Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


AIDS (Acquired lmmunodeficiency Sydrome) adalah sindrom atau kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang
diakibatkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus). Penyakit ini pertama kali
ditemukan pada tahun 1981 di Amerika Serikat dan sampai saat ini telah menyerang
sebagian besar negara didunia. Penyakit ini berkembang secara pandemi, menyerang
baik negara maju maupun negara yang sedang berkembang.
Penyakit HIV/AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam
waktu singkat terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin
banyak negara. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS
sehingga menyebabkan berbagai krisis secara bersamaan, menyebabkan krisis
kesehatan, krisis pembangunan negara, krisis pendidikan, ekonomi dan juga
krisis kemanusiaan.
Data jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia pada dasarnya bukanlah
merupakan gambaran jumlah penderita yang sebenarnya. Pada penyakit ini
berlaku teori Gunung Es dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian
kecil dari yang semestinya. Untuk itu WHO mengestimasikan bahwa dibalik 1
penderita yang terinfeksi telah terdapat kurang lebih 100-200 penderita
HIV/AIDS yang belum diketahui.
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatitits
adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat di sebabkan
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat obatan serta bahan
bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).
Antigen permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen,
HBsAg) merupakan material permukaan dari virus hepatitis B. Pada awalnya
antigen ini dinamakan antigen Australia karena pertama kalinya diisolasi oleh
seorang dokter peneliti Amerika, Baruch S. Blumberg dari serum orang
Australia.

1
HBsAg merupakan petanda serologik infeksi virus hepatitis B pertama
yang muncul di dalam serum dan mulai terdeteksi antara 1 sampai 12 minggu
pasca infeksi, mendahului munculnya gejala klinik serta meningkatnya SGPT.
Selanjutnya HBsAg merupakan satu-satunya petanda serologik selama 3 5
minggu. Pada kasus yang sembuh, HBsAg akan hilang antara 3 sampai 6
bulan pasca infeksi sedangkan pada kasus kronis, HBsAg akan tetap terdeteksi
sampai lebih dari 6 bulan. HBsAg positif yang persisten lebih dari 6 bulan
didefinisikan sebagai pembawa (carrier). Sekitar 10% penderita yang memiliki
HBsAg positif adalah carrier, dan hasil uji dapat tetap positif selam bertahun-
tahun.

1.2 TUJUAN
1. Untuk mempelajari pemeriksaan HIV menggunakan metode stik (rapid
test strip)
2. Untuk mempelajari pemeriksaan HbsAg menggunakan metode stik (rapid
test strip)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. HIV & AIDS


1. Definisi
AIDS dapat diartikan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan
oleh menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk dalam famili retroviridae.
Penyakit ini ditandai oleh infeksi oportunistik dan atau beberapa jenis
keganasan tertentu. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
HIV/AIDS dapat juga dapat berupa sindrom akibat defisiensi imunitas
seluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi
oportunistik dan keganasan berakibat fatal. Munculnya sindrom ini erat
hubungannya dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh dimana proses ini
tidak terjadi seketika melainkan sekitar 5-10 tahun.
2. Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh
Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika
Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan
internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV. HIV terdiri
dari 2 tipe yaitu virus HIV-1 dan HIV-2. Keduanya merupakan virus RNA
(Ribonucleic Acid) yang termasuk retrovirus dan lentivirus.
Karakteristik HIV:
a. Tidak dapat hidup di luar tubuh manusia
b. Merupakan virus yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia
c. Kerusakan sistem kekebalan tubuh menimbulkan kerentanan terhadap
infeksi penyakit
d. Semua orang dapat terinfeksi HIV
e. Orang dengan HIV + terlihat sehat dan merasa sehat

3
f. Orang dengan HIV + tidak tahu bahwa dirinya sudah terinfeksi HIV
g. Seorang pengidap HIV yang belum menunjukkan gejala dapat menularkan
kepada orang lain. Satu-satunya cara untuk mendapatkan kepastian infeksi
HIV yaitu dengan tes darah.
Virus HIV termasuk virus RNA positif yang berkapsul. Diameternya
sekitar 100 nm dan mengandung dua salinan genom RNA yang dilapisi oleh
protein nukleokapsid seperti terlihat pada gambar 2.3.1. Pada permukaan
kapsul virus terdapat glikoprotein transmembran gp41 dan glikoprotein
permukaan gp120. Di antara nukleokapsid dan kapsul virus terdapat matriks
protein. Selain itu juga terdapat tiga protein spesifik untuk virus HIV, yaitu
enzim reverse transkriptase (RT), protease (PR), dan integrase (IN).
Retrovirus juga memiliki sejumlah gen spesifik sesuai dengan spesies
virusnya, antara lain gag (fungsi struktural virus), pol (fungsi struktural dan
sintesis DNA), serta env (untuk fusi kapsul virus dengan membran plasma sel
pejamu).

