Anda di halaman 1dari 32

Departemen Keperawatan Medikal Bedah

LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN KASUS HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)
DI RUANG BAJI DAKKA RUMAH SAKIT LABUANG BAJI MAKASSAR

Oleh:
RAHMAWATI
70900120028

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XVIII


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
HIV atau human immunodeficiency virus disebut sebagai retrovirus yang
membawa materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan asam
deoksibonukleat (DNA). HIV disebut retrovirus karena mempunyai enzim
reverce transcriptase yang memungkinkan virus mengubah informasi
genetiknya yang berada dalam RNA ke dalam bentuk DNA.(Widyanto &
Triwibowo, 2013).
AIDS atau acquired immunodeficiency syndrome didefinisikan kumpulan
penyakit dengan karakteristik defisiensi kekebalan tubuh yang berat dan
merupakan stadium akhir infeksi HIV (Widyanto & Triwibowo, 2013).
Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA amat
rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit (Rendy & Margareth,
2012).
B. Etiologi
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human
Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termasuk
dalam keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisinsi pada kucing,
virus imunodefisiensi pada kera, visna virus pada domba, dan virus anemia
infeksiosa pada kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda secara genetik, tetapi
berhubungan secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang telah berhasil
diisolasi dari penderita AIDS. Sebagian besar retrovirus, viron HIV-1
berbentuk sferis dan mengandung inti berbentuk kerucut yang padat elektron
dan dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran se penjamu. Inti
virus tersebut mengandung kapsid utama protein p24, nukleokapsid protein p7
atau p9, dua sirina RNA genom, dan ketiga enzim virus (protease, reserve
trancriptase, dan integrase). Selain ketiga gen retrovirus yang baku ini, HIV
mengandung beberapa gen lain (diberi nama dengan tiga huruf, misalnya tat,
rev, vif, nef, vpr dan vpu) yang mengatur sintetis serta perakitan partikel virus
yang infeksius. (Robbins dkk, 2011)
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui
enam cara penularan, yaitu :
1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS Hubungan sesual secara
vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa
menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsusng, air mani, cairan
vagina, dan darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur, atau
muluh sehingga HIV yang tedapa dalam cairan tersebut masuk ke aliran
darah. Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina,
dubur dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah
pasangan seksual
2. Ibu pada bayinya Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan
(in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV
dari ibu ke bayi adalah 0.01% sampai 7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan
belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai
35%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai
50%. Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui tranfusi
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lam proses
melahirkan, semakin besar resiko penularan. Oleh karena itu, lama
persalinan bisa dipersingkat dengan operasi sectio caesaria. Transmisi lain
terjadi selam periode post partum melaui ASI. Resiko bayi tertular melalui
ASI dai Ibu yang positif sekitar 10%
3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS Sangat cepat menular
HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke
seluruh tubuh.
4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril Alat pemeriksaan kandungan
seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat lain yang menyentuh darah,
cairan vagina atau air mani yang terinveksi HIV, dan langsung digunakan
untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV, dan langsung digunakan untuk
orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa menular HIV
5. Alat-alat untuk menoreh kulit Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau,
silet, menyunat seseorang, membuat tato, memotong rambut, dan
sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin dipakai tanpa
disterilkan terlebih dahulu.
6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian Jarum suntik yang digunakan
di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan oleh para pengguna narkoba
(Injecting Drug User-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarun
suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga menggunakan
tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat, sehingga
berpotensi tinggi untuk menularkan HIV. HIV tidak menular melalui
peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, hidup serumah dengan
penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan sosial yang lain
C. Patofisiologi
Partikel virus yang berada dalam tubuh ODHA (Orang Dengan HIV
AIDS) bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang
terinfeksi HIV, seumur hidup akan tetap terinfeksi, sebagian berkembang
masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien
AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang
terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS kemudian meninggal. Perjalanan
penyakit HIV menunjukkan adanya penyakit kronis, sesuai dengan perusakan
sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap. Infeksi HIV tidak akan langsung
memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Gejala tidak khas pada infeksi
HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi, gejala yang terjadi adalah demam,
nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau
batuk.Infeksi akut dimulai dari infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). masa
tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun, tetapi ada
sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya
sekitar 2 tahun, dan ada pula yang perjalanannya lambat (non-progressor)
(Djoerban 2014).
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh ODHA (Orang
Dengan HIV AIDS) mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi
oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah,
pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes,
dan lain-lain, pada waktu ODHA merasa sehat, klinis tidak menunjukkan
gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap
hari. Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul
HIV yang resisten.Limfosit CD4 mengalami kehancuran bersamaan dengan
