HIV AIDS
Jufia Syahailatua *
(Foto: ilustrasi)
A
A
A
SAMPAI saat ini obat untuk mengobati dan vaksin untuk mencegah HIV AIDS
belum ditemukan. Untuk menanggulangi masalah AIDS yang terus meningkat ini
adalah dengan upaya pencegahan oleh semua pihak yang memungkinkan dapat
terserang HIV.
Pada dasarnya upaya pencegahan AIDS dapat dilakukan oleh semua pihak asal
mengetahui cara-cara penyebaran AIDS. Terdapat 3 cara pencegahan HIV AIDS yaitu :
Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya agar orang sehat tetap sehat atau
mencegah orang sehat menjadi sakit. Pencegahan primer merupakan hal yang paling
penting, terutama dalam merubah perilaku.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah upaya pencegahan AIDS
adalah dengan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi), yaitu memberikan informasi
kepada kelompok risiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS (HIV), sehingga
dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya. Ada 3 pola penyebaran virus HIV,
yakni :
2. Melalui darah.
Penularan AIDS melalui darah terjadi dengan cara transfusi yang mengandung
HIV, penggunaan jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik)
bekas digunakan orang yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik. Juga
penggunaan pisau cukur, gunting kuku, atau sikat gigi bekas pakai orang yang
mengidap virus HIV.
Bayi yang tidak diberikan ASI berisiko lebih besar tertular penyakit lain atau
menjadi kurang gizi. Bila ibu yang menderita HIV tersebut mendapat pengobatan
selama hamil maka dapat mengurangi penularan kepada bayinya sebesar 2/3
daripada yang tidak mendapat pengobatan.
WHO mencanangkan empat strategi untuk mencegah penularan vertikal dari ibu
kepada anak yaitu dengan cara mencegah jangan sampai wanita terinfeksi
HIV/AIDS, apabila sudah terinfeksi HIV/AIDS mengusahakan supaya tidak terjadi
kehamilan, bila sudah hamil dilakukan pencegahan supaya tidak menular dari ibu
kepada bayinya dan bila sudah terinfeksi diberikan dukungan serta perawatan
bagi ODHA dan keluarganya.
Pencegahan Sekunder
Infeksi HIV/AIDS menyebabkan menurunnya sistem imun secara progresif sehingga
muncul berbagai infeksi oportunistik yang akhirnya dapat berakhir pada kematian.
Sementara itu, hingga saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin yang efektif.
sehingga pengobatan HIV/AIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok sebagai berikut :
Pencegahan Tersier
ODHA perlu diberikan dukungan berupa dukungan psikososial agar penderita dapat
melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal mungkin. Misalnya :
5. Selain itu perlu diberikan perawatan paliatif (bagi pasien yang tidak dapat
disembuhkan atau sedang dalam tahap terminal) yang mencakup, pemberian
kenyamanan (seperti relaksasi dan distraksi, menjaga pasien tetap bersih dan
kering, memberi toleransi maksimal terhadap permintaan pasien atau keluarga),
pengelolaan nyeri (bisa dilakukan dengan teknik relaksasi, pemijatan, distraksi,
meditasi, maupun pengobatan antinyeri), persiapan menjelang kematian meliputi
penjelasan yang memadai tentang keadaan penderita, dan bantuan mempersiapkan
pemakaman.
PENDAHULUAN
DEFINISI
Menurut WHO,1981 AIDS atau Acquired Immuno Deficiency Syndrome adalah kumpulan
dari beberapa gejala penurunan kekebalan sistem imunitas manusia yang disebabkan adanya
infeksi dari virus HIV atau Human Immunodeficiency Virus yang masuk kedalam tubuh manusia.
