Anda di halaman 1dari 23

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS

(HIV)

NAMA-NAMA KELOMPOK:

202111005_Cecilia Widya

202111021_Isabel Eleonora Cara

202111023_Karya Iderawati Gulo

202111039_Panca Sinar Prapenta Hia

202111053_Yasinta Karniwati Dakhi

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN A

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS

2022/2023
KONSEP MEDIS

1. DEFINISI

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu yang

merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Virus adalah jasad renik hidup yang amat

kecil dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan virus merupakan

organisme yang bersifat parasit dan hidup dalam sel tubuh manusia. AIDS adalah

singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yaitu kumpulan gejala dan

tanda penyakit akibat ketidakmampuan sistem pertahanan tubuh yang disebabkan oleh

Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV dalam tubuh manusia hanya berada di

sel darah putih tertentu yaitu sel yang terdapat pada cairan tubuh. HIV juga dapat

ditemukan dalam jumlah kecil pada air mata, air liur, cairan otak, keringat, air susu

ibu (Kemenkes, 2012). Seseorang yang terinfeksi virus HIV atau menderita AIDS

sering disebut ODHA singkatan dari orang yang hidup dengan HIV/AIDS. Penderita

infeksi HIV dinyatakan sebagai penderita ketika menunjukkan gejala atau penyakit

tertentu yang merupakan akibat penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan virus

HIV atau tes darah menunjukkan jumlah CD4< 200/mm³.

Ketika individu sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh maka semua

penyakit dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh. Karena sistem kekebalan

tubuhnya menjadi sangat lemah, penyakit yang tadinya tidak berbahaya akan menjadi

sangat berbahaya. Orang yang baru terpapar HIV belum tentu menderita AIDS.

Hanya saja lama kelamaan sistem kekebalan tubuhnya makin lama semakin lemah,

sehingga semua penyakit dapat masuk ke dalam tubuh.

HIV/AIDS adalah penyakit menular seksual yang mengakibatkan kematian.

Pergaulan bebas merupakan salah satu indikator yang dapat menularkan penyakit

tersebut. Faktor ketidaktahuan terkait penularan virus HIV masih menjadi masalah
besar yang harus dibenahi karena masih banyak masyarakat yang belum tahu

bagaimana penularan virus HIV. Oleh karena itu, layanan kesehatan HIV/AIDS

merupakan suatu wadah bukan hanya untuk mendapatkan servis pengobatan, akan

tetapi juga sebagai upaya pencegahan untuk menekan jumlah penderita HIV/AIDS.

Selain itu, layanan kesehatan ini juga memberikan wawasan dan ruang untuk

konsultasi bagi masyarakat agar mengetahui lebih banyak informasi tentang

HIV/AIDS sehingga dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan

sehari-hari.

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

HIV terdiri dari suatu bagian inti yang berbentuk silindris yang dikelilingi oleh

lipid bilayer envelope. Pada lipid bilayer tersebut terdapat dua jenis glikoprotein yaitu

gp120 dan gp41. Fungsi utama protein ini adalah untuk memediasi pengenalan sel

CD4+ dan reseptor kemokin dan memungkinkan virus untuk melekat pada sel CD4+

yang. terinfeksi. Bagian dalam terdapat dua kopi RNA juga berbagai protein dan

enzim yang penting untuk replikasi dan maturasi HIV antara lain adalah p24, p7, p9,

p17,reverse transkriptase, integrase, dan protease. Tidak seperti retrovirus yang lain,

HIV menggunakan sembilan gen untuk mengkode protein penting dan enzim. Ada
tiga gen utama yaitu gag, pol, dan env. Gen gag mengkode protein inti, gen pol

mengkode enzim reverse transkriptase, integrase, dan protease, dan gen env

mengkode komponen struktural HIV yaitu glikoprotein. Sementara itu, gen rev, nef,

vif, vpu, vpr, dan tat penting untuk replikasi virus dan meningkatkan tingkat infeksi

HIV (Calles, et al. 2006, Kummar, et al. 2015).