replikasi HIV, namun tubuh masih bisa menyeimbangkan dengan
memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 sel setiap hari. Perjalanan penyakit
lebih progresif pada pengguna narkotika, infeksi pada katup jantung juga
merupakan penyakit yang dijumpai pada ODHA pengguna narkotika dan
biasanya tidak ditemukan pada odha yang tertular dengan cara lain (Djoerban,
2014).
D. Manefestasi Klinis
Manifestasi gejala dan tanda dari HIV dapat dibagi menjadi 4 stadium, yaitu :
1. Stadium Pertama : Infeksi Akut HIV Sejak HIV masuk ke tubuh akan
menimbulkan gejala influenza saja, berupa demam, rasa letih, nyeri otot dan
sendi, nyeri telan. Rentang waktu sejak HIV masuk ke tubuh sampai HIV
menjadi positif disebut periode jendela, lamanya 3-8 minggu bahkan bisa
berlangsung selama 6 bulan.
2. Stadium Kedua Asimptomatik berarti bahwa didalam organ tubuh terdapat
HIV tetapi tubuh tidak menunjukan gejala-gejala. Penderita tampak sehat
tapi jika diperiksa darahnya akan menunjukan sero positif kelompok ini
sangat berbahaya karena dapat menularkan HIV ke orang lain. Keadaan ini
dapat berlangsung antara 8-10 tahun bahkan 5-10 tahun.
3. Stadium Ketiga Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata
(Persistent Generalized Lymphadenopathy) tidak hanya muncul pada satu
tempat saja dan berlangsung lebih dari 1 bulan biasanya disertai demam,
diare, keringat malam, lesu dan berat badan menurun pada kelompok ini
sering disertai infeksi jamur candidia sekitar mulut dan herpes zoster.
4. Satdiun Keempat : AIDS Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam
penyakit antara penyakit saraf dan penyakit infeksi sekunder. Gejala klinis
pada stadium AIDS sebagai antara lain:
a. Gejala utama atau mayor
1) Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
2) Diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus.
3) Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 1 bulan.
4) Penurunan kesadaran dan gangguan neorologis
5) Ensepalopati HIV
b. Gejala tambahan atau minor
1) Batuk kronis selama lebih dari 1 bulan
2) Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candidia
albicans
3) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
4) Pembengkakan keleknjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh
5) Munculnya herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh
tubuh (Nursalam,2011).
E. Penatalaksanaan
Menurut Burnnner dan Suddarth (2013) Upaya penanganan medis meliputi
beberapa cara pendekatan yang mencangkup penanganan infeksi yang
berhubungan dengan HIV serta malignansi, penghentian replikasi virus HIV
lewar preparat antivirus, dan penguatan serta pemulihan sistem imun melalui
pengguanaan Spreparat immunomodulator. Perawatan suportif merupakan
tindakan yang penting karena efek infeksi HIV dan penyakit AIDS yang sangat
menurunkan keadaan umum pasien; efek tersebut mencangkup malnutrisi,
kerusakan kulit, kelemahan dan imobilisasi dan perubahan status mental.
Penatalaksanaan HIV AIDS sebegai berikut :
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan,
mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau
sepsis.Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan
bagi pasien dilingkungan perawatan klinis.
2. Terapi AZT Obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah Terapi Antiviral
Baru
F. Pemeriksaan Penunjang
1. ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay) Elisa adalah suatu tes
skrining yang digunakan untuk mendiagnosis HIV Untuk mengidentifikasi
antibodi terhadap HIV, tes ELISA sangat sensitif, tapi tidak selalu spesifik,
maksudnya penyakit lain juga bisa menunjukkan hasil positif sehingga
menyebabkan positif palsu diantaranya penyakit autoimun ataupun karena
infeksi. Sensivitas ELISA antara 98,1%-100% dan dapat mendeteksi adanya
antibodi terhadap HIV dalam darah.
2. Western Blot Western Blot memiliki spesifisitas (kemampuan test untuk
menemukan orang yang tidak mengidap HIV) antara 99,6% – 100%.
Namun pemeriksaannya cukup sulit, mahal dan membutuhkan waktu sekitar
24 jam. Tes Western Blot mungkin juga tidak bisa menyimpulkan seseorang
menderita HIV atau tidak. Oleh karena itu, tes harus diulangi setelah dua
minggu dengan sampel yang sama. Jika test Western Blot tetap tidak bisa
disimpulkan, maka test Western Blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi
(perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan
DNA spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-
kali lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar
pada sequence yang tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik).
Sebuah prasyarat untuk memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah
memiliki pengetahuan, urutan segmen unik yang mengapit DNA yang akan
diamplifikasi, sehingga oligonucleotides tertentu dapat diperoleh. Hal ini
tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan intervening antara primer.
Produk PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA
polimerase stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan
menggunakan pengatur siklus termal otomatis (Perkin-Elmer/Cetus) untuk
menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih siklus denaturasi, anil primer, dan
polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR, produk ini dipisahkan
dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung
divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium. PCR
(Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan
(amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang
dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan
sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang
urutannya komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut mirip
dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif
G. Komplikasi
1. Oral Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV Oral,
gingivitis, peridonitis Humman Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral, nutrisi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologic
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan lansung Humman
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi sosial.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terpeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ ensefalitis, dengan efek: sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total/ parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistematik, dan
manarik endokarditas. d) Neuropati karena imflamasindemielinasi oleh
serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV).
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, enurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus,limpoma,sarcoma Kaposi,obat
