Anda di halaman 1dari 42

PRAKTIK KEPERAWATAN III

LAPORAN PENDAHULUAN HIV/AIDS

Dosen Pembimbing : Ni Made Wedri, S.Kep., Ners., M.Kes.

Oleh :

Nama : Ni Nyoman Budi Astiti

NIM : P07120219003

Kelas/ Prodi : II A/ S.Tr. Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
KONSEP DASAR HIV/AIDS

A. DEFINSI HIV/AIDS

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dapat diartikan bagai


kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurun kekebalan tubuh
akibat infeksi oleh virus HIV, dan merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Fauci
et al., 2009). Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu
spektrum penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan tubuh yang meliputi infeksi
primer, dengan atau tanpa sindrom akut, stadium asimtomatik, hingga stadium
lanjut. Virus tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang berakibat
turun atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit dan meninggal
karena infeksi, kanker dan lain-lain, sampai saat ini belum ditemukan vaksin dan
pencegahnya. Pengobatan yang ada saat ini hanya untuk menghambat
perkembangan virus dalam darah.

B. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human


Immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang termasuk
dalam keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisinsi pada kucing, virus
imunodefisiensi pada kera, visna virus pada domba, dan virus anemia infeksiosa
pada kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda secara genetik, tetapi berhubungan
secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang telah berhasil diisolasi dari penderita
AIDS. Sebagian besar retrovirus, viron HIV-1 berbentuk sferis dan mengandung
inti berbentuk kerucut yang padat elektron dan dikelilingi oleh selubung lipid
yang berasal dari membran se penjamu. Inti virus tersebut mengandung kapsid
utama protein p24, nukleokapsid protein p7 atau p9, dua sirina RNA genom, dan
ketiga enzim virus (protease, reserve trancriptase, dan integrase). Selain ketiga
gen retrovirus yang baku ini, HIV mengandung beberapa gen lain (diberi nama
dengan tiga huruf, misalnya tat, rev, vif, nef, vpr dan vpu) yang mengatur sintetis
serta perakitan partikel virus yang infeksius.
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam
cara penularan, yaitu :

a. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS


Hubungan sesual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV
tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual
berlangsusng, air mani, cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai
selaput lendir, penis, dubur, atau muluh sehingga HIV yang tedapa dalam
cairan tersebut masuk ke aliran darah. Selama berhubungan juga bisa
terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur dan mulut yang bisa menjadi
jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual.
b. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero).
Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke
bayi adalah 0.01% sampai 7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada
gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%,
sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50%.
Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui tranfusi
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lam proses
melahirkan, semakin besar resiko penularan. Oleh karena itu, lama
persalinan bisa dipersingkat dengan operasi sectio caesaria. Transmisi lain
terjadi selam periode post partum melaui ASI. Resiko bayi tertular melalui
ASI dai Ibu yang positif sekitar 10%
c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh
darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-
alat lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang
terinveksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak
terinfeksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak
terinfeksi HIV bisa menular HIV.
e. Alat-alat untuk menoreh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat
seseorang, membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa
menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin dipakai tanpa disterilkan
terlebih dahulu.
f. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang
digunakan oleh para pengguna narkoba sangat berpotensi menularkan
HIV. Selain jarun suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama
juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos
obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV.
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu
tangan, hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan
hubungan sosial yang lain
C. POHON MASALAH
Defisit Pengetahuan

Ketidakberdayaa
Defisit Nutrisi Kurang terpapar informasi
n

Penurunan berat Ancaman kehidupan/ Tidak tahu cara pencegahan


badan kondisi penyakit dan penularan HIV

Positif HIV

Infeksi CD4+ lainnya

Pelepasan HIV baru ke plasma

Replikasi pembentukan tunas HIV baru

Pelepasan HIV baru ke plasma

Replikasi pembentukan HIV baru

Penyatuan DNA nucleus T4

Pembuahan double stranded (DNA utas ganda)

Pemograman ulang materi genetic sel T4 terinfeksi

Injeksi dua utas benang RNA yang identic ke T4 helper oleh enzim referse tranciptase

Ikatan dengan membrane sel T4 helper

Ikatan protein gp 120 dengan sel (CD4+)

HIV (Human Immunodeficiency Virus)


D. KLASIFIKASI

Terdapat beberapa klasifikasi HIV/ AIDS. Adapun sistem klasifikasi yang


biasa digunakan untuk dewasa dan remaja dengan infeksi HIV adalah menurut
WHO dan CDC (Centre for Diasease Control and Prevention).