Gambar : Struktur virus HIV


Infeksi HIV terjadi saat HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T
helper dengan melekatkan dirinya pada protein permukaan CD4+. CD4+
berikatan dengan gp120 berupa glikoprotein yang terdapat pada selubung
virus HIV. Setelah terjadi ikatan maka RNA virus masuk kedalam sitoplasma
sel dan berubah menjadi DNA dengan bantuan enzim RT. Setelah terbentuk

4
DNA, virus menerobos masuk kedalam inti sel. Dalam inti sel, DNA HIV
disatukan pada DNA sel yang terinfeksi dengan bantuan enzim integrase.
Waktu sel yang terinfeksi menggandakan diri, DNA HIV diaktifkan dan
membuat bahan baku untuk virus baru. Virus yang belum matang mendesak
ke luar sel yang terinfeksi dengan proses yang disebut budding atau tonjolan.
Virus yang belum matang melepaskan diri dari sel yang terinfeksi. Setelah
melepaskan diri, virus baru menjadi matang dengan terpotongnya bahan baku
oleh enzim protease dan kemudian dirakit menjadi virus yang siap bekerja.
3. Cara Penularan
Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yakni transmisi
melalui mukosa genital (hubungan seksual) transmisi langsung ke peredaran
darah melalui jarum suntik yang terkontaminasi atau melalui komponen darah
yang terkontaminasi, dan transmisi vertikal dari ibu ke janin, transfusi darah
yang sudah terkontaminasi, tatoatau tindik. CDC pernah melaporkan adanya
penularan HIV pada petugas kesehatan.
Tabel 1 : Risiko penularan HIV dari cairan tubuh
.
Risiko tinggi Risiko masih sulit Risiko rendah selama
ditentukan tidak terkontaminasi
darah

Darah, serum Cairan amnion Mukosa seriks


Semen Cairan serebrospinal Muntah
Sputum Cairan pleura Feses
Sekresi vagina Cairan peritoneal Saliva
Cairan perikardial Keringat
Cairan synovial Air mata
Urin

Sebenarnya risiko penularan HIV melalui tusukan jarum maupun


percikan cairan darah sangat rendah. Risiko penularan melalui perlukaan kulit
(misal akibat tusukan jarum atau luka karena benda tajam yang tercemar HIV)

5
hanya sekitar 0,3% sedangkan risiko penularan akibat terpercik cairan tubuh
yang tercemar HIV pada mukosa sebesar 0,09%. (Djauzi S dkk, 2002).
4. Tanda dan Gejala
Gejala mayor :
- Berat badan turun > 10% dalam 1 bulan/lebih.
- Diare kronis > 1 bulan
- Demam berkepanjangan > 1 bulan
- Kesadaran menurun dan gangguan neurologis
- Demensia / HIV ensefalopati
Gejala minor :
- Batuk menetap > 1 bulan
- Adanya herpes zoster multisegmental dan beberapa herpes zoster berulang
- Kandidiasis orofaringeal
- Herpes simplek kronis progresif
- Limfadenopati generalisata
- Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
- Retinitis virus sitomegalo
Gejala dan tanda menurut WHO
a. Stadium klinis 1
o Asimtomatik
o Limfadenopati generalisata
o Skala penampilan 1 : asimtomatik dan aktivitas normal
b. Stadium klinis 2
o Berat badan turun < 10%
o Manifestasi mukokutaneus ringan (kelainan selaput lender dan
kulit) seperti gatal, jamur, sariawan sudut mulut, herpes zoster.
o Infeksi saluran pernafasan atas berulang
o Skala penampilan 2 : simptomatik, aktifitas normal
c. Stadium klinis 3
o Berat badan turun > 10%
o Diare berkepanjangan > 1bulan