Virus ini menyebar melalui cairan tubuh manusia dan menyerang sistem imunitas tubuh
khususnya pada CD4 + ( atau yang dikenal dengan sel T ) < 200/cu mm atau penderita dengan
CD4 + dan prosentase T Limfosit dari total limfosit < 14 % (Chin & Editor 2000). Virus ini
dapat merusak dan menghancurkan sel-sel tubuh lain dan berakibat mudahnya tubuh terinfeksi
ini, menurut CDC,1987 definisi dari AIDS diperbaharui dengan memasukkan indikator penyakit-
penyakit oportunistik sebagai satu diagnosa presumatif dari hasil tes laboratorium. Kemudian
pada tahun 1994, WHO merubah definisi AIDS yang sebelumnya dari perumusan kasus di afrika
Penyakit HIV/AIDS pertama kali muncul pada tahun 1978 yang sudah ada di negara
afrika,Haiti, dan Amerika serikat. Dan hingga saat ini penyakit ini telah menjadi beban kesehatan
masyarakat baik negara maju maupun negara berkembang. Hal itu disebabkan karena
perkembangan dan penularan virus HIV ini dalam waktu relatif cepat pada peningkatan jumlah
Namun pada tahun 1981, penyakit AIDS ini baru dikenal pertama kali sebagai sebuah
sindroma penyakit yang selama ini menggambarkan pada tahap klinis. Bagi penderita yang
terinfeksi virus ini, mungkin sebagian besar tidak menujukkan gejala atau tanda selama beberapa
Dari karakteristik virus, Virus HIV terdapat dua tipe yaitu HIV-1 dan HIV-2. Adapun tipe HIV-1
terbagi atas :
- Grup : terdiri dari 3 grup yaitu grup M atau kelompok terbesar (main,major), grup O atau
kelompok lain (outlier) dan grup N (non grup M dan O). Ternyata grup M yang menjadi
- Subtipe disini adalah penjabaran dari grup M yang dikenal dengan abjad ( Subtipe
A,B,C,D,F,G,H,J dan K )
- Circulating recombinant form ( CFR ) tersusun akibat dari subtipe –subtipe yang
membentuk rekombinan. Hingga saat ini telah ditemukan CFR sebanyak 34.
Berbeda dengan tipe HIV-2 dimana tipe ini hanya dikenal memiliki 2 subtipe yaitu A dan B. Dan
potensi untuk penyebaran HIV/AIDS lebih berpotensi tipe HIV-1 dibandingkan tipe HIV-2 (Di
et al. n.d.).
Proporsi orang yang terinfeksi virus HIV bisa dipastikan > 90% akan mencapai pada tahap AIDS
karena tidak adanya pengobatan anti-HIV yang efektif. Selain itu penyakit ini memiliki Case
Fatality Rate ( CFR ) sangat tinggi kebanyakan di negara berkembang antara 80 -90% berujung
Penyakit HIV/AIDS disebabkan adanya penularan oleh virus HIV yang berakibat pada
penurunan dan perusakan sistem imun tubuh manusia. Virus ini memiliki masa inkubasi antara 5
tahun – 10 tahun. Sehingga sekitar 50% orang yang sudah terinfeksi tidak merasakan gejala (An
et al. 2015).
Setelah virus ini menginfeksi tubuh manusia, dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan untuk
menunjang hasil lab HIV positif. Dan virus ini awalnya berbentuk RNA akan melepas bungkus
dan merubah bentuk menjadi DNA supaya bisa bersatu dengan DNA sel target. Setelah itu
virus ini akan memproduksi virus-virus HIV baru yang akan siap menyerang sel baru dan begitu
seterusnya hingga seumur hidup. Virus ini dapat dipantau dengan mengukur jumlah virus dalam
serum penderita dan menghitung sel CD4 + T dalam darah perifer (Chin & Editor 2000).
Akibatnya virus ini akan merusak sel limfosit T dan berdampak pada penurunan dan perusakan
sistem imun manusia. Penderita akan mudah terinfeksi penyakit lainnya disebabkan sistem
imunitas tubuh yang sudah diserang dan fungsinya mengalami penurunan. (Chin & Editor 2000)
Setelah itu pada periode tertentu, gejala penyakit seakan berhenti berkembang yang dikenal
dengan masa laten. Beberapa kemudian baru muncul gejala klinis AIDS yang lengkap berupa
kumpulan dari sindrom-sindrom dan penyakit oportunistik yang lainnya (Kakaire et al. 2015).
