Anda di halaman 1dari 29

Keperawatan Dasar Profesi

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

Oleh :
Milawati, S. Kep
NIM: 70900121002

PERSEPTOR LAHAN PERSEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


ANGKATAN XIX FAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena


telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya berupa kesempatan, kesehatan dan
pengetahuan sehingga laporan pendahuluan dengan judul “Gangguan Kebutuhan
Oksigenasi” ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-ide serta saran dan masukannya sehingga
laporan pendahuluan ini bisa diselesaikan dan disusun dengan baik dan rapi.

Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang


sempurna, Kami berharap semoga laporan pendahuluan ini bisa menambah
pengetahuan bagi para pembaca maupun penulis sendiri. Maka dari itu kami
penulis mengharapakan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi
penyusunan laporan pendahuluan yang lebih baik lagi.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan laporan pendahuluan ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Makassar, 11 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
BAB I KONSEP KEBUTUHAN OKSIGENASI..............................................1
A. Definisi Kebutuhan Oksigen ....................................................................1
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi.....................5
C. Macam-Macam Gangguan Yang Mungkin Terjadi .................................8

BAB II KONSEP KEPERAWATAN................................................................11


A. Pengkajian ................................................................................................11
B. Diagnosa Keperawatan .............................................................................15
C. Rencana Tindakan ....................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................25
BAB I
KONSEP KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. Definisi Kebutuhan Oksigenasi


Kebutuhan dasar manusia adalah segala hal yang diperlukan oleh
manusia untuk memenuhi, menjaga dan mempertahankan kelangsungan
hidupnya. Setiap manusia mempunyai karakteristik kebutuhan yang unik,
tetapi tetap memiliki kekebutuhan dasar yang sama. Kebutuhan manusia pada
dasarnya meliputi dua kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan akan materi dan non
materi (Budiono, 2016).
Kebutuhan dasar manusia yang dirumuskan oleh Henderson dalam
(Patima et al., 2021) terdiri atas 14 poin, yaitu:
1. Bernafas normal
2. Makan dan minum cukup
3. Eliminasi
4. Bergerak dan mempertahankan sikap yang dibutuhkan (bergerak, duduk,
berbaring)
5. Tidur dan istirahat
6. Memilih, menentukan dan mengganti pakaian
7. Mempertahankan suhu tubuh normal dengan cara menyesuaikan pakaian
dan memodifikasi lingkungan
8. Mempertahankan kebersihan tubuh, penampilan yang baik, serta
melindungi kulit
9. Menghindari bahaya lingkungan dan menghindari melukai orang lain
10. Berkomunikasi dengan orang lain untuk mengekspresikan kebutuhan
dan perasaan
11. Membantu melaksanakan ibadah sesuai dengan kepercayaan
12. Melakukan pekerjaan yang dapat memberikan kepuasan
13. Bermain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi

1
14. Belajar menemukan sesuatu yang baru atau memuaskan rasa ingin tahu
yang mengarahkan ke perkembangan dan kesehatan yang normal

Kebutuhan fisiologis dalam hierarki Maslow menempati urutan yang


paling dasar, arti dalam pemenuhan kebutuhan ini seseorang tidak akan atau
belum memenuhi kebutuhan lain sebelum terpenuhinya kebutuhan
fisiologisnya. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan primer yang menjadi
syarat dasar bagi kelangsungan hidup manusia guna memelihara homeostasis
tubuh (Budiono, 2016).

Kebutuhan fisiologis ini mutlak harus terpenuhi, jika tidak dapat


berpengaruh terhadap kebutuhan lainnya. Manusia memiliki minimal delapan
macam kebutuhan fisiologis yang harus terpenuhi. Kebutuhan fisiologis
tersebut, meliputi: oksigen, cairan, nutrisi, temperatur, eliminasi, tempat
tinggal, istirahat-tidur, seksual dan lain- lain (Budiono, 2016).

Kebutuhan oksigenasi menempati urutan pertama menurut Henderson


dan Maslow yang merupakan kebutuhan fisiologi yang paling mendasar, yang
artinya merupakan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi (higher order
needs) menurut Jean Watson. Tubuh manusia sangat tergantung akan oksigen
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oksigen diperlukan oleh
tubuh memperoleh energi bagi sel- sel tubuh melalui proses metabolisme. Pada
beberapa kondisi tertentu, tubuh sering mengalami gangguan pemenuhan
oksigen secara adekuat baik secara akut maupun kronik. Gangguan ini bisa
berakibat fatal bagi seseorang dan tidak jarang sering menimbulkan kematian
(Budiono, 2016).