6
o Jamur pada mulut
o TB paru
o Infeksi bacterial berat
o Skala penampilan 3 : < 50% dalam masa 1 bulan terakhir terbaring
d. Stadium klinis 4
o kelemahan
o jamur pada mulut dan kerongkongan
o radang paru, TB ekstra paru
o radang gastrointestinal (diare kriptosporidiosis > 1 bln)
o kanker kulit (sarcoma kaposi)
o radang otak (toksoplasmosis, ensefalopati HIV)
o skala penampilan 4 : terbaring ditempat tidur > 50% dalam masa 1
bulan terakhir
Di Indonesia, diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi
dibuat apabila menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya
didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor
5. Diagnosis
- ANAMNESIS
Identitas, pekerjaan, tempat tinggal seperti Papua, riwayat hubungan seksual,
penggunaan narkotika khususnya suntik, serta keluhan, gejala dan tanda yang
terlihat.
- PEMERIKASAAN FISIK
Pada kasus ini ditemukan adanya bercak-bercak merah tak gatal, lidah tampak
bercak putih, dan nafas bau.
- PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium untuk tes HIV
Sesuai dengan panduan nasional : menggunakan strategi 3
Didahului konseling pra tes/informasi singkat
Ketiga tes menggunakan reagen tes cepat/ELISA
Tes pertama (A1) : tes dengan sensitifitas tinggi (> 99%)
A2 dan A3 : tes dengan spesifisitas tinggi (> 99%)

7
Antibodi biasanya baru terdeteksi dalam 2 minggu-3 bulan setelah
terinfeksi HIV (masa jendela)
Bila tes HIV selama masa jendela negatif perlu dilakukan tes ulang
a. Uji ELISA (Enthyme Linked Immunosurgen Assay), dengan sediaan
darah.
Dinyatakan positif bila :
1. Pemeriksaan tes ELISA / rapid test 3x dengan
kandungan reagen yang berbeda memberi hasil
positif
2. Pemeriksaan tes ELISA 1x dan konfirmasi dengan
western bolt memberi hasil positif
3. Pemeriksaan rapid test (abbot diagnostic) 1x dan
konfirmasi dengan western bolt memberi hasil
positif
Pemeriksaan antibodi
Pemeriksaan kultur / biakan
PCR-HIV RNA
Antigen P-24
b. Uji Immunoblot atau Westery blot
- Tes cairan oral
- Tes urine.
c. Biakan virus, pengukuran antigen p24, dan pengukuran DNA dan
RNA

8
Alur Pemerikaan Laboratorium Infeksi HIV Dewasa
7. Penatalaksanaan
HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara
total. Namun data selam 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat
meyakinkan bahwa pegobatan dengan menggunakan kombinasi beberapa obat

9
anti HIV bermanfaat untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat
infeksi HIV. . (Djoerban Z dkk,2006)
PENATALAKSANAAN SETELAH DIAGNOSIS HIV DITEGAKKAN
Prinsip penatalaksanaan pada ODHA :
Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat
antiretroviral (ARV)
Pengobatan untuk mengatasi infeksi HIV/AIDS seperti jamur, TB,
hepatitis, toksoplasma, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks
Pengobatan suportif : makanan dengan gizi yang lebih baik, tidur
yang cukup, menjaga kebersihan dan dukungan psikososial
Setelah dinyatakan pasien terinfeksi HIV dilakukan penilaian, berupa :
Penilaian stadium klinis
Penilaian imunologi ( pemeriksaan jumlah CD4)
Pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi
Setelah dinyatakan pasien terinfeksi HIV dilakukan penilaian, berupa :
Penilaian stadium klinis
Penilaian imunologi ( pemeriksaan jumlah CD4)
Pemeriksaan laboratorium sebelum memulai terapi
PENGOBATAN PENCEGAHAN KOTRIMOKSASOL
Beberapa infeksi oportunistik (IO) pada ODHA dapat dicegah dengan obat
profilaksis
Terdapat 2 macam pengobatan profilaksis, yaitu :
Profilaksis primer : mencegah infeksi yang belum pernah diderita
Profilaksis sekunder : mencegah infeksi berulang
PEMBERIAN KOTRIMOKSASOL SEBAGAI PROFILAKSIS PRIMER
TATALAKSANA PEMBERIAN ARV
Tidak tersedia pemeriksaan CD4 : memulai terapi ARV didasarkan pada
penilaian klinis
Tersedia pemeriksaan CD4
Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 < 350
sel/mm3 tanpa memandang stadium klinisnya

10
Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif, ibu
hamil dan koinfeksi hepatitis B tanpa memandang jumlah CD4

PADUAN TERAPI ANTIRETROVIRAL

11
PADUAN LINI PERTAMA YANG DIREKOMENDASIKAN PADA ORANG
DEWASA YANG BELUM PERNAH MENDAPAT TERAPI ARV

A. HEPATITIS
1. Definisi
Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Hepatititis
dalam bahasa awam sering disebut dengan istilah lever atau sakit kuning.
Padahal definisi lever itu sendiri sebenarnya berasal dari bahasa belanda yang
berarti organ hati,bukan penyakit hati. Namun banyak asumsi yang
berkembang di masyarakat mengartikan lever adalah penyakit radang hati.
sedangkan istilah sakit kuning sebenarnya dapat menimbulkan keracunan,
karena tidak semua penyakit kuning disebabkan oleh radang hati, teatapi juga
karena adanya peradangan pada kantung empedu. (M. Sholikul Huda)
Hepatitits adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat
di sebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat obatan
serta bahan bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).
Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar oleh
virus disertai nekrosis dan inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan
kumpulan perubahan klinis, biokomia serta seluler yang khas.