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data dari WHO pada tahun 2015, diestimasikan jumlah kasus ODHA ( Orang
dengan HIV/AIDS ) di seluruh dunia mencapai 36,7 juta orang. Angka tersebut telah mewakili
hampir di seluruh negara di dunia baik negara maju maupun negara berkembang. Angka ini
dipastikan akan mengalami peningkatan terus menerus tiap tahunnya. Akan tetapi hanya ada
sekitar 22,2 juta orang ( 60% ) ODHA sudah mengetahui status HIV. Kasus HIV/AIDS layaknya
seperti fenomena gunung es dimana angka tersebut hanya yang berhasil terlaporkan dan masih
banyak kasus yang belum terungkap. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai
beban permasalahan HIV/AIDS yang
menghawatirkan. Didapatkan dara dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015 menunjukkan
adanya peningkatan yang signifikan tiap tahunnya. Peningkatan itu terlaporkan pada kasus baru
atau insiden orang yang terinfeksi HIV positif dan orang yang positif AIDS sampai tahun 2015.
Cukup mengejutkan trend kasus HIV positif di Indonesia dimana pada tahun 2005 Insiden HIV
positif sekitar 859 kasus. Akan tetapi pada tahun 2015, angka tersebut mencapai 30,935 kasus (
sebesar 36% ).
Lain halnya dengan trend pada kasus baru AIDS yang menunjukkan kecenderungan peningkatan
penemuan kasus hingga tahun 2013. Namun pada tahun 2014 dan 2015 trend mengalami
penurunan. Akan tetapi secara kumulatif prevelansi kasus AIDS yang ada sampai tahun 2015
sebesar 77,112 kasus (RI 2015). Bali merupakan provinsi pertama kali ditemukan kasus HIV/AIDS di
Indonesia pada tahun 1987.
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Bali tahun 2015, Provinsi Bali memiliki permasalahan
kasus HIV/AIDS yang cukup tinggi. Bali menduduki peringkat 4 tertinggi kasus HIV/AIDS di
Indonesia. Berdasarkan data dari, dilaporkan ada sebanyak 1563 kasus HIV positif di Bali dan
PENCEGAHAN HIV/AIDS
Permasalahan HIV/AIDS telah menjadi beban kesehatan masyarakat global dimana kasusnya
telah tercatat peningkatannya terus menerus baik di negara maju maupun negara berkembang.
Sehingga perlu adanya upaya yang lebih efektif untuk menangani penyakit AIDS ini dengan
upaya pencegahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata pencegahan diartikan
sebagai proses, cara, perbuatan mencegah atau penolakan terhadap suatu hal. Bila
dispesialisasikan dalam bahasa kesehatan , pengertian dari pencegahan adalah segala bentuk aksi
yang bertujuan untuk mencegah penyakit agar tidak sampai terjadi. Pencegahan juga bisa berarti
upaya untuk mengeradikasi, eliminasi dan mengurangi dampak dari penyakit dan
PENCEGAHAN PRIMER
Pencegahan primer merupakan pencegahan garda terdepan dimana pencegahan ini bertujuan
untuk mengurangi insiden dari suatu penyakit. Pencegahan ini lebih mensasar pada pendekatan
perseorangan dan komunitas seperti promosi kesehatan dan upaya proteksi spesifik (Porta 2008).
