Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN

HIV DAN AIDS

DI SUSUN OLEH :
NAMA :CHRISTINA TANGE WINI
NIM :PO5303203200710
TINGKAT :2B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN WAINGAPU
TAHUN AJARAN 2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency


Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia yang menjadi
wabah internasional sejak pertama kehadirannya.Penyakit ini merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang
menyerang sistem kekebalan tubuh (Kemenkes, 2015).

Penyakit HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan


tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain (Kemenkes,
2015). Penyakit AIDS diartikan sebagai sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan
atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar dan sebagai bentuk
paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun dan tanpa
gejala yang nyata, hingga keadaan imunosupresi yang berkaitan dengan berbagai infeksi
yang dapat membawa kematian dan akhirnya akan berkembang menjadi AIDS.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan, pada 2020 ada 37,7 juta orang
yang hidup di dunia dengan human immunodeficiency virus (HIV), 1,5 juta infeksi HIV
baru, dan 680 ribu kematian terkait acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS).Berdasarkan estimasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah kasus baru
HIV (Human Immunodeficiency Virus) di seluruh dunia hampir 1,5 juta kasus pada 2020.
Afrika tercatat sebagai kawasan yang memiliki jumlah kasus baru HIV tertinggi, yakni 880
ribu kasus. Kasus HIV juga banyak ditemukan di Eropa. Pada 2020, jumlah kasus di benua
biru itu mencapai 170 ribu kasus. Kemudian, sebanyak 150 ribu kasus HIV terbaru tercatat
ada di kawasan Amerika. Selanjutnya, kawasan Pasifik Barat mempunyai 120 ribu kasus
HIV baru. Kawasan Asia Tenggara dan Mediterania Timur memiliki kasus baru HIV
masing-masing sebesar 100 ribu kasus dan 41 ribu kasus.
Sedangkan penderita HIV di Indonesia menurut Kementerian Kesehatan melaporkan,
jumlah kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) turun 16,5% dari 50.282 kasus pada
2021 menjadi 41.987 pada 2022. Sebaliknya, kasus Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) megalami peningkatan 22,78% dari 7.036 pada 2021 menjadi 8.639
pada 2022.

Data kasus HIV/AIDS di Provinsi NTT yang dihimpun Dinas Kesehatan Provinsi
NTT dari tahun 1997 sampai Maret 2021 terdapat sebanyak 7662 kasus yang tersebar di
22 kabupaten/kota dengan 1443 orang penderita meninggal dunia. Kota Kupang masih
menjadi penyumbang terbanyak dengan 3903 kasus. Hal ini belum sesungguhnya benar
karena sistem pendataan masih belum baik di kabupaten yang disinyalir jumlah penderita
AIDS juga signifikan (fenomena gunung es). Khususnya di kabupaten dengan jumlah
kunjungan wisatawan yang banyak seperti Kabupaten Manggarai Barat dan kabupaten
penyedia pekerja migran (baik ke luar daerah dan luar negeri) seperti Kabupaten Flores
Timur dan Belu.

1.2 TUJUAN

a. Untuk mengetahui defenisi HIV AIDS


b. Untuk mengetahui Penyebab HIV AIDS
c. Untuk mengetahui patofisiologi HIV AIDS
d. Untuk mengetahui Pathway HIV AIDS
e. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang HIV AIDS
f. Untuk mengetahui penatalaksanaan HIV AIDS
g. Untuk mengetahui komplikasi dan pencegahan HIV AIDS
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan HIV AIDS

1.3 MANFAAT
Memberikan pengetahuan dan memperkaya pengalaman bagi penulis dalam memberikan
dan menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan HIV AIDS dan sebagai salah satu
syarat menyelesaikan pendidikan Memberikan pengetahuan dan memperkaya pengalaman
bagi penulis dalam memberikan dan menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan HIV
AIDS dan sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 DEFINISI

Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan penyakit kekurangan


sistem imun yang disebabkan oleh retrovirus HIV tipe 1 atau HIV tipe 2 (Copstead dan
Banasik, 2012). Infeksi HIV adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan
sel-sel darah putih infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan
tubuh secara progresif, menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu
(terutama pada orang dewasa) (Bararah dan Jauhar. 2013). Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil
akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia & Lorraine,2012)