12
2. Jenis-jenis Hepatitis
1) Hepatitis A
Dikenal dengan hepatitis infeksiosa, rute penularan adalah melalui
kontaminasi oral-fekal, HVA terdapat dalam makanan dan air yang
terkontaminasi. Potensi penularan infeksi hepatitis ini melalui sekret
saluran cerna. Umumnya terjadi didaerah kumuh berupa endemik. Masa
inkubasi : 2-6 minggu, kemudian menunjukkan gejala klinis. Populasi
paling sering terinfeksi adalah anak-anak dan dewasa muda.
2) Hepatitis B
Penularan virus ini melalui rute trnfusi darah/produk darah, jarum
suntik, atau hubungan seks. Golongan yang beresiko tinggi adalah mereka
yang sering tranfusi darah, pengguna obat injeksi; pekerja parawatan
kesehatan dan keamanan masyrakat yang terpajan terhadap darah; klien
dan staf institusi untuk kecatatan perkembangan, pria homoseksual, pria
dan wanita dengan pasangan heteroseksual, anak kecil yang terinfeksi
ibunya, resipien produk darah tertentu dan pasien hemodialisa. Masa
inkubasi mulai 6 minggu sampai dengan 6 bulan sampai timbul gejala
klinis.
3) Hepatitis C
Dahulu disebut hepatitis non-A dan non-B, merupakan penyebab
tersering infeksi hepatitis yang ditularkan melalui suplai darah komersial.
HCV ditularkan dengan cara yang sama seperti HBV, tetapi terutama
melalui tranfusi darah. Populasi yang paling sering terinfeksi adalah
pengguna obat injeksi, individu yang menerima produk darah, potensial
risiko terhadap pekerja perawatan kesehatan dan keamanan masyarakat
yang terpajan pada darah. Masa inkubasinya adalah selama 18-180 hari.
4) Hepatitis D
Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga infeksi HBV
bertambah parah. Infeksi oleh HDV juga dapat timbul belakangan pada
individu yang mengedap infeksi kronik HBV jadi dapat menyebabkan
infeksi hanya bila individu telah mempunyai HBV, dan darah infeksius

13
melalui infeksi HDV. Populasi yang sering terinfeksi adalah pengguna
obat injeksi, hemofili, resipien tranfusi darah multipel (infeksi hanya
individu yang telah mempunyai HBV). Masa inkubasinya belum diketahui
secara pasti. HDV ini meningkatkan resiko timbulnya hepatitis fulminan,
kegagalan hati, dan kematian.
5) Hepatitis E
Virus ini adalah suatu virus RNA yang terutama ditularkan melalui
ingeti air yan tercemar. populasi yang paling sering terinfeksi adalah orang
yang hidup pada atau perjalanan pada bagian Asia, Afrika atau Meksiko
dimana sanitasi buruk, dan paling sering pada dewasa muda hingga
pertengahan.
6) Kemungkinan Hepatitis F dan G
Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan tentang hepatitis F. Saat ini
para pakar belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang
terpisah. Sedangkan hepatitis G gejala serupa hepatitis C, seringkali
infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak menyebabkan
hepatitis fulminan ataupun hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi
darah jarum suntik.
3. Tanda dan Gejala
Semua Hepatitis Virus mempunyai gejala yang hampir sama, sehingga
secara klinis hampir tidak mungkin dibedakan satu sama lain. Dokter hanya
dapat memperkirakan saja jenis hepatitis apa yang di derita pasiennya dan
untuk membedakannya secara pasyi masih diperlukan bantuan melalui
pemeriksaan darah penderita.gejala penderita hepatitis virus mula mula
badanya terasa panas, mual dan kadang-kadang muntah, setelah beberapa hari
air seninya berwarna seperti teh tua, kemudian matanya terlihat kuning, dan
akhirnya seluruh kulit tubuh menjadi kuning. Pasien hepatitis virus biasanya
dapat sembuh setelah satu bulan. Hampir semua penderita hepatitis A dapat
sembuh dengan sempurna, sedangkan penderita hepatitis C dapat menjadi
kronis. Mengenai hepatitis delta dan E belum dapat di ketahui sevara pasti
bagaimana perjalanan penyakitnya.