Pencegahan ini hanya dapat efektif apabila dilakukan dan dipatuhi dengan komitmen masyarakat
Dalam permasalahan HIV/AIDS , pencegahan primer sangatlah diharapkan untuk menjadi upaya
terbaik dalam menekan peningkatan kejadian kasus HIV/AIDS. Biasanya pencegahan primer
PROMOSI KESEHATAN
HIV/AIDS. Upaya ini sebagai upaya pencerdasan bagi sasaran komunitas untuk
dan pencegahan dari Penyakit HIV/AIDS (Chin & Editor 2000). Kegiatan penyuluhan ini
dilakukan pada kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV yaitu anak-anak,
remaja, kelompok Penasun ( pengguna Narkoba dan suntik ), Kelompok pekerja seks,
berganti-ganti pasangan seks dan lain lain. Hampir seluruh kelompok umur berisiko
untuk penyakit ini. Akan tetapi sekitar 40% kelompok yang berisiko adalah kelompok
b) Beberapa survei menyebutkan adanya pemahaman masyarakat yang masih minim terkait
penyakit HIV/AIDS, sehingga upaya penyuluhan ini menjadi langkah awal dalam
melalui ceramah dengan media poster dan leaflet, diskusi, Forum Group Discussion dan
membentuk KSPAN ( Kelompok Siswa Peduli HIV/AIDS ) pada tiap sekolah yang
dilatih dan dibina untuk menjadi edukator untuk melakukan penyuluhan kepada teman-
c) Pada negara afrika tepatnya di morogoro, ada sebuah program sosial yang bersinergi
kepada kelompok ibu-ibu khususnya ibu hamil pada program Integrated maternal and
newborn health care. Program ini diimplementasikan oleh kementerian kesehatan dan keadilan
sosial negara melalui Jhpiego, dan seluruh 18 departemen kesehatan di 4
wilayah rural dan peri-urban. Jadi program ini dilakukan pada daerah rural dan peri-
urban. Jadi program ini diintegrasikan dengan dilakukannya tes HIV dan dilanjutkan pada
upaya edukasi (An et al. 2015).
PROTEKSI SPESIFIK
Penularan virus HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan orang yang berisiko,
penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan bebarengan, dan penularan dari ibu hamil ke
janinnya. Adapun upaya proteksi spesifik yang sudah direkomendasikan untuk pengendalian
melalui :
b) Adapun proteksi penularan HIV/AIDS yang tidak melalui hubungan seksual diantaranya
pembuatan program layanan alat suntik steril dan tes darah sebelum melakukan transfusi
darah.
PENCEGAHAN SEKUNDER
Pencegahan sekunder merupakan pencegahan lini kedua dari teori pencegahan penyakit.
dengan durasi waktu yang cukup singkat. Pencegahan sekunder terdiri dari deteksi dini dan
pengobatan tepat (Porta 2008). Berikut salah satu contoh upaya pencegahan sekunder sebagai
berikut :
DETEKSI DINI
Salah satu deteksi dini yang dapat diupayakan adalah perlindungan buruh migran Indonesia
khususnya BMI ( Buruh Migran Indonesia ) melalui upaya deteksi dini di bandara dan
pelabuhan. Deteksi dini yang dilakukan berupa mencermati aktivitas oleh BMI ketika proses
pemberangkatan dan kedatangan di bandara dan pelabuhan di Surabaya Jawa timur. Pengamatan
dilakukan dengan pemberian pertanyaan terkait permasalahan kesehatan dan cek kesehatan
berdasarkan risiko HIV/AIDS yang ada. Selanjutnya hasil dari pengamatan tersebut di laporkan
oleh petugas di Gedung Pendataan Kepulangan Khusus Tenaga Kerja Indonesia ( GPKTKI ).
Harapannya hasil dari pengamatan tersebut bisa menjadi dasa ran utama untuk intervensi dini
dan pengaturan langkah selanjutnya untuk pengobatan lebih dini (Kinasih et al. 2015).
