Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

TB MILIER DAN HUMAN DEFICIENCY VIRUS ( HIV )

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medical Bedah

DISUSUN OLEH :

Nama : Almira Surianti

NIM : 2014901004

Program Studi : S1 Ners Keperawatan


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2020

A. Pendahuluan

HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah jenis virus yang dapat


menurunkan kekebalan tubuh (BKKBN, 2007). Menurut Depkes RI (2008)
menyatakan bahwa HIV adalah sejenis retrovirus-RNA yang menerang sistem
kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah singkatan dari Acquired
Immunodeficiency Syndrome suatu kumpulan gejala penyakit yang didapat
akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV.

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan


gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human
Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada
tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap
infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan
yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun
penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. Penyebab penyakit AIDS
adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan
HIV-2. Infeksi yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh HIV-1, sedangkan
HIV-2 benyak terdapat di Afrika Barat. Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-
2 relatif sama, hanya infeksi oleh HIV-1 jauh lebih mudah ditularkan dan
masa inkubasi sejak mulai infeksi sampai timbulnya penyakit lebih pendek
(Martono, 2009).
HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit
dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang
mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal,
dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal,
anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara
ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak
lainnya dengan cairancairan tubuh tersebut.

Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAD, 2007)


komplikasi yang terjadi pada pasien HIV/AIDS adalah sebagai berikut :
Kandidiasis bronkus,

trakea, atau paru-paru, Kandidiasis esophagus, Kriptokokosis ekstra paru,


Kriptosporidiosis intestinal kronis (>1 bulan), Renitis CMV (gangguan
penglihatan), Herpes simplek, ulkus kronik (> 1 bulan), Mycobacterium
tuberculasis di paru atau ekstra paru, Ensefalitis toxoplasma.

B. Definisi

HIV adalah virus penyebab Acquired Immuno Deficiensi Syndrom


(AIDS). Virus ini memiliki kemampuan untuk mentransfer informasi genetic,
mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut Reverse
Transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkripsi dari RNA &
DNA dan transflasi dari RNA ke protein pada umumnya (Murma, et.al,1999).

HIV merupakan salah satu penyakit menular seksual yang berbahaya di


dunia (Silalahi, Lampus, dan Akili, 2013)

C. Etiologi

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human


immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan
lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus
kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan
keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak


ada gejala.

2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala
flulikes illness.

3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak
ada.

4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat


malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.

5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi HIV.
3. Orang yang ketagian obat intravena
4. Partner seks dari penderita AIDS
5. Penerima darah atau produk darah (transfusi)
D. Patofisiologi

Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS


diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50%
orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun
pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS.
Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat,
virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi
infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang
disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi.

Di dalam sel, virus Berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan


sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru
kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya. Virus
menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-
sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+
atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan
mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B,
makrofag dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu
menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.

Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga


terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi
dan kanker. Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T
penolong melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang
sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa
bulan pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%.
Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain
karena banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh
berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar
yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan
penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus
yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun
sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis.
Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan
terhadap infeksi. Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi
limfosit B (limfosit yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan
produksi antibodi yang berlebihan.

Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan,
penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya
kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran
baru yang harus diserang. Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh
dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan sebelum titer antibodi terhadap
HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela” (window period). Setelah itu
penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih kurang 1-20 bulan, namun
apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut
fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang
lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi
HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan
ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012.)

E. Klasifikasi

Klasifikasi HIV adalah sebagai berikut :

1. Stadium I

Infeksi HIV asimptomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS

2. Stadium II

Termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran


pernafasan atas yang berulang

3. Stadium III
Termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari
sebulan, infeksi bakteri parah,dan tuberkulosis.

4. Stadium IV

Termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau


paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator
AIDS.

F. Manifestasi Klinis/Tanda dan Gejala

AIDS dicurigai pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala
mayor dan satu gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi
yang diketahui seperti kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.

1. Gejala mayor :

a. Penurunan berat badan lebih dari 10%

b. Diare kronik lebih dari 1 bulan

c. Demam lebih dari 1 bulan (kontinu atau intermiten).