14
Sebagian besar penderita hepatitis B akan sembuh sempurna, tetapi
sebagian kecil (kira-kira 10%) akan mengalami kronis (menahun) atau
meninggal.penderita hepatitis B yang menahun setelah 20-40 tahun kemudian
ada kemungkinan hatinya mengeras(sirosis), dan ada pula yang berubah
menjadi kanker hati.
Gambaran klinis hepatitis virus dapat berkisar dari asimtomatik sampai
penyakit yang mencolok, kegagalan hati, dan kematian. Terdapat tiga stadium
pada semua jenis hepatitis yaitu :
a. Stadium Prodromal
Disebut periode praikterus, dimulai setelah periode masa tunas virus
selesai dan pasien mulai memperlihatkan tanda-tanda penyakit. Stadium
ini disebut praikterus karena ikterus belu muncul. Antibodi terhadap virus
biasanya belum dijumpai, stdium ini berlangsung 1-2 minggu dan ditandai
oleh :
- Malese umum
- Anoreksia
- Sakit kepala
- Rasa malas
- Rasa lelah
- Gejala-gejala infeksi saluran nafas atas
- Mialgia (nyeri otot)
b. Stadium Ikterus
Dapat berlangsung 2-3 minggu atau lebih, pada sebagia besar orang
stadium ini ditandai oleh timbulnya ikterus, manifestasi lainnya adalah:
- Memburuknya semua gejala yang ada pada stadium prodromal
- Pembesaran dan nyeri hati
- Splenomegali
- Mungkin gatal (pruritus) dikulit
c. Stadium Pemulihan
Biasanya timbul dalam 2-4 bulan, selama periode ini:
- Gejala-gejala mereda termasuk ikterus

15
- Nafsu makan pulih
- Apabila tedapat splenomegali, akan segera mengecil
4. Pencegahan
Pencegahan terhadap hepatitis virus ini adalah sangat penting
karena sampai saat ini belum ada obat yang dapat membunuh virus, sehingga
satu-satunya jalan untuk mencegah hepatitis virus adalah dengan vaksinasi,
tetapi pada saat ini baru ada vaksin hepatitis B saja, karena memang Hepatitis
B sajalah yang paling banyak diselidiki baik mengenai perjalanan
penyakitnya maupun komplikasinya.
Ada dua vaksin hepatitis B yaitu vaksin yang dibuat dari darah manusia
yang telah kebal Hepatitis B dan vaksin hepatitis yang dibuat dari
perekayasaan sel ragi. Vaksin hepatitis yang di buat dari darah manusia kebal
hepatitis di suntikkan kepada orang sehat sekali sebulan sebanyak tiga kali,
sedangan vaksin hepatitis b yang di rekayasa dari sel ragi diberi kepada
penderita sebulan sekali sebanyak dua kali, lalu suntikan ke tiga baru di beri 5
bulan kemudian.
Untuk memperkuat kekbalan yang telah ada, perllu diberi vaksinasi
penguat. Caranya bermacam-macam ada vaksin yang perlu di ulang setahun
kemudian satu kali, lalu 4 tahun kemudian diberi sekali lagi, selanjutnya setiap
5 tahun sekali. Ada pula jenis vaksin yang perlu diberikan hanya setiap 5
tahun sekali saja.
Vaksinasi hepatitis B sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Bayi yang
lahir dari ibu yang mengidap penyakit hpatitis B, harus di vaksinasi hepatitis
B segera setelah lahir, sedangkan bayi lainnya boleh diberi setelah berumur
sebulan.
Secara keseluruhan tindakan pencegahan terhadap hepatitis adalah dengan
memakai sarung tangan bila berkontak dengan darah /cairan tubuh lainnya,
dan harus hati-hati memasang kembali tutup jarum suntik. Perhatikan cara
pembuangan bahan-bahan terkontaminasi dan pembersihan alat-alat dan
permukaan yang terkontaminasi. Bahan pemeriksaan untuk laboratorium harus

16
diberi label jelas bahwa bahan berasal dari pasien hepatitis. Perlu juga
menjelaskan pentingnya mencuci tangan kepada pasien, keluarga, dan lainnya.

