Anda di halaman 1dari 17

STUDY KASUS TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG

KONSTIPASI PADA MAHASISWA TINGKAT 1 DI ASRAMA


PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS SUTOPO
SURABAYA

Dosen Pembimbing :
Bambang Heriyanto, S.Kep.Ns.M.Kes
Di Susun Oleh :
1. Al Fahrel Gusti M
2. Achmad Dandy O.R
3. Annisa’ Nur Rahmatulillah
4.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas kehendak-Nyalah
makalah ini dapat terselesaikan. Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah
AIDS dan petunjuk pencegahan AIDS.
Dalam penyusunan makalah ini kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas
semua pihak yang telah membantu terselesaiknnya pembuatan makalah ini.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulisan banyak mengalami kekurangan, walaupun
masih banyak kekurangannya. Semoga dengan makalah ini kita dapat menambah ilmu
pengetahuan serta wawasan tentang AIDS. Sehingga kita semua dapat terhindar dari penyakit
berbahaya tersebut.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan,oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempunaan tugas
ini.
Semoga tugas ini bermanfaat bagi pembaca.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Lebih dari 60 juta orang dalam 20 tahun terakhir terinfeksi Human Imunodeficiency
Virus (HIV). Dari jumlah itu, 20 juta orang meninggal karena Acquired Immune
Dificiency Syndrome (AIDS). Gallo dan Montagnier (2003) : Mengemukakan bahwa
sindroma acquired immunodeficiency ini dikenal pertama kali tahun 1987 pada
sekelompok penderita yang mengalami gangguan pada imunitas seluler dan menderita
infeksi Pneumocystis carini. Steinbrook dkk (2004) : pada tahun 2003 jumlah penderita
AIDS diperkirakan 40 juta dengan tambahan 5 juta kasus baru pertahun serta angka
kematian yang berhubungan dengan HIV-AIDS sekitar 3 juta jiwa pertahun. Centre for
Disease Control and Preventions (2002b) memperkirakan bahwa di US pada tahun 2001
terdapat 1.3 – 1.4 juta pasien yang terinfeksi oleh HIV dan lebih dari 500.000 juta
diantaranya meninggal dunia.

Ibu hamil dengan menderita penyakit HIV AIDS kemungkinan akan memperberat
kemilannya dan pada saat proses persalinan. Oleh karena itu akan perlu diketahui
bagaimana penanganan / penatalaksanaan pada ibu hamil dan bersalin yang mengidap
HIV AIDS, dan hal tersebut akan dibahas pada makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi aids ?


2. Bagaimana klasifikasinya ?
3. Apa etiologinya ?
4. Bagaimana patofisiologinya ?
5. Bagaimana pathwaynya?
6. Bagaimana manifestasi klinisnya?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostiknya ?
8. Bagaimana penatalaksanaannya ?
9. Bagaimana pencegahannya ?
10. Bagaimana komplikasinya ?

1.3 Tujuan

1. Agar mengetahui pengertian dari AIDS.


2. Agar mengetahui klasifikasinya.
3. Agar mengetahui etiologinya.
4. Agar mengetahui patofisiologionya
5. Agar mengetahui pathwaynya.
6. Agar mengetahui manifestasi klinisnya.
7. Agar mengetahui pemeriksaan diagnostiknya.
8. Agar mengetahui penatalaksanaannya.
9. Agar mengetahui pencegahannya.
10. Agar mengetahui komplikasinya.
BAB II

A. Definisi
HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS. Sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma
penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala penyakit
karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS
ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang)
dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan
meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada
pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya yaitu kanker serviks
invasif atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi misalnya,
TB (Tubercolosis). (Doenges, 2000).
Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV
ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan
air susu ibu. Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan
turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
(Nursalam, 2007)
B. Klasifikasi Penyakit
Menurut Nursalam (2007) pembagian stadium HIV menjadi AIDS ada empat
stadium yaitu
a. Stadium pertama HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan serologi
ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif.
Rentan waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIV
menjadi positif disebut window period. Lama window period satu sampai tiga
bulan, bahkan ada yang berlangsung sampai enam bulan.
b. Stadium kedua asimtomatik ( tanpa gejala )
Asimtomatik berarti bahwa didalam organ tubuh tidak menunjukkan gejala -
gejala. Keadaan ini dapat berlangsung selama 5 – 10 tahun. Pasien yang tampak
sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
c. Stadium ketiga pembesaran kelenjar limfe
Pembesaran kelenjar limfe secara menetapdan merata (Persistent Generalized
Lymphadenopaty), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung
selama satu bulan.
d. Stadium keempat AIDS.
Keadaan inidisertai adanya bermacam – macam penyakit antara lain penyakit
saraf, infeksi sekunder dan lain – lain.

