ini
untuk menurunkan stigma dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak mempunyai
presepsi buruk terhadap orang yang telah terinfeksi HIV. Pendampingan ODHA. Program dukungan
lainnya adalah yasanto melakukan pendampingan terhadap ODHA. Tujuannya adalah memperbaiki mutu
hidup ODHA dengan berbagai kegiatan yang dilakukan yaitu pembinaan kepada ODHA, diantaranya
dengan distribusi makanan, terapi kreatifitas ODHA di sanggar yasanto seperti pembuatan kebun sayur,
kerajinan tangan, usaha mandiri, bimbingan rohani ODHA, serta konsultasi medis
D. Upaya Industri Dalam Mengatasi HIV/AIDS di Tempat
Kerja
Peraturan perundangan yang terkait program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja :
1. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan Bab III pasal 3 huruf c dalam
peraturan ini menyatakan bahwa pencegahan dan penanggulangan terhadap timbulnya penyakit akibat kerja
baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan
2. Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada pasal 86 mengatur hak pekerja/buruh
untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja untuk melindungi keselamatan
pekerja/buruh.
3. Kepmenakertrans No. Kep. 68/Men/IV/2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di tempat
kerja. Pada ;
• Pasal 2 mengatur pengusaha wajib melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dengan
cara menyebarluaskan informasi , menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, memberikan perlindungan
kepada pekerja/buruh dengan HIV/AIDS dari perlakukan diskriminatif serta menerapkan prosedur Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
• Pasal 4 mengatur tentang kerjasama antara pengusaha, pemerintah dan serikat pekerja serta melibatkan pihak
ketiga atau ahli dibidang HIV./AIDS dalam melaksanakan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di
tempat kerja.
• Pasal 5 mengatur tentang persyaratan melakukan tes HIV yang tidak boleh dilakukan oleh pengusahan atau
pengurus dan hanya dilakukan oleh dokter yang memunyai keahlian khusus dalam bidang HIV/AIDS.
• Pasal 6 mengatur tentang kerahasiaan informasi data rekam medis dari kegiatan konseling, tes HIV,
pengobatan dan perawatan bagi setiap pekerja/buruh.
Telaah Artikel/Jurnal
HIV AIDS
Canh,D,H,. Bach,X,T,. & Manh,D,P,. 2019. HIV and Situmeang, et al., 2017. Hubungan Pengetahuan HIV/AIDS
AIDS- related knowledge and attitude of residents in dengan stigma terhadap orang dengan HIV/AIDS
border regions of Vietnam. Harm Reduction Journal. dikalangan remaja 15-19 Tahun di Indonesia (Analisis Data
Vol 16(11) : 2-9 SDKI Tahun 2012). Vol 1 No. 2. dilihat 13 oktober 2021
Jurnal Internasional
Judul
HIV- and AIDS-related knowledge and attitude of residents in border regions of Vietnam . (Pengetahuan dan Sikap
terhadap HIV – AIDS di pendudukan wilayah perbatasan Vietnam).
Tujuan Penelitian
This study aims to explore the knowledge and attitude toward HIV/AIDS among people in Vietnam border zones.
(Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan sikap terhadap HIV/AIDS pada masyarakat di wilayah
perbatasan Vietnam.)
Metode
We conducted a cross-sectional study in three border communes in Thanh Hoa province with 600 HIV(−) residents.
Data about socio-demographic characteristics, general HIV knowledge, knowledge about prevention of mother-to-child
transmission, treatment and care, HIV testing services, and attitude toward HIV/AIDS were collected. Multivariate Tobit
regression was used to determine related factors with the knowledge and attitude.
(Penelitian ini melakukan studi cross-sectional di tiga wilayah perbatasan di provinsi Thanh Hoa dengan 600
responden HIV (-) . Data yang dikumpulkan yaitu karakteristik demografi sosial, pengetahuan umum HIV,
pengetahuan tentang pencegahan penularan dari ibu ke anak, pengobatan dan perawatan layanan tes HIV dan sikap
terhadap HIV/AIDS. Metode Analisis regresi multivariat yang digunakan untuk mengetahui faktor – faktor yang
berhubungan dengan pengetahuan dan sikap).
Hasil
The highest percentage of people having correct statements was for “HIV could be transmitted from
mother to child” (98.2%), while the lowest percentage was for item “Know health facilities where HIV-
positive people could register for care and check-up” (28.2%). People had the 10 highest score in
“Knowledge about HIV transmission routes” and the lowest score in “Knowledge about HIV/AIDS
prevention measures”. Most of the people were not afraid of being exposed to HIV-positive individuals
(66.0%), willing to buy goods from HIV-positive sellers (78.9%), and willing to take care of people
living with HIV in their family (90.1%). Education, ethnic, marital status, occupations, and HIV/AIDS
information sources were found to be associated with knowledge and attitude toward HIV/AIDS.
(Persentase tertinggi orang yang memiliki pernyataan benar adalah untuk “HIV dapat ditularkan dari
ibu ke anak” (98,2%), sedangkan persentase terendah adalah untuk item “Tahu fasilitas kesehatan
tempat Odha dapat mendaftar untuk perawatan dan pemeriksaan” (28,2%). Orang memiliki skor
tertinggi dalam “Pengetahuan tentang jalur penularan HIV” dan skor terendah dalam “Pengetahuan
tentang tindakan pencegahan HIV/AIDS”. Sebagian besar masyarakat tidak takut terpapar Odha
(66,0%), bersedia membeli barang dari penjual HIV-positif (78,9%), dan bersedia merawat ODHA di
keluarganya (90,1% ). Pendidikan, etnis, status perkawinan, pekerjaan, dan sumber informasi
HIV/AIDS ditemukan berhubungan dengan pengetahuan dan sikap terhadap HIV/AIDS).
Jurnal Nasional
Judul
Hubungan Pengetahuan HIV/AIDS dengan Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS di Kalangan
Remaja 15-19 Tahun di Indonesia.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma
terhadap ODHA di kalangan remaja usia 15-19 tahun di Indonesia
Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
dengan desain studi cross- sectional. Sampel penelitian sebanyak 8.316 orang.
Hasil
Hasil studi menunjukkan 71,63% remaja mempunyai stigma terhadap ODHA, 49,10% remaja
mempunyai pengetahuan yang kurang tentang HIV. Pengetahuan yang kurang tentang HIV/AIDS
berhubungan dengan stigma terhadap ODHA (PR= 1,210 95% CI: 1,149-1,273) setelah dikontrol oleh
keterpaparan media massa. Perlu dilakukan peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS pada
remaja guna mengurangi stigma terhadap ODHA.