17
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum ini adalah :
Hari/ Tanggal : Kamis, 6 Juli 2017
Pukul : 09.40- 11.20 WITA
Tempat : Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Al-Azhar Mataram
3.2 Alat dan Bahan Pemeriksaan HIV
Alat
Tabung
Spuit
Stik HIV
Pipet tetes
Centrifuge
Timer
Bahan
Darah (serum) plasma
Alkohol stau swab alkohol
Tissue
3.3 Cara Kerja Pemeriksaan HIV
1. Letakkan stik HIV pada tempat yang bersih dan datar
2. Teteskan 1 tetes serum dengan pipet tetes secara vertikal pada stik HIV
3. Tambahkan 1 tetes buffer kemudian nyalakan timer
4. Tunggu 15 menit
5. Amati hasilnya (Jika terbentuk 2 garis merah maka berarti positif, Jika 1
garis merah maka berarti negatif)

18
Interpretasi hasil :
a. Positif
Terbentuk 2/3 garis berwarna, satu pada zona garis test 1 atau 2 (atau 1
dan 2) dan satu pada zona garis control. Hal ini berarti pada serum, plasma
dan darah terdapat antibody HIV -1/. Garis warna pada zona 1 medapatkan
infeksi HIV-1 dan garis pada zona 2 menandakan infeksi HIV-2.

Oncoprobe Oncoprobe Oncoprobe


HIV HIV HIV
T1 : HIV 1/O T1 : HIV 1/O T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2 T2 : HIV 2 T2 : HIV 2

C C C
T1 T1 T1
T2 T2 T2

S S S

19
b. Negatif c. Invalid
Terbentuk satu garis warna hanya Jika tidak timbul garis warna pada
pada zona garis control. Ini berarti zona control, maka test dinyatakan
pada serum, plasma dan darah tidak gagal. Ulangi test dengan alat baru.
terdapat HIV.

Oncoprobe Oncoprobe
HIV HIV
T1 : HIV 1/O T1 : HIV 1/O
T2 : HIV 2 T2 : HIV 2

C C
T1 T1
T2 T2

S S

3.4 Alat dan Bahan Pemeriksaan HBsAg


Alat
Tabung
Spuit
Stik HIV
Pipet tetes
Centrifuge
Timer
Bahan
Darah (serum) plasma
Alkohol stau swab alkohol
Tissue
3.5 Cara Kerja Pemeriksaan HBsAg
1. Letakkan stik HIV pada tempat yang bersih dan datar
2. Teteskan 1 tetes serum dengan pipet tetes secara vertikal pada stik HIV

20
3. Tambahkan 1 tetes buffer kemudian nyalakan timer
4. Tunggu 15 menit
5. Amati hasilnya (Jika terbentuk 2 garis merah maka berarti positif, Jika 1
garis merah maka berarti negatif)

Interpretasi Hasil HbsAg :

Control Line

Test Line

max max max max


Marker Line

Positif (+) Invalid (?) Negatif (-)


Positif (+) : Jika ada 2 garis berwarna/dadu yang terlihat di areal
control dan test.
Negatif (-) : Jika hanya 1 garis yang terlihat di areal control dan tidak
tampak garis pada bagian test.
Invalid (?) : jika tidak tampak atau tidak ada warna (dadu) pada dua
bagian yang dimaksud. Maka menunjukkan adanya
kekeliruan prosedur dan atau bahan reaksi (reagen test
telah rusak).

21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
Adapun hasil pengamatan dari praktikum ini adalah :
o PEMERIKSAAN HIV :
METODE STIK (RAPID TEST STRIP)
Hasil : Negatif (-) Terdapat 1 garis merah ditengah
o PEMERIKSAAN HBsAg :
METODE STIK (RAPID TEST STRIP)
Hasil : Negatif (-) Terdapat 1 garis merah ditengah

4.2 PEMBAHASAN
1. PEMERIKSAAN HIV
- Pada praktikum yang kami lakukan, diperoleh 1 garis control maka
hasilnya dikatakan negatif.
- Jika pada praktikum diperoleh 2 garis control makan hasilnya dikatakan
positif.

22
Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik ELISA, aglutinasi atau
dotblot immunobinding assay. WHO menganjurkan pemakaian salah satu dari
pemeriksaan antibody terhadap HIV, tergantung pada tujuan penyaringan
keadaan populasi dan keadaan penderita. Strategi tersebut adalah: (Anonim,
2006)
a. Strategi pertama
Dilakukan satu kali pemeriksaan antibody, bila pemeriksaan reaktif,
maka dianggap sebagai kasus infeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan non-
reaktif dianggap tidak terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk
pemeriksaan pada strategi ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi (>
99%).
b. Strategi kedua
Menggunakan 2 kali pemeriksaan terhadap serum yang pada
pemeriksaan pertama memberikan hasil reaktif. Perlu diperhatikan bahwa
pada pemeriksaan pertama digunakan reagensia dengan sensitivitas dan
pada pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik serta
berbeda jenis antigen atau tekhniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan
pertama. Bila hasil pemeriksaan yang kedua juga reaktif, maka
disimpulkan sebagai terinfeksi HIV, namun jika hasil pemeriksaan yang
kedua adalah non-reaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua
metode. Bila hasil tidak sama, maka dilaporkan sebagai intermediate.
c. Strategi ketiga
Menggunakan tiga kali pemeriksaan terhadap serum yang pada dua
pemeriksaan pertama memberikan hasil reaktif. Bila hasil pemeriksaan
antara ketiga pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil pertama reaktif,
maka keadaan ini disebut sebagai equivocal atau indeterminate bila
penderita yang diperiksa memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau
tidak beresilo tertular HIV, maka hasil pemeriksaan ketiga dipakai
reagensia yang berbeda asal antigen atau tekhniknya, serta memiliki
spesifisitas yang lebih tinggi.

23
Pemeriksaan ELISA harus menunjukkan hasil positif (reaktif) dari tiga
tes yang dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi
yang biasanya dengan memakai metode Western Blot. (Lubis, 1992). Pada
setiap tes dilakukan control positif dan negatif untuk dipakai sebagai
pedoman, sehingga kadar di atas cut off value atau di atas absorban level
spesimen akan dinyatakan positif. Biasanya lama pemeriksaan adalah 4 jam.
Pemeriksaan ELISA hanya menunjukkan suatu infeksi HIV dimasa lampau.
Beberapa kendala pada tes ELISA yang harus diperhatikan adalah:
(Lubis, 1992)
a. Pemeriksaan ELISA hanya mendeteksi antibody bukan antigen.
b. Pemeriksaan ELISA hanya terdapat antigen jenis IgG.
c. Pada umumnya pemeriksaan ELISA ditujukan untuk HIV-1.
d. Masalah false positif pada tes ELISA, hasil ini sering ditemukan pada
keadaan positif lemah, jarang ditemukan pada positif kuat. Hal ini
disebabkan karena morfologi HIV hasil biakkan jaringan yang digunakan
dalam tes kemurniannya berbeda dengan HIV di alam.
Sampel dengan antibody di bawah gray zone (nilai cut off 15%)
dianggap negatif tidak dapat ditentukan hasilnya dan harus dites ulang duplo
menggunakan sampel yang sama. Apabila tes ulangan positif, sampel dites
konfirmasi dengan metode pelengkap, misalnya: western blot, tes
immunofluoresensi dan lain-lain, terutama untuk menentukan tipe infeksi.
(Hardjoeno, 2003)
Beberapa hal tentang kebaikan tes ELISA adalah nilai sensitivitas yang
tinggi : 98-100%. Walaupun begitu, predictive value hasil tes positif
tergantung dari prevalensi HIV di masyarakat. Pada kelompok penderita
AIDS, predictive antara 5-100%. Predictive value dari hasil negative ELISA
pada masyarakat sekitar 59,99%- 76,9% pada kelompok resiko tinggi.
Hasil pemeriksaan ELISA harus diinterpretasi dengan hati-hati dari fase
penyakit. Pada umumnya hasil akan positif pada fase timbul gejala pertama
AIDS (AIDS Phase) dan sebagian kecil akan negative pada fase dini AIDS.
(www.cerminduniakedokteran.com)

24
2. PEMERIKSAAN HBsAg
- Pada praktikum yang kami lakukan, diperoleh 1 garis control maka hasilnya
dikatakan negatif.
- Jika pada praktikum diperoleh 2 garis control makan hasilnya dikatakan
positif.HBsAg positif dengan IgM anti HBc dan HBeAg positif
menunjukkan infeksi virus hepatitis B akut. HBsAg positif dengan IgG anti
HBc dan HBeAg positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis
dengan replikasi aktif. HBsAg positif dengan IgG anti HBc dan anti-HBe
positif menunjukkan infeksi virus hepatitis B kronis dengan replikasi
rendah.
Dalam preparasi sampel untuk pemeriksaan sampel sangat perlu
dilakukan karena dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Setelah
dilakukan pengambilan darah, darah sebaiknya dibekukan dahulu sebelum
disentrifuge. Hal ini untuk mencegah terjadinya lisis dan pada saat
disentrifuge hasilnya adalah lemak.
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan ini dapat juga positif palsu dan
negative palsu. Ada beberapa faktor yang menimbukan hasil ini, antara lain :
sampel lisis, adanya protein atau lemak pengganggu, reagen yang digunakan
telah rusak, strip yang digunakan sudah kadaluarsa, dengan cara latex
sampel yang diteteskan terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Pemeriksaan HBsAg secara latex lebih akurat dibandingkan dengan
HBsAg secara rapid, hal ini karena dengan pemeriksaan secara latex akan
langsung terjadi reaksi dari antigen HBsAg pada serum dan antibodi pada
reagen, sedangkan cara rapid strip yang digunakan mengandung kromogen
yang dapat berubah karena oksidasi dari udara, sehingga bila strip sudah
dibuka maka harus langsung dicelupkan pada serum karena jika tidak maka
kromogen yang terdapat pada strip test akan rusak dan dapat menimbulkan
hasil yang negtif atau positif palsu.
Test darah awal untuk diagnosis infeksi HBV adalah :
a. Untuk mencari antigen HBsAg