illegal,alkoholik. Dengan anoreksia,mual muntah,nyeri
abdomen,ikterik,demam atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi,dengan efek inflamasi sulit dan sakit,nyeri
rectal,gatal – gatal dan diare.
4. Respirasi
a. Infeksi karena pneumocystis carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek , batuk,
nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.
5. Dermatologic
a. Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/ tuma, dan dekubitus dengan efek
nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan : sarcoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit AIDS merupakan tantangan yang
besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi
sasaran infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh
komplikasi masalah emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi
penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan
masing-masing pasien (Burnner & Suddarth, 2013). Pengkajian pada pasien
HIV AIDS meliputi :
1. Pengkajian Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status
kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR
2. Keluhan utama Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi
respiratori ditemui keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya
ditemui pada pasien HIV AIDS yaitu, demam yang berkepanjangan (lebih
dari 3 bulan), diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus
menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1
bulan, infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida
Albicans, pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya
Harpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
3. Riwayat kesehatan sekarang Dapat ditemukan keluhan yang biasanya
disampaikan pasien HIV AIDS adalah : pasien akan mengeluhkan napas
sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi respiratori, batuk-
batuk, nyeri dada dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan diare
serta penurunan berat badan drastis.
4. Riwayat kesehatan sekarang Biasanya pasien pernah dirawat karena
penyakit yang sama. Adanya riwayat penggunaan narkotika suntik,
hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS,
terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
5. Riwayat kesehatan keluarga Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya
anggota keluarga yang menderita penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan
dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV. Pengkajian lebih lanjut juga
dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja di
tempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).
6. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
a. Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat Pola presepsi dan tata
laksanaan hidup sehat Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami
perubahan atau gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan
mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang
lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya
cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.
b. Pola Nutrisi Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan
nafsu makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan
mengalami penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu singkat
(terkadang lebih dari 10% BB).
c. Pola Eliminasi Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai
mucus berdarah.
d. Pola aktivitas dan latihan Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola
istirahat dan tidur mengalami gangguan karena adanya gejala seperi
demam dan keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga
didukung oleh perasaan cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
e. Pola Istirahat dan tidur Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan
latihan mengalami perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat
melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang
menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja,
karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang
lemah.
f. Pola presepsi dan konsep diri Pada pasien HIV/AIDS biasanya
mengalami perasaan marah, cemas, depresi, dan stres.
g. Pola sensori kognitif Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami
penurunan pengecapan, dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya
mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan
dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa
mengalami halusinasi.
h. Pola hubungan peran Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi
perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu
pasien merasa malu atau harga diri rendah.
i. Pola penanggulangan stres Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan
mengalami cemas, gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya.
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit, yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain,
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang kontruksif dan adaptif.
j. Pola reproduksi seksual Pada pasaaien HIV AIDS pola reproduksi
seksualitas nya terganggu karena penyebab utama penularan penyakit
adalah melalui hubungan seksual.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan Pada pasien HIV AIDS tata nilai
keyakinan pasien awal nya akan berubah, karena mereka menggap hal
menimpa mereka sebagai balasan akan perbuatan mereka. Adanya
perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi
nilai dan kepercayaan pasien dalam kehidupan pasien, dan agama
merupakan hal penting dalam hidup pasien.
7. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas istirahat Mudah lemah, toleransi terhadap aktifitas berkurang,
progresif, kelelahan,, perubahan pola tidur.
b. Gejala sabjektif Demam kronik, demam atau tanpa mengigil, keringat
malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri,
sulit tidur.
c. Psikososial Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola
hidup, mengungkapkan perasaan takut, cemas, meringis. Satus mental
Marah, pasrah, depresi, ide bunuh diri, hilang interest pada lingkungan
sekitar, gangguan proses pikir, hilang memori, gangguan antensi dan
konsentrasi, halusinasi dan delusi.
d. Neurologis Gangguan reflek pupil, vertigo, ketidak seimbangan, kaku
kuduk, kejang, paraf legia.
e. Muskuloskletal Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan
ADL
f. Kardiovaskuler Takikardi, sianosis, edema perifer, dizziness.
g. Pernafasan Nafas pendek yang progresif, batuk ( sedang-parah ), batuk
produktif/ non-produktif, sesak pada dada.
h. Integument Kering gatal, rash dan lesi, turgor jelek.

B. Diagnosa Keperawatan.
1. Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan.

a. Penyebab :

1) Agen pencedera fisiologis (mis.inflamasi, iskemis,neoplasma).

2) Agen pencedera kimiawi (mis.terbakar,bahan kimia iritan).

3) Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong,


mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan.
b. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
- Mengeluh nyeri
2) Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat

5) Sulit tidur
c. Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma.

2. Pola Napas Tidak Efekif

a. Definisi

Inspirsai dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.

b. Penyebab
1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya napas (mis.nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernafasan)
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuscular
6) Gangguan neurologis (mis.elektroensefalogramposistf, cedera kepala,
gangguan kejang)
7) Imatunitas neurologis
8) Penurunan energy
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11) Sindrom hipoventilasi
12) Kerusakan inevarsi diafragma
13) Cedera pada medulla spinalis
14) Efek agen farmakologis
15) Kecemasan

c. Tanda dan gejala


mayor Subjektif :
Dispnea
Objektif :

- Penggunaan otot bantu pernafsan


- Fase ekspirasi memanjang
- Pola napas abnormal (mis.takipnea,bradipnea,hiperventilasi)
d. Kondisi klinis terkait
1) Depresi sistem saraf pusat
2) Cedera kepala
3) Trauma thoraks
4) Gullian barre syndrome
5) Multiple sclerosis
6) Myasthenia gravis
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Intoksikasi alcohol.
3. Defisit Nutrisi

a. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

b. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif: tidak tersedia


Objektif: Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal

c. Gejala dan Tanda Minor:


Subjektif:
1. Cepat kenyang setelah makan
2. Kram/Nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun
Objektif :

1. Bising usus hiperaktif

2. Otot pengunyah lemah

3. Otot menelan lemah

4. Membran mukosa pucat

5. Sariawan

6. Serum albumin turun

7. Rambut rontok berlebihan

8. Diare

d. Kondisi Klinis Terkait

1. Stroke

2. Parkinson

3. Monius syndrome

4. Cerebral palsy
5. Cleft lip

6. Cleft palate

7. Amyotropic lateral sclerosis

8. Kerusakan neuromukular

9. Luka baka

10.Kanker

11.Infeksi

12.AIDS
4. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan

a. Definisi

Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa,


kornea, fasia, otot, tenon, tulang, kartigo, kapsul sendi dan/atau ligament).

b. Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif: Tidak tersedia
Objektif: kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Tidak tersedia
Objektif:
1) Nyeri

2) Perdarahan

3) Kemerahan

4) Hematoma

c. Kondisi Klinis Terkait

1) Gagal ginjal

2) Imobilisasi

3) Diabetes mellitus

4) Gagal Jantung Kongestif

5) Imunodefesiensi (mis. AIDS).

5. Defisit Perawatan Diri

a. Definisi

Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri.

b. Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif: Menolak perawatan diri
Objektif : Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke toilet/berhias
secara mandiri
Gejalan dan Tanda Minor:
Subjektif: Tidak tersedia
Objektif : Tidak tersedia

c. Kondisi Klinis Terkait

1) Stroke

2) Cedera Medulla spinalis

3) Depresi

4) Arthritis

5) Retardasi mental

6) Delerium

7) Demensia

8) Gangguan amnesik

9) Skizofrenia dan gangguan psikotik lain

10) Fungsi penilaian terganggu


C. Intervensi
1. Nyeri Akut
Intervensi Keperawatan
a. Manajemen Nyeri :
Observasi

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas


nyeri.
R: Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri merupakan hal yang amat penting untuk memilih
intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang
diberikan.

2) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri


R: Untuk melihat faktor pencetus yang memicu adanya nyeri

3) Monitor efek samping penggunaan analgetik


R :Untuk mencegah adanya alergi obat pada pasien
Terapeutik

1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri ( mis.hipnosis,


akupresur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi, terknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat atau dingin).
R: pemberian teknik non farmakologi yntuk mengendalikan dan meredakan
rasa nyeri

2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.suhu ruangan,


pencahayaan, kebisingan)
R: Adanya lingkungan yang nyaman dapat mempengaruhi kualitas nyeri
yang dirasakan dapat berkurang
Edukasi

1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri


R: Pasien dapat mengetahui penyebab, periode dan pemicu nyeri

2) Jelaskan strategi meredakan nyeri


R: Agar pasien mengethaui tindakan yang akan dilakukan ketika nyeri
dirasakan

3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

R: Memandirikan pasien dalam mengontrol nyeri


Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian analgetik

R: pemberian analgetik dengan teratur dapat mengurangi rasa nyeri

b. Terapi relaksasi

Observasi

1) Identifikasi penurunan tingkat energy, ketidakmampuan berkonsentrasi,


atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif
R: Mengidentifikasi dapat membantu untuk pemberian intervensi
2) Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah dan suhu sebelum
dan sesudah latihan
R: Untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial
3) Monitor respon terhadap relaksasi
R: Untuk mengetahui apakah pasien mampu untuk melakukan relaksasi
atau tidak

Terapeutik
1) Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman
R: Untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien
2) Gunakan pakaian yang longgar
R: Memudahkan pasien dalam melakukan relaksasi
3) Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama

R: Paisen merasa dihargai dan pasien mampu mengikuti relaksasi


Edukasi

1) Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan jenis relaksasi yang tersedia (mis.
Music, meditasi, napas dalam, relaksasi otot progresif)
R: pasien mendapatkan informasi yang baru tentang relaksasi

2) Anjurkan mengambil posisi nyaman


R: agar pasien tetap dalam kondisi yang aman dan nyaman

3) Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksas


R: pasien dapat meraskan sensari relaksasi dengan bai

4) Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik yang dipilih


R: untuk membantu mengurangi rasa nyeri

c. Pemberian Analgesik
Observasi

1) Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, Pereda, Kualitas, Lokasi,


Intensits, Frekuensi, Durasi)

R: Mengidentifikasi dapat memudahkan dalam pemberian


intervensi dengan baik.

2) Identifikasi riwayat alergi obat

R: Mengidentifikasi riwayat alergi obat dapat mencegah keracunan obat

3) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian


analgesic

R: untuk melihat perbedaan sebelum dan setelah pemberian obat

Terapeutik
1) Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan
respons pasien

R: Dengan mentargetkan target efektifats psien dapat membantu pasien


penyembuhan

2) Dokumentasikan respons terhadap efek analgesic dan efek yang tidak


diinginkan

R: Penting untuk dilakukan pendokumentasian untuk melihat perkembangan


kondisi pasien
Edukasi

1) Jeleskan efek terapi dan efek samping obat


R: Pasien mampu mengetahui efek dari terapi dan efek samping yang
berbahaya.

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

R: Pemberian analgesic berdasarkan dosis dan jenisnya dapat meredakan


nyeri pasien
d. Terapi Murottal
Observasi
1) Identifikasi aspek yang akan difokuskan dalam terapi (mis. Stimulasi,
relaksasi, konsentrasi dan pengurangan nyeri)

R: Mengidentifikasi dapat memudahkan pemberian terapi murottal

2) Identifikasi jenis terapi yang digunakan berdasarkan keadaan dan


kemampuan pasien (mendengarkan atau membaca Al-Quran).

R: Memudahkan memilih jenis terapi yang akan diberikan kepada pasien


Terapeutik

1) Posisikan dalam posisi dan lingkungan yang nyaman


R: dengan posisi yang aman dan nyaman dapat mengurangi rasa nyeri

2) Batasi rangsangan eksternal selama terapi yangh dilakukan (mis. Lampu,


suara, pengunjung, panggilan telfon)
R: agar saat pemberian terapi murottal bisa dihayati

3) Putar rekam yang telah ditetapka


R: Pasien dapat mendengarkan dan menikmati

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan manfaat terapi


R: supaya pasien mengerti diberikan tindakan ini

2) Anjurkan memusatkan perhatian atau pikiran and pada lantunan ayat Al-
Quran
R: agar Pasien dapat mengalihkan perasaannya dan rasa nyeri dapat redah

e. Perawatan kenyamanan
Observasi

1) Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan (mis. Mual, nyeri, gatal, sesak)
R: Mengidentifikasi gejala yang tidak menyenangkan (mis. Mual, nyeri,
gatal, sesak) dapat memberikan rasa aman pada pasien
Terapeutik

1) Berikan posisi nyaman


R: Dengan posisi yang nyaman pasien dapat mengontrol rasa nyeri

2) Kompres air dingin atau air hangat


R: Dapat meredahkan nyeri
Edukasi

1) Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi


R: Supaya pasien dpat memahami dan mampu dilkakukan sendiri

2) Ajarkan latihan pernapasan


R: Mengatur pernapasan saat nyeri bisa menurunkan sensari rasa nyeri yang
dirasakan
Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian analgesic, antihistamin, jika perlu


R: Pemberian analgesic, antihistamin dapat meredahkan rasa nyeri.

2. Pola Napas Tidak Efektif


a. Manajemen jalan napas
Observasi
1) Monitor pola napas (frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2) Rasional: untuk mengetahui pola napas terkait frekuensi, irama, kedalaman
dan upaya napa.
3) Monitor bunyi napas
4) Rasional: untuk mengetahui ada atau tidak bunyi napas tambahan
5) Monitor adanya produksi sputum
6) Rasional: untuk mengetahui jumlah dan warna sputum
Terapeutik

1) Posisikan posisi semi fowler atau fowler


2) Rasional: pemberian dengan posisi semi fowler atau fowler membantu pasien
memaksimalkan ventilasi sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi melalui
proses pernapasan
3) Berikan oksigen
4) Rasional: mengurangi sesak napas pda pasien
Edukasi
1) Mengajarkan teknik batuk efektif, jika perlu.
3. Defisit Nutrisi
a. Manajemen Nutrisi :
Observasi :

1) Identifikasi status nutrisi


Rasional: Pengkajian penting dilakukan untuk mengetahui status nutrisi
pasien sehingga dapat menentukan intervensi yang diberikan.

2) Identifikasi makanan yang disukai


Rasional: membantu pasien untuk memenuhi asupan nutrisi

3) Monitor asupan makanan

Rasional: untuk mengetahui jumlah yang masuk dan jumlah yang keluar.
Terapeutik

1) Lakukan oral hygnel sebelum makan


Rasional: Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan Edukasi

2) Anjurkan posisi duduk


Rasional: Posisi duduk memberikan pasien perasaan nyaman saat makan.
Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri,


antimetic).
Rasional: Antiemetik dapat digunakan sebagai terapi farmakologis dalam
manajemen mual dengan menghambat sekres asam lambung

2) Kolaborasi ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan.
Rasional: membantu pasien untuk memenuhi jumlah nutrisi dalam tubuh

b. Manajemen Berat Badan :

Observasi

1) Monitor Berat Badan


Rasional: Pemantauan berat badan membantu dalam memantau peningkatan
dan penurunan status gizi

2) Monitor adanya mual muntah

Rasional: Mengurangi atau menghilangkan penyebab muntah.


Terapeutik

1) Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan


Rasional : Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan.
Edukasi

1) Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap terjangkau.


Rasional: Pemberian informasi yang tepat dapat membantu pasien dalam
menentukan makanan yang bergizi tinggi.

4. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan


a. Perawatan Integritas Kulit :
Observasi
1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem dan penurunan monilitas).
Rasional: Untuk mengetahui penyebab gangguan integritas kulit
Terapeutik

1) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring


Rasional: Untuk menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan

2) Gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hipoalergik pada kulit
Rasional: untuk membantu penyembuhan pada kulit
Edukasi

1) Anjurkan memakai pelembab (mis. Lotion, serum)


Rasional: Agar kulit dapat tetap dalam keadaan lembab dan mengurangi rua
semakin parah.

2) Anjurkan minum Air yang cukup


Rasional: turgor pada kulit tidak kering.
3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Rasional: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.

5. Defisit Perawatan Diri


a. Dukungan perawatan diri :
Observasi :

1) Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia

Rasional: Untuk mengetahui kebiasaan aktivitas perawatan diri pasien

2) Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias dan


makan

Rasional: Untuk mengetahui kebutuhan alat bantu kebersihan diri,


berpakaian,
Terapeutik

1) Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis. Suasana hangat, rileks, privasi).


Rasional: Membantu pasien dalam keadaan yang nyaman dan aman.

2) Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri


Rasional: Membantu pasien untuk melakukan perawatan diri seperti,
membersihkan badan, memakai pakaian, berhias dan makan sendiri.
Edukasi

1) Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan


Rasional: supaya pasien terbiasa melakukan perawatan diri dengan mandiri.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12
volume 1. Jakarta : EGC

Djoerban Z dan Djauzi S. (2014). HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran UI.

Nursalam dan Kurniawati. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi


HIV/AIDS. Salemba Medika. Jakarta

Rendy dan Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Robbins, dkk. (2011). Dasar Patologi Penyakit, Edisi 5. Jakarta : EGC

Tim pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ,
Definisi dan Indikator Diagnostik, edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia ,
Definisi dan Tindakan Keperawatan, edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia ,
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Widyanto, F. C dan Triwibowo, C. (2013). Trend Disease Trend Penyakit Saat Ini,
Jakarta: Trans Info Media
PENYIMPANGAN KDM HIV
Hubungan seks, transfusi darah, plasenta ibu menyerang keseluruh tubuh

HIV masuk dalam tubuh paru-paru terinfeksi sesak nafas sarkoma kaposi multi

organ Peredaran darah produksi mukus meningkat kelelahan otot pernafasan invasi kesaluran GI

Menginfeksi sel sasaran: sel T obstruksi jalan nafas penggunaan otot bantu pernapasan melekat dan merusak sel-sel

Perlekatan pada reseptor sel T pertukaran O2 inadekuat mukosa saluran GI

Oleh gp 120 HIV Pola napas tidak iritasi mukosa

Fusi HIV pada membran sel oleh gp 41 efektif


merangsang gerakan peristaltik

Masuk pada bagian tengah diare


sitoplasma limfosit
Kekurangan volume
transkripsi RNA virus menjadi cDNA cairan
terintegrasi ke dalam kromosom pejamu jaringan kulit
membentuk 2 untai DNA: provirus vesikel pada kulit, herpes kandidiasis oral
meninggalkan inti sel gatal bersisik lesi-lesi kutaneus ketidaknyamanan intake makanan
sitoplasma stimulasi serabut saraf nyeri turgor kulit jelek anorexia

pemotongan protein virus transmisi imfuls saraf nutrisi inadekuat


Gangguan Integritas
oleh HIV protease
Kulit Defisit Nutrisi

Anda mungkin juga menyukai