C. Etiologi
AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat system imun
dilemahkan oleh virus HIV. Penyakit AIDS disebabkan oleh Human
Immunedeficiency Virus (HIV), yang mana HIV tergolong ke dalam kelompok
retrovirus dengan materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA), menyebabkan AIDS
dapat membinasakan sel T-penolong (T4), yang memegang peranan utama dalam
sistem imun. Sebagai akibatnya, hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak
terkira banyaknya yang sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV (Daili,
2005)
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Orang yang ketagian obat intravena
c. Partner seks dari penderita AIDS
d. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
e. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

D. Patofisiologi
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen
dan secret Vagina. Sebagaian besar ( 75% ) penularan terjadi melalui hubungan
seksual.
HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetic RNA. Bilaman virus
masuk kedalam tubuh penderita ( sel hospes ), maka RNA virus diubah menjadi
oleh ensim reverse transcryptase yang dimiliki oleh HIV . DNA pro-virus tersebut
kemudian diintegrasikan kedalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk
membentuk gen virus.
HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen
pembukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam
mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh. Selain tifosit T4,virus juga
dapat menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit
folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri
dan sel-sel mikroglia otak Virus yng masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya
mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel
limfosit itu sendiri.
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral akut atau
Acute Roviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan CD4 (Cluster
Differential Four) dan peningkatan kadar RNA Nu-HIV dalam plasma. CD4 secara
perlahan akan menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih
cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load (
jumlah virus HIV dalam darah ) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan
kemudian turun pada suatu level titik tertentu maka viral load secara perlahan
meningkat. Pada fase akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3
kemudian diikuti timbulnya infeksi oportunistik, berat badan turun secara cepat dan
muncul komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan ARV rata – rata
kemampuan bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah 3,7 tahun. (DEPKES
RI,2003)
E. Pathway

F. Manifestasi Klinis
Menurut Mandal (2004) tanda dan gejala penyakit AIDS menyebar luas dan
pada dasarnya dapat mengenai semua sistem organ. Penyakit yang berkaitan dengan
infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi dan efek langsung HIV pada
jaringan tubuh. Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat dari
penampilan luar. Orang yang terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun dalam
jangka waktu yang relatif lama (±7-10 tahun) setelah tertular HIV. Masa ini disebut
masa laten. Orang tersebut masih tetap sehat dan bisa bekerja sebagaimana biasanya
walaupun darahnya mengandung HIV. Masa inilah yang mengkhawatirkan bagi
kesehatan masyarakat, karena orang terinfeksi secara tidak disadari dapat menularkan
kepada yang lainnya. Dari masa laten kemudian masuk ke keadaan AIDS dengan
gejala sebagai berikut:
Gejala Mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Gejala Minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
c. Kandidias orofaringeal
d. Limfadenopati generalisata
e. Ruam
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan
mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas
infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis,
limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat
badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy,
mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini
muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis
dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba
daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat
respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan
mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan
bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara
langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA
virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien
dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS.

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV, penegakan
diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan tubuh lain (cerebrospinal
fluid) penderita.
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja). Kelebihan teknik
ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100% (Kresno). Biasanya
memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes ELISA telah menggunakan
antigen recombinan, yang sangat spesifik terhadap envelope dan core (Hanum,
2009).
2. Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari suatu
protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul lain. Biasanya
protein HIV yang digunakan dalam campuran adalah jenis antigen yang
mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan gp41 (Kresno, 2001).
Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun
pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam (Hanum,
2009).
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat antibodi maternal
masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan secara serologis maupun
status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok risiko tinggi dan sebagai
tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2
(Kresno, 2001). Pemeriksaan CD4 dilakukan dengan melakukan
imunophenotyping yaitu dengan flow cytometry dan cell sorter. Prinsip
flowcytometry dan cell sorting (fluorescence activated cell sorter, FAST) adalah
menggabungkan kemampuan alat untuk mengidentifasi karakteristik permukaan
setiap sel dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu
suspensi menurut karakteristik masing-masing secara otomatis melalui suatu
celah, yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas
sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen sebagai
karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada permukaan sel
manapun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi dengan menggunakan
satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan demikian, alat itu dapat
mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan menghitung jumlah masing-
masing dalam suatu populasi campuran (Kresno, 2001).
H. Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi
1. Fisik
Aspek fisik pada PHIV ( pasien terinfeksi HIV ) adalah pemenuhan
kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek
perawatan fisik meliputi :
a) Universal Precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana
yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien
setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko
penyebaran infeksi.
Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat, keluraga,
dan pasien sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan untuk mencegah
terjadinya penularan virus HIV.
Prinsip-prinsip universal precautions meliputi:
1). Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila mengenai
cairan tubuh pasien menggunakan alat pelindung, seperti sarung
tangan, masker, kacamata pelindung, penutup kepala, apron dan
sepatu boot. Penggunaan alat pelindung disesuakan dengan jenis
tindakan yang akan dilakukan.
2). Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk
setelah melepas sarung tangan.
3). Dekontaminasi cairan tubuh pasien.
4). Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat
kedokteran yang dipakai (tercemar).
5). Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
6). Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar
dan aman.
b) Peran perawat dan pemberian ARV
1). Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah:
(a) Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya resistensi.
(b) Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas virus.
Bila timbul efek samping, bisa diganti dengan obat lainnya, dan
bila virus mulai rasisten terhadap obat yang sedang digunakan
bisa memakai kombinasi lain.