Oksigen (O2) adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel
tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O 2 ruangan
setiap kali bernafas. Oksigenasi adalah tindakan, proses, atau hasil
pengambilan oksigen (Tarwoto & Wartinah, 2015).
Oksigen (O2) adalah kebutuhan dasar manusia digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup, dan aktivitas
berbagai organ atau sel (Carpenito, 2012). Terapi oksigen menurut Potter &
Perry (2010) merupakan salah satu terapi pernapasan dalam mempertahankan
oksigenasi. Tujuan dari terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor
oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan
mengurangi stress pada miokardium.

Beberapa metode pemberian oksigen menurut Muttaqin (2012) adalah:

1. Low flow oxygen system


Hanya menyediakan sebagian dari udara inspirasi total pasien. Pada
umumnya sistem ini lebih nyaman untuk pasien tetapi pemberiannya
bervariasi menurut pola pernapasan pasien.

2. High flow oxygen system

Udara inspirasi total untuk pasien. Pemberian oksigen dilakukan


dengan konsisten, teratur, teliti dan tidak bervariasi dengan pola pernafasan
pasien.

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang


digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh dalam mempertahankan
hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Proses pemenuhan kebutuhan
oksigenasi menurut Uliyah & Hidayat (2021) terdiri atas tiga tahap, yaitu:
1. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari
atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara
atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin
rendah.
Demikian sebaliknya, semakin rendah tempat, tekanan udara semakin
tinggi; adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang-kempis, adanya jalan napas yang
dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai atat polos yang
kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom (terjadinya
rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga vasodilatasi
dapat terjadi, kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan kontraksi
sehingga vasokonstriksi atau proses penyempitan dapat terjadi): refleks
batuk dan muntah; dan adanya peran mukus siliaris sebagai barier atau
penangkal benda asing yang mengandung interveron dan dapat mengikat
virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah compliance dan recoil.
Compliance merupakan kemampuan paru untuk mengembang. Kemampuan
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu adanya surfaktan yang terdapat
pada lapisan alveoli yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan
adanya sisa udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps serta gangguan
toraks. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli dan disekresi
saat kita menarik napas.
Sedangkan recoil adalah kemampuan mengeluarkan CO2 atau
kontraksi menyempitnya paru. Apabila compliance baik namun recoil
terganggu, maka CO2 tidak dapat keluar secara maksimal. Pusat
pernapasan, yaitu medula oblongata dan pons, dapat memengaruhi proses
ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan merangsang pusat pernapasan.
Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHg dapat merangsang pusat pernapasan dan
bila pCO2 kurang dari sama dengan 80 mmHg dapat menyebabkan depresi pusat
pernapasan.
2. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kapiler paru dan CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luasnya permukaan paru, tebal
membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial (keduanya dapat memengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini
sebagaimana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah karena tekanan O2 dalam
rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis,
masuk dalam darah secara difusi, pCO2 dalam arteri pulmonalis akan
berdifusi ke dalam alveoli dan afinitas gas (kemampuan menembus dan
saling mengikat hemoglobin-Hb).
3. Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke
jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi,
O2 akan berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut
dalam plasma (3%). Sedangkan CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk
karbominohemoglobin (30%), larut dalam plasma (5%) dan sebagian
menjadi HCO3 yang berada dalam darah (65%).

Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah


jantung (cardiac output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise),
perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta
eritrosit dan kadar Hb.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi
Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut
Hidayat (2021) antara lain sebagai berikut:
1. Saraf Otonomik
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat
memengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat
terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan, ujung
saraf dapat mengeluarkan neurotransmiter untuk simpatis dapat
mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada bronkodilatasi dan
untuk parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh pada
bronkokonstriksi karena pada saluran pernapasan terdapat reseptor
adrenergik dan reseptor kolinergik.
2. Alergi pada Saluran Napas
Debu yang terdapat dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk
benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Faktor-faktor ini
menyebabkan bersin bila terdapat rangsangan di daerah nasal, batuk bila di
saluran pernapasan bagian atas; bronkokonstriksi pada asma bronkial; dan
rinitis bila terdapat di saluran pernapasan bagian bawah.
3. Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat memengaruhi jumlah kebutuhan
oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia
perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia prematur, yaitu adanya
kecenderungan kekurangan pembentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh
dewasa, kemampuan kematangan organ berkembang seiring bertambahnya
usia.
4. Lingkungan
a. Ketinggian tempat
Tempat lebih tinggi mempunyai tekanan O2 lebih rendah, sehingga
darah arteri mempunyai tekanan O2 yang rendah. Akibatnya, orang di
dataran tinggi mempunyai pernapasan dan denyut nadi yang meningkat
dan peningkatan kedalaman napas.
b. Polusi udara
Polutan (hidrokarbon, oksidan) bercampur dengan oksigen
membahayakan paru. Karbon monoksida menghambat ikatan O2 dalam
Hb. Polutan menyebabkan peningkatan produksi mukus, bronkhitis dan
asma.
c. Alergen
Alergen (pollen, debu, makanan) menyebabkan jalan napas sempit
akibat udem, produksi mukus meningkat dan bronkhospasme. Hal ini
menyebabkan kesulitan bernapas sehingga meningkatkan kebutuhan
oksigen.
d. Suhu
Panas menyebabkan delatasi pembuluh darah perifer yang
mengakibatkan aliran darah ke kulit dan meningkatkan sejumlah panas
yang hilang dari permukaan tubuh. Vasodilatasi kapiler menurunkan
resistensi atau hambatan aliran darah. Respons jantung meningkatkan
output untuk mempertahankan tekanan darah. Peningkatan cardiac
output membutuhkan tambahan oksigen sehingga kedalaman napas
meningkat. Lingkungan yang dingin menyebabkan kapiler perifer
kontriksi, sehingga meningkatkan tekanan darah yang menurunkan kerja
jantung dan menurunkan kebutuhan oksigen.
5. Perilaku
a. Merokok
Perokok lebih banyak mengalami emfisema, bronkhitis kronis, Ca
paru, Ca mulut, dan penyakit kardiovaskular daripada yang bukan
perokok. Rokok dapat menghasilkan banyak mukus dan memperlambat
gerakan mukosilia, yang akan menghambat gerakan mukus dan dapat
menyebabkan sumbatan jalan napas, penumpukan bakteri dan infeksi,
sehingga menyebabkan pernapasan lebih cepat.
b. Obat-obatan dan alkohol
Barbiturat, narkotik, beberapa sedative, dan alkohol dosis tinggi dapat
menekan sistem syaraf pusat dan menyebabkan penurunan pernapasan.
Alkohol menekan refleks yang melindungi jalan napas, sehingga orang
yang teracuni alkohol dapat muntah, teraspirasi isi lambung ke paru dan
menyebabkan pneumonia.
c. Nutrisi
Kalori dan protein diperlukan untuk kekuatan otot pernapasan dan
memelihara sistem imun. Cairan diperlukan untuk mengencerkan dan
mengeluarkan sekresi sehingga kepatenan jalan napas terjaga. Pada
obesitas, gerakan paru terbatas khususnya pada posisi berbaring,
menyebabkan pernapasan cepat dan dangkal, sehingga kebutuhan
oksigen meningkat.
d. Aktivitas
Aktivitas meningkatkan pernapasan dan kebutuhan oksigen dalam
tubuh. Mekanisme yang mendasarinya tidak banyak diketahui. Walaupun
demikian hal ini menerangkan bahwa beberapa faktor yang terlibat di
dalamnya antara lain kimiawi, neural dan perubahan suhu.

C. Macam-Macam Gangguan yang Mungkin Terjadi


1. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan
kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan
penggunaan oksigen dalam tingkat sel, ditandai dengan adanya warna
kebiruan pada kulit (sianosis). Secara umum, terjadinya hipoksia disebabkan
oleh menurunnya kadar Hb, menurunnya difusi O2 dari alveoli ke dalam
darah, menurunnya perfusi jaringan, atau gangguan ventilasi yang dapat
menurunkan konsentrasi oksigen (Hidayat, 2021).
2. Perubahan Pola Pernapasan
a. Takipnea, merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari 24
kali per menit. Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan atelektasis
atau terjadinya emboli.

b. Bradipnea, merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari


sepuluh kali per menit. Pola ini dapat ditemukan dalam keadaan
peningkatan tekanan intrakranial yang disertai narkotik atau sedatif.

c. Hiperventilasi, merupakan cara tubuh dalam mengompensasi


peningkatan jumlah oksigen dalam paru agar pernapasan lebih cepat dan
dalam. Proses ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi, napas
pendek, nyeri dada, menurunnya konsentrasi CO2, dan lain-lain. Keadaan
demikian dapat disebabkan oleh adanya infeksi, keseimbangan asam
basa, atau gangguan psikologis. Hiperventilasi dapat menyebabkan
hipokapnia, yaitu berkurangnya CO2 tubuh di bawah batas normal,
sehingga rangsangan terhadap pusat pernapasan menurun.

d. Pernapasan kusmaul, merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang


dapat ditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolik.

e. Hipoventilasi, merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan


karbondioksida dengan cukup yang dilakukan pada saat ventilasi
alveolar serta tidak cukupnya penggunaan oksigen yang ditandai
dengan adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, atau
ketidakseimbangan elektrolit yang dapat terjadi akibat atelektasis,
lumpuhnya otot-otot pernapasan, depresi pusat pernapasan, eningkatan
tahanan jalan udara, penurunan tahanan jaringan paru dan toraks, serta
penurunan compliance paru dan toraks. Keadaan demikian dapat
menyebabkan hiperkapnia, yaitu retensi CO2 dalam tubuh sehingga pCo2
meningkat (akibat hipoventilasi) dan mengakibatkan depresi susunan saraf
pusat.

f. Dispnea, merupakan perasaan sesak dan berat saat bernapas. Hal ini
dapat disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah/jaringan,
kerja berat/berlebihan, dan pengaruh psikis.

g. Ortopnea, merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk


atau berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang
mengalami kongestif paru.

h. Cheyne-stokes, merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya


mula-mula naik, turun, berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.

i. Pernapasan paradoksial, merupakan pernapasan yang ditandai dengan


pergerakan dinding paru yang berlawanan arah dari keadaan normal,
sering ditemukan pada keadaan atelektasis.

j. Pernapasan biot, merupakan pemapasan dengan irama yang mirip


dengan cheyne-stokes, tetapi amplitudonya tidak teratur. Pola ini
sering dijumpai pada rangsangan selaput otak, tekanan intrakranial
yang meningkat, trauma kepala, dan lain-lain.

k. Stridor, merupakan pemapasan bising yang terjadi karena


penyempitan pada saluran pernapasan. Pola ini pada umumnya
ditemukan pada kasus spasme trakea atau obstruksi laring (Uliyah &
Hidayat, 2021).
BAB II
RENCANA ASUHAN KLIEN DENGAN
GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
a. Keletihan (Fatigue)
Klien melaporkan bahwa ia kehilangan daya tahan. Untuk mengukur
keletihan secara objektif, klien diminta untuk menilai keletihan dengan
skala 1 – 10.

b. Dispnea
Dispnea merupakan tanda klinis hipoksia dan termanifestasi dengan
sesak napas, yaitu pernapasan sulit dan tidak nyaman. Tanda klinis
dispnea, seperti usaha napas berlebihan, penggunaan otot bantu napas,
pernapasan cuping hidung, peningkatan frekuensi dan kedalaman
pernapasan, napas pendek. Skala analog visual dapat membantu klien
membuat pengkajian objektif dispnea, yaitu garis vertikal dengan skala
0-100 mm. Saat terjadinya dispnea (bernapas disertai usaha napas,
sedang stres, infeksi saluran napas, saat berbaring datar/orthopnea).