1. Klasifikasi Menurut CDC


CDC mengklasifikasikan HIV/AIDS pada remaja (>13 tahun dan dewasa)
berdasarkan dua sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan
tubuh yang dialami pasien serta stadium klinis. Jumlah supresi kekebalan
tubuh ditunjukkan oleh limfosit CD4+. Sistem ini didasarkan pada tiga
kisaran CD4+ dan tiga kategori klinis, yairu:
- Kategori 1 : > 500 sel/ul
- Kategori 2 : 200 - 499 sel/ul
- Kategori 3 : < 200 sel/ul
Klasifikasi tersebut didasarkan pada jumlah limfosit CD4+ yang terendah
dari pasien. Klasifkasi CDC juga bisa digunakan untuk surveilans
penyakit, penderita yang dikategorikan kelas A3, B3, C1-3 dikatagorikan
AIDS. Sekali dilakukan klasifkasi, maka pasien tidak dilakukan klasifkasi
ulang. Meskipun terjadi perbaikan status imunologi misalnya peningkatan
nilai CD4+ karena pengaruh terapi atau faktor lain.
1) Kategori klinis A
Meliput infeksi HIV tanpa gejala (asimptomatik), limfadenopati
generalisata yang menetap, dan infeksi HIV akut primer dengan
penyakit penyerta atau adanya riwayat infeksi HIV akut.
2) Kategori klinis B
Terdiri atas kondisi dengan gejala (simptomatik) pada remaja orang
atau dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori
C dan memenuhi paling sedikit satu dari beberapa kriteria berikut :
a. Keadaan yang dihubungkan dengan infeksi HIV atau adanya
kerusakan kekebalan dengan perantara sel (Cell mediated
immunity)
b. Kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan
klinis atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi
infeksi HIV. Contoh berikut ini termasuk dalam kategori tersebut,
tetapi tidak terbatas pada contoh ini saja.
 Angiomatosis basilari.
 Kandidiasis orofaringeal.
 Kandidiasis vulvovaginal.
 Displasia leher rahim.
 Demam 38,50C atau diare lebih dari satu bulan.
 Oral bairy leukoplakia.
 Herpes zoster.
 Purpura idiopatik trombositopenik.
 Listeriosis.
 Penyakit radang panggul.
 Neuropati perifer.
3) Kategori klinis C
Meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS. Pada tahap ini,
individu yang terinfeksi HIV menunjukkan perkembangan infeksi dan
keganasan yang mengancam kehidupan, misalnya:
 Kandidiasis bronki, trakea, dan paru.
 Kandidiasis esophagus.
 Kanker leher rahim invasif.
 Coccidiodomycosis menyebar atau di paru.
 Kriptokokosis di luar paru.
 Retinitis virus sitomegalo.
 Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV.
 Herpes simpleks dan ulkus lebih dari sebulan lamanya.
 Bronkitis, esofagitis atau pneumonia.
 Histoplasmosis menyebar atau di luar paru.
 Isosporiasi intestinal kronis lebih sebulan lamanya
 Sarkoma Kaposi.
 Limfoma Burkitt.
 Limfoma imunoblastik.
 Limfoma primer di otak.
 Mycobacterium avitm complex atau M. kansasii tersebar atau di
luar paru.
 Pneumonia Pneumogystis carinii.
 Pneumonia yang berulang.
 Leukoensefalopati mulifokal progresif.
 Toksoplasmosis di otak.
 Septikemia Salmonella yang berulang
2. Klasifikasi Menurut WHO,
WHO mengklasifikasi HIV/AIDS menjadi klasifikasi laboratorium dan
klinis yaitu :
a. Klasifikasi Laoratorium

Limfosit CD4+/mm3 Stadium Stadium Stadium Stadium


klinis 1 : Klinis Klinis 3 : Klinis
Asimtomatik 2 : Awal Intermediet 4 :
Lanjut
>2000 >500 1A 2A 3A 4A
1000-2000 200-500 1B 2B 3B 4B
<1000 <200 1C 2C 3C 4C

b. Klasifkasi Klinis
Pada beberapa negara, pemeriksaan limfosit CD4+ tidak tersedia.
Dalam hal ini pasien bisa didiagnosis berdasarkan gejala klinis, yaitu
berdasarkan tanda dan gejala mayor dan minor. Dua gejala mayor di
tambah dua gejala minor didefinisikan sebagai infeksi HIV
simptomatik.
 Gejala Mayor :
1. Penurunan berat badan > 10%.
2. Demam memanjang atau lebih dari 1 bulan.
3. Diare kronis.
4. Tuberkulosis.
 Gejala Minor :
1. Kandidiasis orofaringeal.
2. Batuk menetap lebih dari satu bulan.
3. Kelemehan tubuh.
4. Berkeringat malam.
5. Hilang nafsu makan.
6. Infeksi kulit generalisata.
7. Limfadenopati generalisata.
8. Herpes zoster.
9. Infeksi Herpes simplex kronis.
10. Pneumonia.
11. Sarkoma kaposi.
E. GEJALA KLINIS

Adapun gejala Klinis dari HIV yaitu :

1. Pertama merupakan tahap infeksi akut


Pada tahap ini muncul gejala tetapi tidak spesifik. Tahap ini muncul 6
minggu pertama setelah paparan HIV dapat berupa demam, rasa letih,
nyeri otot dan sendi, nyeri telan, dan pembesaran kelenjar getah bening.
Dapat juga disertai meningitis aseptik yang ditandai demam, nyeri kepala
hebat, kejang - kejang dan kelumpuhan saraf otak.
2. Kedua merupakan tahap asimtomatis
Pada tahap ini gejala dan keluhan hilang. Tahap ini berlangsung 6
minggu hingga beberapa bulan bahkan tahun setelah infeksi. Pada saat ini
sedang terjadi internalisasi HIV ke intraseluler. Pada tahap ini aktivitas
penderita masih normal.
3. Ketiga merupakan tahap simtomatis

Pada tahap ini gejala dan keluhan lebih spesifik dengan gradasi sedang
sampai berat. Berat badan menurun tetapi tidak sampai 10%, pada selaput
mulut terjadi sariawan berulang, terjadi peradangan pada sudut mulut,
dapat juga ditemukan infeksi bakteri pada saluran napas bagian atas
namun penderita dapat melakukan aktivitas meskipun terganggu. Penderita
lebih banyak berada di tempat tidur meskipun kurang 12 jam per hari
dalam bulan terakhir.

4. Keempat merupakan tahap yang lebih lanjut atau tahap AIDS.

Pada tahap ini terjadi penurunan berat badan lebih 10%, diare yang
lebih dari 1 bulan, panas yang tidak diketahui sebabnya lebih dari satu
bulan, kandidiasis oral, oral hairy leuhoplakia, tuberkulosis paru, dan
pneumonia bakteri. Penderita berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam
sehari selama sebulan terakhir. Penderita diserbu berbagai macam infeksi
sekunder, misalnya pneumonia pneumokistik karinii, toksoplasmosis otak.
diare akibat kriptosporidiosis, penyakit virus sitomegalo, infeksi virus
herpes, kandidiasis pada esofagus, trakea, bronkus atau paru serta infeksi
jamur yang lain misalnya histoplasmosis, koksidiodomikosis. Dapat juga
ditemukan beberapa jenis malignansi, termasuk keganasan kelenjar getah
bening dan sarkoma kaposi. Hiperaktivitas komplemen menginduksi
sekresi histamin. Histamin menimbulkan keluhan gatal pada kulit dengan
diiringi mikroorganisme di kulit memicu terjadinya dermatitis HIV

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes Laboratorium

Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostik yang sebagian masih


bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau
perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)

a. Serologis
1) Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.
Hasiltes positif, tapi bukan merupakan diagnose.
2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV).
3) Sel T limfosit
Penurunan jumlah total.
4) Sel T4 helper Indikator system imun (jumlah <200>)
5) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 :1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel
helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
6) P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi
infeksi
7) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati
normal.
8) Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel
perifer monoseluler.
9) Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin
positif
b. Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
c. Tes Lainnya
1) Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap
lanjut atau adanya komplikasi lain
2) Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
3) Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
4) Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi.
5) Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan
kerusakan paru-paru.

2. Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus
HIV.Kurang dari 1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara
seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih sedikit
lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan
yang mendatangi fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan
tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil tes mereka.
Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan.
Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang
digunakan untuk pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa
kontaminasi HIVnya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasaienzim HIV dan pengujian
Western blot, dilakukan untuk mendeteksi antibody HIV pada serum,
plasma, cairan mulut, darah kering, atau urinpasien. Namun demikian,
periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang
dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah
sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk mengetahui
serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk
mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat
digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan
antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut
tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah
digunakan secara rutin di negara-negara maju.
3. USG Abdomen.
4. Rontgen Thorak.
G. PENATALKASAAN MEDIS

Penatalaksanaan HIV tergantung pada stadium penyakit dan setiap infeksi


oportunistik yang terjadi. Secara umum, tujuan pengobatan adalah untuk
mencegah sistem imun tubuh memburuk ke titik di mana infeksi oportunistik akan
bermunculan. Sindrom pulih imun atau Immune Reconstitution Inflammatory
Syndrome (IRIS) yang dapat muncul setelah pengobatan juga jarang terjadi pada
pasien yang belum mencapai titik tersebut. Untuk semua penderita HIV/AIDS
diberikan anjuran untuk istirahat sesuai kemampuan atau derajat sakit, dukungan
nutrisi yang memadai berbasis makronutrien dan mikronutrien untuk penderita
HIV & AIDS, konseling termasuk pendekatan psikologis dan psikososial, dan
membiasakan gaya hidup sehat. Terapi antiretroviral adalah metode utam untuk
mencegah perburukan sistem imun tubuh. Terapi infeksi
sekunder/oportunistik/malignansi diberikan sesuai gejala dan diagnosis penyerta
yang ditemukan. Sebagai tambahan, profilaksis untuk infeksi oportunistik spesifik
diindikasikan pada kasus-kasus tertentu (Ma Get al., 2014).

Prinsip pemberian ARV adalah menggunakan kombinasi 3 jenis obat yang


ketiganya harus terserap dan berada dalam dosis terapeutik dalam darah, dikenal
dengan highly active antiretrouiral therapy (HAART). Istilah HAART sering
disingkat menjadi ART (antiretroviral therapy) atau terapi ARV. Pemerintah
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no 87 Tahun 2014
menetapkan paduan yang digunakan dalam pengobatan ARV dengan berdasarkan
pada 5 aspek, yaitu efektivitas, efek samping/ toksisitas, interaksi obat, kepatuhan,
dan harga obat, (Permenkes,2014).

H. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian,
kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial. Infark serebral kornea sifilis
meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis. Neuropati
karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus
(HIV).
3. Gastrointestinal
 Diare
Karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia,
demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
 Hepatitis
Karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat ilegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,
demam atritis
 Penyakit Anorektal
Karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-
gatal dan diare.
4. Respirasi.
 Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,
nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.
5. Dermatologik
 Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan
efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.f.Sensorik
 Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek
kebutaanPendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media,
kehilangan pendengaran dengan efek nyeri
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. RM.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi
respiratori ditemui keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama
lainnya ditemui pada pasien HIV AIDS yaitu, demam yang
berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari satu
bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan
lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada
mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albicans,
pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya
harpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh
b. Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien
HIV AIDS adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak
(dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi respiratori,
batuk-batuk, nyeri dada dan demam, pasien akan mengeluhkan
mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama.
Adanya riwayat penggunaan narkotika suntik, hubungan seks
bebas atau berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS,
terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga
yang menderita penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan
adanya orang tua yang terinfeksi HIV. Pengkajian lebih lanjut
juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga
bekerja di tempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (Pekerja
Seks Komersial)
3. Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami perubahan atau
gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti
pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah,
pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya
cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat
2. Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan
mengalami penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu singkat
(terkadang lebih dari 10% BB).
3. Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus
berdarah.
4. Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur
mengalami gangguan karena adanya gejala seperi demam dan
keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung
oleh perasaan cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
5. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya
seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari
lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi
terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
6. Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah,
cemas, depresi, dan stress.
7. Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan
pengecapan, dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya
mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi,
kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang
terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
8. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang
dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa
malu atau harga diri rendah.
9. Pola penanggulangan stres
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas,
gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya
waktu perawatan, perjalanan penyakit, yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan
lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang kontruksif dan adaptif.
10. Pola reproduksi seksual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya terganggu
karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui
hubungan seksual.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan
berubah, karena mereka menggap hal menimpa mereka sebagai
balasan akan perbuatan mereka. Adanya perubahan status kesehatan
dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai dan kepercayaan
pasien dalam kehidupan pasien, dan agama merupakan hal penting
dalam hidup pasien.
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien HIV yaitu :
a. Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.
b. Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi
penurunan tingkat kesadaran, apatis, samnolen, stupor bahkan coma.
c. Vital sign :
- TD: Biasanya ditemukan dalam batas normal
- Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat
- Pernafasan :Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat
- Suhu : Biasanya ditemukan Suhu tubuh menigkat karena demam.
d. BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB) TB :
Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap).
e. Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis
seboreika.
f. Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik,
pupil isokor, reflek pupil terganggu.
g. Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.
h. Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-
bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasi.
i. Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi
jamur Cryptococcus neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer
getah bening.
j. Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan.
k. Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada
pada pasien AIDS yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul),
sesak nafas (dipsnea).
l. Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang hiperaktif.
m. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda
lesi (lesi sarkoma kaposi).
n. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun,
akral dingin.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelean
makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien, peningkatan kebutuhan metabolisme, faktor
ekonomi, faktor psikologis dibuktian dengan berat badan menurun
minimal 10% dibawah rentang ideal, cepat kenyang setelah makan,
kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun, bising usus hiperaktif,
otot pengunyah lemah, otot menelan lemah, membran mukosa pucat,
sariawan, serum albumin turun, rambut rontok berlebih, diare.
2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan keteratasan kognitif,
gangguan fungsi kognitif, kekeliruan mengikuti anjuran. Kurang
terpapar informasi, kurang minat dalam belajar, kurang mampu
mengingat, ketidaktahuan menemukan sumber informasi dibuktikan
dengan menanyakan masalah yang dihadapi, menunjukan prilaku tidak
sesuai anjuran, menunjukan persepsi yang keliru terhadap masalah,
menjalani pemeriksaan yang tidak tepat, menunjukan prilaku
berlebihan.
3. Ketidakberdayaan berhubugnan dengan program
perawatan/pengobatan yang kompleks atau jangka panjang,
lingkungan tidak mendukung perawatan/pengobatan, interksi
interpersonal tidak memuaskan dibuktikan dengan menyatakan frustasi
atau tidak mampu melaksanakan aktivitas sebelumnya, bergantung
pada orang lain, merasa diasingkan, menyatakan keraguan tentang
kinerja peran, menyatakan kurang kontrol, menyatakan rasa malu,
merasa tertekan (depresi), tidak berpartisipasi dalam perawatan,
pengasingan.
4. Keputuasaan berhubungan dengan stress jangka panjang, penurunan
kondisi fisiologis, kehilangan kepercayaan pada kekuataan spiritual,
kehilangan kepercayaan dibuktikan dengan mengungkapkan
keputussasaan, berprilaku pasif, sulit tidur, selera makan menurun,
afek datar, kurang inisiatif, meninggalkan lawan bicara, kurang terlibat
dalam aktivitas perawatan, mengangkat bahu sebagai respon pada
lawan bicara.
5. Keletihan berhubugnan dengan gangguan tidur, gaya hidup monoton,
kondisi fisiologis, program perawatan/pengobatan jangka panjang,
pristiwa hidup negatif, stress berlebihan, depresi dibuktikan dengan
merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur, merasa kurang tenaga,
mengeluh lelah, tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin, tampak
lesu, merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan tanggung
jawab, libido menurun, kebutuhan istirahat meningkat.
C. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan asuhan keperawatan kebutuhan nutrisi
a. Observasi
ketidakmampuan selama ….x… jam pasien
1. Identifikasi status
menelean makanan, diharapkan Status 2. Untuk mengetahui
nutrisi
ketidakmampuan Nutrisi membaik apakah pasien
mencerna makanan, dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan memeiliki riwayat
ketidakmampuan 1. Porsi makanan yang intoleransi makanan alergi pada makanan
mengabsorbsi dihabiskan 3. Agar pasien makan
3. Identifikasi makanan
nutrien, peningkatan meningkat dengan lahap
yang disukai
kebutuhan 2. Kekuatan otot 4. Untuk mengetahui
4. Identifikasi kebutuhan
metabolisme, faktor pengunyah kebutuhan kalori dan
kalori dan jenis nutrien
ekonomi, faktor meningkat nutrient pasien
psikologis dibuktian 3. Kekuatan otot 5. Identifikasi perlunya 5. Untuk mengetahui
dengan berat badan menelan meningkat penggunaan selang apakah pasien perlu
menurun minimal 4. Serum albumin nasogastrik memakai selang
10% dibawah rentang meningkat nasogastrik
6. Monitor asupan
ideal, cepat kenyang 6. Agar asupan nutrisi
5. Verbalisasi makanan
setelah makan, pasien tetap terjaga
keinginan untuk
7. Monitor berat badan
kram/nyeri abdomen, 7. Untuk mengetahui
meningkatkan
nafsu makan 8. Monitor hasil berat badan pasien
nutrisi meningkat
menurun, bising usus pemeriksaan 8. Untuk mengyahui
6. Pengetahuan tentang
hiperaktif, otot laboratorium keadaan pasien
pengunyah lemah, pilihan makanan b. Terapeutik 9. Agar kesehatan
otot menelan lemah, yang sehat mulut pasien tetap
9. Lakukan oral
membran mukosa meningkat terjaga
hygine
pucat, sariawan, 7. Pengetahuan tentang 10. Untuk menjaga pola
sebelum makan,
serum albumin turun, pilihan minuman makan pasien
jika perlu
rambut rontok yang sehat meningkat 11. Agar menambah
10. Fasilitasi
berlebih, diare. 8. Pengetahuan tentang nafsu makan pasien
menentukan
standar asupan 12. Agar eliminasi
pedoman diet (mis.
nutrisi yang tepat pasien tidak
piramida makanan)
meningkat terganggu
9. Penyiapan dan 11. Sajikan makanan 13. Agar kebutuhan
penyimpanan secara menarik dan kalori dan protin
makanan yang aman suhu yang sesuai pasien tetap terjaga
meningkat 14. Untukmmenambah
12. Berikan makanan
10. Penyiapan dan nafsu makan pasien
tinggi serat untuk
penyimpanan 15. Agar kebutuhan
mencegah
minuman yang aman nutrisi pasien tetap
konstipasi
meningkat berlangsung dengan
13. Berikan makanan
11. Sikap terhadap baik
tinggi kalori dan
makanan/minuman 16. Agar pasien merasa
tinggi protein
sesuai dengan tujuan nyaman
kesehatan 14. Berikan suplemen 17. Agar berat badan
meningkat makanan, jika perlu pasien tetap terjaga
12. Perasaan cepat 18. Agar pasien merasa
15. Hentikan
kenyang menurun nyaman
pemberian makanan
13. Nyeri abdomen 19. Agar kebutuhan
melalui selang
menurun nutrisi pasien tetap
nasogatrik jika
terjaga.
14. Sariawan menurun asupan oral dapat
ditoleransi
15. Rambut ronotok
c. Edukasi
menurun
16. Anjurkan posisi
16. Diare menurun
duduk, jika perlu
17. Berat badan 17. Ajarkan diet yang
membaik diprogramkan

18. Indeks Massa d. Kolaborasi


Tubuh (IMT)
18. Kolaborasi
membaik
pemberian medikasi
19. Frekuensi
sebelum makan
makanan membaik
(mis. Pereda nyeri,
20. Nafsu makan
antiemetik), jika
membaik
perlu
21. Bising usus
19. Kolaborasi dengan
membaik
ahli gizi untuk
22. Tebal lipatan menentukan jumlah
kulit trisep membaik kalori dan jenis
nutrien yang
23. Membrane
dibutuhkan, jika
mukosa membaik
perlu
1. Untuk mengtahui
Promosi Berat Badan
penyebab kurangnya
a. Observasi
BB pada pasien
1. Identifikasi 2. Untuk mengetahui
kemungkinan penyebab mual dan
penyebab BB muntah pasien
kurang 3. Mengetahui jumlah
2. Monitor adanya mual kalori pasien
dan muntah 4. Mengetahui berat
badan pasien
3. Monitor jumlah
5. Untuk mengetahui
kalori yang
keadaan kesehatan
dikonsumsi sehari-
pasien
hari
6. Agar pasien
4. Monitor berat badan
terhindar dari bakteri
5. Monitor
albumin, 7. Agar kebutuhan
limfosit, dan nutrisi pasien
elektrolit, serum terpenuhi
b. Terapeutik 8. Untuk menambah
6. Berikan perawatan nafsu makan pasien
mulut sebelum 9. Agar menambah
pemberian makanan, nafsu makan pasien
jika perlu 10. Untuk memotivasi
7. Sediakan makanan pasien dan keluarga
yang tepat sesuai 11. Agar pasien ammpu
kondisi pasien (mis. memilih makanan
makanan dengan yang tepat
tekstur halus, 12. Agar pasien
makanan yang mengetahui asupan
diblender, makanan kalori yang
cair yang diberikan diperlukan
melaui NGT atau
gastrostomy, total
perenteral nutrition
sesuai indikasi)
8. Hidangkan makanan
secara menarik
9. Berikan suplemen,
jika perlu
10. Berikan pujian pada
pasien/keluarga
untuk peningkatan
yang dicapai
c. Edukasi