Contoh dalam upaya deteksi dini HIV/AIDS adalah pada sasaran kelompok berisiko tinggi yaitu
kelompok pekerja seks. Upaya yang dilakukan hampir sama pada penjelasan sebelumnya. Beda
nya dalam pemantauan ini , pihak dari puskesmas setempat yang berwewenang untuk melakukan
PENGOBATAN TEPAT
Pengobatan yang spesifik merupakan upaya tepat setelah mendapatkan pelaporan dari deteksi
dini. Walaupun HIV/AIDS sampai saat ini belum ditemukan obat paten untuk menyembuhkan
HIV/AIDS, namun peranan obat ini dapat menjadi penghambat dan memperpanjang
Sebelum ditemukan pengobatan ARV ( Anti Retrovirus ) yang ada saat ini, pengobatan yang ada
hanya disasarkan pada penyakit opportunistik yang diakibatkan oleh infeksi HIV. Berikut
Pada tahun 1999, telah ditemukan satu-satunya obat yang dapat mengurangi risiko penularan
HIV/AIDS perinatal dengan penggunaan AZT. Obat ini diberikan sesuai dengan panduan yang
sesuai.
Akhirnya WHO merekomendasikan untuk penggunaan Anti retroviral bagi para penderita
HIV/AIDS. Keputusan untuk memulai dan merubah terapi ARV harus dipantau dengan
memonitor hasil pemeriksaan lab baik plasma HIV RNA ( Viral load ) maupun jumlah sel CD4
PENCEGAHAN TERSIER
Pencegahan tersier merupakan lini terakhir dari tahap pencegahan penyakit. Pencegahan tersier
bertujuan untuk membatasi akibat dari penyakit yang dapat terjadi pada jangka waktu yang
relatif lama dan juga memperbaiki kualitas hidup seseorang untuk bisa lebih membaik (Porta
2008).
Dalam topik penyakit HIV/AIDS hampir dipastikan orang yang terinfeksi HIV/AIDS akan
berujung pada kematian. Beberapa contoh yang bisa diterapkan adalah penggunaan terapi ARV.
Hingga sampai saat ini, hanya ARV yang masih menjadi terapi efektif untuk menghambat
perkembangan virus HIV dalam menyerang CD4+T. Keterlambatan dalam penggunaan terapi
PENUTUP
Penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus HIV yang dapat
menyerang sel limfosit T yang berujung pada penurunan dan kerusakan sistem imunitas manusia.
Penyakit ini tergolong penyakit yang mengkhawatirkan disebabkan jumlah kasus HIV/AIDS
Penyakit ini dapat ditularkan melaui 3 cara yaitu hubungan seksual, non hubungan seksual dan
dari ibu ke janinnya. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan secara efektif adalah menekan
peningkatan kasus dengan mengintervensi dari metode penularan. Menurut penulis, hingga saat
ini pencegahan prmer merupakan langkah yang diprioritaskan untuk mengendalikan penularan
penyakit HIV/AIDS. Pencegahan primer ini dilakukan pada kelompok-kelompok yang berisiko
tinggi terhadap penularan HIV/AIDS seperti anak-anak remaja, para ibu hamil, pekerja seks,
Pencegahan primer akan berjalan optimal apabila disertai dengan adanya deteksi dini pada setiap
pos-pos kelompok berisiko yang harapannya akan ada upaya tindak lanjut segera untuk
perlunya support dari segala pihak untuk penggunaan terapi ARV. Sehingga penyebaran
HIV/AIDS bisa mulai diminimalisir mulai dari diri sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
1. An, S.J. et al., 2015. Program synergies and social relations : implications of integrating
HIV testing and counselling into maternal health care on care seeking. , pp.1–12.
6. Kakaire, O. et al., 2015. Clinical versus laboratory screening for sexually transmitted
infections prior to insertion of intrauterine contraception among women living with HIV /
8. Kinasih, S.E. et al., 2015. Perlindungan buruh migran Indonesia melalui deteksi dini HIV
/ AIDS pada saat reintegrasi ke daerah asal The protection of Indonesian migrant workers
through early detection of HIV / AIDS at the time of reintegration into the place of
origin. , pp.198–210.
9. Men, H. & Estimate, E., 2015. Effectiveness of Prevention Strategies to Reduce the Risk