Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN RUANG PENYAKIT DALAM WANITA

ASKEP HIV AIDS PADA Ny. R


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA

Disusun oleh :
MARNI

CI Lahan CI Akademik

........................................................ ………………………………………….

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN VIII STASE KMB


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JAYAPURA
TAHUN 2023
LAPORAN PENDAHULUAN HIV

A. Pengertian HIV
HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan

menyebabkan AIDS. Virus ini menyerang sel darah putih CD4, memperbanyak

diri di dalam sel tersebut, dan mengakibatkan kematian sel CD4. Akibatnya,

kadar CD4 dalam tubuh terus menurun, menyebabkan sistem kekebalan tubuh

menjadi lemah dan tidak dapat melawan penyakit. HIV dapat memasuki tubuh

melalui kulit atau selaput lendir yang rusak, serta melalui pembuluh darah. AIDS

adalah sindrom yang terjadi akibat penurunan sistem imun tubuh yang

disebabkan oleh HIV (Christina Tien 2023).

B. Etiologi

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency

virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan

disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi

nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan

HIV-

1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase

yaitu :

a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada

gejala.

b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flulikes

illness.

c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam

hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.


e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali

ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system

tubuh, dan manifestasi neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.

Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

1. Lelaki homoseksual atau biseks.

2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi HIV.

3. Orang yang ketagian obat intravena

4. Partner seks dari penderita AIDS

5. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

C. Manifestasi Klinis

Pada suatu WHO Workshop yang diadakan di Bangui, telah disusun suatu defmisi

klinik AIDS untuk digunakan oleh negara-negara yang tidak mempunyai fasilitas

diagnostik laboratorium. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :

1. AIDS dicurigai pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan

satu gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang diketahui

seperti kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.

a. Gejala mayor :

 Penurunan berat badan lebih dari 10%

 Diare kronik lebih dari 1 bulan

 Demam lebih dari 1 bulan (kontinu atau intermiten).

b. Gejala minor :

 Batuk lebih dari 1 bulan

 Dermatitis pruritik umum

 Herpes zoster rekurens

 Candidiasis oro-faring
 Limfadenopati umum

 Herpes simpleks diseminata yang kronik progresif

2. AIDS dicurigai pada anak ( bila terdapat paling sedikit dua gejala mayor dan dua

gejala minor dan tidak terdapat sebab sebab imunosupresi yang diketahui seperti

kanker, malnutrisi berat, atau etiologi lainnya.

a. Gejala mayor :

 Penurunan berat badan atau pertumbuhan lambat yang abnormal

 Diare kronik lebih dari 1 bulan

 Demam lebih dari 1 bulan


b. Gejala minor :

 Limfadenopati umum

 Candidiasis oro-faring

 Infeksi umum yang berulang (otitis, faringitis, dsb).

 Batuk persisten

 Dermatitis umum

 Infeksi HIV maternal

Kriteria tersebut di atas khusus disusun untuk negara-negara Afrika yang

mempunyai prevalensi AIDS tinggi dan mungkn tidak sesuai untuk

digunakan di Indonesia. Untuk keperluan surveilans AIDS di Indonesia

sebagai pedoman digunakan defmisi WHO/CDC yang telah direvisi dalam

tahun 1987. Sesuai dengan hasil Inter-country Consultation Meeting WHO di

New Delhi, 30-31 Desember 1985, dianggap perlu bahwa kasus-kasus

pertama yang akan dilaporkan sebagai AIDS kepada WHO mendapat

konfrrmasi dengan tes ELISA dan Western Blot.

D. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan

antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi

HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70%

dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang

menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam

jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam

hal ini sel darah putih yang

disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang

terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan

sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian

menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.

Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang disebut

CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau penanda

yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit.Sel-

sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit T

penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel lainnya

pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T sitotoksik),

yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.

Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi

kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.

Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong melalui 3

tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki limfosit

CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah

terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini

penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang

terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak

mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan

sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel

virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam

menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum

terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya

mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.

Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit yang

menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang

berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang

dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan

berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran

limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan

tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.

Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan

sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut “periode jendela”

(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih

kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap

positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran

klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan

penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26

bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri :

2012.
E. WOC HIV

HIV
(Human Immunodeficiency Virus)

Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh

Menyerang system imun (sel darah

Menginfeksi limfosit

T helper/CD4+ Makrofag Sel B

Terjadi perubahan pada structural sel diatas akibat transkipsi RNA virus + DNA sel sehingga t

Sel penjamu (T helper, limfosit B,


Imun menurun
AIDS
(Infeksi Oportunistik)
F. Pencegahan Penularan HIV

1. Tidak melakukan hubungan seksual sesuai dengan orang yang diketahui atau dicurigai
menderita AIDS.
2. Tidak melakukan hubungan seksual dengan banyak pasangan
3. Tidak menggunakan obat-obat intravena (IV)
4. Tidak melakukan hubungan seksual dengan orang-orang yang diketahui menggunakan
obat-obat injeksi.
5. Tidak menggunakan inhalan nirit karena sangat berkaitan dengan sarkoma kaposi.
6. Hindari hubungan seks melalui anus.
7. Lindungan diri dan pasangan anda selama hubungan seksual dengan menggunakan
kondom, hindari kontak oral-genital dan bercium dengan mulut terbuka, dan hindari
kontak dengan cairan tubuh (semen, darah).

G. Penularan HIV

Penularan dapat terjadi melalui:


1. Dengan melakukan hubungan seksual (anus, vagina atau oral) dengan orang yang
terinfeksi HIV.
2. Dengan berbagai jarum atau alat injeksi bersama pengguna obat-obat injeksi yang
terinfeksi HIV
3. Dari wanita yang terinfeksi HIV ke bayi sebelum atau selama kelahiran, atau melalui
menyusui setelah lahir.
4. Melalui transfusi darah atau faktor pembekuan darah yang terinfeksi.

H. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan keperawatan
1. Aspek Psikologis, meliputi :

a. Perawatan personal dan dihargai

b. Mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang

masalah- masalahnya

c. Jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya


d. Tindak lanjut medis

e. Mengurangi penghalang untuk pengobatan

f. f.Pendidikan/penyuluhan tentang kondisi mereka

2. Aspek Sosial.

Seorang penderita HIV AIDS setidaknya membutuhkan bentuk dukungan dari

lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan sosial meliputi 3 hal:

a. Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai, dicintai, dan

diperhatikan

b. Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat

c. Materials support, meliputi bantuan / pelayanan berupa sesuatu barang dalam

mengatasi suatu masalah. (Nursalam, 2007) Dukungan sosial terutama dalam konteks

hubungan yang akrab atau kualitas hubungan perkawinan dan keluarga barangkali

merupakan sumber dukungan sosial yang paling penting. House (2006) membedakan

empat jenis dimensi dukungan social :

d. Dukungan Emosional

Mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap pasien dengan HIV

AIDS yang bersangkutan

e. Dukungan Penghargaan

Terjadi lewat ungkapan hormat / penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan

maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan

positif orang itu dengan orang lain

f. Dukungan Instrumental

Mencakup bantuan langsung misalnya orang memberi pinjaman uang, kepada

penderita HIV AIDS yang membutuhkan untuk pengobatannya

g. Dukungan Informatif
Mencakup pemberian nasehat, petunjuk, sarana.

b. Penatalaksaan Medis

1. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah

Istiqomah : 2009) :

a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,

nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah

kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien

dilingkungan perawatan kritis.

b. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap

AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV)

dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS

yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human

Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

c. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan

menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.

Obat-obat ini adalah :

 Didanosin

 Ribavirin

 Diedoxycytidine

 Recombinant CD 4 dapat larut


d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka

perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses

keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi

AIDS.

1. Diet

Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah

a. Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:

 Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan

mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap

dini penyakit infeksi HIV.

 Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi

tubuh yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).

 Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.

 Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan

relaksasi.

b. Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:

 Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.

 Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang

terlihat pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia,

perasaan kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan

menelan.

 Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.

 Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama

jaringan otot).
 Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang

adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang

diberikan.

c. Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:

 Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan

faktor stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan

energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu 1°C.

 Protein tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan

mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein

disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.

 Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis

lemak disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada

malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang

(Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak

omega 3) diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki

fungsi kekebalan.

 Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka

Kecukupan Gizi yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin A,

B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium. Bila

perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis

harus dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.

 Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.

 Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan

gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan

diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi


cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi

thick fluid) dan cair (thin fluid).

 Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu

diganti (natrium, kalium dan klorida).

 Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal

ini sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan,

dengan melihat kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi

penurunan berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian

makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau

makanan selingan.

 Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering

 Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara

mekanik, termik, maupun kimia.

d. Jenis Diet dan Indikasi Pemberian

Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi HIV,

yaitu kepada pasien dengan:

a. Infeksi HIV positif tanpa gejala.

b. Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare,

kesulitan menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah

bening).

c. Infeksi HIV dengan gangguan saraf

d. Infeksi HIV dengan TBC.

e. Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.

Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,

enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya dievaluasi


secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan enteral atau

parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS

yaitu Diet AIDS I, II dan III.

1. Diet AIDS

Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengangejala panas

tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut, kesadaran

menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan

dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan pasien,

dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan, makanan diberikan

dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi makanan cair dan makanan

sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau menggunakan makanan enteral

komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin

dan vitamin C, bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan glukosa

polimer (misalnya polyjoule).

2. Diet AIDS II

Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut

teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3 jam.

Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi

kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde sebagai

tambahan atau sebagai makanan utama.

3. Diet AIDS III

Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada

pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa,

diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin

dan mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih
terjadi penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde

sebagai makanan tambahan atau makanan utama.

Pasien Hiv tidak boleh memakan makanan seperti :

a. Makanan yang dipanggang

b. Makanan yang mentah

c. Sayur – sayuran mentah

d. Kacang – kacang

I. Komplikasi

a. Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human

Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,

keletihan dan cacat.

b. Neurologik

Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus

(HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,

kelemahan, disfasia, dan isolasi social.Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia,

hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit

kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial. Infark serebral kornea sifilis

meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.Neuropati karena imflamasi

demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)

c. Gastrointestinal

 Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma

Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan

dehidrasi.
 Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.

Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

 Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai

akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

d. Respirasi

 Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus,

dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

e. Dermatologik

 Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,

reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa

terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

f. Sensorik

 Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

 Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan
efek nyeri.

J. Pemeriksaan Penunjang

1. Tes Laboratorium

Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian. Tes

dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency

Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi

Human Immunodeficiency Virus (HIV)

a. Serologis

 Tes antibody serum

Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA. Hasiltes positif, tapi bukan

merupakan diagnosa
 Tes blot western

Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)

 Sel T limfosit Penurunan jumlah total

 Sel T4 helper Indikator system imun (jumlah <200>

 T8 ( sel supresor sitopatik )

Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 )

mengindikasikan supresi imun.

 P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV ) Peningkatan nilai

kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi

 Kadar Ig

Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal

 Reaksi rantai polimerase

Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.

 Tes PHS

Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif

b. Neurologis

EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)

c. Tes Lainnya

 Sinar X dada

Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya

komplikasi lain

 Tes Fungsi Pulmonal

Deteksi awal pneumonia interstisial

 Skan Gallium

Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia lainnya.
 Biopsis

Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi

 Brankoskopi / pencucian trakeobronkial

Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru

2. Tes HIV

Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.Kurang dari 1%

penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan

persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita

mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh

bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka. Angka

ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan. Dengan demikian, darah

dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk pengobatan dan penelitian

medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.

Tes HIV umum, termasuk imunoasaienzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan

untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin

pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan

infeksi yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah

sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil

positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-

RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun

perkembangan antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak

disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di

negara- negara maju.

3. USG Abdomen
4. Rongen Thorak

Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :


 ELISA (Enzim-linked immunosorbent assay)
 Western blot, dianggap tes yang lebih spesifik untuk infeksi HIV, dilakukan sama
pada spesimen darah jika tes ELISA positif (2 kali)
 P24 antigen test
 Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
 Hematokrit.
 LED
 CD4 limfosit
 Rasio CD4/CD limfosit
 Serum mikroglobulin B2
 Hemoglobulin
Konsep Asuhan Keperawatan HIV

A. Pengkajian

1. Identitas Klien

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, alamat,


penanggung jawab, tanggal pengkajian, dan diagnose medis.

2. Keluhan Utama / Alasan Masuk Rumah Sakit


Mudah lelah, tidak nafsu makan, demam, diare, infermitten, nyeri panggul,

rasa terbakar saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB, infeksi jamur di

mulut, pusing, sakit kepala, kelemahan otot, perubahan ketajaman

penglihatan, kesemutan pada extremitas, batuk produkti / non.

3. Riwayat Kesehatan

 Riwayat kesehatan sekarang

Meliputi keluhan yang dirasakan biasanya klien mengeluhkan

diare,demam berkepanjangan,dan batuk berkepanjangan.

 Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat menjalani tranfusi darah, penyakit herper simplek, diare yang

hilang timbul, penurunan daya tahan tubuh, kerusakan immunitas

hormonal (antibody), riwayat kerusakan respon imun seluler (Limfosit

T), batuk yang berdahak yang sudah lama tidak sembuh.

 Riwayat Keluarga

Human Immuno Deficiency Virus dapat ditularkan melalui hubungan

seksual dengan penderita HIV positif, kontak langsung dengan darah

penderita melalui ASI.