2). Efektivitas obat ARV kombinasi:


(a) AVR kombinasi lebih efektif karena memiliki khasiat AVR
yang lebih tinggi dan menurunkan viral load lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan satu jenis obat saja.
(b) Kemungkinan terjadi resistensi virus kecil, akan tetapi bila
pasien lupa minum dapat menimbulkan terjadinya resistensi.
(c) Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil,
sehingga kemungkinan efek samping lebih kecil.
c) Pemberian nutrisi
Pasien dengan HIV/ AIDS sangat membutuhkan vitamin dan mineral
dalam jumlah yang lebih banyak dari yang biasanya diperoleh dalam
makanan sehari- hari. Sebagian besar ODHA akan mengalami defisiensi
vitamin sehingga memerlukan makanan tambahan
HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan penyerapan
nutrient. Hal ini berhubungan dengan menurunnya atau habisnya
cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin dan
mineral pada ODHA dimulai sejak masih dalam stadium dini. Walaupun
jumlah makanan ODHA sudah cukup dan berimbang seperti orang sehat,
tetapi akan tetap terjadi defisiensi vitamin dan mineral.
d) Aktivitas dan istirahat
(a) Manfaat olah raga terhadap imunitas tubuh
Hamper semua organ merespons stress olahraga. Pada keadaan akut ,
olah raga akan berefek buruk pada kesehatan, olahraga yang
dilakukan secara teratur menimbulkan adaptasi organ tubuh yang
berefek menyehatkan
(b) Pengaruh latihan fisik terhadap tubuh
(1) Perubahan system tubuh
Olahraga meningkatkan cardiac output dari 5 i/menit menjadi
20 1/menit pada orang dewasa sehat. Hal ini menyebabkan
peningkatan darah ke otot skelet dan jantung.
(2) Sistem pulmoner
Olahraga meningkatkan frekuensi nafas, meningkatkan
pertukaran gas serta pengangkutan oksigen, dan penggunaan
oksigen oleh otot.
(3) Metabolisme
Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi. Pada olah
raga intensitas rendah sampai sedang, terjadi pemecahan
trigliserida dan jaringa adiposa menjadi glikogen dan FFA (free
fatty acid). Pada olahraga intensitas tinggi kebutuhan energy
meningkat, otot makin tergantung glikogen sehingga
metabolisme berubah dari metabolisme aerob menjadi anaerob
2. Psikologis (strategi koping)
Mekanisme koping terbentuk melalui proses dan mengingat. Belajar yang
dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh
internal dan eksterna
3. Sosial
Dukungan social sangat diperlukan PHIV yang kondisinya sudah sangat
parah. Individu yang termasuk dalamdan memberikan dukungan social
meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim
kesehatan, atasan, dan konselor.

