Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
Rahmat dan Hidayah-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan tugas kelompok II dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan HIV AIDS “ Makalah ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak semester ganjil STIKES Darul Azhar
Batulicin 2011. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada
berbagai pihak atas segala bantuannya sehingga makalah ini dapat tersusun, semoga
bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat dalam dunia pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu segala kritik dan saran yang membangun sangatlah penyusun harapkan demi kesepurnaan
makalah ini.

Simpang Empat, 14 Desember 2011

Penyusun,
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKAKANG
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh

manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV

yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena

virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena

tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan

virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV umumnya

ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa)

atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air

mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi

melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik

yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui,

serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.

Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan

menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih

dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai

salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses

perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS

diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005

dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara

33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2
juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia,

peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.

Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31

Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29

Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000.

Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879

AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun

2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di

Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi

negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-

nya tertinggi di Asia.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan Latar Belakang di atas, tujuan dari makalah ini adalah :
1. Apa definisi AIDS.

2. Apa etiologi/penyebab AIDS

3. Apa cara penularan AIDS

4. Apa manifestasi klinis pada klien AIDS

5. Apa patofisiologi AIDS

6. Apa pathway AIDS

7. Apa komplikasi klien dengan AIDS

8. Apa diagnostik pada klien AIDS

9. Apa penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet pada klien AIDS


C. TUJUAN
Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi AIDS.

2. Untuk mengetahui etiologi/penyebab AIDS

3. Untuk mengetahui cara penularan AIDS

4. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS

5. Untuk mengetahui patofisiologi AIDS

6. Untuk mengetahui pathway AIDS

7. Untuk mengetahui komplikasi klien dengan AIDS

8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien AIDS

9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet pada klien AIDS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFENISI
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang di
sebabkan oleh infeksi HumanImmunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan
alamiahmelawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel
limfosit T (sel-T). (Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang di tandai oleh kerusakan imunitas
seluler yang disebabkan oleh retro virus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan
dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih
selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan
yangdapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan
virus tertentuyang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)Dari pengertian diatas
dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya
system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan olehretrovirus (HIV) yang
dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur parasit pada virus.

B. ETIOLOGI
HIV di sebabkan oleh human immunodeficiency virus yang melekat dan
memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-
sel imunologik lain dan orang itu mengalami destruksi sel CD4+ secara bertahap
(Betz dan Sowden, 2002). Infeksi HIV di sebabkan oleh masuknya virus yang
bernama HIV ( Human Immunodeficiency Virus) kedalam tubuh manusia.