3. ETIOLOGI:

a. Patogenesis

Etiologi HIV-AIDS adalah Human Imunodefisiensi virus (HIV) yang

merupakan virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili retroviridae,

subfamili lentivirinae, genus lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIV

termasuk famili retrovirus yang merupakan kelompok virus RNA yang

mempunyai berat molekul 0,7 kb(kilobase). Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu

HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai berbagai subtipe. Diantara

kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih

ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1 (United States Preventive Services

Task Force, 2011).

b. Stadium perkembangan infeksi virus HIV sebagai berikut:

1) Stadium pertama (HIV)

Stadium dimulai dari masuknya virus HIV ke dalam tubuh diikuti dengan

perubahan serologis yaitu antibodi dari negatif menjadi positif. Perubahan

antibodi memerlukan waktu satu sampai 3 bulan bahkan ada yang berlangsung

hingga enam bulan. Pada tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala sama

sekali mengalami Linfadenopati Generalisata Persisten (LPG), yakni

pembesaran kelenjar getah bening di beberapa tempat yang menetap. Pada


tingkat ini, pasien belum mempunyai keluhan dan tetap dapat melakukan

aktivitas.

2) Stadium kedua (Asimptomatik)

Dalam organ tubuh terdapat virus HIV dan mulai menunjukkan gejala kecil

yang berlangsung selama 5-10 tahun. Cairan tubuhnya dapat menularkan HIV

kepada orang lain. Beberapa gejala yang mulai tampak antara lain: Penurunan

berat badan kurang dari 10%; kelainan kulit dan mulut yang ringan, misalnya

dermatitis seboroika, prurigo, infeksi jamur pada kaki, ulkas pada mulut

berulang, dan chelitis anguralis; herpes zoster yang timbul pada lima tahun

terakhir, dan infeksi saluran nafas bagian atas berulang, misalnya sinusitis.

Pada tingkat ini, pasien sudah menunjukkan gejala tetapi aktivitasnya tetap

normal.

3) Stadium ketiga

Pembesaran kelenjar limfa yang menetap dan merata berlangsung lebih dari

satu bulan. penurunan berat badan lebih dari 10%, diare kronik lebih dari 1

bulan, dengan penyebab tidak diketahui; panas yang tidak diketahui sebabnya

selama lebih dari 1 bulan, hilang-timbul, maupun terus menerus; ka didiasis

mulut, bercak putih berambut di mulut; tuberkulosis setahun terakhir; infeksi

bakteriil yang berat, misalnya pnemonia.

4) Stadium keempat (AIDS)

Stadium keempat (AIDS) yaitu keadaan yang disertai dengan infeksi

oportunistik, penurunan berat badan dan munculnya kanker serta infeksi

sekunder. baan menjadi kurus (HIV Wasting Sydrome), yaitu berat badan

turun lebih dari 10% dan diare kronik lebih dari sebulan dengan penyebab

tidak diketahui, atau kelemahan kronik timbul panas yang tidak diketahui
sebabnya selama lebih dari 1 bulan: pnemonia pneumosistis karini,

toksoplasmosis otak; kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan,

penyakit virus sitomegalo pada organ tubuh, kecuali di limfa, hati, atau

kelenjar getah bening; infeksi virus herpes simpleks dimukokutan lebih dari

satu bulan, atau di alat dalam (visceral) lamanya tidak dibatasi; mikosis

(infeksi jamur) apa saja, tuberculosis di luar paru; limfoma, sarcoma Kaposi;

ensefatopati HIV. sesuai kriteria Center for Disease Control and Prevention

(CDC) yaitu gangguan kognitif atau disfungsi motorik yang mengganggu

aktivitas sehari-hari, progresif setelah beberapa minggu atau beberapa bulan,

tanpa ditemukan penyebab selain HIV.

4. PATOFISIOLOGI

HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara

vertikal, horizontal dan transeksual. Jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik

secara langsung dengan diperantarai benda tajam yang mampu menembus dinding

pembuluh darah atau secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa seperti yang

terjadi pada kontak seksual. HIV dapat dideteksi di dalam darah Ketika mencapai

sirkulasi sistemik, 4-11 hari sejak paparan pertama. Dalam tubuh ODHA, partikel

virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV,

seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Infeksi HIV tidak akan langsung

memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Sebagian memperlihatkan gejala tidak

khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah

demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk.

Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimtomatik (tanpa gejala), umumnya

berlangsung selama 8-10 tahun. Seiring dengan semakin memburuknya kekebalan


tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti

berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening.

diare. tuberkulosis, infeksi jamur, herpes dan akhirnya pasien menunjukkan gejala

klinik yang makin berat, pasien masuk dalam tahap AIDS.

Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan peredaran

darah tepi. Pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari.

Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang

resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang

tinggi. Limfosit CD4 merupakan target utama infeksi HIV. Virus HIV di dalam sel

limfosit dapat berkembang atau melakukan replikasi menggunakan enzim reverse

transcriptase seperti retrovirus yang lain dapat tetap hidup lama dalam sel dalam

keadaan inaktif. Virus HIV yang inaktif dalam sel tubuh pengidap HIV dianggap

infeksius karena setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama penderita hidup.