4. Pemeriksaan fisik

 Tanda-tanda vital

 Rambut

 Kardiovaskular

 Mata

 Otot

 Lidah

 GIT

 Membran mukosa

 Neurologis

 Vitalitas

 Aktifitas Istirahat

Mudah lemah, toleransi terhadap aktifitas berkurang, progresi,

kelelahan / malaise, perubahan pola tidur.

 Gejala subyektif

Demam kronik, demam atau tanpa mengigil, keringat malam

hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri,

sulit tidur.

 Psikososial

Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan poa hidup,

ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.

 Status Mental

Marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl,

hilanginterest pada lingkungan sekiar, gangguan proses piker,

hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan

delusi.
 Neurologis

Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak

seimbangan, kaku kuduk, kejang, paraf legia.

 Muskuloskletal

Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan ADL

 Kardiovaskuler

Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.

 Pernafasan

Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang – parah), batuk

produktif/non produktif, bendungan atau sesak pada dada.

 Integument

Kering, gatal, rash dan lesi, turgor jelek, petekie positif.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan.


2. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi.
3. Gangguan Mobilitas Fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang.
4. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik.
5. Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
C. Intervensi Keperawatan
NO SDKI SLKI SIKI

1 Defisit Nutrisi b.d Tujuan: 1. Identifikasi status nutrisi


ketidakmampuan  Status Nutrisi 2. Identifikasi alergi dan
menelan makanan  Berat badan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang
 Nafsu makan disukai
 Eleminasi fekal 4. Identifikasi kebutuhan kalori
 Status menelan dan nutrien
5. Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogatrik
Kriteria hasil: 6. Monitor asupan makanan
 Porsi makan yang 7. Monitor berat badan
dihabiskan 8. Monitor hasil laboratorium
 Kakuatan otot mengunyah 9. Lakukan oral hygiene sebelum
makan
 Kakuatan otot menelan 10. Fasilatasi menentukan
 Sreum albumin pedoman diet
 Verbalisasi keinginan untuk 11. Sajikan makanan secara
meningkatkan nutrisi menarik dan suhu yang sesuai
 Pengetahuan tentang pilihan 12. Berikan makanan tinggi serat
makanan yang sehat. untuk mencegah konstipasi
13. Hentikan pemberian makanan
melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
14. Anjurkan posisi duduk
15. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
16. Kolaborasi ahli gizi untuk
menentukan jumlah kaloridan
jenis nutrien yang dibutuhkan
2 Hipervolemia b.d Tujuan: 1. periksa tanda dan gejala
gangguan  Keseimbangan cairan hipovolemia
mekanisme regulasi  Curah jantung 2. hitung kebutuhan cairan
 Keseimbangan asam-basa 3.berikan posisi modified
 Manajemen kesehatan trendelendurg
4. berikan asupan cairan oral
Kriteria hasil: 5.Anjurkan memperbanyak
 Asupan cairan asupan oral
 Output urin 6.Anjurkan menghindari
 Membran mukosa lembap perubahan posisi
 Asupan makanan mendadak
7.Kolaborasi pemberian cairan
 Edema
IV isotonis (Nacl, RL)
 Dehidrasi
8.Kolaborasi pemberian cairan
 Asites IV hipotenis (glukos 2,5%,
 konfusi Nacl 0,4%)
9.Kolaborasi pemberian cairan
koloid ( albumin,
plesmanate)
10. Kolaborasi pemberian
produk darah

3 Gangguan Mobilitas Tujuan : 1. identifikasi adanya nyeri


Fisik b.d kerusakan  mobiltas fisik atau adanya keluhan fisik
integritas struktur  berat badan lain
tulang.  fungsi sensori 2. identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
Kriteria hasil: 3. monitor frekuensi
 pergerakan ekstremitas jantung dan tekanan
 kekuatan otot darah sebelum
 rentang gerak(ROM) melakukan ambulasi
 nyeri 4. monitor kondisi umum
 kecemasan selama ambulasi
5. fasilitas aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu
6. fasilitas melakukan
mobilitas fisik
7. libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
8. jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
9. anjurkan ambulasi dini
10. anjurkan ambulasi
sederhana ynag harus
dlakukan.

4 Nyeri Akut b.d agen Tujuan: 1. Berikan teknik


 tingkat nyeri nonfarmakologis untuk
pencedera fisik.
 kontrol nyeri mengurangi rasa nyeri
 fungsi gastrointestinal 2. Kontrol lingkungan
 mobiltas fisik yang memperberat rasa
nyeri
Kriteria hasil: 3. Fasilitasi istirahat dan
 kemampuan menuntas tidur
aktivias 4. Kolaborasi pemberian
 keluhan nyeri analgetik
 meringis 5. Identifikasi skala nyeri
 sikap protektif
 gelisah
 kesulitan tidur

5 Intoleransi Aktivitas Tujuan: 1. Monitor pola dan jam


 toleransi aktivitas tidur
b.d
 ambulasi 2. Sediakan lingkungan
ketidakseimbangan  curah jantung nyaman dan rendah
 konsevasi energi stimulus
antara suplai dan
 tingkat keletihan 3. Lakukan rentang gerak
kebutuhan oksigen. pasif dan aktif
Kriteria hasil: 4. Berikan aktivitas
 kemudahan distraksi yang
melakukan aktivitas menenangkan
sehari-hari 5. Anjurkan tirah baring
 kecapatan berjalan 6.Anjurkan melakukan
 jarak berjalan aktifitas secara
 kekuatan tubh bagian bertahap
atas
 kekuatan tubuh
bagian bawah
toleransi manaiki
tangga

D. Implementasi

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana

rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang

telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi

dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar

implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,

pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila

perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien

terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada

penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data,

dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses

keperawatan berikitnya.

E. Evaluasi

Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang

diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi

keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap


akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke

arah pencapaian hasil.


BAB II
LAPORAN KASUS

I. Data demografi
1. Identitas
a. Identitas pasien
Tanggal wawancara : 24 oktober 2023
Nama klien : Ny. R
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : kristen protestan
Pekerjaan : ibu rumah tangga
b. Identitas penangung jawab
Latar belakang pendidikan : SMA
Alamat : 26 tahun
Suku/bangsa : serui/ Indonesia
Status : Saudara
No Telp/HP :-
Alamat : kotaraja
c. Tanggal masuk RS : 23 oktober 2023
No RM : 23.10.56
Diagnosa medis : HIV AIDS
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : Lemas
b. Riwayat alergi : pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi
c. Riwayat Kesehatan Sekarang: pasien datang dengan keluhan lemas kurang
lebih 1 bulan dan hanya tiduran saja di rumah, pusing, mual, BAB cair.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu : pasien mengatakan perna di rawat di RS
dengan penyakit yang sama
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien mengatakan bahwa keluarga tidak ada
yang mempunyai riwayat penyakit keturunan dari keluarga seperti Diabetes
Melitus dan Hipertensi. Pasien juga mengatakan tidak memiliki riwayat
penyakit menular seperti TBC dan HIV
3. Data psikologi
Pasien melihat penyakitnya sebagai cobaan Tuhan, merasa harga diri stabil,
mengenali identitas diri dengan baik, berperan sebagai ibu rumah tangga,
berharap sembuh, dan memiliki hubungan sosial yang baik, dibuktikan oleh
dukungan keluarganya.
4. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi makan dan minum : pasien mengatakan makan 2x sehari
dan hanya makan 2 hingga 3 sendok , dan minum saat setelah makan saja
b. Pola eliminasi : pasien mengatakan BAB 3 kali seminggu konsistensi
cair, BAK 4-6 kali sehari warna kuning jernih
c. Pola kebersihan
Mandi : pasien mengatakan mandi 1 kali hari
Gosok gigi : pasien mengatakan gosok gigi 2 kali sehari
Keramas : pasien mengatakan keramas saat mandi saja
d. Pola aktifitas dan latihan
Makan dan minum : di bantu sebagian
Mandi : di bantu orang lain
Berpakaian : di bantu orang lain
e. Pola istirahat/tidur : pasien mengatakan sulit tidur saat malam dan sering
terbangun
f. Persepsi terhadap kesehatan – manajemen kesehatan Menggunakan
Tembakau (merokok) : pasien mengatakan tidak merokok
Alkohol : pasien mengatakan tidak meminum alkoho
II. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : composmentis
GCS : 4-5-6
1. Tanda-tanda Vital
TD : 85/55 mmHg
Suhu : 36,9 ℃
Nadi : 97 x/m
RR : 23 x/m
SpO : 98 %
Antropometri
Tinggi badan : 145
BB saat ini : 45
IMT : 45 = 21,25
1,45 x 1,45

2. Pemeriksaan integumen
Inspeksi
Integumen : tidak ada edema, terdapat bekas luka pada kedua tangan dan kaki
Palpasi
Kondisi kulit : kulit tampak kusam, terdapat ruam
CRT : kembali > 2 detik
3. Pemeriksaan kepala
Inspeksi
Bentuk kepala : normal
Rambut : rambut tampak pendek
Massa : Tidak terdapat massa pada seluruh bagian kepala.
Palpasi
Kepala : Tidak teraba benjolan pada kepala
4. Pemeriksaan mata
Inspeksi
Mata : simetris kiri dan kanan
Bola mata : normal
Sklera : putih
Konjungtiva : berwarna merah muda
Palpasi
Mata : tidak teraba nyeri tekan di sekitar mata
5. Pemeriksaan hidung
Inspeksi : lubang hidung simetris,tidak terdapat nyeri tekan pada
hidung pasien, tidak ter dapat produksi secret berlebih
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada semua sinus
6. Pemeriksaan telinga
Inspeksi : Daun telinga tampak simetris,kondisi lubang telinga tidak
terdapat luka, massa dan tidak terdapat produksi serumen
berlebih
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada tragus
7. Pemeriksaan mulut
Inspeksi
Bibir : tampak kering, tidak terdapat luka
Gigi : cukup bersih
Gusi : tidak terdapat perdarahan maupun stoma
. Lidah : tampak bersih, tidak terdapat stoma.
Uvula : tepat berada ditengah,tidak ada kemerahan.
Tonsil : T1, tidak terjadi pembengkakan pada tonsil
8. Pemeriksaan leher
Inspeksi : Warna kulit tersebar merata, tidak terdapat pembengkakan
pada kelenjar, dan tidak terdapat luka
Palpasi :
Kelenjar tiroid : tidak teraba massa pada kelenjar tiroid.
Vena jugularis : tidak teraba distensi vena jugularis.
Trakea : tidak terdapat retraksi trakea.
Kelenjar limfe :Tidak terdapat pembekakan pada kelenjar limfe
9. Pemeriksaan thorak
Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dada normal, tidak terdapat
luka maupun massa.
Palpasi : Pergerakan dada simetris
Perkusi :
Auskultasi : Tidak terdapat suara nafas tambahan pada paru.
10. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : tidak tampak ictus cordis di ICS 5 midclavicul
line sinistra
Palpasi : teraba ictus cordis pada ICS 5 midclav icula line
sinistra.
Perkusi : terdengar pekak pada batas ICS 3-5 midclavicula line
sinistra
11. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : persebaran warna kulit merata, tidak terdapat luka, tidak
terdapat acites dan massa.
Auskultasi : peristaltic usus 12x/m
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : terdengar timpani pada daerah lapang perut

12. Ekstermitas atas : tangan kanan dan kiri bisa di gerakkan secara
bebas, tidak ada edema, terdapat bekas luka di kedua tangan dan tangan
kanan terpasang infusan NaCL, kuku pada jari tangan terlihat panjang

Ekstermitas bawah : tangan kanan dan kiri bisa di gerakkan secara


bebas, tidak ada edema, terdapat bekas luka, kuku pada jari kaki terlihat
panjang

13. Genetalia : terpasang kateter


III.Data penunjang
1. Laboratorium
a. Kadar hemoglobin : 3.8
b. Leukosit : 2.30
c. Trombosit : 71
d. Eritrosit : 1.27
e. Glukosa darah sewaktu : 109
f. SGOT : 35.2
g. SGPT : 7.7
h. BUN : 16.6
i. Creatinin : 1.33
2. Obat-obatan
a. NFD RL 20 tpm
b. Omeprazole 1x40
c. Venofer dmp + Ns 100 cc (3H) / 24 jam
d. Contrymozacoce 1x150 mg/ 24 jam
e. Cenofcoxacin 1x 500 mg /24 jam
f. Methicpredinsolen 2x 16 mg / 12 jam
IV. Klasifikasi Data
Data Subjektif Data Objektif
Pasien mengatakan: 1. TTV:
- pasien datang dengan keluhan TD : 85/55 mmHg
lemas kurang lebih 1 bulan dan Suhu : 36,9 ℃
hanya tiduran saja di rumah, Nadi : 97 x/m
pusing, mual, BAB cair. RR : 23 x/m

- makan 2x sehari dan hanya SpO : 98 %

makan 2 hingga 3 sendok , dan 2. Tampak lemas


minum saat setelah makan saja 3. Porsi makan tidak di habiskan
- sulit tidur saat malam dan sering 4. Kerapian berpakaian: tidak
terbangun rapi
5. kulit tampak kusam, terdapat
ruam
6. pasien tampak cemas
7. tangan kanan pasien terpasang
infus NaCL
8. terpasang kateter
9. Tinggi badan : 145
BB saat ini : 45

V. Analisa Data
No Data Fokus Promblem Etiologi
1. DS : Intoleransi Penurunan curah
Pasien mengatakan lemas dan aktivitas jantung/kardiak
pusing out put
DO : Penurunan
- Pasien tampak lemas dan pucat suplay 02 ke
-. TTV: jaringan
TD : 85/55 mmHg
Suhu : 36,9 ℃ Metabolisme
Nadi : 97 x/m menurun
RR : 23 x/m
SpO : 98 %
Energi
jaringanmenurun

Lelah, letih, dan


lemah

Intoleransi
aktifitas
2 DS : ketidak selerah makan
- pasien datang dengan keluhan seimbangan berkurang
lemas kurang lebih 1 bulan dan nutrisi kurang
hanya tiduran saja di rumah, dari kebutuhan berat badan
pusing, mual, BAB cair. tubuh menurun
- makan 2x sehari dan hanya makan
2 hingga 3 sendok , dan minum
asupan makan
saat setelah makan saja
kurang dari
kebutuhan tubuh
DO :
- pasien tampak lemas
ketidak
- pasien tampak cemas
seimbangan
- Porsi makan tidak di habiskan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
3 DS: pasien mengatakan sulit tidur saat Gangguan pola Proses
malam dan sering terbangun tidur perjalana
penyakit

DO:
- Pasien tampak lemas Cemas

-. TTV:
Gangguan pola
TD : 85/55 mmHg
tidur
Suhu : 36,9 ℃
Nadi : 97 x/m
RR : 23 x/m
SpO : 98 %

VI. Diagnosa
Disusun sesuai prioritas dan urgensinya.
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makanan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan

VII. Perencanaan Tindakan Keperawatan


Diagnosis
Tujuan & Intervensi Rasional
Keperawatan
Kriteria Hasil
Intoleransi aktifitas Setelah Manajemen energi Observasi
(D.0056) dilakukan (L.05047) - Untuk mengetahui
tindakan Observasi : lokasi dan tubuh
keperawatan - Identifikasi gangguan yang mengakibatkan
selama 7 jam fungsi tubuh yang kelelahan
diharapkan mengakibatkan - Untuk
perawatan diri kelelahan Terapeutik
meningkat - Monitor pola dan jam Untuk memberikan
dengan kriteria tidur rasa nyaman bagi
hasil: Terapeutik : pasien
- Keluhan - Berikan aktivitas Edukasi
lelah (5) distraksi yang - Untuk
- Kemudahan menenangkan membrikan
melakukan - Sediakan lingkungan kenyamanan
akifitas yang nyaman pasien saat
sehari-hari Edukasi istirahat
(5) - Anjurkan tirah baring - Untuk
- Kekuatan - Anjurkan melakukan menunjang
tubuh (5) aktifitas secara proses
- TTV (5) bertahap kesembuhan
Kolaborasi Kolaborasi
- Kolaborasi dengan - Untuk
ahli gizi tentang cara memksimalka
meningkatkan n proses
asupan maknan penyembuhan

Defisit nutrisi (D.0019) Setelah Manajemen nutrisi - Dapat mengetahui


dilakukan obsevasi status nutrisi pasien
tindakan - Identifikasi status sehingga dapat
keperawatan nutrisi melakukan intervensi
selama 7 jam - Identifikasi kebutuhan yang tepat
diharapkan kalori dan jenis - Mencukupi kalori
perawatan diri nutrien sesuai kebutuhan
meningkat - Identifikasi pasien dapat
dengan kriteria pengunaan selang membantu proses
hasil: nasogastrik penyembuhan dan
- Porsi makan - Monitor asupan menghindari
pasien makanan terjadinya komplikasi
meningkat - Monitor berat badan - Anoreksia dan
- Frekuensi Terapeutik kelemahan dapat
makan - Lakukan oral hygine mengakibatkan
membaik sebelum makan jika penurunan berat badan
- Nafsu makan diperlukan - Memenuhi kebutuhan
pasien -Fasilitasimenentukan protein yang hilang
membaik pedoman diet dan membantu
- Indeks masa - Berikan makanan meringankan kerja
tubuh pasien tinggi serat, protein hepar dalam
membaik dan kalori memproduksi protein
Edukasi
- Ajarkan pasien dan
keluarga pasien diet
yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan
jumblah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan
D.0055 Gangguan pola Pola tidur Pola tidur L.05045 Observasi
tidur berhubungan (L.05045) Defenisi : keadekuatan 1. Untuk mengetahui
dengan nyeri/kolik Setelah kualitas dan kuantitas pola tidur
Kategori : fisiologi dilakukan tidur 2. Untuk mengetahui
Defenisi : Gangguan tindakan Ekspektasi : membaik faktor pengganggu
kualitas waktu tidur keperawatan 7 Observasi tidur
akibat faktor eksternal jam diharapkan 1. Identifikasi pola
pola tidur tidur Terapeutik
meningkat/norm 2. Identifikasi faktor 1. Lingkungan yang
al dengan pengganggu tidur nyaman dapat
kriteria hasil: membantutubuh
1. Keluhan Terapeutik menjadi relaks dan
sulit tidur 1. Modifikasi mempermudah
menurun (5) lingkungan (mis. tidur
2. Keluhan Pencahayaan, 2. Mengetahui
sering kebisingan, suhu perkembangan
terjaga dan tempat tidur tidur pasien
menurun (5) 2. Tetapkan jadwal 3. Agar tubuh lebih
3. Keluhan
tidak puas tidur rutin relaks untuk tidur
tidur 3. Lakukan prosedur
menurun (5) untuk meningkatkan
4. Keluhan kenyamanan (mis.
pola tidur Pijat atau
berubah pengaturan posisi)
menurun (5)
5. Keluhan
istirahat
tidak cukup
menurun (5)

VIII. Implementasi dan Evaluasi


Diagnosis
Waktu Implementasi Respon Evaluasi
Keperawata
n
Intoleransi Selasa, 25 Oktober Observasi Respon S: pasien
aktifitas 2023 1. Mengidentifik pasien mengatakan
(D.0056) 08.00-10.00 WIT asi status baik, sudah dapat
nutrisi kooperat melakukan
2. mengidentifika if dan aktifitas ringan
si kebutuhan tampak seperti makan
kalori dan tenang dan ke kamar
jenis nutrien dan mandi
rileks O : pasien dapat
Terapeutik melakukan
1. menyediakan aktifitas ringan
lingkungan yang A: masalah
nyaman teratasi
Edukasi P: intervensi di
- menganjurkan tirah hentikan
baring
- menganjurkan
melakukan aktifitas
secara bertahap
Gangguan pola Selasa, 25 Oktober 1. Mengidentifikasi Respon S: pasien
tidur 2023 pola tidur pasien mengatakan
berhubungan Jam 11.00- 15.00 2. Mengidentifikasi baik dan masih sulit
dengan nyeri faktor kooperat untuk tidur
akut /kolik pengganggu tidur if pada malam
(D.005) 3. Memodifikasi hari
lingkungan (mis. O: konjungtiva
Pencahayaan, anemis
kebisingan, suhu A: masalah
dan tempat tidur belum teratasi
4. Melakukan P: intervensi di
prosedur untuk lanjutkan
meningkatkan
kenyamanan
(mis. Pijat atau
pengaturan
posisi)

IX. Catatan Perkembangan

Diagnosis
Waktu Implementasi Evaluasi Perawat
Keperawatan
Defisit nutrisi jumat, 27 Oktober 1. Memonitor S: pasien
2023 asupan mengatakan
09.00-09.30 WIT makanan napsu makan
Respon : makan ½ menurun
porsi O: pasien
2. Memonitor tampak kurus
Berat badan A: masalah
Respon : BB belum teratasi
3. Mengajarkan P: Intervensi
diit makan dilanjutkan
yang di 1,2,3
programkan
Respon :
Pasien paham

Gangguan pola Jumat, 27 Oktober 1. Mengidentifika S: pasien


tidur 2023 si faktor mengatakan
11.00-14.00 WIT penganggu masih sering
tidur terbangun saat
Respon : sering tidur
terbangun saat O: pasien
tidur tampak lebih
2. Menetapkan tenang
jadwal tidur A: masalah
Respon : pasien mau teratasi
mengikuti
jadwal yang P: Intervensi
dibuat dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Dinas kesehatan kota Bukittinggi 2016.Gambaran kasus HIV dan AIDS di


Sumatra Barat Sampai dengan 2016.
Dirjen. PP & PL. Kemenkes. RI. (2012). Laporan Kasus Hiv-Aids Di Indonesia
Triwulan IV, bulan Januari sampai bulan Desember tahun 2011
Drew , W. Lawrence . 2001. HIV & AIDS Retrovirus. USA: The
McGraw-Hill Companies. Jakarta, Gramedia
Profil Kesehatan Sumatra Barat 2017, Diakses dari http://id.kesehatan+sumbar
pada 11 juni 2008
Farida, F., & Yanti, Y. D. (2023). Penyuluhan HIV/AIDS Siswa-Siswi Madrasah
Aliyah Negeri Palopo. Jurnal Pengabdian Masyarakat Bangsa, 1(6), 525-
529.

Anda mungkin juga menyukai