2.2 PENYEBAB

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human


Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termasuk dalam
keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisinsi pada kucing, virus
imunodefisiensi pada kera, visna virus pada domba, dan virus anemia infeksiosa pada
kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda secara genetik, tetapi berhubungan secara antigen,
yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang telah berhasil diisolasi dari penderita AIDS. Sebagian besar
retrovirus, viron HIV-1 berbentuk sferis dan mengandung inti berbentuk kerucut yang
padat elektron dan dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran se
penjamu. Inti virus tersebut mengandung kapsid utama protein p24, nukleokapsid protein
p7 atau p9, dua sirina RNA genom, dan ketiga enzim virus (protease, reserve
trancriptase, dan integrase). Selain ketiga gen retrovirus yang baku ini, HIV
mengandung beberapa gen lain (diberi nama dengan tiga huruf, misalnya tat, rev, vif,
nef, vpr dan vpu) yang mengatur sintetis serta perakitan partikel virus yang infeksius.
(Robbins dkk, 2011)

Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam cara
penularan, yaitu :
a. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan seKsual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV
b. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero). Penularan
juga terjadi selama proses persalinan melalui tranfusi fetomaternal atau kontak antara
kulit atau membran mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan.
Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
c. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat lain
yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinveksi HIV, dan
langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV dan langsung
digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa menular HIV
d. Alat-alat untuk menoreh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat
tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut
mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.
e. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan
oleh para pengguna narkoba (Injecting Drug User-IDU) sangat berpotensi
menularkan HIV. Selain jarun suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama
juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat,
sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV.

HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, hidup
serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan sosial yang lain.

2.3 PATHOPISIOLOGI

Menurut Robbins, Dkk (2011) Perjalanan infeksi HIV paling baik dipahami dengan
menggunakan kaidah saling memengaruhi antara HIV dan sistem imun. Ada tiga tahap
yang dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi antara virus dan penjamu. (1) fase
akut pada tahap awal; (2) fase kronis pada tahap menengah; dan (3) fase krisis, pada tahap
akhir.
a.fase akut
menggambarkan respon awal seseorang dewasa yang imunokompeten terhadap infeksi
HIV. Secara klinis, hal yang secara khas merupakan penyakit yang sembuh sendiri yang
terjadi pada 50% hingga 70% dari orang deawasa selama 3-6 minggu setelah infeksi;
fase ini ditandai dengan gejala nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, mialgia, demam,
ruam, dan kadang-kadang meningitis aseptik.
b. Fase kronis,
pada tahap menengah, menunjukkan tahap penahanan relatif virus. Pada fase ini,
sebagian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus berlanjut hingga beberapa
tahun. Pada pasien tidak menunjukkan gejala ataupun menderita limfadenopati
persisten, dan banyak penderita yang mengalami infeksi oportunistik “ringan” seperti
ariawan (Candida) atau harpes zoster selama fase ini replikasi virus dalam jaringan
limfoid terus berlanjut.
c.Tahap terakhir, fase krisis,
ditandai dengan kehancuran ppertahanan penjamu yang sangat merugikan peningkatan
viremia yang nyata, serta penyakit klinis. Para pasien khasnya akan mengalami demam
lebih dari 1 bulan, mudah lelah, penurunan berat badan, dan diare. Jumlah sel CD4+
menurun dibawah 500 sel/μL. Setelah adanya interval yang berubah-ubah, para pasien
mengalami infeksi oportunistik yang serius, neoplasma sekunder, dan atau manifestasi
neurologis (disebut dengan kondisi yang menentukan AIDS), dan pasien yang
bersangkutan dikatakan telah menderita AIDS yang sesungguhnya.