Selama dalam sirkulasi sistemik terjadi viremia dengan disertai gejala dan

tanda infeksi virus akut seperti panas tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi,

nyeri otot, mual, muntah, sulit tidur, batuk-pilek, dan lain-lain. Keadaan ini disebut

sindrom retroviral akut, pada fase ini mulai terjadi penurunan CD4 dan peningkatan

HIV-RNA viral load. Viral load akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi dan

kemudian turun sampai pada suatu titik tertentu. dengan semakin berlanjutnya infeksi,

viral load secara perlahan cenderung terus meningkat, keadaan tersebut akan diikuti

penurunan hitung CD4 secara perlahan dalam waktu beberapa tahun dengan laju

penurunan CD4 yang lebih cepat pada kurun waktu 1,5- 2,5 tahun sebelum akhirnya

jatuh ke stadium AIDS.

Sel T4 terdapat pada cairan tubuh tertentu, antara lain dapat ditemukan pada:

darah dan produk darah termasuk darah haid, air mani dan cairan lain yang keluar dari
alat kelamin pria kecuali air seni, cairan vagina dan cairan leher rahim. HIV pernah

ditemukan pada air ludah tetapi sampai saat ini beluga ada bukti HIV menular melalui

air ludah. infeksi primer terjadi bila virion HIV dalam darah, semen atau cairan tubuh

lainnya dari seseorang masuk ke dalam sel orang lain melalui fusi yang diperantarai

oleh reseptor gpl 120 atau gp41. Orang yang terinfeksi HIV maka diperlukan waktu

5-10 tahun untuk sampai ke tahap AIDS. awal virus HIV masuk ke dalam tubuh

manusia selama 2-4 minggu keberadaan virus tersebut belum dapat terdeteksi dengan

pemeriksaan darah, jumlah CD4 lebih dari 500 sel/µL maka disebut tahap periode

jendela. 34 Tahap HIV positif dalam pemeriksaan darah terdapat virus HIV tetapi

secara fisik penderita belum menunjukkan adanya gejala atau kelainan khas bahkan

masih dapat bekerja seperti biasa. Kondisi tersebut sudah aktif menularkan virusnya

ke orang lain, jika melakukan hubungan seksual atau menjadi donor darah. Jumlah

CD4 pada fase ini adalah 300-500 sel/uL, pada fase infeksi primer jumlah CD4

menurun sehingga mudah terinfeksi oportunistik. Pada tahap AIDS jumlah CD4

kurang dari 200 sel/uL, maka penderita mudah terinfeksi virus lain seperti bakteri,

protozoa, jamur serta terkena penyakit kanker seperti sarkoma Kaposi dan penurunan

berat badan persisten. Hal ini disebabkan sistem kekebalan tubuh yang hancur bahkan

hilang.

5. TANDA DAN GEJALA

Seseorang yang menderita AIDS pertama kali akan mengalami gejala - gejala

umum seperti influenza. Kemudian penyakit AIDS ini akan menjadi bervariasi pada

kurun waktu antara 6 bulan sampai 7 tahun, atau rata - rata 21 bulan pada anak - anak

dan 60 bulan pada orang dewasa. Di samping itu perlu diperhatikan pula gejala -
gejala non spesifik dari penyakit AIDS yaitu yang disebut ARC (AIDS Related

Complex) yang berlangsung lebih dari 3 bulan, dengan gejala - gejala sebagai

berikut:

a. Berat badan turun lebih dari 10%


b. Demam lebih dari 38 derajat Celcius
c. Berkeringat di malam hari tanpa sebab
d. Diare kronis tanpa sebab yang jelas lebih dari 1 bulan
e. Rasa lelah berkepanjangan
f. Bercak - bercak putih pada lidah (hairy leukoplakia)
g. Penyakit kulit (herpes zoster) dan penyakit jamur (candidiasis) pada mulut
h. Pembesaran kelenjar getah bening (limfe), anemia (kurang darah),
leukopenia (kurang sel darah putih), limfopenia (kurang sel - sel limfosit)
dan trombositopenia (kurang sel - sel trombosit / sel pembekuan darah
i. Ditemukan antigen HIV atau antibodi terhadap HIV
j. Gejala klinis lainnya antara lain kelainan pada:
● Kulit dan rambut kepala
● Kulit muka dan kulit bagian tubuh lainnya - Mata
● Hidung
● Rongga mulut (langit - langit, gusi dan gigi)
● Paru - paru
● Alat kelamin (Hawari, 2006)

Menurut (Noviana, 2013) ada 2 gejala yaitu gejala Mayor (umum terjadi),

antara lain :

a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan


b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan.
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis

Sedangkan gejala minornya (tidak umum terjadi) adalah :

a. Batuk menetap >1 bulan


b. Dermatitis pruritus (gatal)
c. Herpes simpleks yang meluas dan berat
d. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

6. TES DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS adalah


a. Lakukan anamnesa gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait
dengan AIDS.
b. Telusuri perilaku berisiko yang memungkinkan penularan.
c. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker
terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan
funduskopi.
d. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosit total, antibodi HIV,
dan pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah
CD4, protein purified derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi
cytomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear. Sedangkan pada
pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka pemeriksaan diulang
tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila
<200 diberikan profilaksis pneumonia pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi
INH tidak tergantung pada jumlah CD4.Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load
untuk mengetahui awal pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.
Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop fluoresensi atau
flow cytometry) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x jumlah
limfosit total)-8.

7. THERAPY

a. Obat
Pada saat ini masih belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan HIV.
Hal ini dikarenakan HIV memiliki kemampuan untuk 'menyembunyikan diri' di
dalam sel tubuh sehingga obat pun sulit untuk mencapainya, alias tidak dapat
terdeteksi. Semasa siklus hidup HIV, virus menggabungkan dirinya ke dalam DNA
sel inangnya.
● Penatalaksanaan diare
Terapi dengan octreotide asetat (sandostatin), yaitu suatu analog sintesis
somatostatin, yang ternyata efektif untuk mengatasi diare yang berat dan
kronik pada pasien HIV AIDS. Konsentrasi reseptor somatostatin yang
tinggi ditemukan dalam traktus gastrointestinal maupun jaringan lainnya.
Somatostatin akan menghambat banyak fungsi fisiologis yang mencakup
motilitas gastrointestinal dan sekresi-intestinal air serta elektrolit.

● Penatalaksanaan sindrom pelisutan (kehilangan 10% berat badan dalam


waktu singkat)
Penatalaksanaan sindrom pelisutan mencakup penanganan penyebab yang
mendasari infeksi oportunistik sistematis maupun gastrointestinal.
Malnutrisi sendiri akan memperbesar resiko infeksi dan dapat pula
meningkatkan insiden infeksi oportunistik.Terapi nutrisi dapat dilakukan
mulai dari diet oral dan pemberian makan lewat sonde (terapi nutrisi
enteral) hingga dukungan nutrisi parenteral jika diperlukan.

● Penanganan keganasan
Penatalaksanaan sarkoma kaposi biasanya sulit karena beragamnya gejala
dan sistem organ yang terkena. Tujuan terapinya adalah untuk mengurangi
gejala dengan memperkecil ukuran lesi pada kulit, mengurangi gangguan
rasa nyaman yang berkaitan dengan edema serta ulserasi, dan
mengendalikan gejala yang berhubungan dengan lesi mukosa serta organ
viseral. Hingga saat ini, kemoterapi yang paling efektif tampaknya berupa
ABV(adriamisin, bleomisin, dan vinkristin).

● Terapi Antiretroviral
Saat ini terdapat empat preparat yang sudah disetujui oleh FDA untuk
pengobatan HIV, keempat preparat tersebut adalah; zidovudin,dideoksi
nosin, dideoksisitidin dan stavudin. Semua obat ini menghambat kerja
enzim reserve transcriptase virus dan mencegah virus reproduksi HIV
dengan cara meniru salah satu substansi molekuler yang digunakan virus
tersebut untuk membangun DNA bagi partikel-partikel virus baru. Dengan
mengubah komponen struktural rantai DNA, produksi virus yang baru akan
dihambat.

b. Nutrisi
Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang baik sangat penting pada penderita HIV/AIDS
untuk mempertahankan status gizi yang optimal serta membantu dalam melawan
infeksi. HIV/AIDS dengan nutrisi memiliki keterkaitan yang saling memberi
pengaruh satu sama lain. HIV menyebabkan sistem kekebalan tubuh penderita
mengalami penurunan, sehingga rentan terjadi infeksi salah satunya infeksi pada
sistem saluran pencernaan yang dapat memicu terjadinya penurunan status gizi
sampai malnutrisi. Selain itu, keadaan nutrisi yang memburuk pada penderita HIV
berkontribusi terhadap progres penyakit oportunistik menuju fase AIDS lebih cepat
(Tanan, 2018). Untuk mengatasi masalah nutrisi pada pasien HIV AIDS, mereka
harus diberi makanan tinggi kalori, tinggi protein, kaya vitamin dan mineral serta
cukup air.