2. Gejala minor :

a. Batuk lebih dari 1 bulan

b. Dermatitis pruritik umum

c. Herpes zoster rekurens

d. Candidiasis oro-faring

e. Limfadenopati umum

AIDS dicurigai pada anak ( bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan
dua gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang diketahui
seperti kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.

1. Gejala mayor :
a. Penurunan berat badan atau pertumbuhan lambat yang abnormal

b. Diare kronik lebih dari 1 bulan

c. Demam lebih dari 1 bulan13

2. Gejala minor :

a. Limfadenopati umum

b. Candidiasis oro-faring

c. Infeksi umum yang berulang (otitis, faringitis, dsb).

d. Batuk persisten

e. Dermatitis umum

G. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien HIV, yaitu :

1. Aktifitas Istirahat

Mudah lemah, toleransi terhadap aktifitas berkurang, progresi, kelelahan /


malaise, perubahan pola tidur.

2. Gejala subyektif

Demam kronik, demam atau tanpa mengigil, keringat malam hari erulang
kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.

3. Psikososial

Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan poa hidup, ungkapkan


perasaan takut, cemas, meringis.

4. Status Mental
Marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl,
hilanginterest pada lingkungan sekiar, gangguan proses piker, hilang
memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.

5. Neurologis
Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak seimbangan, kaku
kuduk, kejang, paraf legia.
6. Muskuloskletal
Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
7. Kardiovaskuler
Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
8. Pernafasan
Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang – parah), batuk produktif/non
produktif, bendungan atau sesak pada dada.
9. Integument
Kering, gatal, rash dan lesi, turgor jelek, petekie positif.

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Tes Laboratorium

Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih


bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau
perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)

a. Serologis
1) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.
Hasiltes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus
(HIV)

3) Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper Indikator system imun (jumlah <200>
5) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada
sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
6) P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV
) Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi
infeksi
7) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal
8) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel
perifer monoseluler.
9) Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin
positif
2. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
3. Tes Lainnya
a. Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut
atau adanya komplikasi lain
b. Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
c. Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
d. Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
e. Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan
paru-paru
f. Tes HIV umum, termasuk imunoasaienzim HIV dan pengujian
Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum,
plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien.
4. USG Abdomen
5. Rongen Thorak

I. Penatalaksanaan Umum
Seorang penderita HIV AIDS setidaknya membutuhkan bentuk dukungan dari
lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan sosial meliputi 3 hal:
1. Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai, dicintai, dan
diperhatikan
2. Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat
3. Materials support, meliputi bantuan / pelayanan berupa sesuatu barang
dalam mengatasi suatu masalah
Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman
Mycobacterium sistem sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh, dengan lokasi terbanyak diparu yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Arief, 2001:459).
Menurut Crofton (2002) Tuberculosis Milier disebabkan penyebaran

TB dalam jumlah besar melalui aliran darah karena daya tahan pasien

lemah untuk membunuh kuman-kuman tersebut (disebut “milier) karena

luka-luka kecil pada paru tampak sebagai butiran gandum.


Tuberkulosis Milier adalah suatu bentuk tuberkulosa paru dengan
terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan
penyakit dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji “Milet”
(sejenis gandum) berdiameter 1-2 mm. (Adwin, 2008).
Tuberkulosis Milier adalah jenis tuberculosis yang bervariasi dari
infeksi kronis, progresif lambat sehingga penyakit fulminan akut, ini
disebabkan oleh penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa
terinfeksi kedalam aliran darah dan mengenai banyak organ dengan
tuberkel-tuberkel mirip benih padi. (Diane, 2000 ).
2. Etiologi
Diperkirakan Tuberkulosis Milier yang terjadi pada orang dewasa
merupakan komplikasi infeksi primer atau TB primer dan TB kronis atau
TB post primer ( Crofton ,2002 :114 ).
3. Patofisiologi
Infeksi awal karena seorang menghirup basil Mycobacterium.
tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu
berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru
(lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari
paru-paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan
respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag
melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik
tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli
yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam
waktu 2 sampai 10 minggu setelah terpapar bakteri. Interaksi
Mycobacterium. tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal
infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
olah makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk
menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut
ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi
nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang penampakannya
seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan
akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi
nonaktif. Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat
maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat
timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif
kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi
sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronchus. Tuberkel
yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.
Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan
basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-120 hari). Daerah yang akan mengalami nekrosis dan
menyebar ke limfa hematogen lama kelamaan akan menyebabkan
Tuberculosis Milier (Mukty, 2000).
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis

Gejala TBC Milier timbul perlahan-lahan dan sifatnya tidak

spesifik. Umumnya Tuberkulosis Milier terjadi dalam waktu 1 tahun

setelah infeksi primer. Adapun gejala TBC Milier berupa: febris, letargi,

keringat malam, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Febris

yang bersifat turun naik sampai 400C dan berlangsung lama.

Menurut Somantri (2008 : 61) secara umum manifestasi klinis pada

penderita tuberkulosis paru:

a. Demam : Sub febris-febris (400 – 410C) hilang timbul


b. Batuk : Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk
kering sampai batuk purulent ( menghasilkan sputum).
c. Sesak nafas : Terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang
sampai setengah paru.
d. Malaise : Ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun,
sakitkepala,nyeri otot dan keringat malam hari.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah rutin laju endapan darah (LED) normal atau
meningkat
b. Foto thorax posterior anterior (PA) menunjukkan adanya gambar
badai salju, bercak granuler milier pada kedua lapangan paru
c. Pemeriksaan sputum bakteri tahan asam (BTA) untuk memastikan
diagnosis TBC milier
d. Pemeriksaan cairan cerebrospinal untuk menunjukkan TBC milier
disertai dengan meningitis.
e. Pemeriksaan biopsi untuk menunjukkan granuloma pada paru
7. Penatalaksanaan
Menurut Somantri (2008 : 63) jenis dan dosis obat :
a) Isoniazid ( INH)
Bersifat bakterisid dapat membunuh 90% kuman populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif
terhadap kuman dalam metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kh BB, efek
samping kejang, anoreksia, malaise, demam, nyeri epigastrik dan
trombositopenik.
b) Rifamfisin

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semidormant


(persistent) yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid. Dosis 10
mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun
intermitten 3x seminggu. Efek samping demam, menggigil, anemia
hemolitik, terdapat kerusakan hati yang berat, dan supresi imunitas.
c) Pirazinomid
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB.
Sedangkan untuk pengobatan intermitten 3x seminggu diberikan
dengan dosis 3,5 mg/kgBB. Efek samping gangguan hari, gout
anoreksia, mual-muntah, malaise dan demam.
d) Streptomicin
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB.
Sedangkan untuk pengobatan intermitten 3x seminggu digunakan
dosisi yang sama. Efek samping vertigo, sempoyongan dan dapat
menurunkan fungsi ginjal
e) Etambutol
Bersifat sebagai bakterisiostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15
mg/kgBB. Sedangkan untuk pengobatan intermitten 3x seminggu
digunakan dosis 30 mg/kgBB. Efek samping penurunan ketajaman
penglihatan, gout, gatal, nyeri sendi, sakit kepala dan nyeri perut.
Obat harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat
yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Pengawasan
ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah
terjadinya ketebalan obat, memberikan makanan yang bergizi yaitu
makanan tinggi kalori tinggi protein (TKTP ) agar nutrisi klien
terpenuhi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


Dalam memberikan asuhan keperawatan Tuberculosis Milier
perawat menggunakan pendekatan proses keperawatan. Adapun langkah-
langkah proses keperawatan tersebut meliputi: pengkajian keperawatan,
pendiagnosaan keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan
keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Dikarenakan tidak adanya
konsep asuhan keperawatan khusus untuk Tuberkulosis milier , maka
penulis mengambil asuhan keperawatan pada gangguan sistem pernapasan
: Tuberkulosis paru secara umum.
1. Pengkajian
Menurut Doengoes, ( 2000: 240) pengkajian keperawatan pada
pasien Tuberculosis Paru adalah sebagai berikut:
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
- Kelelahan umum dan kelemahan
- Dispnea karena aktivitas
- Ketidaknyamanan mempertahankan kebiasaan rutin
b. Intgritas Ego
Gejala :
Adanya / faktor stress lama
Tanda :
Ansietas, ketakutan
c. Makanan / Cairan
Gejala :
Kehilangan nafsu makan
Tanda:
Turgor kulit buruk, kering / kulit bersisik
d. Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
e. Pernafasan
Gejala :
1). Batuk produktif atau tidak produktif
2). Nafas pendek
3). Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinfeksi
f. Kemanan
Gejala :
Abdomen kondisi penekanan imun, contoh: AIDS, Kanker
Tanda :
Demam rendah atau sakit panas akut

2. Diagnosa Keperawatan & Intervensi Keperawatan.


Menurut Doengoes ( 2000 : 241 ), diagnosa keperawatan pada
klien dengan gangguan sistem pernapasan : Tuberkulosis Paru adalah
sebagai berikut:
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan suplai oksigen
dan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.
Intervensi :
- Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernapasan , obsrervasi
penggunaan otot bantu , nafas bibir ,perubahan kulit / membran
mukosa misalnya : pucat , sianosis .
- Auskultasi paru untuk gerakan udara dan bunyi nafas tak normal
- Selidiki kegelisahan dan perubahan mental / tingkat kesdaran
- Pertahankan kepatenan jalan napas pasien dengan memberikan
posisi, penghisapan dan penggunaan alat.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sekret kental dan keterbatasan gerakan dada / nyeri
Intervensi:
- Auskultasi dada untuk karakter bunyi napas dan adanya secret
- Observasi jumlah dan karakter sputum / aspirasi sekret, selidiki
perubahan sesuai indikasi
- Instruksi untuk napas dalam efektif dan batuk dengan posisi duduk tinggi
- Penghisapan bila batuk lemah dan ronchi tidak bersih dengan upaya
batuk
- Dorong masuk cairan per oral + 250 cc / hari
- Kaji nyeri / ketidaknyamanan dan obati dengan dosisi rutin dan lakukan
latihan pernapasan.
c. Nyeri berhubungan dengan adanya massa di dada dan insisi

bedah.

Intervensi:
- Tanyakan pasien tentang nyeri dan tentukan karakteristik dan buat
rentang intensitas pada skala 0-10
- Kaji pernyataan verbal dan nonverbal nyeri pasien
- Catat kemungkinan penyebab nyeri, patofisiologi dan psikologi
- Jadwal periode istirahat, berikan lingkungan yang nyaman
- Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
- Berikan kenyamanan. Misalnya: sering ubah posisi
d. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan krisis situasi dan
ancaman /perubahan status kesehatan .
Intervensi:
- Dorong klien untuk menggunakan pikiran dan perasaan
- Berikan lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk
mendiskusikan perasaan atau menolak untuk bicara
- Pertahankan kontak sering dengan pasien bicara dengan menyentuh
pasien dengan tepat
- Berikan informasi akurat, konsistensi mengenai prognosis, hindari
memperdebatkan tentang persepsi pasien terhadap situasi
- Jelaskan prosedur, berikan kesempatan untuk bertanya dan jawaban jujur
- Tingkatkan rasa nyaman dan lingkungan tenang
e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis
berhubungan dengan kurang terpajan /tidak mengenal informasi
Intervensi:
- Kaji kemampuan klien dan keluarga
- Tekankan pentingnya mempertahankan protein tinggi dan karbohidrat
- Berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien
- Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan saat
pulang
- Libatkan keluarga dalam pemberian informasi.
J. Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas ( I.01011 )
efektif berhubungan dengan keperawatan dalam waktu 3x24 jam
spasme jalan nafas ( D.0001 ) diharapakan bersihan jalan napas Observasi
meningkat ( L.01001 ) dengan kriteria - Monitor pola napas
hasil :
- Monitor suara napas tambahan
1. Batuk efektif meningkat
- Monitor sputum ( jumlah, warna, bau )
2. Produksi sputum menurun
Terapeutik
3. Mengi menurun
- Posisikan semi fowler atau fowler
4. Wheezing menurun
- Lakukan fisioterapi dada
5. Dispnea menurun
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
6. Ortopnea menurun detik
7. Sulit bicara menurun - Lakukan hiperoksigenasi sebelum
8. Sianosis menurun penghisapan

9. Gelisah menurun - Berikan oksigen jika perlu

10. Frekuensi napas membaik Edukasi


11. Pola napas membaik - Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
mukolitik atau ekspektoran

2 Gangguan Pertukaran gas Pertukaran gas (L.01003) Pemamtauan respirasi


berhubungan dengan perubahan
membrane alveolus kapiler Setelah dilakukan Tindakan 3x24 jam Observasi
(D.0003) makan pertukaran gas meningkat
dengan kriteria: - Monitor frekuensi, irama kedalaman
dan upaya nafas
- Dispnea menurun - Monitor adanya produksi sputum
- Bunyi nafas tambahan menurun - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Nafas cuping hidung menurun - Monitor saturasi oksigen
- PCO2 membaik - Monitor nilai AGD
- PO2 membaik - Monitor hasil x-ray thoraks
- Takikardia membaik
- Sianosis membaik Terapeutik
- Atur interval pemantauan rrspirasi
sesuai kondisi pasien
- Dokumentasi hasil pemnatauan
Edukasi
- Jelaskan dan tujuan pemantaun
- Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Terapi Oksigen (I.01026)
Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodic
- Monitor tanda-tanda hiperventilasi
Terapeutik
- Bersihkan secret pada mulut, hidung,
trakea jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Gunakan perangkat oksigen sesuai
dengan motilitas pasien
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat
aktifitas atau tidur
3 Nyeri Akut berhubungan Kontrol Nyeri (L.080663) Manajemen nyeri ((I.08238)
dengan Agen pencedera
fisiologis (D.0077) Setelah dilakukan Tindakan 3x24 jam Observasi
maka Kontrol nyeri meningkat dengan
kriteria: - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Melaporkan nyeri terkontrol - Identifikasi skala nyeri
meningkat - Identifikasi respon nyeri nin verbal
- Kemampuan mengenali - Identifikasi factor yang memperberat
penyebab nyeri meningkat atau memperingan nyeri
- Kemampuan menggunkan - Monitor keberhasilan terapi
tehnik meningkat komplementer yang sudah diberikan
- Dukungan orang terdekat
meningkat Terapeutik
- Keluhan nyri menurun - Berikan tekhnik non farmakologi untuk
- Penggunaan analgesic menurun mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan menggunakan analgetic
secara tepat
- Anjurkan tehnik nonfarmakologis
untuk mengurangi yeri
Kolaboras
- Kolaborasi pemberian analgetic, jika
perlu

4 Ansietas berhubungan dengan Tingkat Ansietas (L.09093) Reduksi ansietas (I. 09314)
kurang terpapar informasi
(D.0080) Setelah dilakukan Tindakan 3x24 jam Observasi
maka Tingkat ansietas menurunt
dengan kriteria: - monitor tanda-tanda ansietas

- verbalisasi khawatir akibat Terapeutik


kondisi yang dihadapi menurun - Temani pasien untuk mengurangi
- frekuensi pernafasan menurun kecemasan
- frekuensi nadi menurun - Dengarkan dengan penuh perhatian
- tekakeberdayaan membaiknan - Gunakan pendekatan yang tenang dan
darah menurun meyakinkan
- perasaan
Edukasi
- Jelaskan prosedur termasuk situasi
yang mungkin dialami
- Informasikan secara factual mengenai
diagnosis, pengobatan dan prognosis
- Anjurkan keluarga untuk tetap
Bersama pasien
- Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
- Latih tehnik relaksasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat ansietas

5 Defisit pengetahuan Tingkat pengetahuan {L.12111) Edukasi Kesehatan


berhubungan dengan kurang
terpapar informasi (D.0111) Setelah dilakukan Tindakan 3x24 jam Observasi
maka Tingkat pengetahuan meningkat
dengan kriteria: - Indentifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
- Kemampuan menjeaskan - Identifikasi factor-faktor yang dapat
pengetahuan tentang suatu meningkatkan dan menurunkan
topik meningkat motivasi perilaku hidup sehat dan
- Kemampuan menjelaskan bersih
pengetahuan tentang suatu
topik meningkat Terapeutik
- Kemmapuan menggambarkan - Sediakan materi dan media pendidikan
pengalaman sebelumnya yang Kesehatan
sesuai dengan topik - Jadwalkan Pendidikan Kesehatan
meningkatpersepsi yang keliru sesuai kesepakatan
terhadap masalah menurun. - Berikan kesempatan untuk bertanya
Eduksi
- Jelaskan factor resiko yang
mempengaruhi Kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan
sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat.

2 Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan tindakan dalam Manajemen Nutrisi ( I. 03119 )
dengan ketidakmampuan waktu 3x24 jam diharapkan status
nutrisi membaik ( L. 03030 ) dengan Observasi
menelan makanan ( D. 0019 ) kriteria hasil : - Identifikasi status nutrisi
1. Porsi makanan yang dihabiskan - Identifikasi alergi dan toleransi makana
meningkat n
2. Kekuatan otot pengunyah - Identifikasi makanan yang disukai
meningkat
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
3. Kekuatan otot menelan meningkat nutrien
4. Serum albumin meningkat - Identifikasi perlunya penggunaan
5. Verbalisasi keinginan untuk selang NGT
meningkatkan nutrisi meningkat - Monitor asupan makanan
6. Pengetahuan tentang pilihan - Monitor berat badan
makanan yang sehat meningkat
- Monitor hasil pemeriksaan laboratoriu
7. Pengetahuan tentang pilihan m
minuman yang sehat meningkat
Terapeutik
8. Pengetahuan tentang standar
asupan nutrisi yang tepat - Lakukan oral hygiene sebelum makan, j
ika perlu
9. Penyiapan dan penyimpanan
makanan yang aman - Fasilitasi menentukan pedoman diet
10. Sikap terhadap makanan/minuman - Sajikan makanan secara menarik dan su
sesuai dengan tujuan kesehatan hu yang sesuai
11. Perasaan cepat kenyang menurun - Berikan makan tinggi serat untuk menc
egah konstipasi
12. Nyeri abdomen menurun
- Berikan makanan tinggi kalori tinggi
13. Sariawan menurun protein
14. Rambut rontok menurun - Berikan suplemen makanan, jika perlu
15. Diare menurun - Hentikan pemberian makan melalui sel
16. Berat badan indeks massa tubuh ang nasogastric jika asupan oral dapat d
( IMT ) membaik itoleransi

17. Frekuensi makan membaik Edukasi

18. Nafsu makan membaik - Anjurkan posisi duduk, jika mampu

19. Bising usus membaik - Ajarkan diet yang diprogramkan

20. Tebal lipatan kulit trisep membaik Kolaborasi

21. Membran mukosa membaik - Kolaborasi pemberian medikasi sebelu


m makan ( misal. Pereda nyeri, antieme
tik ), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan jika perlu

3 Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia ( I. 15506 )


dengan proses penyakit ( D. keperawatan dalam waktu 3x24 jam Observasi
0130 ) diharapkan termoregulasi membaik - Identifikasi penyebab hipertermia
( L. 14134 ) dengan kriteria hasil : - Monitor suhu tubuh
1. Menggigil menurun - Monitor kadar elektrolit
2. Kejang menurun - Monitor haluaran urine
3. Pucat mernurun - Monitor komplikasi akibat hipertermia
4. Takikardia menurun Terapeutik
5. Takipnea menurun - Sediakan lingkungan yang dingin
6. Suhu tubuh membaik - Longgarkan atau lepaskan pakaian
7. Suhu kulit membaik - Basahi atau kipasi permukaan tubuh
8. Pengisdian kapiler membaik - Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami keringat berlebih
- Lakukan pendinginan eksternal
- Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberin cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
4 Gangguan integritas kulit ( D.0 Setelah dilakukan tindakan keperawata Perawatan integritas kulit ( I.11353 )
129 ) n selama 3x24 jam diharapkan integrit Observasi
as kulit dan jaringan meningkat ( L.14 - Identifikasi penyebab gangguan integrit
125 ) dengan kriteria hasil : as kulit
1. Elastisitas meningkat Terapeutik
2. Hidrasi meningkat - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
3. Perfusi jaringan meningkat - Bersihkan perianal dengan air hangat
4. Nyeri menurun - Hindari produk berbahan dasar alkohol
5. Suhu kulit membaik pada kulit kering
Edukasi
- Anjurkan menggunakan pelembap
- Anjurkan minum air cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
- Anjurkan menghindari terpapar suhu ek
stim
- Anjurkan mandi dan menggunakan sab
un secukupnya

Anda mungkin juga menyukai