C. PATOFISIOLOGI
HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4,
yang bekerjasebagai reseptor viral. Subset limfosit ini, yang mencakup limfosit
penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga
meperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit.
Mekanisme infeksi HIV yang menyebabkan penurunan sel CD4.HIV secara istimewa
menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor
viral. Subset limfosit ini, yang mencakup linfosit penolong dengan peran kritis dalam
mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap
bersamaan dengan perkembangan penyakit. Mekanisme infeksi HIV yang
menyebabkan penurunan sel CD4 ini tidak pasti, meskipun kemungkinan mencakup
infeksi litiksel CD4 itu sendiri; induksi apoptosis melalui antigen viral, yang dapat
bekerja sebagai super antigen; penghancuran sel yang terinfeksi melalui mekanisme
imun antiviral penjamu dan kematian atau disfungsi precursor limfosit atau sel
asesorius pada timus dan kelenjar getah bening. HIV dapat menginfeksi jenis sel
selain limfosit. Infeksi HIV pada monosit, tidak sepertiinfeksi pada limfosit CD4,
tidak menyebabkan kematian sel.
Monosit yang terinfeksi dapat berperan sebagai reservoir virus laten tetapi
tidak dapat diinduksi, dan dapat membawa virus keorgan, terutama otak, dan menetap
di otak. Percobaan hibridisasi memperlihatkan asam nukleatviral pada sel-sel
kromafin mukosa usus, epitel glomerular dan tubular dan astroglia. Pada jaringan
janin, pemulihan virus yang paling konsisten adalah dari otak, hati, dan paru.
Patologiterkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk
mengetahui apakah kerusakan terutama di sebabkan oleh infeksi virus local atau
komplikasi infeksi lain atau autoimun. Stadium tanda infeksi HIV pada orang dewasa
adalah fase infeksi akut, seringsimtomatik, disertai viremia derajat tinggi, diikuti
periode penahanan imun pada replikasi viral,selama individu biasanya bebas gejala,
dan priode akhir gangguan imun sitomatik progresif,dengan peningkatan replikasi
viral. Selama fase asitomatik kedua bertahap dan dan progresif,kelainan fungsi imun
tampak pada saat tes, dan beban viral lambat dan biasanya stabil.
Faseakhir, dengan gangguan imun simtomatik, gangguan fungsi dan organ,
dan keganasan terkaitHIV, dihubungkan dengan peningkatan replikasi viral dan sering
dengan perubahan pada jenisvital, pengurangan limfosit CD4 yang berlebihan dan
infeksi aportunistik.Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir,
meskipun “ priode inkubasi “ atau interval sebelum muncul gejala infeksi HIV, secara
umum lebih singkat padainfeksi perinatal di bandingkan pada infeksi HIV dewasa.
Selama fase ini, gangguan regulasiimun sering tampak pada saat tes, terutama
berkenaan dengan fungsi sel B;hipergameglobulinemia dengan produksi antibody
nonfungsional lebih universal diantara anak-anak yang terinfeksi HIV dari pada
dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan.Ketidak mampuan untuk
berespon terhadap antigen baru ini dengan produksi imunoglobulinsecara klinis
mempengaruhi bayi tanpa pajanan antigen sebelumnya, berperang pada infeksi
dankeparahan infeksi bakteri yang lebih berat pada infeksi HIV pediatrik. Deplesi
limfosit CD4sering merupakan temuan wa lanjutan, dan mungkin tidak berkorelasi
dengan status simtomatik.Bayi dan anak-anak dengan infeksi HIV sering memiliki
jumlah limfosit yang normal, dan 15% pasien dengan AIDS periatrik mungkin
memiliki resiko limfosit CD4 terhadap CD8 yangnormal. Panjamu yang berkembang
untuk beberapa alasan menderita imunopatol
D. TANDA DAN GEJALA
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis
danimunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak
tampak seringmendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik
bayi beresiko di persulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia
untuk hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut
yang lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal masa bayi, diikuti penurunan
terhadap pada beberapa tahun pertama. Selain itu, pajanan obat ini beresiko dan
bahkan pajanan terhadap antigen HIV tanpainfeksi dapat membingungkan fungsi dan