8. KOMPLIKASI

Adapun komplikasi klien dengan HIV/AIDS antara lain :


a. Pneumonia pneumocystis (PCP)
b. Tuberculosis (TBC)
c. Esofagitis
d. Diare
e. Toksoplasmositis
f. Leukoensefalopati multifocal prigesif
g. Sarcoma Kaposi
h. Kanker getah bening
i. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)
PATHWAY PENYAKIT HIV

Hubungan seksual dengan Transfusi darah Tertusuk jarum Ibu hamil penderita
pasangan berganti-ganti yang terinfeksi HIV bekas penderita HIV
pasangan HIV

Virus masuk kedalam tubuh lewat


Sperma terinfeksi masuk ke luka berdarah
dalam tubuh pasanga lewat
membranmukosa vagina, anus,
yang lecet/luka Transmisi virus ke dalam peredaran darah dan invasi sel target
hospes

CD4+, Sel saraf


makrofag, Sel B

Terjadi perubahan pada structural sel tersebut akibat transkripsi RNA


virus + DNA sel

Terbentuknya provirus

Sel penjamu mengalami


kelumpuhan

Sistem kekebalan tubuh

Infeksi Oportunistik

Sistem reproduksi Sistem respirasi Sistem pencernaan Sistem integumen Sistem neurologi

Virus HIV + Kuman Herpes


Candidiasis PCP T Kriptococus
salmonella, zoster+simpleks
clostridium, candida
Ulkus genital Penumpukan Meningitis
Dermatitis Kriptococus
sekret Menginvasi mukosa
serebroika
saluran cerna
MK: Nyeri Akut
Obstuksi jalan
Ruam, difus, Perubahan
nafas Peristaltic
bersisik, status metal,
folikulitas, kulit kelemahan
kering, pusing
MK: Bersihan Output cairan
jalan nafas tidak
efektif MK ; Diare
Turgor kulit Kerusakan jaringan MK: intoleransi
mukosa kering kulit aktivitas

MK: kekurangan MK:

KEMATIAN volume cairan - Gangguan


integritas kulit
- Resiko infeksi
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
- Kaji riwayat perubahan atau gangguan pada personal hygiene (mis.
Kebiasaan mandi, mengganti pakaian, dll)
- Kaji riwayat BAB dan BAK pasien (dibantu atau tidak)
- Kaji adanya riwayat merokok
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
- Kaji adanya ketidakmampuan menelan makanan atau penurunana nafsu
makan akibat dari infeksi oportunistik.
- Kaji adanya mual muntah
- Mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis dalam jangka waktu
singkat
- Kaji adanya Ketidakmampuan mencerna makanan dipengaruhi oleh
adekuatnya fungsi organ pencernaan (adanya peradangan pada saluran
pencernaan).
- Kaji adanya peningkatan suhu
- Kaji adanya penurunan jumlah sel imun
- Kaji warna, konsistensi sputum
- Kaji adanya penurunan turgor kulit dan lidah
- Kaji apakah pasien mengigil
- Kaji adanya berkeringat dimalam hari
- Kaji adanya keluhan nyeri, gatal pada kulit
- Kaji adanya kemerahan pada kulit
- Kaji terjadinya pengumpulan darah pada kulit
3. Pola Eliminasi
- Kaji apakah adanya diare
- Kaji frekuensi, warna, bentuk feses
4. Pola aktivitas dan latihan
- Kaji adanya perubahan perubahan dalam melakukan aktivitas seperti
bekerja.
- Terjadinya penarikan diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan
kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang
lemah.
- Kaji apakah pasien merasa sesak nafas
5. Pola Istirahat dan tidur
- Kaji gangguan tidur pasien akibat nyeri maupun karena adanya gejala
seperti demam dan keringat pada malam hari.
- Adanya perasaan cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
6. Pola Persepsi Kognitif
- Kaji apakah pasien mengalami penurunan pengecapan dan gangguan
penglihatan.
- Kaji adanya penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan
dalam respon secara verbal.
- Kaji terjadinya halusinasi pada pasien, akibat permasalahan psikologisnya
yang terganggu
7. Pola Hubungan dan Peran
- Pasien merasa malu/harga diri rendah
8. Pola seksualitas dan reproduksi
- Kaji pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
- Kaji adanya nyeri saat berkemih
- Kaji siklus dan gangguan mensrtuasi pada wanita
- Kaji jumlah pasangan

B. Diagnosa
1. Analisa Data

No
Data Etiologi Masalah
.