11. Jelaskan jenis


makanan yang
bergizi tinggi, namun
tetap terjangkau

12. Jelaskan peningkatan


asupan kalori yang
dibutuhkan
2. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan 1. Agar pasien mampu
berhubungan dengan asuhan keperawatan a. Observasi menerima informasi
keteratasan kognitif, selama …x… jam 1. Identifikasi yang diberikan
gangguan fungsi diharapkan Tingkat kesiapan dan 2. Untuk mengetahui
kognitif, kekeliruan Pengetahuan meningkat kemampuan prilaku yang
mengikuti anjuran. dengan kriteria hasil : menerima informasi menurunkan
Kurang terpapar 1. Prilaku sesuai 2. Identifikasi faktor- motivasi hidup sehat
informasi, kurang anjuran meningkat faktor yang dapat pasien
minat dalam belajar, 2. Verbalisasi minat meningkatkan dan 3. Untuk mendukung
kurang mampu dalam belajar menurunkan pengetahuan pasien
mengingat, meningkat motivasi prilaku 4. Agar Pendidikan
ketidaktahuan 3. Kemampuan hidup bersih dan keseahtan pasien
menemukan sumber menjelaskan sehat terjadwalkan
informasi dibuktikan pengetahuan tentang b. Terapeutik 5. Agar kebingungan
dengan menanyakan suatu topik 3. Sediakan materi dan pasien teratasi
masalah yang meningkat media Pendidikan 6. Agar pasien
dihadapi, 4. Kemampuan kesehatan mengetahui faktor
menunjukan prilaku menggambarkan 4. Jadwalkan yang mempengaruhi
tidak sesuai anjuran, pengalam Pendidikan kesehatannya
menunjukan persepsi sebelumnya yang kesehatan sesuai 7. Agar pasien terhindar
yang keliru terhadap sesuai dengan topik kesepakatan dari bakteri dan virus
masalah, menjalani meningkat 5. Berikan kesempatan 8. Agar pasien ammpu
pemeriksaan yang 5. Prilaku sesuai dengan untuk bertanya menerapkan hidup
tidak tepat, pengetahuan c. Edukasi bersih dan sehat
menunjukan prilaku meningkat 6. Jelaskan faktor
berlebihan. 6. Pertanyaan tentang risiko yang dapat
masalah yang mempengaruhi
dihadapi menurun kesehatan
7. Persepsi yang keliru 7. Ajarkan prilaku
terhadap masalah hidup bersih dan
menurun sehat
8. Menjalani 8. Ajaran strategi yang
pemeriksaan yang dapat digunakan
tidak tepat menurun untuk meningkatkan
9. Prilaku membaik prilaku hidup bersih
dan sehat