B. Farmakologis :
Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV perlu
dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan tubuh yang tercemar HIV.
a. Pengendalian Infeksi Oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk
pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya < 3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien
dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 >
500 mm3.
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah : didanosine, ribavirin, diedoxycytidine, dan recombinant CD
4 dapat larut.
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang
proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan
terapi AIDS.
1) Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan-makanan
sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun.
2) Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
I. Pencegahan
Dengan mengetahui cara penularan HIV, maka akan lebih mudah melakukan
langkah-langkah pencegahannya. Secara mudah, pencegahan HIV dapat dilakukan
dengan rumusan ABCDE yaitu:
a. A= Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan
hubungan seksual sebelum menikah
b. B = Being faithful, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-ganti
pasangan seksual
c. C = Condom, bagi yang beresiko dianjurkan selalu menggunakan kondom secara
benar selama berhubungan seksual
d. D = Drugs injection, jangan menggunakan obat (Narkoba) suntik dengan jarum
tidak steril atau digunakan secara bergantian
e. E = Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan HIV/AIDS
J. Komplikasi
a. Oral lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
1. Kandidiasis oral
Kandidiasis oral adalah suatu infeksi jamur, hampir terdapat secara
universal pada semua penderita AIDS serta keadaan yang berhubungan
dengan AIDS. Infeksi ini umumnya mendahului infeksi serius lainnya.
Kandidiasi oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam
rongga mulut. Tanda –tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan
menelan yang sulit serta nyeri dan rasa sakit di balik sternum (nyeri
retrosternal). Sebagian pasien juga menderita lesi oral yang mengalami
ulserasi dan menjadi rentan terutama terhadap penyebaran kandidiasis ke
sistem tubuh yang lain.
2. Sarcoma Kaposi
Sarcoma Kaposi (dilafalkan KA- posheez), yaitu kelainaan malignitas
yang berkaitan dengan HIV yang sering ditemukan , merupakan penyakit
yang melibatkan lapisan endotil pembuluh darah dan limfe.
b. Neurologik
1. Kompleks dimensi AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf,
berefek perubahan kepribadian, kerusakan, kemampuan motorik,
kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial. Sebagian basar penderita mula-mula
mengeluh lambat berpikir atau sulit berkonsentrasi dan memusatkan
perhatian. Penyakit ini dapat menuju dimensia sepenuhnya dengan
kelumpuhan pada stadium akhir. Tidak semua penderita mencapai stadium
akhir ini.
2. Enselophaty akut karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ ensefalitis. Dengan efek sakit
kepala, malaise, demam, paralise total/ parsial.
Ensefalopati HIV. Disebut pula sebagai kompleks demensia AIDS (ADC;
AIDS dementia complex), ensefalopati HIV terjadi sedikitnya pada dua
pertiga pasien –pasien AIDS. Keadaan ini berupa sindrom klinis yang
ditandai oleh penurunan progresif pada fungsi kognitif, perilaku dan
motorik. Tanda –tanda dan gejalanya dapat samar- samar serta sulit
dibedakan dengan kelelahan, depresi atau efek terapi yang merugikan
terhadap infeksi dan malignansi
3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan
menarik endokarditis.
4. Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV dengan disertai
rasa nyeri serta patirasa pada akstremitas, kelemahan, penurunan refleks
tendon yang dalam, hipotensi orthostatik dan impotensi.
c. Gastrointestinal
1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma
dan sarkoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan, anoreksia,
demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam
atritik.
3. Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal,
gatal-gatal dan diare.
d. Respirasi
Infeksi karena pneumocystic carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloidiasis dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan gagal nafas.
e. Dermatologi
Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis , reaksi
otot, lesi scabies, dan dekopitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi
sekunder dan sepsis.
f. Sensorik
1. Pandangan: Sarkoma kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan.
2.Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit HIV AIDS merupakan penyakit yang menyerang sistem imun / kekebalan
tubuh yaitu pada Limfosit T-helper, dengan gejala – gejala yang disertai dengan infeksi
oportunistik. Pada kehamilan dan persalinan terdapat resiko yang cukup tinggi dengan
tertularnya virus dari ibu dengan HIV (+) kepada bayinya dengan cara melalui plasenta, pada
saat persalinan dan menyusui. Tetapi hal ini dapat diturunkan resikonya dengan pemberian
Zidovudine selama kehamilan dan menghindari melakukan tindakan – tindakan yang dapat
membuat bayi terpajan dengan darah ibu HIV (+).

3.2. Saran

Seperti yang telah penulis uraikan pada bab sebelumnya bahwa HIV/AIDS adalah
penyakit yang berbahaya karena virus tersebut menyerang sistim kekebalan tubuh kita dalam
melaan segala penyakit. Untuk menghindari hal tersebut dapat penulis sarankan hal – hal
sebagai berikut :

Bagi yang belum terinfeksi virus HIV/AIDS sebaiknya :

1. Belajar agar dapat mengendalikan diri;


2. Memiliki prinsip hidup yang kuat untuk berkata “TIDAK terhadap segala jenis yang
mengarah kepada narkoba dan psikotropika lainnya;
3. Membentengi diri dengan agama
4. Menjaga keharmonisan keluarga karena pergaulan bebas sering kali menjadi pelarian
bagi anak – anak yang depresi.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.Pitt.edu/~Super7/19011-20001/19601.pdf
http://Library.Med.Utah.edu/WebPath/AIDS2012.pdf
http://www.leprahealthinaction.org/LR/Mar02/0009.pdf
http://www.Patient.co.uk/Doctor/The-Human-immunodeficiency-virus-(HIV).htm

Anda mungkin juga menyukai