1. DS : Penyakit paru obstruksi Ketidakefektifan


kronis
- Kaji adanya riwayat bersihan jalan

merokok nafas
- Kaji apakah pasien merasa
sesak nafas

DO :

- Kaji warna, konsistensi


sputum
Kehilangan cairan aktif Kekurangan
2 DS : volume cairan
- Kaji adanya mual muntah

DO :

- Kaji adanya penurunan


turgor kulit dan lidah
- Kaji adanya peningkatan
suhu tubuh
Proses penyakit, Hipertermia
3 peningkatan laju
DS :
metabolisme
- Kaji apakah pasien
menggigil

DO :

- Kaji adanya peningkatan


suhu tubuh
4 Kerusakan
DS : integritas kulit
Perubahan status nutrisi,
- Kaji adanya keluhan nyeri, perubahan pigmentasi

gatal pada kulit

DO :

- Kaji adanya kemerahan pada


kulit
- Kaji terjadinya
pengumpulan darah pada
kulit

5
Proses infeksi Diare
DS :

- Kaji apakah adanya diare

DO :

- Kaji frekuensi, warna,


bentuk feses

6 Ketidakmampuan Defisit Nutrisi


DS : menelan makanan/
Ketidakmampuan
- Kaji adanya mencerna makanan dan
mengabsorbsi nutrient
ketidakmampuan menelan
makanan atau penurunana
nafsu makan akibat dari
infeksi oportunistik.

DO :

- Kaji adanya mual muntah


- Mengalami penurunan berat
badan yang cukup drastis
dalam jangka waktu singkat
- Kaji adanya
Ketidakmampuan mencerna
makanan dipengaruhi oleh
adekuatnya fungsi organ
pencernaan (adanya
peradangan pada saluran
pencernaan).
7
DS : Imunosupresi, Risiko Infeksi
malnutrisi, kerusakan
- Kaji apakah pasien integras kulit
menggigil
- Kaji adanya berkeringat
dimalam hari

DO :

- Kaji adanya penurunan sel


imun
- Kaji adanya peningkatan
suhu

2. Prioritas Masalah
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penyakit paru obstruksi kronis
b. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
c. Hipertermi b.d proses penyakit, peningkatan laju metabolisme
d. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status nutrisi, perubahan pigmentasi
e. Diare b.d proses infeksi
f. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan/ Ketidakmampuan
mencerna makanan dan mengabsorbsi nutrient
g. Risiko infeksi b.d imunosupresi, malnutrisi, kerusakan integritas kulit

3. Perencanaan

Diagnosa Hasil yang Diharapkan Rencana Tindakan Alasan Tindakan


Keperawatan

Bersihan jalan Setelah dilakukan Observasi Observasi


intervensi keperawatan - Identifikasi kemampuan - menilai kemampuan
nafas tidak efektif
selama 3x24 jam, maka batuk pasien untuk
b.d penyakit paru bersihan jalan nafas - Monitor tanda dan gejala mengeluarkan sputum
meningkat dengan infeksi saluran napas - mengetahui keefektifan
obstruksi kronis
kriteria hasil: - Monitor input dan output bersihan jalan nafas
- Batuk efektif cairan (mis. jumlah dan - mengkaji ciri-ciri
meningkat karakteristik) sputum
- produksi sputum
menurun Terapeutik Terapeutik
- Atur posisi semi-Fowler - Mengoptimalkan
atau Fowler pengembangan paru
- Pasang perlak dan bengkok pasien
di pangkuan pasien - menjaga higiene
- Buang sekret pada tempat - mencegah penyebaran
sputum MO

Edukasi Edukasi
- Jelaskan tujuan dan - Melatih kemampuan
prosedur batuk efektif pasien untuk
mengeluarkan sputum
Kolaborasi secara benar dan
- Kolaborasi pemberian mandiri
mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu Kolaborasi
- meningkatkan bersihan
jalan nafas