jumlah limfosit. Oleh karena itu, hal ini petinguntuk merujuk pada standar yang
ditentukan usia untuk hitung CD4, dan bila mungkin menggunakan parameter yang di
tegakkan dari observasi bayi tak terinfeksi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Gejala
terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang diagnostic.
Gejala HIV tidak spesifik di daftar oleh The Centers For Diseasen Control sebagai
bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali, limfadenopati generalisata (di definisikan sebagai nodul yang >0,5 cm
terdapat pada 2 ataulebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.
Diantara semua anak yang terdiagnosis dengan infeksi HIV, sekitar 90% akan
memunculkan gejala ini, kebergunaannya sebagai tanda awal infeksi di coba oleh
studi the European Collaborativ pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Mereka
menemukan bahwa dua pertiga bayi yang terinfeksi memperlihatkan tanda dan gejala
yang tidak spesifik pada usia 3 bulan, dengan angka yang lebih rendah di antara bayi
yang tidak terinfeksi. Pada penelitian ini, kondisi yangdidiskriminasi paling baik
antara bayi terinfeksi dan tidak terinfeksi adalah kandidiasis kronik, parotitis, limfa
denopati persistem, hepatosplenomegali. Otitis media, tinitis, demam yang tidak jelas,
dan diare kronik secara tidak nyata paling sering pada bayi yang terinfeksi dari pada
bayi yang tidak terinfeksi. PUSAT UNTUK KLASIFIKASI CONTROL PENYAKIT
INFEKSI HIV PADA ANAK Kelas P-O: infeksi intermediateBayi <15 bulan yang
lahir dari ibu yang terinfeksi tetapi tanpa tanda infeksi HIV.
Kelas P-1: infeksi asimtomatik Anak yang terbukti terinfeksi, tetapi tampa
gejala. Kelas P-2; mungkin memiliki fungsiimun normal. (P-1A) atau abnormal (P-
1B)Kelas P-2: infeksi sitomatikP-2A: gambaran demam nonspesifik (>2 lebih dari 2
bulan) gagal berkembang,limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, parotitis, atau
diare rekuren atau persistemyang tidak spesifik.P-2B: penyakit neurologi yang
progresifP-2C: Pneumonitis interstisial limfoidP-2D: infeksi oportunistik menjelaskan
AIDS, infeksi bakteri rekuren, kandidiasisoral persisten, stomatitis herpes rekuren,
atau zoster multidermatomal.P-2E: kanker sekunder, termasuk limfoma non-Hodgkin
sel-B atau limforma otakP-2F: penyakit end-organ HIV lain (hepatitis, karditis,
nefropati, gangguanhematologi)Tanda pertama infeksi tidak nyata. Pengalaman dari
beberapa pusat penelitianmenunjukkan bahwa sekitar 20% bayi yang terinfeksi secara
cepat akan berkembang menjadigangguan imun dan AIDS. Banyak dari bayi ini akan
menampakkan gejala aneumoniaPneumocystis carinii (PCP) pada usia 3 sampai 6
bulan, atau menderita infeksi bakteri seriuslain. Pada beberapa bayi, jumlah CD4
mungkin normal saat terjadinya PCP.Dalam 2 tahun setelah lahir, kebanyakan bayi
akan mengalami beberapa derajatkegagalan berkembang, demam rekuren atau kronik,
keterlambatan perkembangan, adenopati persisten, atau hepatosplemegali. Semua ini
bukan keadaan kecacatan, dan konsisten dengankelangsungan hidup yang lama.
Melebihi ulang tahun pertama, sekitar 8% bayi ini akan berkembang menjadi AIDS
terbatas CDC per tahun. Penunjukan “AIDS” merupakankebergunaan yang sangat
terbatas pada prognosis atau pada nosologi deskriptif infeksi HIV,tetapi penyakit
indicator AIDS berperang sebagai tanda tingginya perkembangan penyakitdan sebagai
catalog kondisi yang sering terlihat dengan perkembangan penyakit. Masing-masing
dibahas secara singkat dibawah:Pneumonia Pneumocystis carinii (PCP). PCP
merupakan penyakit indicator AIDS paling sering, yang terjadi pada sekitar sepertiga
anak dan bayi yang terinfeksi. Usia ratauntuk munculnya penyakit adalah sekitar usia
9 bulan, meskipun puncaknya sampai usia 3sampai 6 bulan diantara bayi-bayi yang
berkembang sangat cepat. Tidak seperti reaksi PCP pada orang dewasa, infeksi ini
biasanya merupakan infeksi primer pada anak yang terinfeksi HIV, bergejala
subkutan atau mendadak dengan demam, batuk, takipnea, dan ronki. PCP
sulitdibedakan dengan infeksi paru lain atau usia ini, dan karena trimetoprim-
sulfametoksasol dankortikosteroid intravena diberikan pada awal perjalanan penyakit