2.4 PATHWAY

Hubungan seksual dengan Tertusuk jarum bekas Ibu hamil menderita


Transfusi darah yang terinfeksi
pasangan yang beganti ganti penderita HIV HIV
hiv
dengan yang terinfeksi HIV

virus masuk dalam tubuh lewat luka


Sperma terinfeksi masuk kedalam berdarah
tubuh pasangan lewat membran
mukosa,vagina,anus yang lecet atau
luka
Virus masuk dalam peredaran darahdan invasi sel target hospes

Thelper/CD4+ Makrofig Sel B


Sel penjamu(Telpher,limfosit B,Makrofag)mengalami kelumpuhan

Terjadi perubahan struktural sel diatas akibat transkripsi RNA virus + DNA sel sehingga terjadi terbentuknya provirus
Menurunnya sistem kekbalan tubuh

Infeksi oportunistik

Sistem GIT Integumen Sistem reproduksi Sistem respirasi Sistem neurologi

Virus Herpes Microbakterium


candidiosis kriplocosus
HIV+Kkuman zoster+herpes Tb
salmonela,clos simpleks
tridium,candid
a
Pcp(pneumonia
Ulkus genital Meningitis
pneumocystis
kriplocosus
Menginfasi mukosa Dermatitis sereboika
saluran cerna

Perubahan status
Ruam,Difus,Bersisik,Fo Demam,batuk,no
Peningkatan mental,kejang,kaku
likulitis,kulit n produktif,nafas
peristolitik kuduk,kelemahan,m
kering,mengelupas pendek
ual,kehilangan nafsu
eksema
makan,vomitus,dem
ara,panas pusing

Diare
MK:
Psoriosis Terapi trime to prim
sulfime 1.Hipetermi

2.Bersihan jalan nafas


MK: MK: 3.Pola nafas tidak efektif
1.Perubahan eliminasi Resiko kerusakan
(bab) integritas kulit Ruam,pruritus,papul
a,makula merah
2.gangguan nutrisi<dari muda MK:
kebutuhan tubuh
1.Hipertermi
3.resiko kekurangan
volume cairan 2.bersihan jalan nafas
MK: Nyeri 3.pola nafas tidak efektif
2 .5 RESPON TUBUH TERHADAP TERHADAP FISIOLOGIS

Menurut Burnner dan Suddarth (2013) Manifestasi klinis penyakit AIDS menyebar
luas dan pada dasarnya dapat mengenai setiap sistem organ. Penyakit yang berkaitan
dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibatinfeksi, malignasi dan atau efek
langsung HIV pada jaringan tubuh,pembahasan berikutini dibatasi pada manifestasi
klinis dan akibat infeksi HIVberat yang paling sering ditemukan.

a. Respiratori
Pneumonia Pneumocytis carini. Gejala nafas yang pendek, sesak nafas(dispnea),
batuk-batuk, nyeri dada dan demam akan menyertai berbagai infeksi oportunistik
seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium avium intracellulare (MAI),
sitomegalovirus (CMV) dan Legionella. Walaupun begitu, infeksi yang paling
sering ditemukan pada penderita AIDS adalah Pneumonia Pneumocytis Carinii
(PCP) yang merupakan penyakit oportunistik pertama yang dideskripsikan berkaitan
dengan AIDS..
b. Gastrointerstinal
Manifestasi gastrointerstinal penyakit AIDS mencangkup hilagnya selera
makan, mual, vomitus, kondisiasis oral, serta esofagus, dan diare kronis.
c. Kanker
Sarkoma Kaposi yaitu kelainan malignasi yang berkaitan dengan HIV yang
paling sering ditemukan merupakan penyakit yang melibatkan lapisan endotel
pembuluh darah dan limfe.Kaposi yang berhubungan dengan AIDS memperlihatkan
penyakit yang lebih agresif dan beragam yang berkisar mulai dari lesi kutaneus
setempat hingga kelainan yang menyebar dan mengenai lebih dari satu sistem
organ. Lesi Kutaneus yang dapat timbul pada setiap bagian tubuh biasanya bewarna
merah mudah kecoklatan hingga ungu gelap. Lesi dapat datar atau menonjol dan
dikelilingi oleh ekimosis (bercak-bercak perdarahan) serta edema.
d. Neurologik
Ensefalopati HIV disebut juga sebagai kompleks demensia AIDS. Hiv
ditemukan dengan jumlah yang besar dalam otak maupun cairan serebrospinal
pasien-pasien ADC (AIDS dementia complex). Sel-sel otak yang terinfeksi HIV
didominasi olehsel-sel CD4 + yang berasal dari monosit/magrofag. Infeksi HIV
diyakini akan memicu toksin atau limfokin yang mengakibatkan disfungsi seluler
atau yang mengganggu atau yang mengganggu fungsi neurotransmiter ketimbang
menyebabkan kerusakan seluler.
e. Struktur integrumen
Manifestasi kulit menyertai infeksi HIV dan infeksi oportunistik serta malignansi
yang mendampinginya, Infeksi oportunistik seperti harpes zoster dan harpes
simpleks akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri yang merusak
integritas kulit. Moloskum kontagiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh
pembentukan plak yang disertai deformitas.Dermatitis seboreika akan disertai ruam
yang difus, bersisik dengan indurasi yang mengenai kulit kepala serta wajah