Kekurangan Setelah dilakukan Observasi Observasi


intervensi keperawatan - Monitor status hidrasi (mis. - mengetahui dan menilai
volume cairan b.d
selama 3x24 jam, maka frekuensi nadi, kekuatan tanda-tanda vital pasien
kehilangan cairan Keseimbangan cairan nadi, akral, pengisian - mengetahui adanya
meningkat dengan kapiler, hidrasi
aktif
kriteria hasil: - kelembaban mukosa, turgor - mengkaji nilai
- Asupan cairan kulit, tekanan darah) laboratorium yang
meningkat - Monitor hasil pemeriksaan abnormal pada pasien
- kelembaban laboratorium (mis.
membran mukosa hematokrit, Na, K, Cl, berat Terapeutik
meningkat jenis urine, BUN) - menghitung tingkat
- turgor kulit membaik keseimbangan cairan
Terapeutik pada pasien
- Catat intake-output dan - memenuhi kebutuhan
hitung balans cairan 24 jam cairan pasien
- Berikan asupan cairan, - dilakukan pada pasien
sesuai kebutuhan dengan kelemahan dan
- Berikan cairan intravena, penurunan kesadaran
jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi - farmakoterapi untuk
- Kolaborasi pemberian membantu
diuretik, jika perlu pembentukan urin

Hipertermi b.d Setelah dilakukan Observasi Observasi


intervensi keperawatan - Monitor suhu tubuh - Memantau tingkat suhu
proses penyakit,
selama 3x24 jam, maka - Monitor kadar elektrolit tubuh pasien
peningkatan laju termoregulasi membaik - Monitor haluaran urine - mengetahui kadar
dengan kriteria hasil: serum elektrolit
metabolisme
- menggigil menurun Terapeutik - mengetahui frekuensi
- suhu tubuh membaik - Longgarkan atau lepaskan dan jumlah urin pasien
pakaian
- Berikan cairan oral Terapeutik
- Ganti linen setiap hari atau - mempercepat
lebih sering jika mengalami kehilangan panas secara
hiperhidrosis (keringat evaporasi
berlebih) - mencegah pasien
dehidrasi
Edukasi - menjaga higiene tepat
- Anjurkan tirah baring tidur pasien

Kolaborasi Edukasi
- Kolaborasi pemberian - mencegah pasein untuk
cairan dan elektrolit melakukan aktivitas
intravena, jika perlu berlebih

Kolaborasi
- pemenuhan kebutuhan
cairan pasien

Gangguan Setelah dilakukan Observasi Observasi


intervensi keperawatan - identifikasi penyebab - mengkaji riwayat dari
integritas kulit b.d
selama 3x24 jam, maka gangguan integritas kulit kerusakan kulit pasien
perubahan status integritas kulit dan
jaringan meningkat Terapeutik Terapeutik
nutrisi, perubahan
dengan kriteria hasil: - gunakan produk berbahan - mencegah terjadinya
pigmentasi - kerusakan jaringan petroleum atau minyak pada iritasi pada kulit
menurun kulit kering - mencegah terjadinya
- kerusakan jaringan - gunakan produk berbahan reaksi hipersensitivitas
kulit menurun alami dan hipoalergenik yang meningkatkan
pada kulit sensitif kerusakan pada kulit

Edukasi Edukasi
- anjurkan menggunakan - menjaga kelembaban
pelembab kulit agar tidak kering
- anjurkan meminum air yang dan iritasi
cukup - memberikan nutrisi
- Anjurkan menghindari pada kulit
tubuh terpapar suhu ekstrim - menghindari terjadinya
alergi atau luka akibat
paparan suhu

Diare Setelah dilakukan Observasi observasi


intervensi keperawatan - Identifikasi kesiapan dan - kaji apakah klien sudah
b.d proses infeksi
selama 3x24 jam, maka kemampuan menerima paham tentang
eliminasi fekal membaik informasi informasi yang
dengan kriteria hasil: - Identifikasi faktor-faktor disampaikan dengan
- peristaltik usus yang dapat meningkatkan baik
membaik dan menurunkan motivasi - Dapat mengetahui
- konsistensi feses perilaku hidup bersih dan apakah klien memiliki
membaik sehat pola hidup yang kurang
sehat
Terapeutik
- Sediakan materi dan media Terapeutik
pendidikan kesehatan - Agar klien mengetahui
- Jadwalkan pendidikan secara jelas dan baik
kesehatan sesuai terkait penyakit
kesepakatan - Agar terencana dan
- Berikan kesempatan untuk mendapat informasi nya
bertanya - Agar klien dapat lebih
memahami informasi
Edukasi yg disampaikan
- Jelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi Edukasi
kesehatan - agar klien dapat paham
- Ajarkan perilaku hidup tentang risiko apa yang
bersih. dan sehat akan terjadi
- Ajarkan strategi yang dapat - Agar klien dapat
digunakan untuk merealisasikan hidup
meningkatkan perilaku bersih dalam sehari-hari
hidup bersih dan sehat - Agar klien dapat
dengan mudah
menjalankan hidup
bersih dan sehat