menyebabkan perbaikanyang signifikan, lavese bronkoalveolar diagnostic harus
dipikirkan secara serius pada bayi beresiko dengan gambaran klinis konsisten. PCP
memberikan prognosis yang tidak baik padaawal penelitian dengan kelangsungan
hidup media 1 bulan setelah diagnosis. Saat ini dikenali bahwa penyakit yang lebih
ringan dapat terjadi dan konsisten dengan kelangsungan hidupyang lama. Profilaksin
PCP dengan trimetoprim-sulfametoksasol oral efektif, dan merupakanindikasi untuk
bayi dengan kehilangan limfosit CD4 yang signifikan, sebelum PCP, dan pada
beberapa bayi muda dengan perkembangan gejala terkait HIV yang cepat.Pneumolitis
Interstisial Limfoid (LIP). Infiltrasi paru intersisial kronik telahditentukan pada orang
dewasa yang terinfeksi HIV dalam jumlah kecil, tetapi terjadi padasekitar 20% anak
yang terinfeksi HIV. Dianggap berhubungan dengan infeksi virus Epstein-Barr.
Kondisi ini ditandai dengan perjalanan kronik eksa-serbasi intermiten (sering
selamainfeks respirasi yang terjadi di antara infeksi atau selama infeksi. Infiltra dada
kronik yangterlihat pada sinar-X sering menunjukkan diagnosis, tetapi hanya biopsy
paru terbuka yangdapat dipercaya untuk diagnosis definitive. Hipoksia jaran parah
sampai terbawa selama beberapa tahun, dan beberapa perbaikan pada kostikosteroid.
LIP sebagai gejala yang timbul pada infeksi HIV dapat disertai prognosis yang lebih
baik, dan sering terlihat pada kelompokgejala dengan hipergamaglobulinemia yang
nyata dan parotitis.Infeksi Bakteri Rekuren. Untuk criteria AIDS pediatric CDC,
infeksi bakteri rekurenadalah dua atau lebih episode sepsis, meningitis, pneumonia,
abses internal, atau infeksitulang dan sendi; ini semua terlihat pada 15% anak-anak
dengan AIDS pediatric. Infeksi bakteri yang lebih sedikit, seperti infeksi sinus
rekuren atau kronik, otitis media, dan pioderma masih sering terjadi. Streptococcus
pneumonia merupakan isolate darah yang paling sering pada anak yang terinfeksi
HIV, meskipun stafilokokal gram-negatif, dan bahkan bakteremia pseudomonal
terjadi berlebihan. Penanganan episode demam pada anak yangterinfeksi HIV sama
dengan penanganan anak dengan kondisi yang menganggu imunitas lain.Gangguan
kemampuan untuk menjaga respons antibody yang efektif dan kurangnya
pajananmembuat anak yang terinfeksi HIV rentang terhadap penyakit bakteri yang
lebih setius.Profilaksis dengan immunoglobulin intravena dapat mengurangi frekuensi
dan keparahaninfeksi bakteri yang serius. Penyakit Neurologi Progresif. Sampai 60%
anak yang terinfeksi HIV dapatmunculkan tanda infeksi system saraf pusat. Pada
sekitar seperempatnya, infeksi ini dalam bentuk ensefalopati static yang biasanya
bermanifestasi pada tahun pertaman denganketerlambatan perkembangan. Pada
sekitar sepertiganyan, terjadi ensefalopati progresif,dengan kehilangan kejadian yang
penting sebelumnya dan deficit motorik dan kognitif yang berat. Pencitraan saraf
dapat memperlihatkan atrofi serebral, kelainan subtansi alba, atauklasifikasi ganglion
basal, atau kesemuanya, meskipun keparahan abnormalitas pencitraansering tidak
berkorelasi dengan gambaran klinis. Zidovudin IV kontinu ditemukanmenyebabkan
perbaikan yang dramatic pada beberapa anak dengan deficit perkembangansaraf;
kostikosteroid juga menguntungkan pada laporan terisolasi.Wasting Syndrome.
Kegagalan kronik untuk tumbuh pada infeksi HIV lanjut terjadi pada sekitar 10% bayi
dan anak dengan AIDS dan hamper selalu multifaktorial. Deficitsystem saraf pusat
dari latergi sampai kelemahan dalam mengunyah; abnormalitasneuroendokrin;
malabsorpsi dan diare akibat infeksi HIV primer, infeksi usus sekunder, atauterapi;
dan katabolisme yang diinduksi infeksi sering berperang pada masalah
yangmenjengkelkan ini.Infeksi Oportunistik. Lebih dari satu lusin infeksi oportunistik
spesifik memenuhiAIDS, meskipun setelah PCP, paling sering pada AIDS pediatric
adalah esofagistis kandida,terjadi pada sekitar 10%, dan infeksi kompleks,
Mycobakterium avium. Diantara virus-virus,infeksi CMV diseminata dan lama pada
saluran cerna, dan infeksi virus varisela zosterapitikal, rekuren dan ekstensif sering