c. Batuk
Batuk merupakan pengeluaran udara dari paru yang tiba-tiba dan
dapat didengar. Batuk merupakan refleks untuk membersihkan trakhea,
bronkhus, dan paru untuk melindungi organ tersebut dari iritan dan
sekresi. Pada sinusitis kronis, batuk terjadi pada awal pagi atau segera
setelah bangun tidur, untuk membersihkan lendir jalan napas yang
berasal dari drainage sinus. Pada bronkhitis kronis umumnya batuk
sepanjang hari karena produksi sputum sepanjang hari, akibat akumulasi
sputum yang menempel di jalan napas dan disebabkan oleh penurunan
mobilitas. Perawat mengidentifikasi apakah batuk produktif atau tidak,
frekuensi batuk, sputum (jenis, jumlah, mengandung darah/hemoptisis).

d. Mengi (Wheezing)
Wheezing ditandai dengan bunyi bernada tinggi, akibat gerakan udara
berkecepatan tinggi melalui jalan napas yang sempit. Wheezing dapat
terjadi saat inspirasi, ekspirasi, atau keduanya. Wheezing dikaitkan
dengan asma, bronkhitis akut, atau pneumonia.
e. Nyeri
Nyeri dada perlu dievaluasi dengan memperhatikan lokasi, durasi,
radiasi, dan frekuensi nyeri. Nyeri dapat timbul setelah latihan fisik,
rauma iga, dan rangkaian batuk yang berlangsung lama. Nyeri
diperburuk oleh gerakan inspirasi dan kadang-kadang dengan mudah
dipersepsikan sebagai nyeri dada pleuritik.
f. Pemaparan Geografi atau Lingkungan
Pemaparan lingkungan didapat dari asap rokok (pasif/aktif), karbon
monoksida (asap perapian/cerobong), dan radon (radioaktif). Riwayat
pekerjaan berhubungan dengan asbestosis, batubara, serat kapas, atau
inhalasi kimia.
g. Infeksi Pernapasan
Riwayat keperawatan berisi tentang frekuensi dan durasi infeksi
saluran pernapasan. Flu dapat mengakibatkan bronkhitis dan pneumonia.
Pemaparan tuberkulosis dan hasil tes tuberkulin, risiko infeksi HIV
dengan gejala infeksi pneumocystic carinii atau infeksi mikobakterium
pneumonia perlu dikaji.
h. Faktor risiko
Riwayat keluarga dengan tuberkulosis, kanker paru, penyakit
kardiovaskular, penyakt ginjal merupakan faktor risiko bagi klien.
i. Obat-obatan
Komponen ini mencakup obat yang diresepkan, obat yang dibeli
secara bebas, dan obat yang tidak legal. Obat tersebut mungkin memiliki
efek yang merugikan akibat kerja obat itu sendiri atau karena interaksi
dengan obat lain. Obat ini mungkin mempunyai efek racun dan dapat
merusak fungsi kardiopulmoner (Rahayu & Harnanto, 2016).

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menurut Rahayu & Harnanto (2016) dilakukan
dengan:
a. Inspeksi
Observasi dari kepala sampai ujung kaki untuk mengkaji kulit dan
warna membran mukosa (pucat, sianosis), penampilan umum, tingkat
kesadaran (gelisah), keadekuatan sirkulasi sistemik, pola pernapasan, dan
gerakan dinding dada.
b. Palpasi
Dengan palpasi dada, dapat diketahui jenis dan jumlah kerja thoraks,
daerah nyeri tekan, taktil fremitus, getaran dada (thrill), angkat dada
(heaves), dan titik impuls jantung maksimal, adanya massa di aksila dan
payudara. Palpasi ekstremitas untuk mengetahui sirkulasi perifer, nadi
perifer (takhikardia), suhu kulit, warna, dan pengisian kapiler.
c. Perkusi
Perkusi untuk mengetahui adanya udara, cairan, atau benda padat di
jaringan. Lima nada perkusi adalah resonansi, hiperresonansi, redup,
datar, timpani.
d. Auskultasi
Auskultasi untuk mendengarkan bunyi paru. Pemeriksa harus
mengidentifikasi lokasi, radiasi, intensitas, nada, dan kualitas. Auskultasi
bunyi paru dilakukan dengan mendengarkan gerakan udara di sepanjang
lapang paru: anterior, posterior, dan lateral. Suara napas tambahan
terdengar jika paru mengalami kolaps, terdapat cairan, atau obstruksi.
3. Pemeriksaan Penunjang
Rahayu & Harnanto (2016) mengemukakan bahwa pemeriksaan
diagnostik dilakukan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi.
a. Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan fungsi paru dilakukan dengan menggunakan spirometer.
Klien bernapas melalui masker mulut yang dihubungkan dengan
spirometer. Pengukuran yang dilakukan mencakup volume tidal (Vт),
volume residual (RV), kapasitas residual fungsional (FRC), kapasitas
vital (VC), kapasitas paru total (TLC).
b. Kecepatan Aliran Ekspirasi Puncak (Peak Expiratory Flow Rate/PEFR)
PEFR adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi
maksimal dan titik ini mencerminkan terjadinya perubahan ukuran jalan
napas menjadi besar.
c. Pemeriksaan Gas Darah Arteri
Pengukuran gas darah untuk menentukan konsentrasi hidrogen (H+),
tekanan parsial oksigen (PaO2) dan karbon dioksida (PaCO2), dan
saturasi oksihemoglobin (SaO2), pH, HCO3-.
d. Oksimetri
Oksimetri digunakan untuk mengukur saturasi oksigen kapiler (SpO2),
yaitu persentase hemoglobin yang disaturasi oksigen.
e. Hitung Darah Lengkap
Darah vena untuk mengetahui jumlah darah lengkap meliputi
hemoglobin, hematokrit, leukosit, eritrosit, dan perbedaan sel darah
merah dan sel darah putih.
f. Pemeriksaan sinar X dada
Sinar X dada untuk mengobservasi lapang paru untuk mendeteksi
adanya cairan (pneumonia), massa (kanker paru), fraktur (klavikula dan
costae), proses abnormal (TBC).
g. Bronkoskopi
Bronkoskopi dilakukan untuk memperoleh sampel biopsi dan cairan
dan untuk mengangkat plak lendir atau benda asing yang menghambat
jalan napas.
h. CT Scan
CT Scan dapat mengidentifikasi massa abnormal melalui ukuran
dan lokasi, tetapi tidak dapat mengidentifikasi tipe jaringan.

i. Kultur Tenggorok

Kultur tenggorok menentukan adanya mikroorganisme


patogenik, dan sensitivitas terhadap antibiotik.

j. Spesimen Sputum

Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisme


berkembang dalam sputum, resistensi, dan sensitivitas terhadap obat.
k. Skin Tes
Untuk menentukan adanya bakteri, jamur, penyakit paru dan TB.
l. Torasentesis
Torasentesis merupakan perforasi bedah dinding dada dan ruang
pleura dengan jarum untuk mengaspirasi cairan untuk tujuan diagnostik,
tujuan terapeutik atau untuk mengangkat spesimen untuk biopsi.
B. Diagnosis Keperawatan yang Mungkin Muncul
Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada pasien dengan gangguan
kebutuhan oksigenasi menurut Rahayu & Harnanto (2016) yang bersumber
dari buku Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) adalah:
1. Diagnosis 1 : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
a. Definisi : Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
b. Batasan Karakteristik

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif Objektif
tidak tersedia Batuk tidak efektif
Tidak mampu batuk
Sputum berlebih
Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Dispnea Gelisah
Sulit bicara Sianosis
Ortopnea Bunyi napas menurun
Frekuensi napas berubah
Pola napas berubah

c. Faktor yang Berhubungan


1) Fisiologis:
a) Spasme jalan napas
b) Hipersekresi jalan napas
c) Disfungsi neuromuskuler
d) Benda asing dalam jalan napas
e) Adanya jalan napas buatan
f) Sekresi yang tertahan
g) Hiperplasia dinding jalan napas
h) Proses infeksi
i) Respon alergi
j) Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
2) Situasional:
a) Merokok aktif
b) Merokok pasif
c) Terpajan polutan
2. Diagnosis 2 : Gangguan Pertukaran Gas
a. Definisi : Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau
eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
b. Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Dispnea PCO2 meningkat/menurun
PO2 menurun
Takikardia
pH arteri meningkat/menurun
Bunyi napas tambahan
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Pusing Sianosis
Penglihatan kabur Diaforesis
Gelisah
Napas cuping hidung
Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/iregular,
dalam/dangkal)
Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan)
Kesadaran menurun

c. Faktor yang Berhubungan


1) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2) Perubahan membran alveolus-kapiler

3. Diagnosis 3 : Pola Napas Tidak Efektif


a. Definisi : Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
b. Batasan Karakteristik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Dispnea Penggunaan otot bantu pernapasan
Fase ekspirasi memanjang
Pola napas abnormal (mis. takipnea.
bradipnea, hiperventilasi kussmaul cheyne-
stokes)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Ortopnea Pernapasan pursed-lip
Pernapasan cuping hidung
Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
Ventilasi semenit menurun
Kapasitas vital menurun
Tekanan ekspirasi menurun
Tekanan inspirasi menurun
Ekskursi dada berubah

c. Faktor yang Berhubungan


1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuscular
6) Gangguan neurologis (mis elektroensefalogram [EEG] positif,
cedera kepala ganguan kejang)
7) Imaturitas neurologis
8) Penurunan energi
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11) Sindrom hipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf CS ke atas)
13) Cedera pada medula spinalis
14) Efek agen farmakologis
15) Kecemasan

C. Perencanaan
1. Diagnosis 1 : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan Bersihan jalan napas meningkat dengan Kriteria Hasil:
Batuk efektif meningkat
Sputum berlebih menurun
Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering menurun
b. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Pemantauan Respirasi Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan
Observasi atelectasis, ronkhi mengi menunjukkan
Monitor frekuensi, irama, kedalaman, akumulasi secret, ketidakmampuan untuk
dan upaya nafas membersihkan jalan napas menimbulkan
penggunaan otot bantu pernapasan dan
peningkatan kerja napas

Monitor pola nafas (seperti bradipnea, Untuk mengetahui perkembangan status


takipnea, hiperventilasi, kesehatan pasien
Kussmaul, Cheyne-Stokes,
Biot, ataksik)
Monitor kemampuan batuk efektif Batuk efektif dapat mengeluarkan dahak
(bila ada)
Monitor adanya produksi sputum Untuk memastikan adanya sputum di saluran
napas dan mengetahui seberapa parah
kondisi pasien
Monitor adanya sumbatan jalan nafas Mengetahui adanya suara napas tambahan
dan keefektifan jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi paru Mengetahui kesimetrisan ekspansi paru
Auskultasi bunyi nafas Mengetahui adanya suara napas tambahan
Monitor saturasi oksigen Mengetahui adanya perubahan nilai SpO2
Monitor nilai AGD Untuk mengukur jumlah oksigen dan
karbondioksida dalam darah dan
menentukan tingkat keasaman atau pH darah
Monitor hasil X-ray toraks Mengetahui keadaan paru pasien
Teraupetik Mengetahui keadaaan napas pasien apakah
Atur interval pemantauan respirasi teratur atau tidak
sesuai kondisi pasien

Dokumentasi hasil pemantauan Sebagai sarana untuk melakukan evaluasi


terhadap tindakan yang telah dilakukan
Edukasi
Memberikan pemahaman mengenai manfaat
Jelaskan tujuan dan prosedur
tindakan yang dilakukan
pemantauan

Informasikan hasil pemantauan, jika Untuk menginformasikan hasil tindakan


perlu yang telah dilakukan

2. Diagnosis 2 : Gangguan Pertukaran Gas


a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan Pertukaran gas meningkat dengan Kriteria Hasil:
Dispnea menurun
Bunyi napas tambahan menurun

Takikardia menurun
PCO2 membaik
PO2 membaik
pH arteri membaik
b. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Terapi Oksigen
Untuk melihat ada tidaknya aliran
Observasi
oksigen yang masuk
Monitor kecepatan aliran oksigen

Monitor posisi alat terapi oksigen Untuk mengetahui apakah alat yang
digunakan pasien sudah tepat
Monitor aliran oksigen secara periodic Memaksimalkan kebutuhan oksigen yang
dan pastikan fraksi yang diberikan cukup dibutuhkan pasien
Monitor kemampuan melepaskan oksigen Melihat kemandirian pasien dalam
saat makan pemasangan oksigen
Monitor tanda-tanda hipoventilasi Untuk mengetahui terjadinya gangguan
hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala toksikasi Untuk mengetahui kelainan toksikasi
oksigen dan atelektasis oksigen dan atelektasis
Monitor tingkat kecemasan akibat terapi Untuk mengetahui tingkat kecemasan
oksigen saat terapi oksigen
Monitor integritas mukosa hidung akibat Untuk mengetahui adanya kelainan
pemasangan oksigen akibat pemasangan oksigen
Teraupetik
Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan Mencegah obstruksi respirasi
trachea, jika perlu
Pertahankan kepatenan jalan napas Pasien dapat bernapas dengan mudah
Berikan oksigen tambahan, jika perlu Memaksimalkan bernapas dan
menurunkan kerja napas
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga cara Untuk memudahkan menggunakan
menggunakan oksigen di rumah oksigen perawatan di rumah
Kolaborasi
Untuk menentukan berapa dosis oksigen
Kolaborasi penentuan dosis oksigen
yang diberikan

Kolaborasi penggunaan oksigen saat Untuk memenuhi kebutuhan oksigen


aktivitas dan/atau tidur pasien

3. Diagnosis 3 : Pola Napas Tidak Efektif


a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam, diharapkan Pola napas membaik dengan Kriteria Hasil:
Dispnea menurun
Penggunaan otot bantu napas menurun
Pemanjangan fase ekspirasi menurun
Frekuensi napas membaik
Kedalaman napas membaik
b. Intervensi Keperawatan dan Rasional
Intervensi Keperawatan Rasional
Manajemen Jalan Napas
Observasi Penurunan bunyi napas dapat
Monitor pola napas (frekuensi, menunjukkan atelectasis, ronkhi
kedalaman, usaha napas) mengi menunjukkan akumulasi secret,
ketidakmampuan membersihkan
jalan napas menimbulkan penggunaan
otot bantu dan peningkatan kerja napas
Monitor bunyi napas tambahan (mis. Mengetahui ada tidaknya suara napas
Gurgling, mengi, ronkhi kering) tambahan yang menghalangi jalan napas
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Untuk mengetahui seberapa parah kondisi
pasien
Teraupetik
Pertahankan kepatenan jalan napas Untuk mempertahankan dan memelihara
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw- kepatenan jalan napas
thrust
jika curiga trauma cervical)
Posisikan semi-Fowler atau Fowler Untuk memudahkan pasien dalam
bernapas
Berikan minum hangat Untuk mengencerkan secret dan
memudahkan dalam bernapas
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu Membantu membersihkan dan
mengelurkan sekret serta melonggarkan
jalan napas
Lakukan penghisapan lendir kurang dari Mengurangi sesak, melonggarkan jalan
15 detik
napas dan mengencerkan sekret
Lakukan hiperoksigenasi sebelum Menghindari hipoksemi akibat suction
penghisapan endotrakeal
Keluarkan sumbatan benda padat dengan Membebaskan sumbatan dari benda padat
forsepMcGill
Berikan oksigen, jika perlu Untuk mencegah kegagalan napas
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, Untuk mengganti cairan tubuh
jika tidak kontraindikasi
Ajarkan teknik batuk efektif Batuk efektif dapat mengelurakan dahak
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, Pemberian obat bronkodilator untuk
ekspektoran, mukolitik, jika perlu melebarkan jalan napas, ekspektoran obat
untuk merangsang pengeluaran sputum,
mukolitik membuat hancur formasi
sputum atau tidak lagi bersifat kental
DAFTAR PUSTAKA
Budiono. (2016). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.

Carpenito, L. J. (2012). Buku Saku: Diagnosa Keperawatan, Edisi 10, Alih


Bahasa Yasmin Asih. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. A. (2021). Keperawatan Dasar 1 untuk Pendidikan Ners. e-


book keperawatan: Health Books Publishing.

Muttaqin. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Patima, Risnah, & Musdalifah. (2021). Buku Panduan Kegiatan Mahasiswa


Ners Angkatan XIX UIN Alauddin Makassar: Keperawatan Dasar
Profesi. Gowa: Tim Keperawatan Dasar Ners Angkatan XIX UIN
Alauddin Makassar.

Potter & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Edisi 3. Jakarta: Salemba


Medika.

Rahayu, S., & Harnanto, A. M. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia II.


Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan.

Tarwoto, & Wartinah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan .
Edisi :4. Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: DPP PPNI.

Uliyah, M., & Hidayat, A. A. (2021). Keperawatan Dasar 1 untuk


Pendidikan Vokasi. e-book keperawatan: Health Books Publishing.

Anda mungkin juga menyukai