2.6 PENATALAKSANAAN

Menurut Burnnner dan Suddarth (2013) Upaya penanganan medis meliputi beberapa
cara pendekatan yang mencangkup penanganan infeksi yang berhubungan dengan HIV
serta malignansi, penghentian replikasi virus HIV lewar preparat antivirus, dan
penguatan serta pemulihan sistem imun melalui pengguanaan preparat
immunomodulator. Perawatan suportif merupakan tindakan yang penting karena efek
infeksi HIV dan penyakit AIDS yang sangat menurunkan keadaan umum pasien; efek
tersebut mencangkup malnutrisi, kerusakan kulit, kelemahan dan imobilisasi dan
perubahan status mental. Penatalaksanaan HIV AIDS sebegai berikut :

a. Obat-obat untuk infeksi yang berhubungan dengan HIV infeksi


Infeksi umum trimetroprime-sulfametokazol, yang disebut pula TMPSMZ
(Bactrim,septra), merupakan preparat antibakteri untuk mengatasi berbagai
mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. pentamidine
b. Penatalaksanaan Diare Kronik
Terapi dengan oktreotid asetat (sandostain), yaitu suatu analog sintetik
somatostatin, ternyata efektif untuk mengatasi diare yang berat dan kronik.
Konsentrasi reseptor somatosin yang tinggi ditemukan dalam traktus
gastrointerstinal maupun jaringan lainnya.
c. Penatalaksanaan Sindrom Pelisutan
Penatalaksanaan sindrom pelisutan mencangkup penanganan penyebab yang
mendasari infeksi oportunitis sistematik maupun gastrointerstinal. Malnutrsi
sendiri akan memperbesar resiko infeksi dan dapat pula meningkatkan insiden
infeksi oportunistis.
d. Penanganan keganasan
Penatalaksanaan sarkoma Kaposi biasanya sulit karena sangat beragamnya gejala
dan sistem organ yang terkena.Tujuan terapinya adalah untuk mengurangi gejala
dengan memperkecil ukuran lesi pada kulit, mengurangi gangguan rasa nyaman
yang berkaitan dengan edema serta ulserasi, dan mengendalikan gejala yang
berhubungan dengan lesi mukosa serta organ viseral. Hinngga saat ini, kemoterapi
yang paling efektif tampaknya berupa ABV (Adriamisin, Bleomisin, dan
Vinkristin).
e. Terapi Antiretrovirus
Saat ini terdapat empat preparat antiretrovirus yang sudah disetujui oleh FDA
untuk pengobatan HIV, keempat preparat tersebut adalah; Zidovudin,
Dideoksinosin , dideoksisitidin dan Stavudin. Semua obat ini menghambat kerja
enzim reserve transcriptase virus dan mencegah virus reproduksi virus HIV
dengan cara meniru salah satu substansi molekuler yang digunakan virus tersebut
untuk membangun DNA bagi partikel-partikel virus baru. Dengan mengubah
komponen struktural rantai DNA, produksi virus yang baru akan dihambat.
f. Inhibitor Protase
Inhibitor protase merupakan obat yang menghambat kerja enzim protase, yaitu
enzim yang dibutuhkan untuk replikasi virus HIV dan produksi virion yang
menular. Inhibisi protase HIV-1 akan menghasilkan partikel virus noninfeksius
dengan penurunan aktivitas enzim reserve transcriptase.
g. Perawatan pendukung
Pasien yang menjadi lemah dan memiliki keadaan umum yang menurun sebagai
akibat dari sakit kronik yang berkaitan dengan HIV memerlukan banyak macam
perawatan suportif. Dukungan nutrisi mungkin merupakan tindakan sederhana
seperti membantu pasien dalam mendapatkan atau mempersiapkan makanannya.
Untuk pasien dengan gangguan nutrisi yang lanjut karena penurunan asupan
makanan, sindrome perlisutan atau malabsobsi saluran cerna yang berkaitan
dengan diare, mungkin diperlukan dalam pemberian makan lewat pembuluh darah
seperti nutrisi parenteral total.
h. Terapi nutrisi
Menurut Nursalam (2011) nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien
HIV AIDS untuk mempertahankan kekuatan, meningkatkan fungsi sistem imun,
meningkatkan kemampuan tubuh, utuk memerangi infeksi, dan menjaga orang
yang hidup dengan infeksi HIV AIDS tetap aktif dan produktif.
i. Manfaat konseling dan VCT pada pasien HIV
Menurut Nursalam (2011) konseling HIV/AIDS merupakan dialog antara
seseorang (klien) dengan pelayanan kesehatan (konselor) yang bersifat rahasia,
sehingga memungkinkan orang tersebut mampu menyesuaikan atau mengadaptasi
diri dengan stres dan sanggup membuat keputusan bertindak berkaitan dengan
HIV/AIDS.