terjadi. Walaupun daftar panjang pathogen yangmenyebabkan penyakit berat dan
lama tidak lazim pada penjamu ini, virus respirasi yanglazim, mencakup virus sinsitial
respiratorius, jarang menyebabkan penyakit yang berkomplikasi.Terkenanya organic
lain. Terkenanya hepar padi infeksi HIV pediatric seringmengambil bentuk organ
yang membesar sedang sampai berat, transaminitis berfluktuasi.Yang jarang adalah
hepatitis kolestatik berat yang terjadi pada bayi yang terinfeksi padatahun pertama,
dengan prognosis buruk. Kelainan hati dapat disebabkan oleh infeksi yang bersama
dengan CMV, HCV, atau HBV, oleh infeksi HIV itu sendiri, atau banyak
ageninfeksius lain. Penyakit ginjal yang sering terjadi, paling sering bermanifestasi
protenuria.Perubahan mesangial dan glomerulokslerosis fokal telah diindentifikasi
sebagai patologi yang paling sering terjadi pada anak dengan AIDS. Kelainan jantung
dapat diperhatikan padaseparuh anak semua usia penyakit HIV, meskipun insiden
kardiomiopati simtomatik hanya12 sampai 20%; efusi pericardial dan gangguan
fungsi ventrikel merupakan kelainan ekokardiografi yang paling sering ditemukan.
Meskipun frekuensi penyakit paru kronik pada pasien ini, terkenanya vertikel kiri
beberapa kali lebih sering daripada yang kanan. TekananHIV langsung, autoimunitas,
malnutrisi dan infeksi bersama dengan virus miotropiksemuanya telah dihipotesis
sebagai etiologi. Fenomena autoimun mencakup anemia hemolitik positif-coombs dan
trombositopenia. Sarcoma Kaposi dan kanker sekunder lain jarang padaanak yang
terinfeksi HIV.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis awal bayi yang terinfeksi sangat di inginkan, tetapi pengenalan awal
bayi yang beresiko HIV lebih penting. Hanya jika infeksi HIV pada perempuan hamil
teridentifikasi, terhadap kesempatan untuk mengubah ibu dan bayi secara cepat
dengan terapi antiviral atau preventif. Oleh karena itu uji dan konseling HIV harus
menjadi bagian rutin pada perawatan kehamilan. Menetapnya anti body terhadap HIV
yang didapat secara transplasenta pada bayi merupakan komplikasi pemakaian uji anti
body konversional dalam mendignosis infeksi HIV pada masa bayi. Karena anti bodi
seperti ini dapat menetap dalam sirkulasi bayi yang tidak terinfeksi selama 18 bulan,
diagnosis infeksi pada bayi beresiko memerlukan biakan virusdari bayi (biakan HIV),
atau adanya antigen HIV (antigen p24) atau asam nuclear viral-[reaksi rantai
polymerase HIV (PCR)].
Uji virolegi dengan PCR atau biakan HIV darah perifer dapat di harapkan
menegakkan atau menyingkirkan (95% dapat dipercaya) diagnosis infeksi HIV pada
usia 3 sampai 6 bulan. Uji-uji ini jika dilakukan dengan tepat mempunyai angka
positivitas palsu rendah yang dapat diterima dan dapat di andalkan untuk menegaskan
infeksi pada semua usia. Sensitivitas pada tiap-tiap tes lebih rendah pada priode
parinatal, membuat di perlukannya tes serial. Untuk memonitor secara prospektif bayi
yang beresiko, ujifirologi diagnostic dianjurkan sekurang-kurangnya 2 kali dalam 6
bulan pertama. Sebagai orang tua di beritahukan bahwa anaknya terinfeksi,
konfirmasi dan tinjauan semua uji laboratorium di anjurkan. Bila bayi atau anak tanpa
factor resiko yang di kenali untuk infeksi HIV tampak dengan gambaran atau tanda
yang cocok dengan defisiensi imun, diagnosis HIV harus di jalankan bersama
defisiensi imun lain.
Kenyataan bahwa infeksi HIV akhir-akhir ini merupakan penyebab utama
defisiensi imun pada anak yang lebih mudah membantu saat membersihkan konseling
orang tua berkenang dengan uji serologi. Pada anak berusia 18 bulan sampai masa
remaja, tes serologi yang positif yang di konfirmasi untuk anti body terhadap HIV
(ELISA dan bekuan Western atau tes konfirmasi lain) biasanya cukup untuk
menegakkan diagnosis infeksi HIV. Beberapa persen bayi tidak terinfeksi dari ibu
yang terinfeksi HIV akan memiliki anti body yang berasal dari ibu yang dideteksi,
sehingga konfirmasi virologi diharapkan. Kesukaran lain yang jarang dalam diagnosi
yang didasarkan pada serologi saja adalah bayi yang terinfeksi HIV yang tidak
menghasilkan antibody spesifik HIV dan keadaan yang tidak lazim pada bayi
terinfeksi yang menjadi seronegatif setelah pencucian anti body meternal sebelum