25
b. Untuk mencari antibodi HBs dan Anti-HBe
Test darah yang digunakan untuk diagnosis infeksi HBV dapat
membingungkan, karena ada berbagai kombinasi mempunyai arti sendiri.
Pemeriksaaan HBsAg secara latex menggunakan suatu alat dengan
lingkaran yang besar dikarenakan agar pada saat merotator alat/slide tersebut
maka antigen dan antibodi yang dicampurkan akan benar-benar homogen
dan alat tersebut berwarna hitam agar mudah melihat aglutinasinya.
Bila hasil pemeriksaan fungsi hati normal, pasien tidak perlu khawatir
(meskipun hasil HBsAg atau anti-HBv positif). Biasanya dokter
menganjurkan pasien tersebut untuk melakukan pemeriksaan (fungsi hati)
secara berkala setiap 6 bulan untuk mendeteksi kemungkinan perubahan
fungsi hati atau terjadinya serokonversi. Selain itu, perlu diperhatikan risiko
penularan terhadap orang disekitarnya, terutama anggota keluarga. Bila
perlu dilakukan skrining pada anggota keluarga yang lain atau upaya
pencegahan misalnya dengan vaksinasi.
Bila hasil pemeriksaan fungsi hati menunjukkan hasil abnormal maka
perlu diperiksa lebih lanjut penanda virus lainnya yaitu HBeAg dan HBV-
DNA (untuk kasus hepatitis B atau bila HBsAg positif) serta HBV-RNA
(untuk kasus hepatitis C atau anti-HCV positif).
Fungsi pemeriksaan HBsAg adalah mengetahui apakah pasien
merupakan penderita hepatitis B yang ditandai dengan HBsAg positif. Jika
pada pemeriksaan selama > 6 bulan berturut-turut pasien memiliki HBsAg
positif, maka pasien dikatagorikan penderita hepatitis B kronik. Dan jika
pada pemeriksaan muncul antibodi HBs atau anti-HBs, maka artinya pasien
sedang dalam masa penyembuhan.

26
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
AIDS adalah kumpulan gejala atau penyakit yang diakibatkan karena
penurunan kekebalan tubuh akibat adanya infeksi oleh Human
Imunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk famili retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. Hepatitis adalah suatu penyakit
peradangan pada jaringan hati yang disebabkan oleh infeksi virus yang
menyebabkan sel sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Dimana dalam menegakkan diagnosis kedua penyakit
tersebut harus melalui serangkaian pemeriksaan dari pemeriksaan fisik hingga
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan. Salah satu pemeriksaan yang
dapat dilakukan secara sederhana adalah pemeriksaan menggunakan stik HIV
dan pemeriksaan HbsAg dalam serum darah. Pemeriksaan antibody HIV
dalam serum atau plasma merupakan cara yang umum yang lebih efisien
untuk menentukan apakah seseorang tak terlindungi dari HIV dan melindungi
darah dan elemen-elemen yang dihasilkan darah untuk HIV. HBsAg (hepatitis
B surface antigten) merupakan suatu tahap secara kualitatif yang
menggunakan serum atau plasma dimana bertujuan untuk mendeteksi adanya
HBsAg dalam serum.

27
DAFTAR PUSTAKA

Ester, Monica. 2002 . Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,


Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006

Djauzi S, Djoerban Z. Penatalaksanaan HIV/AIDS di pelayanan kesehatan dasar.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2002.

Inayah, Iin. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika

Oswari, 2006. Penyakit Dan Cara Penanggulangannya. Jakarta: Gaya Baru

Lan, Virginia M. Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Acquired


Immunodeficiency Syndrome (AIDS). In: Hartanto H, editor. Patofisiologi:
Konsep Klinis proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: ECG 2006. Hal . 224

Merati, Tuti P.Respon Imun Infeksi HIV. In : Sudoyo Aru W: editor. Buku ajar
ilmu penyalit dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI: 2006. Hal 545-6

Mansjoer, Arif M. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). In Triyanti


Kuspuji, editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI; 2000. Hal162-163

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah Brunner &Suddarth, Edisi
8, Vol 2. Jakarta : EGC

Z. Djoerban, S. Djauri. Infeksi tropical. Hiv aids. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Edisi IV. Jilid III. Hal. 1803-1807.

28

Anda mungkin juga menyukai