3.7 PENCEGAHAN HIV AIDS

1) Hubungan badan hanya dengan pasangan hidup dan selalu setia


2) Jangan melakukan hubungan badan dengan berganti ganti pasangan
3) Gunakan kondom dari latex setiap berhubungan badan kecuali untuk pasangan-
pasangan yang menginginkan bayi.Kondom menurunkan resiko infeksi tetapi tidak
dapat mencegah secara total.
4) Hindari penyalahgunaan obat dan penggunaan jarum suntik Bersama-sama
5) Bila ingin akupuntur,tattoo atau melubangi telinga,pastikan bahwa alat-alat yang
dipakai telah di sucihama
6) Bila perlu operasi,sebaiknya mintahlah transfuse darah autologous(untuk nantinya
dipakai sendiri
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.PENGKAJIAN
a.Identitas klien
Nama :Tn.s
Tanggal lahir
Jenis kelamin
status
Pendidikan
Pekerjaan
Diagnosa medis
Alamat
No.mr
b. Riwayat penyakit
1) keluhan utama:
klien mengeluh sesak nafas,batuk kronis,merasa capai,mudah
Lelah,letih,lesu,flu,pusing dan diare
2) Riwayat penyakit sekarang:
pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang
memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam,
pasien mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan
drastic
3) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penggunaan narkotika suntik, hubungan seks bebas
atau berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan
tubuh penderita HIV/AIDS.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Dalam keluarga tidak ada yang mengalami penyakit yang dialami saat
ini

c.pola aktifi tas sehari hari


1) Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat
pasien menglami perubahan atau gangguan pada personal hygiene,
seperti kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK dikarenakan
kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan
tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau pe
2) Pola Nutrisi
pasien mengalami penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri
menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan BB yang cukup
drastis dalam waktu singkat (terkadang lebih dari 10%BB).
3) Pola Eliminasi
pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus berdarah.
4) Pola Istirahat dan tidur
pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperi demam dan keringat pada
malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan
cemas dan depresi terhadap penyakitnya.
5) Pola aktivitas dan latihan
pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami perubahan
penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
6) Pola presepsi dan konsep diri
pasien mengalami perasaan marah, cemas,depresi, dan stres.
7) Pola sensori kognitif
pasien mengalami penurunan pengecapan, dan
gangguan penglihatan, juga mengalami penurunan daya ingat,
kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan
kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
8) Pola hubungan peran
pasien merasa malu atau harga diri rendah.
9) Pola penanggulangan stres
pasien mengalami cemas, gelisah dan depresi karena penyakit yang
dideritanya. Lamanya waktu perawatan,perjalanan penyakit, yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah
tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang kontruksi dan adaptif.
10) Pola reproduksi seksual
pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya terganggu
karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan
seksual.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan
berubah, karena mereka menggap hal menimpa mereka sebagai
balasan
akan perbuatan mereka. Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai dan kepercayaan pasien
dalam kehidupan pasien, dan agama merupakan hal penting dalam
hidup
pasien. rawat.

d.pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

1) Tinggi badan : 157 cm


2) Berat badan : 31 kg
3) IMT : 12,91 ( Berat badan kurang )
4) Lingkar lengan : 19 cm
5) Kesadaran : Composmentis Coperatif
6) Tekanan darah : 80/60 mmHg
7) Nadi : 89 x/i
8) Pernafasan : 19 x/i
9) Suhu : 36,0 oC

b. Wajah

Simetris kiri dan kanan, tampak pucat, tidak ada lesi dan tidak ada udema.

c. Kepala
Kepala simetris, tidak ada pembengkakan pada kepala dan tidak ada lesi.
d. Rambut
Rambut bewarna pirang, distribusi rambut tidak merata, rambut mudah

rontok, berketombe.

e. Mata
Mata simetris kiri dan kanan, terdapat kantung mata, konjungtiva anemis,
sklera tidak ikhterik,reflek cahaya positik kiri dan kanan, reflek pupil
isokor, ukuran pupil 2mm/2mm
f. Hidung
Hidung simetris, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, tidak terdapat
pembengkakan, tidak terdapat nyeri tekan.
g. Mulut
Bibir tampak kering dan pecah-pecah, terdapat condidiasis oral, terdapat
sariawan, terdapat gigi yang berlubang
h. Telinga
simetris, tidak terdapat pembengkakan di area telinga, terdapat serumen di
kedua telinga.
i. Leher
Leher simetris, tidak ada pembengkakan kelenjer getah bening, dan tidak
terdap bendungan vena jugularis.
j. Paru-Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, tidak terdapat retraks
dinding dada
Palpasi : Premitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor
Auskultasi :Bronko vasikuler
k. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi :Ikhtus kordis teraba
Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : reguler
l. Abdomen
Inspeksi : terdapat distensi abdomen, tidak terdapat udema dan juga lesi
Ausklutasi : bising usus 20 x/m
Palpasi : hepar teraba dan terdapat nyeri tekan
Perkusi : saat dilakukan perkusi hepar didapatkan suara pekak
m. Kulit
Kulit terlihat kering, tidak terdapat tanda-tanda lesi (sarkoma kaposi)
terdapat sarkoma kaposi, turgor kulit jelek.
n. Genitalia
Pasien mengatakan tidak ada keluhan di area kemaluan.
o. Ekstremitas
Atas : Pasien terpasang IVFD Wida KN-2 8 tetes/menit di
tangan sebelah kanan, akral teraba dingin, tidak ada udema, CRT > 3
detik, tonus otot melemah
Bawah : tidak terdapat udema, akral teraba dingin, CRT > 3 detik,

tonus otot melemah

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penyakit paru obstruksi
kronis
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neorologis, ansietas,
nyeri, keletihan
c. Diare berhubungan dengan infeksi

3.3 PERENCANAAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA KRITERIA HASIL(NOC) INTERVENSI(NIC)


1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Menajemen jalan nafas
bersihan jalan nafas keperawatan diharapkan status 1. Posisikan pasien untuk
pernafasan tidak terganggu dengan memaksimalkan ventilasi
Definisi : ketidak kriteria hasil : 2. Buang secret dengan
mampuan untuk 1. Deviasi ringan dari kisaran memotivasi pasien untuk
membersihkan sekresi atau normal frekuensi pernafasan melakukan batuk atau
obstruksi dari saluran 2. Deviasi ringan dari kisaran menyedot lender
nafas untuk normal Irama pernafasan 3. Motifasi pasien untuk
mempertahankan bersihan 3. Deviasi ringan dari kisaran bernafas pelan, dalam,
jalan nafas normal suara auskultasi nafas berputar dan batuk
4. Deviasi ringan dari kisaran 4. Instruksikan bagaimana agar
1. Batasan normal kepatenan jalan nafas bisa melakukan batuk efektif
Karakteristik : 5. Deviasi ringan dari kisaran 5. Auskultasi suara nafas, catat
Suara nafas normal saturasi oksigen area yang ventilasinya
tambahan 6. Tidak ada retraksi dinding dada menurun atautidak dan
2. Perubahan adanya suara nafas tambahan
frekuensi nafasan 6. Monitor status pernafasan
3. Perubahan iraman dan oksigenisasi
nafas sebagaimana mestinya
4. Penurunan bunyi Fisioterapi dada
nafas 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
5. Sputum dalam fisioterapi dada kepada
jumlah berlebihan pasien
6. Batuk tidak efektif 2. Monitor status respirasi dan
kardioloogi (misalnya, denyut
dan suara irama nadi, suara
dan kedalaman nafas
3. Monitor jumlah dan
karakteristik sputum
4. Instruksikan pasien untuk
mengeluarkan nafas dengan
teknik nafas dalam
Terapi Oksigen
a.Bersihkan mulut, hidung dan
sekresi trakea dengan tepat
b. Siapkan peralatan oksigen
dan berikan melalui sistem
hemodifier
c. Monitor aliran oksigen
d. Monitor efektifitas terapi
oksigen
e. Pastikan penggantian masker
oksigen/ kanul nasal setiap kali
pernagkat diganti
Monitor Pernafasan
1) Monitor pola nafas
(misalnya, bradipneu)
2) Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
3) Auskultasi suara nafas
4) Kaji perlunya penyedotan
pada jalan nafas dengan
auskultasi suara nafas ronci
di paru
5) Auskultasi suara nafas
setelah tindakan, untuk
dicatat
6) Monitor kemampuan batuk
efektif pasien

2 Ketidakefektifan Pola Setelah dilakukan asuhan Menajemen Jalan Nafas :


Nafas keperawatan diharapkan status 1. Posisikan pasien untuk
pernafasan tidak terganggu dengan memaksimalkan ventilasi
Definisi : Inspirasi dan kriteria hasil : 2. Lakukan fisioterapi dada,
atau ekspirasi yang tidak 1. Frekuensi pernafasan Tidak ada sebagimana semestinya
memberi ventilasi adekuat deviasi dari kisaran normal 3. Buang secret dengan
Faktor Resiko : 2. Irama pernafasan Tidak ada memotivasi klien untuk
1. Perubahan deviasi dari kisaran normal melakukan batuk atau
kedalamam 3. Suara Auskultasi nafas Tidak menyedot lendir
pernafasan ada deviasi dari kisaran normal 4. Motivasi pasien untuk
2. Bradipneu 4. Saturasi oksigen Tidak ada bernafas pelan, dalam,
3. Dipsnea deviasi dari kisaran normal berputar dan batuk.
4. Pernafasan cuping 5. Tidak ada retraksi dinding dada 5. Auskutasi suara nafas, catat
hidung 6. Tidak ada suara nafas tambahan area yang ventilasinya
5. Takipnea 7. Tidak ada pernafasan cuping menurun atau tidak ada dan
hidung
adanya suara nafas tambahan
Faktor yang berhubungan : 6. Kelola nebulizer ultrasonik,
1. Kerusakan sebgaimana mestinya
Neurologis 7. Posisikan untuk meringankan
2. Imunitas sesak nafas
Neurologis 8. Monito status pernafasan dan
oksigen, sebagaimana
mestinya
Pemberian Obat :
1. Pertahankan aturan dan
prosedur yang sesuai dengan
keakuratan dan keamanan
pemberian obat-obatan
2. Ikuti prosedur limabenar
dalam pemberian obat
3. Beritahu klien mengenai
jenis obat, alasan pemberian
obat, hasil yang diharapkan,
dan efek lanjutan yang akan
terjadi sebelum pemberian
obat.
4. Bantu klien dalam
pemberian obat
Terapi Oksigen :
1. Bersihkan mulut, hidung, dan
sekresi trakea dengan tepat
2. Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
3. Monitor aliran oksigen
4. Periksa perangkat (alat)
pemberian oksigen secara
berkala untuk mmastikan
bahwa konsentrasi (yang
telah) ditentukan sedang
diberikan
Monitor Pernafasan :
1. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
2. Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot bantu
nafas
3. Palpasi kesimetrisan ekstensi
paru
4. Auskultasi suara nafas, catat
area dimana terjadinya
penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan keberadaan
suara nafas tambahan
5. Auskultasi suara nafas setelah
tindakan untuk dicatat
6. Monitor sekresi pernafasan
pasien
7. Berikan bantuan terapi nafas
jika diperlukan (misalnya
nebulizer)
Monitor tanda-tanda vital :
1. Monitor tekanan darah, Nadi,
Suhu, dan status pernafasan
dengan tepat
2. Monitor suara paru-paru
3. Monitor warna kulit, suhu
dan kelembaban
3 diare Setelah dilakukan tindakan Menajemen Saluran Cerna
keperawatan diharapkan eliminasi 1) Monitor buang air besar
Diare Definisi : Pasase usus tidak terganggu dengan kriteria termasuk frekuensi,
fases yang lunak dan tidak
berbentuk hasil : konsistensi, bentuk, volume
Batasan Karakteristik : 1. Pola eliminasi tidak terganggu dan warna, dengan cara yang
1. Nyeri 2. Suara bising usus tidak terganggu tepat
abdomen 3. Diare tidak ada 2) Monitor bising usus
2. Sedikitnya Menajemen Diare
tiga kali diharapkan tidak terjadi keparahan 1. Tentukan riwayat diare
defekasi infeksi dengan kriteria hasil : 2. Ambil tinja untuk
per hari 1. Malaise tidak ada pemeriksaan kultur dan
3. Bising 2. Nyeri tidak ada sensitifitas bila diare
usus 3. Depresi jumlah sel darh putih berlanjut
hiperaktif 3. Instruksikan pasien atau
Situasional : anggota keluarga utuk
1. Penyalahguna an mencatat warna, volume,
alkohol frekuensi, dan konsistensi
Fisiologis tinja
2. Proses Infeksi 4. Identivikasi faktor yang bisa
menyebabkan diare (misalnya
medikasi, bakteri, dan
pemberian makan lewat
selang)
5. Amati turgor kulit secara
berkala
6. Monitor kulit perineum
terhadap adanya iritasi dan
ulserasi
7. Konsultasikan dengan dokter
jika tanda dan gejala diare
menetap
Pemasangan Infus
1. Verivikasi instruksi untuk
terapi IV
2. Beritau pasien mengenai
prosedur
3. Pertahankan teknik aseptik
secara seksama
4. Pilih vena yang sesuai
dengan penusukan vena,
pertimbangkan prevelansi
pasien, pengalaman masa
lalu dengan infus, dan tangan
non dominan
5. Berikan label pada pembalut
IV dengan tanggal, ukuran,
dan inisiasi sesuai protokol
lembaga
Terapi Intravena (IV)
1) Verivikasi perintah untuk
terapi intravena
2) Instruksikan pasien tentang
prosedur
3) Periksa tipe cairan, jumlah,
kadaluarsa, karakterisktik
dari cairan dan tingkat
merusak pada kontainer
4) Laukuan (prinsip) lima benar
sebelum memulai infus atau
pemberian pengobatan
(misalnya, benar obat, dosis,
pasien, cara, dan frekuensi)
5) Monitor kecepatan IV,
seblum memberikan
pengobatan IV
6) Monitor tanda vital
7) Dokumentasikan terapi yang
diberikan, sesuai protokol
dan institusi
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala yang disebut
sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada umumnya yaitu
berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-pegal di badan),
pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat berat disertai
kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya akan menghilang dalam beberapa mingggu.
Dalam penyususnan kasus harus dipertimbangkan dengan kesenjangan teori.

4.2. Saran
Diharapkan bagi mahasiswa agar dapat mencari informasi dan memperluas
wawasan mengenai klien dengan HIV AIDS karena dengan adanya pengetahuan dan
wawasan yang luas mahasiswa akan mampu mengembangkan kemampuan dan
potensial diri dalam dunia keperawatan,dan kesehatan, dan dapat memberikan
pendidikan kesehatan mengenai HIV AIDS pada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Bararah dan Jauhar.M, 2103. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat
Profesional Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya
Bulechek,Gloria M, Dkk (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). United
kingdom: ELSEVIER
Kunoli, F.J.,(2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: TIM
Moorhead,Sue, Dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). United
Kingdom: ELSEVIER
NANDA International. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta.
EGC
Nurasalam. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV AIDS, Jakarta :
Salemba Medika
Nursalam dan Kurniawati,Ninuk Dian. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika
Dr. Nugroho, Taufan & Scorviani, Vera. 2017. Kamus pintar kesehatan. Yokyakarta :
Nuha Medika
Tim Dapur Naskah. 2011. Penyakitan AIDS. Bandung : CV. Amalia book.
Dr. H. R. Hasdianah. 2018. Virologi Mengenal Virus Penyakit Dan Pencegahan.
Yogyakarta :Nuha Medika.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemban Medika.

Anda mungkin juga menyukai