menghasilkan anti body itusendiri.
F. KOMPLIKASI
1. Oral LesiKarena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitisHuman Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. Kandidiasis oral ditandai
oleh bercak-bercak putih seperti krimdalam rongga mulut. Jika tidak diobati,
kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagusdan lambung. Tanda dan gejala
yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit danrasa sakit di balik
sternum (nyeri retrosternal).
2. Neurologik
Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS
(ADC; AIDS dementiacomplex). Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat,
sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan
psikomotorik, apatis dan ataksia. stadiumlanjut mencakup gangguan kognitif
global, kelambatan dalam respon verbal, gangguanefektif seperti pandangan yang
kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi,tremor, inkontinensia,
dan kematian. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit
kepala, malaise, kakukuduk, mual, muntah, perubahan status mental dan kejang-
kejang. diagnosis ditegakkandengan analisis cairan serebospinal.
3. GastrointestinalWasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang
diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan BB
> 10% dari BB awal, diareyang kronis selama lebih dari 30 hari atau kelemahan
yang kronis, dan demam yangkambuhan atau menetap tanpa adanya penyakit lain
yang dapat menjelaskan gejala ini. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula,
ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibatinfeksi, dengan efek inflamasi
sulit dan sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
4. RespirasiPneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak nafas (dispnea),
batuk-batuk,nyeri dada, hipoksia, keletihan dan demam akan menyertai pelbagi
infeksi oportunis, sepertiyang disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare
(MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
5. DermatologikLesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis,reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,
gatal, rasa terbakar, infeksisekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes
zoster dan herpes simpleks akan disertaidengan pembentukan vesikel yang nyeri
dan merusak integritas kulit. moluskumkontangiosum merupakan infeksi virus
yang ditandai oleh pembentukan plak yang disertaideformitas Diare karena bakteri
dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcomaKaposi. Dengan
efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler
yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama
perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
Dengan sedikit pengecualian, bayi dengan infeksi HIV perinatal secara klinis dan
imunologis normal saat lahir. Kelainan fungsi imun yang secara klinis tidak tampak
sering mendahului gejala-gejala terkait HIV, meskipun penilaian imunologik bayi
beresiko dipersulit oleh beberapa factor unik. Pertama, parameter spesifik usia untuk
hitung limfosit CD4 dan resiko CD4/CD8 memperlihatkan jumlah CD4 absolut yang
lebih tinggi dan kisaran yang lebih lebar pada awal  masa bayi, diikuti penurunan
terhadap pada beberapa tahun pertama
Gejala terkait HIV yang paling dini dan paling sering pada masa bayi jarang
diagnostic. Gejala HIV tidak spesifik didaftar oleh The Centers For Diseasen Control
sebagai bagian definisi mencakup demam, kegagalan berkembang, hepatomegali dan
splenomegali, limfadenopati generalisata (didefinisikan sebagai nodul yang >0,5 cm
terdapat pada 2 atau lebih area tidak bilateral selama >2 bulan), parotitis, dan diare.
.
B. Saran
Pemberian materi yang lebih mendalam dapat meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan disamping
pengarahan dan bimbingan yang senantiasa diberikan sehingga keberhasilan dalam tugas
dapat dicapai
DAFTAR PUSTAKA

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo
Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th
edition, Mosby Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made
Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai