Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah HIV/AIDS kini menjadi momok berbahaya yang diperangi oleh umat
manusia, mengingat virus yang satu ini sangat berbahaya dan bersifat menular
terhadap orang lain. Dan gawatnya lagi smpai saat ini belum ditemukan obat yang bisa
menyembuhkan penyakit ini. HIV merupakan jenis retrovirus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia sebagaimana namanya Human Immunodeficiency Virus,
sedangkan (Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune
Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau:
sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi
virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV,
FIV ) dan lain-lain).
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung
antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh
yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan
air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun
oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama
kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan
tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika sub-
sahara Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi
38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan
WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta
orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit
ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah
menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan
lebih dari 570.000
jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di
Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan
menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus
sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahya infeksi HIV, namun
akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila
dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Terkadang hukuman
sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan,
yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS ?
2. Bagaimana cara penularannya ?
3. Apa dampak bagi kehidupan sosial masyarakat ?
4. Bagaimana cara mencegah HIV/AIDS ?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan pengertian dari HIV/AIDS.

2. Menjelaskan bagaiman cara penularan HIV/AIDS.

3. Mendeskripsikan dampak bagi kehidupan sosial masyarakat.

4. Menjelaskan cara mencegah HIV/AIDS


LAPORAN PENDAHULUAN
HIV AIDS
1. PENGERTIAN
Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan infeksi retrovirus RNA yang
dulunya disebut sebagai human T lymphotrophic virus III (HTL-III). Infeksi HIV akan
merusak limfosit T, terutama CD4+, yang akan menyebabkan imunodefisiensi. Hal ini
akan menjadi predisposisi terhadap infeksi virus, fungi, mycobacteria atau parasit.
Seiring dengan waktu, HIV akan menjadi Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS), apabila limfosit T CD4+ di bawah 200 cells/l disertai infeksi HIV (Scully,
2004).
Terdapat dua virus utama pada infeksi HIV yaitu HIV-1 yang sejauh ini paling
umum di dunia dan HIV-2 yang menyebar terutama di Afrika Barat.
Pintu masuk utama
HIV ke dalam tubuh adalah melalui darah dan mukosa yang terbuka pada vagina, vulva,
rectum, penis dan juga pada oral cavity (Scully, 2002).
2. ETIOLOGI
Terdapat dua virus utama pada infeksi HIV, yang hanya mempunyai sedikit
perbedaan pada pathogenesis, manifestasi infeksi, perawatan dan prognosis yaitu HIV-1
yang sejauh ini paling umum di dunia dan HIV-2 yang menyebar terutama di Afrika
Barat (Scully, 2004).
Pada individu yang terinfeksi, biasanya virus akan membentuk antibody dalam
waktu 6-12 minggu. Kebanyakan individu yang terinfeksi HIV akan berada dalam fase
viremia selama 2-6 minggu. Pada kasus yang langka, bisa selama 35 bulan.periode
inkubasi AIDS pada kebanyakan individu yang terinfeksi HIV adalah 10-12 tahun.
Kira-
kira 30% penderita AIDS yang meninggal setelah 3 tahun didiagnosa AIDS dan kira-kira
50% hidup selama 10 tahun (Little dkk., 2002).
Pintu masuk utama HIV ke dalam tubuh adalah melalui darah dan mukosa yang
terbuka pada vagina, vulva, rectum, penis dan juga pada oral cavity. HIV yang masuk ke
dalam tubuh menuju kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa hari
(Greenberg dkk., 2008).
Kemudian terjadi sindrom retroviral akut seperti flu disertai viremia hebat dengan
keterlibatan berbagai kelenjar limfe. Sindrom ini akan hilang sendirir setelah 1-3 minggu,
karena kadar virus yang tinggi dalam darah dapat diturunkan oleh sistem imun tubuh.
Proses ini berlangsung berminggu-minggu sampai terjadi keseimbangan antara
pembentukan virus baru dan upaya eliminasi respon imun. Titik keseimbangan disebut
set point. Apabila angka ini tinggi, perjalanan penyakit menuju AIDS akan berlangsung
cepat (Tjay, 2000).
Tahap selanjutnya adalah serokonversi yaitu perubahan antibodi negative menjadi
positif, terjadi 1-3 bulan setelah infeksi dan pasien akan memasuki masa tanpa gejala.
Pada masa ini terjadi penurunan CD4 secara bertahap (CD4 normal = 800-1.000/mm3)
yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan kadar RNA virus realtif konstan.
Mula-mula penurunan jumlah CD4 sekitar 30-60/tahun, tetapi pada 2 tahun terakhir
penurunan jumlah menjadi cepat sekitar 50-100/tahun sehingga jika tanpa pengobatan,
rata-rata masa infeksi HIV sampai masa AIDS adalah 8-10 tahun saat jumlah CD4 akan
mencapai di bawah 200 (Tjay, 2000).
3. PATOFISIOLOGI
Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari benda
asing, misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari binatang maupun
manusia lain. Mekanisme ini disebut sebagai tanggap kebal (immune response) yang
terdiri dari 2 proses yang kompleks yaitu :
Kekebalan humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai
cara tersendiri, sehingga dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh. ber-aksi
bahkan kemudian dilumpuhkan.
Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau
berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel
yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit,
makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini segera dikenal oleh sel T
helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada benda asing

tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan HIV bisa pindah dari sel induk ke
dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T helper dapat mengenal benda asing HIV,
ia lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV kemudian mengubah fungsi reseptor di
permukaan sel T helper sehingga reseptor ini dapat menempel dan melebur ke sembarang
sel lainnya sekaligus memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper,
HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV
akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk
membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen.
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom
dari HIV - proviral DNA - dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper sehingga
menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan biakan sel T helper.
Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus lain) maka
HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang sel lainnya untuk
menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh maka tidak ada
mekanisme pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan
mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) atau Sindroma Kegagalan Kekebalan.
Sumber : Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta ; Media Aesculapius
5. MANIFESTASI KLINIS
a. Gejala mirip flu, termasuk demam ringan, nyeri badan, menggigil, dapat muncul
beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi. Gejala menghilang setelah respons
imun awal menurunkan jumlah partikel virus, walaupun virus tetap dapat bertahan
pada sel-sel lain yang terinfeksi (Corwin, 2009).
b. Selama periode laten, orang yang terinfeksi HIV mungkin tidak memperhatikan
gejala, atau pada sebagian kasus mengalami limfadenopati (pembengkakan kelenjar
getah bening) persisten.
c. Antara 2 sampai 10 tahun setelah infeksi HIV, sebagian besar pasien mulai
mengalami berbagai infeksi oportunistik, bila tidak ditangani. Penyakit-penyakit ini
mengisyaratkan munculnya AIDS dan berupa infeksi ragi pada vagina atau mulut,
dan berbagai infeksi virus misalnya varisela zoster (cacar air dan cacar ular),
sitomegalovirus, atau herpes simpleks persisten. Wanita dapat menderita infeksi ragi
kronik atau penyakit radang panggul (Corwin, 2009).
d. Setelah terbentuk AIDS, sering terjadi infeksi saluran napas oleh organisme
oportunistik Pneumocystis carinii. Dapat timbul sarcoma Kaposi yang resisten
bermacam-macam obat karena pasien AIDS tidak mampu melakukan respons imun
yang efektif untuk melawan bakteri, walaupun dibantu sarcoma Kaposi. Pasien AIDS
yang mengidap sarcoma Kaposi biasanya mengalami perjalanan penyakit yang cepat
memburuk yang menyebabkan kematian dalam beberapa bulan. Penyakit biasanya
cepat menyebar ke luar paru termasuk otak dan tulang (Corwin, 2009).
e. Gejala pada Susunan Saraf Pusat adalah sakit kepala, defek sarkoma, kejang,
perubahan kepribadian, dan demensia. Pasien dapat menjadi buta dan akhirnya koma.
Banyak dari gejala tersebut timbul karena infeksi bakteri dan virus oportunistik pada
SSP, yang menyebabkan peradangan otak. HIV juga dapat secara langsung merusak
sel-sel otak.
f. Diare dan berkurangnya lemak tubuh sering terjadi pada pasien AIDS. Diare terjadi
akibat infeksi virus dan protozoa. Infeksi jamur (thrush) di mulut dan sarcoma Kaposi
dan menyebabkan nyeri hebat saat menelan dan mengunyah, dan ikut berperan
menyebabkan berkurangnya lemak dan gangguan pertumbuhan (Corwin, 2009).
g. Berbagai kanker muncul pada pasien AIDS akibat tidak adanya respons imun selular
terhadap sel-sel sarcoma Kaposi. Kanker yang sebenarnya jarang dijumpai, sarcoma
Kaposi sering terjadi pada pasien AIDS. Sarkoma Kaposi adalah kanker yang ditandai
oleh lesi kulit berwarna merah. Sebagian besar individu pengidap sarkoma Kaposi
terinfeksi melalui hubungan homoseks. Hasil riset terkini menunjukkan bahwa ko-
infeksi disertai virus herpes yang unik, human herpesvirus 8, memicu munculnya
sarcoma Kaposi. Human herpesvirus 8 jarang terjadi kecuali di kalangan homoseks
Amerika Serikat (Corwin, 2009).
h. Tuberkulosis BTA Positif, BTA Negatif dan MDR pada Pasien Koinfeksi TB-HIV,
Diantara semua pasien yang dikumpulkan, hasil terbanyak didapatkan adalah hasil
BTA negatif. Hal ini diakibatkan oleh status imunitas yang turun pada pasien HIV.
Banyaknya kasus BTA negative sebesar 66%, turunnya derajad imunosupresi akan
mempengaruhi gambaran bakteriologis pasien koinfeksi TB-HIV sehingga sering
memberikan hasil sputum BTA negatif pada pasien dengan status imunitas yang
rendah. Menurut Pozniak, menyatakan bahwa 16 infeksi HIV bisa meningkatkan
insidens MDR-TB. Hal ini berdasarkan penelitian di New York tahun 1987 sampai
1992. Sedangkan kasus MDR-TB secara kebetulan ditemukan 1 kasus pasien dengan
sputum BTA positif. Pasien koinfeksi TB-HIV stadium lanjut yang ditandai dengan
kadar CD4 rendah lebih sering menimbulkan lesi ekstraparu dan menimbulkan lesi
yang minimal pada gambaran radiologisnya (Murrey, 1996).

6. KLASIFIKASI HIV AIDS


Menurut Little dkk. (2002), pertama kali terinfeksi HIV, pasien dapat dikelompok
menjadi tiga kelompok yang dapat dilihat pada tabel 1.
Klasifikasi infeksi HIV yang paling sering digunakan adalah yang dipublikasi oleh U.S.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 1986, yang berdasarkan
kondisi tertentu yang terkait dengan infeksi HIV. Pada tahun 1993, klasifikasi CDC telah
direvisi menjadi (CDC 1993b) (Hoffmann dkk., 2007).

Kelompok Tanda
Kelompok 1 - Immediate post-HIV exposure
- Antibodi HIV positif- asimptomatik
Kelompok 2 - Progressive Immunosupresan- HIV simptomatik stage.
CD4 < 400
- Constitutional symptom (demam, malaise,
limfadenopati, diarre, penurunan berat badan, ora l
candidiasis)
Kelompok 3 - AIDS; CD4 <200
- Kaposis sarcoma, limfoma, pneumonia, cervical
carcinoma, diarre kronis.
- HIV telah menginfeksi CNS yang bisa menyebabkan
dimensia
Tabel 2. Kategori Klinis Pada Klasifikasi CDC untuk Orang Yang Terinfeksi HIV
(Hoffmann dkk., 2007)

Kategori Tanda
Kategori A - Infeksi HIV asimptomatis
- Akut (primer) infeksi HIV yang disertai dengan
penyakit atau riwayat infeksi HIV akut
- Lymphadenopathy yang persisten dan menyeluruh
Kategori B - Kondisi simptomatik* yang tidak termasuk pada kondisi
Dalam Kategori C. Contohnya, namun tidak tebatas
pada:
Bacillary angiomatosis
Candidiasis, oropharyngeal (thrush)
Candidiasis, vulvovaginal; persistent, frequent, or
poorly responsive to therapy
Cervical dysplasia (sedang atau parah)/cervical
carcinoma in situ
Constitutional symptoms, misalnya demam (38.5 C)
atau diare yang lebih dari 1 bulan
Hairy leukoplakia, oral
Herpes zoster (shingles), melibatkan paling tidak dua
episode yang terpisah atau lebih dari satu dermatome
Idiopathic thrombocytopenic purpura
Listeriosis
Pelvic inflammatory disease, khususnya jika terdapat
komplikasi dengan tuboovarian abscess
Peripheral neuropathy
Kategori C - Penyakit AIDS**
- Candidiasis of bronchi, trachea, or lungs
- Candidiasis, esophageal
- Cervical cancer, invasive*
- Coccidioidomycosis, disseminated or extra pulmonary
- Cryptococcosis, extrapulmonary
- Cryptosporidiosis, chronic intestinal (durasi lebih dari 1
bulan)
- Penyakit Cytomegalovirus (selain liver, spleen, or
nodes)
- Cytomegalovirus retinitis (dengan hilangnya
penglihatan)
- Encephalopathy, HIV-related
- Herpes simplex: chronic ulcer(s) (durasi lebih dari 1
bulan); atau bronchitis, pneumonitis, atau esophagitis
- Histoplasmosis, disseminated atau extrapulmonary
- Isosporiasis, chronic intestinal (durasi lebih dari 1
bulan)
- Kaposi's sarcoma
- Lymphoma, Burkitt's (atau istilah sejenis)
- Lymphoma, immunoblastic (or equivalent)
- Lymphoma, primary, of brain
- Mycobacterium avium complex or M. kansasii,
disseminated or extrapulmonary
- Mycobacterium tuberculosis, pada tempat tertentu
(pulmonary or extrapulmonary)
- Mycobacterium, spesies yang lain atau spesis yang
belum teridentifikasi, disseminated atau
extrapulmonary
- Pneumocystis pneumonia
- Pneumonia, recurrent*
- Progressive multifocal leukoencephalopathy
- Salmonella septicemia, recurrent
- Toxoplasmosis of brain
- Wasting syndrome due to HIV

Terdapat juga klasifikasi menurut jumlah limfosit T CD4+ yang ditunjukkan pada tabel 3.
Klasifikasi lesi oral pada infeksi HIV ditunjukkan pada tabel 4.
Table 3. The CD4+ T-lymphocyte categories
(Hoffmann dkk., 2007)
Kategori CD4+ T- lymphocyte
Kategori 1 >500 CD4+ T-cells/l
Kategori 2 200-499 CD4+ T-cells/
Kategori 3 <200 CD4+ T-cells/l

Tabel 4. Klasifikasi Lesi Oral Pada Penyakit HIV


(Scully, 2004)
Kelompok Tanda
Kelompok I - Lesi yang sangat berhubungan dengan infeksi HIV
- Candidiasis: eritematous, hiperplastik, thrush
- Hairy leukoplakia (EBV)
- HIV gingivitis
- Necrotising ulcerative gingivitis
- HIV periodontitis
- Kaposi sarcoma
- Non-Hodgkins limfoma
Kelompok II - Lesi yang kurang berhubungan dengan infeksi HIV
- Atypical ulceration (oropharyngeal)
- Idiopathic thrombocytogeic purpura
- Penyakit glandula salivarius: mulut kering, pembesaran
glandula salivarius mayor unilateral atau bilateral
- Infeksi virus (selain EBV): cytomegalovirus, herpes
simplex virus, human papilloma virus, epithelial
hyperplasia, verruca vulgaris, varicella zoster virus
Kelompok III - Lesi yang mungkin berhubungan dengan infeksi HIV
- A miscellany of rare diseases

7. KOMPLIKASI
a. Oral Lesi karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai oleh
bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis
oral akan berlanjut mengeni esophagus dan lambung. Tanda dan gejala yang
menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit dan rasa sakit di balik sternum
(nyeri retrosternal).
b. Neurologik a.ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimen sia AIDS
(ADC; AIDS dementia complex).
1) Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan
berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan ataksia.
stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelambatan dalam respon
verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi paraparesis
spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan kematian.
2) Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit kepala, malaise,
kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-kejang. diagnosis
ditegakkan dengan analisis cairan serebospinal.
c. Gastrointestinal Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang
diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB >
10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan yang
kronis, dan demam yang kambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang
dapat menjelaskan gejala ini.
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-
gatal dan diare.
d. Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi
infeksi oportunis, seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI),
cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
e. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal,
rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan
herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak
integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh
pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis sosoreika akan disertai ruam
yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah.penderita
AIDS juga dapat memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit
yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema dan
psoriasis.
f. Sensorik
1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata : retinitis
sitomegalovirus berefek kebutaan
2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati, meningitis,
sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Hoffmann dkk (2007), pengujian antibodi HIV paling tidak membutuhkan 2
uji, yaitu:
a. Screening test, yaitu ELISA
b. Confimatory test, yaitu Western blot atau immunofluorescence assay (IFT or IFA)
Untuk mengekslusi terjadinya pencampuran sampel, sampel darah kedua dari pasien
yang sama harus di uji. Baru kemudian diagnosis infeksi HIV dapat dikomunikasikan
kepada pasien dengan hasil seropositif (Hoffmann dkk, 2007).
Menurut Anonim (2010), tes HIV ELISA dan HIV Western blot digunakan untuk
mendeteksi virus HIV dalam darah. Menurut Nisyrios (2005), ELISA dilakukan untuk
mendeteksi HIV p24 antigen dan antibodi HIV. Beberapa interpretasi uji ELISA dan
Western Blot, antara lain:
a. Tes ELISA yang menunjukkan hasil positif harus dikonfirmasi dengan uji Western
blot. Jika keduanya menunjukkan hasil yang positif maka menegaskan suatu infeksi
HIV. Pemeriksaan lebih lanjut harus diulang dalam interval 3-6 bulan.
b. Jika hasil Western blot menunjukkan hasil negatif, maka hasil ELISA
dipertimbangkan sebagai hasil false positive, hal ini menunjukkan pasien tidak
terinfeksi HIV. Pengulangan tes dilakukan jika pasien memiliki resiko dalam tiga
bulan dari tes pertama.
c. Jika Western blot menunjukkan hasil yang tidak tentu, pasien mungkin baru terinfeksi
HIV dan dalam proses seroconverting. Skrining HIV ELISA harus diulang setiap
interval 2 minggu untuk menentukan apakah uji Western blot menjadi positif.
d. Jika HIV ELISA dan Western blot menunjukkan hasil positif, tes darah lainnya dapat
dilakukan untuk menentukan banyaknya HIV pada aliran darah. Pada suatu infeksi
HIV, hasil uji CBC (complete blood count) dan sel darah putih akan menunjukkan
suatu abnormalitas. Selain itu, jumlah sel CD4 yang lebih rendah dari rentang normal
juga menjadi tanda bahwa virus sedang merusak sistem pertahanan tubuh (Anonim,
2010).

9. PENATALAKSANAAN
a. Medis
1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan
pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian
infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
2) Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat
antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi
antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim
pembalik traskriptase. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
3) Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas
system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi
virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a) Didanosine
b) Ribavirin
c) Diedoxycytidine
d) Recombinant CD 4 dapat larut.
4) Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen
tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk
menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5) Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan
sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu
fungsi imun.

b. Perawatan
Menurut Hidayat (2008) perawatan pada anak yang terinfeksi HIV antara lain:
1) Suportif dengan cara mengusahakan agar gizi cukup, hidup sehat dan mencegah
kemungkinan terjadi infeksi
2) Menanggulangi infeksi opportunistic atau infeksi lain serta keganasan yang ada
3) Menghambat replikasi HIV dengan obat antivirus seperti golongan
dideosinukleotid, yaitu azidomitidin (AZT) yang dapat menghambat enzim RT
dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkripsi DNA HIV
4) Mengatasi dampak psikososial
5) Konseling pada keluarga tentang cara penularan HIV, perjalanan penyakit, dan
prosedur yang dilakukan oleh tenaga medis
6) Dalam menangani pasien HIV dan AIDS tenaga kesehatan harus selalu
memperhatikan perlindungan universal (universal precaution)

Tabel 5. Pilihan Perawatan Untuk Manifestasi Oral Yang Sering Muncul Pada Pasien HIV
(Vaseliu dkk, 2010)

Lesi : 1. Oral Candidiasis(Erythematous, Pseudomembranous dan Hyperplastic)

Perawatan untuk Dewasa

Topikal
a. Nystatin (Mycostatin)
b. Gel Oral: aplikasi gel setiap 8 atau 6 jam
sekali selama 10-14 hari
c. Cream: aplikasi setiap 12 jam, selama 10-
14 hari
Sistemik
a. Nystatin (Mycostatin) 400.000-600.000
U setiap 6 jam selama 14 hari
b. Ketoconazole (Nizoral) 200-400 mg PO
q.d
c. Fluconazone (Diflucan) 50-100 PO q.d
d. Itroconazole (Sporanox) (capsule atau
solution) 200mg PO qd selama 7 hari
e. Amphotericin B10 mg IV setiap 6 jam,
selama 10 hari
Profilaksis
Fluconazole 100mg PO qwk, untuk waktu
yang lama
Keterangan

- Bentuk oral kandidiasis yang


berbeda dapat terjadi secara
terus menerus
- Hiperplastik candidiasis
membutuhkan perawatan
sistemik
- Ketoconazole dapat
berinteraksi dengan Lopinavir-
Ritonavir (Kaletra) pada dosis
>200 mg/hari
- Topikal fluoride harus
digunakan untuk periode yang
lama untuk menghalangi
kandungan gula yang tinggi
pada beberapa medikasi
antifungal.
- Amphotericin B dapat
digunakan pada infeksi yang
resisten terhadap azole
- Amphotericin B juga terdapat
pada sediaan topical
- Gigi tiruan harus dilepas ketika
dilakukan medikasi

2.lesi: Angular Cheilitis

Perawatan untuk Dewasa

Topikal
a. Nystatin-triamcinolone (Mycostatin
II) ointment yang diaplikasikan pada
area yang terkena setelah makan dan
waktu tidur.
b.Cream Clotrimazole 1% (Mycelex)
c. Cream Miconazole 2%
diaplikasikan setiap 12 jam pada area
terkena, selama 1-2 minggu

keterangan

Lesi cenderung sembuh secara


perlahan karena gerakan
membuka mulut yang selalu
berulang-ulang

3. lesi: Infeksi Herpes

Simplex Virus
(HSV)

Perawatan untuk dewasa


Sistemik
a. Acyclovir (Zovirax) 800 mg PO q4h,
selama 10 hari
b. Foscarnet 24-40 mg/kg PO q8h,
untuk lesi herpetik yang menetap.

Keterangan
a. Ganciclovir,
Valacyclovir dan
Famciclovir kemungkinan
efektif.
b. Foscarnet merupak obat
pilihan untuk kasus dimana
resisten terhadap Acyclovir.
c. Pasien yang
mengkonsumsi Acyclovir
harus diinstruksikan untuk
mengkonsumsi banyak
cairan.
d. Medikasi antiviral topikal
berguna untuk lesi herpes
labial dan perioral

4. lesi: Linear Gingival

Erythema (LGE)

Perawatan untuk dewasa


Lokal
a. Skaling dan root-planning
b. 0.12% chlorhexidine gluconate
(Periogard, Peridex) 0.5 oz q12h
dikumurkan selama 30 detik dan
diludahkan

keterangan
a. Profilaksis yang
dianjurkan: sikat gigi
b. flossing, dan penggunaan
obat kumur.
c. Agen antifungal berguna
pada perawatan LGE

5. lesi: Xerostomia

Perawatan untuk dewasa


Topikal
a. Mengunyah atau menghisap permen
bebas gula
b. Minum air sesering mungkin
c. Subtitusi commercial artificial saliva
d. Produk topikal fluoride
Sistemik
Pilocarpine (Salagen) 5 mg PO q8h sebelum
makan; obat dapat ditingkatkan hingga 7. 5
mg PO q8h

keterangan
a. Pengukuran higienitas
oral yang baik dan kontrol
diet (kontrol gula dan
makanan mengandung gula)
sangat diajurkan untuk
mencegah karies.
b. Obat kumur dengan
kandungan alcohol yang
tinggi harus dihindari karena
memiliki efek
mengeringkan.

6. lesi: Pembesaran Parotid

(Glandula saliva
Mayor)

Perawatan untuk dewasa


Sistemik
a. Anti-inflamasi non steroid
b. Analgesik
c. Antibiotik
d. Steroid

keterangan
Pembuangan glandula parotid
secara
bedah berguna untuk alasan
estetika

7. lesi: Oral Hairy

Leukoplakia (OHL)

Perawatan untuk dewasa


Lokal
a. Podophyllin resin 25 1-2 kali
aplikasi pada daerah yang terkena,
dengan interval 1 minggu
b. Retinoic acid (Tretinoin)
c. Surgical excision
Sistemik
a. Acyclovir (Zovirax) 800 mg PO
q6h, selama 14 hari
b. Famciclovir 500 mg PO q8h, selama
5-10 hari
c. Valacyclovir 1000 mg PO q8h,
selama 5-10 hari

keterANGAN
a. Penggunaan
chlorhexidine dapat
menyebabkan staining pada
gigi, lidah, dan restorasi;
perubahan rasa dan
deskuamasi dan iritasi
mukosa.
b. Metronidazole tidak
boleh diberikan pada pasien
yang mengkonsumsi
didanosine (ddI) atau
zacitabine (ddC), karena
dapat berpotensi
menimbulkan peripheral
neuropathy
ASKEP TEORITIS
PENGKAJIAN
1. Data Demografi
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, ras, status perkawinan, alamat,
pekerjaan, status imigrasi, perilaku beresiko. Nama anggota keluarga atau orang yang
dapat dihubungi
2. Riwayat social
a. Orientasi sexual: pria, wanita, MSM (gay),
b. Aktifitas sexual tak aman: berganti ganti pasangan, tanpa pengaman
c. Riwayat pekerjaan
d. Riwayat traveling
e. Homeless, gangguan mental
f. Bantuan dari badan/lembaga social AIDS
3. Riwayat kesehatan terdahulu
a. Riwayat Penyakit Terdahulu
Cara terinfeksi HIV, TBC, Hepatitis A, B, C, sering mengalami infeksi virus dan
jamur, hemofilia, riwayat transfuse, transplantasi, STD,
b. Review semua sistem yang mungkin terganggu oleh HIV
4. Pola Kesehatan
a. Persepsi tentang kesehatan, penanganan kesehatan: persepsi terhadap penyakit,
penggunaan alkohol dan obat-obatan
b. Nutrisi/metabolisme: kehilangan BB, anorexia, mual, muntah, lesi pada mulut, ulser
pada rongga mulut, sulit menelan, kram abdomen
c. Eliminasi: diare persisten, nyeri saat bak
d. Aktifitas dan olah raga: kelelahan kronik,kelemahan otot, kesulitan berjalan, batuk,
sesak nafas, kemampuan melakukan ADL.
e. Tidur dan istirahat: insomnia
f. Gangguan kognitif dan persepsi: sakit kepala, nyeri dada, kehilangan memori,
demensia, parestesis
g. Kebutuhan klinis pasien:
1) Obat-obatan: alergi, riwayat pengobatan sekarang, cara memperoleh ARV.
2) Nutrisi: membutuhkan oral/enteral/parenteral
3) Terapi rehabilitasi: fisioterapi, terapi wicara
4) Perawatan khusus: apakah membutuhkan perawatan khusus karena mengalami
mis. Dekubitus, inkontensia, oksigen atau suction
5) Alat bantu: walker, cructh,kursi roda, handled shower, seat bath, urinal.
6) Suplai barang-barang habis pakai: pampers, diapers, kasa, infus, kateter dan tube
feeding

5. Pemeriksaan fisik
a. Respirasi
1) Sesak nafas (dispneu, takipneu)
2) Batuk produktif dan batuk non produktif dengan SaO2 < 80% (PCP)
3) Retraksi interkostalis
b. Gastrointestinal
1) lesi pada mulut - Kapossi sarcoma
2) Candida mulut - plag putih yang melapisi
3) Rongga mulut dan lidah kandidiasis
4) Lesi putih pada lidah (hairy leukoplakia)
5) Ginggivitis
6) Muntah
7) Diare
8) Inkontinen alvi
9) Hepatosplenomegali
c. Muskuloskeletal
Muscle wasting
d. Neurologis
ataxia, tremor, sakit kepala (toxoplasmosis), kurang kordinasi (ADC), kehilangan
sensori, apasia, kehilangan konsentrasi (ADC), kehilangan memori (ADC=AIDS
Dementia Complex), apatis, depresi, penurunan kesadaran, kejang (Toxoplasmosis),
paralysis, koma
e. Reproduksi
Adanya lesi atau keluaran dari genital (herpes simpleks)
f. Kebutuhan Spritual
Agama : Partisipasi pasien dalam kegiatan keagamaan, Pentingnya agama bagi pasien
g. Kondisi keuangan
1) Kemampuan pasien melanjutkan pekerjaannya
2) Pengeluaran dan pemasukan setiap bulan
3) Asuransi kesehatan yang dimiliki
h. Data social

1) Kepemilikan rumah/panti/asrama/kost
2) Fasilitas di rumah: listrik, air bersih
i. Pengkajian masyarakat
1) Keamanan memadai
2) Fasilitas kesehatan terdekat: rumah sakit, klinik, puskesmas, apotek
3) Transportasi menggunakan kendaraan sendiri atau umum.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang
beresiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi
non opportunisitik yang dapat ditransmisikan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
dicintai.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnos keperawatan : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi,
malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.
Tujuan dan criteria hasil : Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya
dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda
vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda infeksi baru.
Rasional : untuk pengobatan dini
b. Gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan
tindakan.
Rasional : mencegah pasien terpapar kuman pathogen dati rumah sakit
c. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen.
Rasional : mencegah bertambahnya infeksi
d. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
Rasional : Meyakinkan diagnosis akurat
e. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order
Rasional : Mempertahankan kadar darah yang terapeutik
2. Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan
infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
Tujuan dan Kriteria hasil : Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan
memperhatikan universal precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan
tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.
Intervensi :
a. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan
kuman patogen lainnya.
Rasional : pasien dan keluarga memerlukan informasi ini
b. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bila merawat pasien. Gunakan masker
bila perlu.
Rasional : mencegah transmisi infeksi ke orang lain

3. Diagnosa keperawatan : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran


oksigen, malnutrisi, kelelahan.
Tujuan dan kriteria hasil : Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas
dyspnea dan takikardi selama aktivitas.
Intervensi :
a. Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
Rasional : respon bervariasi dari hari ke hari
b. Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
Rasional : mengurangi kebutuhan energi
c. Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
Rasional : Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik
4. Diagnosa keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
Tujuan dan criteria hasil : Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah dikontrol,
pasien makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati
seperti sebelum sakit.
Intervensi :
a. Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.
Rasional : intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulut
b. Monitor BB, intake dan ouput
Rasional : Menentukan data dasar
c. Atur antiemetik sesuai order
Rasional : mengurangi muntah
d. Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya.
Rasional : meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasien
5. Diagnosa keperawatan : Diare berhubungan dengan infeksi GI

Tujuan dan criteria hasil : Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi
minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram
perut hilang.
Intervensi :
a. Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.
Rasional : mendeteksi adanya darah dalam feses
b. Auskultasi bunyi usus
Rasional : hipermotiliti umumnya dengan diare
c. Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order
Rasional : mengurangi motilitas usus yang pelan, memperburuk perforasi intestinal
d. Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside
Rasional : untuk menghilangkan distensi
6. Diagnosa keperawatan : Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas
tentang keadaan yang orang dicintai.
Tujuan dan criteria hasil : Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport
sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan
keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif.
Intervensi :
a. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
Rasional : memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga
b. Biarkan keluarga mengungkapkan perasaan secara verbal
Rasional : agar apa yang dimaksud dapat dimengerti secara jelas
c. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
Rasional : menghilangkan kecemasan dari transmisi melalui kontak sederhana
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonima, 2010, HIV Infection,
http://health.nytimes.com/health/guides/disease/hivinfection/ overview.html, Accessed
22/4/2013.
2. Brunner and Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Jakarta ; EGC
3. Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku Edisi 3. Alih bahasa: Nike Budhi
Subekti. Jakarta: EGC.
4. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Depkes
RI. Pedoman Nasional Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi ODHA. Jakarta. 2003.
5. Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made
Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
6. Fauci, A.S. & Lane, H.C., 2000. Penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV): AIDS
dan Penyakit Terkait. Dalam: Asdie, A.H.
7. FDA, 2004, Summary of Safety and Effectiveness Data,
http://www.fda.gov/downloads/BiologicsBloodVaccines/BloodBloodProdu
cts/ApprovedProducts/PremarketApprovalsPMAs/ucm091919.pdf, Accessed 22/4/2013.
8. Ganda K.M., 2008, Dentist's Guide To Medical Conditions and Complications, Wiley-
Blackwell, USA, h.360-1
9. Greenberg MS., Glick M., Ship J.A., 2008, Burkets Oral Medicine, 11th edition, BC
Decker Inc, Hamilton.
10. Hoffman C., Rockstroh J.K., Kamps B.S.,, 2007, HIV Medicine, 15th Ed, Flying
Publisher, Paris
11. http://pphipkabi.org. diakses 22/4.2013
12. Little JW., Falace DA., Miller CS., Rhodus NL., 2002, Dental Management of The
Medically Compromised Patient, 6th edition, Mosby.
13. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta ; Media Aesculapius
14. Murray JF. Tuberculosis and HIV Infection : Global Perspectives. Respir Med 1996;
2:209-13.
15. Reznik, D.A., 2005, Oral Manifestations of HIV Disease, International AIDS Society-
USA, 13(5):146-7
16. Scully C., 2004, Oral Maxillofacial Medicine- ther basis of diagnosis and treatment.
Elsevier Limited.
17. Steel E., 2010, Early HIV Symptoms in the Mouth,
http://www.ehow.com/about_5138970_early-hiv-symptoms-mouth.html, Accessed
22/4/2013.
18. Tjay TH. 2000. Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efeknya. Elexcomputindo:
Jakarta.
19. Vaseliu, N., Kamiru, H., Kabur, M. , 2010, Oral Manifestations of HIV Invection,
http://www.bayloraids.org/curriculum/files/13.pdf, Accessed 22/4/2013

Anda mungkin juga menyukai