Defisit nutrisi b.d


Setelah dilakukan Observasi Observasi
intervensi keperawatan - identifikasi status nutrisi - Mengetahui tingkat
ketidakmampuan
selama 3x24 jam, maka - Identifikasi alergi dan kebutuhan nutrisi
menelan makanan/ status nutrisi membaik intoleransi makanan pasien
dengan kriteria hasil: - mencegah terjadinya
Ketidakmampuan
- peristaltik usus Terapeutik alergi saat pemberian
mencerna membaik - Berikan makanan tinggi makanan
- konsistensi feses kalori dan tinggi protein
makanan dan
membaik - Berikan suplemen makanan, Terapeutik
mengabsorbsi jika perlu - sebagai pemenuhan
energi pasien
nutrient
Edukasi - sebagai penambah
- Ajarkan diet yang nutrisi pendamping
diprogramkan makanan

Kolaborasi Edukasi
- Kolaborasi pemberian - Meningkatkan
medikasi sebelum makan efektifitas pola
(mis. pereda nyeri, makan pasien
antiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi Kolaborasi
untuk menentukan jumlah - Membantu
kalori dan jenis nutrien meredakan nyeri
yang dibutuhkan, jika perlu saat pasien makan
- untuk mengontrol
jumlah nutrisi dan
makanan yang
sesuai dengan
kebutuhan pasien

Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan Observasi Observasi


intervensi keperawatan - Monitor tanda dan gejala - Untuk dapat memantau
imunosupresi,
selama 3x24 jam, kontrol infeksi lokal dan sistemik infeksi yang terjangkit
malnutrisi, infeksi meningkat dengan
kriteria hasil: Terapeutik Terapeutik
kerusakan
- kemampuan - Batasi jumlah pengunjung - Agar tidak terpapar
integritas kulit mengidentifikasi - Berikan perawatan kulit oleh infeksi dan juga
faktor resiko pada area edema meminimalkan terjadi
meningkat - Cuci tangan sebelum dan nya infeksi
- kemampuan sesudah kontak dengan - Agar luka dapat segera
menghindari faktor pasien dan lingkungan pulih dan edema tidak
resiko meningkat pasien menyebarkan infeksi
- Pertahankan teknik aseptik - Mencegah transmisi
pada pasien berisiko tinggi MO
- Agar luka terjaga
Edukasi kebersihanya
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi Edukasi
- Ajarkan cara mencuci - Agar pasien mampu
tangan dengan benar memahami gejala
terjadinya infeksi
- agar pasien mampu
melakukan cuci
tangan yang benar
secara mandiri
DAFTAR PUSTAKA

Ambar, Y. N., Rizki, A., & Insya, F.R. (2019). Evaluasi Terapi Antiretroviral Pasien
HIV/AIDS. Jurnal Farmasetis, 8(2), 45-54.

Darmawan, T. C., Mahayaty, L., & Nirmala, R. (2022). PENGETAHUAN TENTANG


PENULARAN HIV TERHADAP PERILAKU AKTIVITAS SEKSUAL
PENDERITA HIV. Journals of Ners Community, 13(5), 516-523.

Hidayati, A. N. (2020). Manajemen HIV/AIDS: terkini, komprehensif, dan multidisiplin.

Lita, B. F. F., & Allenidekania, A. (2021). Konseling Gizi kepada Pengasuh dalam
Manajemen Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Anak dengan HIV/AIDS. Journal of
Telenursing (JOTING), 3(1), 266-275.

PPNI. (2016.). standar intervensi keperawatan indonesia. Dewan pengurus pusat persatuan
perawat nasional indonesia.

PPNI. (2017). standar diagnosis keperawatan indonesia. Dewan pengurus pusat persatuan
perawat nasional indonesia.

PPNI. (2019). Standar luaran keperawatan indonesia. Dewan pengurus pusat persatuan
perawat nasional indonesia. Indarti, A. F., & Sekarut

Setiarto, R. H. B., Karo, M. B., Keb, S. T., SKM, M. K., & Tambaip, T. (2021). Penanganan
Virus HIV/AIDS.

Yuliyanasari, N. (2017). Global burden disease–human immunodeficiency virus–acquired


immune deficiency syndrome (hiv-aids). Qanun Medika-Medical Journal Faculty of
Medicine Muhammadiyah Surabaya, 1(01).

Anda mungkin juga menyukai