3. Ketidakberdayaan Setelah dilakukan Promosi Harapan 1. Mengetahui harapan


berhubugnan dengan asuhan keperawatan a. Observasi : pasien dan
program selama …x… jam 1. Identifikasi harapan kebutuhan dalam
perawatan/pengobata diharapkan Keberdayaan pasien dan keluarga pencapaian hidup
n yang kompleks atau meningkat dengan dalam pencapaian 2. Agar pasien tidak
jangka panjang, kriteria hasil : hidup menerus
lingkungan tidak 1. Pertnyataan mampu b. Terapeutik : menyalahkan
mendukung melaksanakan 2. Sadarkan bahwa kondisinya
perawatan/pengobata aktivitas meningkat kondisi yang dialami 3. Agar pasien tidak
n, interksi 2. Pernyataan memiliki nilai selalu merasa
interpersonal tidak kemampuan penting terpuruk
memuaskan keyakinan tentang 3. Pandu mengingat 4. Agar pasien lebih
dibuktikan dengan kinerja peran kembali kenangan aktif dalam
menyatakan frustasi meningkat yang menyenangkan perawatan
atau tidak mampu 3. Berpartisipasi dalam 4. Libatkan pasien 5. Agar tujuan pasien
melaksanakan perawatan meningkat secara aktif dalam terpenuhi
aktivitas sebelumnya, 4. Pernyataan frustasi perawatan 6. Agar pasien lebih
bergantung pada menurun 5. Kembangkan rencana termotivasi
orang lain, merasa 5. Ketergantungan pada perawatan yang 7. Agarf kebutuhan
diasingkan, orang lain menurun melibatkan timglat spiritual pasien
menyatakan keraguan 6. Perasaan diasingkan pencapaian tujuan terpenuhi
tentang kinerja peran, menurun sederhana sampai 8. Agar pasien lebih
menyatakan kurang 7. Pernyataan kurang dengan kompleks lega
kontrol, menyatakan kontrol menurun 6. Berikan kesmepatan 9. Agar hubungan
rasa malu, merasa 8. Pernyataan rasa malu kepada pasien dan pasien dengan
tertekan (depresi), menurun keluarga terlibat sekitarnya tetap
tidak berpartisipasi 9. Perasaan tertekan dengan dukungan terjaga
dalam perawatan, (depresi) menurun kelompok 10. Agar hubungan
pengasingan. 10. Pengasingan 7. Ciptakan lingkungan pasien tetap terjalin
menurun yang memudahkan dengan baik
mempraktikan 11. Agar tujuan pasien
kebutuhan spiritual sesuai dengan
c. Edukasi : harapan
8. Edukasi 12. Agar spiritual diri
mengungkapkan pasien terlatih
perasaan terhadap 13. Agar pasien merasa
kondisi dengan termotivasi
realistis
9. Anjurkan
mempertahankan
hubungan terapeutik
(mis. menyebutkan
nama orang yang
dicintai)
10. Anjurkan
mempertahankan
hubungan terapeutik
dengan orang lain
11. Latih menyusun
tujuan yang sesuia
dengan harapan
12. Latih cara
mengembangkan
spiritual diri
13. Latih cara
mengenang dan
menikmati masa lalu
(mis. prestasi,
pengalaman)
Promosi Koping 1. Mengetahui kegiatan
a. Observasi : pasien dalam
1. Identifikasi kegiatan mencapai tujuan
jangka pendek dan 2. Mengetahui
Panjang sesuai kemampuan pasien
tujuan 3. Agar tujuan pasien
2. Identifikasi terpenuihi
kemampuan yang 4. Untuk mengetahui
dimiliki proses penyakit
3. Identifikasi sumber pasien
daya yang tersedia 5. Mengetahui dampak
untuk memenuhi situasi terhadap
tujuan peran dan hubungan
4. Identifikasi pasien
pemahaman proses 6. Mengetahui metode
penyakit penyelesain masalah
5. Identifikasi damapak yang tepat
situasi terhadap 7. Mengetahui
peran dan hubungan kebutuhan dukungan
6. Identifikasi metode sosial pasien
penyelesaian 8. Untuk mengetahui
masalah apakah pasien
7. Identifikasi mengalami
kebutuhan dan perubahan peran
keinginan terhadap 9. Agar terbina
dukungan sosial hubugnan saling
b. Terapeutik : percaya
8. Diskusikan 10. Agar pasien
perubahan peran memahami
yang dialami kesalahannya
Tim 11. Agaf kesalahan
9. Gunakan pendekatan pasien dapat diatasi
yang tenanag dan 12. Mengetahui akibat
meyakinkan yang akan terjadi
10. Diskusikan alasan 13. Agar pasien
mengkritik diri mengetahui risiko
sendiri bahaya terhadap diri
11. Diskusikan untuk sendiri
mengklarifikasi 14. Agar pasien
kesalahpahamaman mendaptkan
dan mengevaluasi informasi sesuai
prilaku sendiri kebutuhan
12. Diskusikan 15. Agar pasien dapat
konsekueensi tidak memilih perawatan
menggunakan rasa yang tepat
bersalah dan rasa 16. Mencegah pasien
malu terlalu berharap
13. Diskusikan risiko lebih
yang menimbulkan 17. Agar keputusan
bahaya pada diri yang diambil tepat
sendiri 18. Agar tidak salah
14. Fasilitasi dalam mengambil
memperoleh keputusan
oinformasi yang 19. Agar pasien lebih
dibutuhkan aktif bersosialisasi
15. Berikan pilihan 20. Agar pasien
realisitis mengenai mendapat dukungan
aspek-aspek tertentu 21. Agar paien merasa
dalam perawatan tenang
16. Motivasi untuk 22. Agar pasien
menentukan harapan termotivasi
yang realistis 23. Agar pasien mampu
17. Tinjau kembali memilih mekanisme
kemampuan dalam pertahanan yang
pengambilan tepat
keputusan 24. Agar pasien tidak
18. Hindari mengambil merasa terancam
keputusan saat 25. Agar pasien tidak
pasien berada merasa sendiri
dibawah tekanan 26. Agar kebutuhan
19. Motovasi terlibat spriritual pasien
dalam kegiatan terpenuhi
sosial 27. Agar pasien lebih
20. Motivasi lega
mengidentifikasi 28. Agar pasien
sistem pendukung mendapatkan
yang tersedia dukungan
21. Damping saat 29. Agar tujuan pasien
berduka (mis. tercapai
penyakit kronis, 30. Agar maslaah pasien
kecatatan) terpecahkan
22. Perkenalkan dengan 31. Agar pasien lebih
orang atau kelompok rileks
yang yang berhasil 32. Agar keterampilan
mengalami sosial pasien terlatih
pengalaman yang 33. Agar pasien mampu
sama menilai secara
23. Dukung penggunaan objektif
mekanisme
pertahanan yang
tepat
24. Kurangi rangsangan
lingkungan yang
mengancam
c. Edukasi :
25. Anjurkan menjalin
hubungan yang
memiliki
kepentingan dan
tujuan sama
26. Anjrkan pengunaan
sumber spiritual, jika
perlu
27. Anjurkan
menggunakan
perasaan dan
persepsi
28. Anjurkan keluarga
terlibat
29. Anjurkan membuat
tujuan yang lebih
spesifik
30. Ajarkan cara
memecahkan
masalah secara
kognitif
31. Latih penggunaan
teknik relaksasi
32. Latih keterampilan
sosial, sesuai
kebutuhan
33. Latih
mengembangkan
penilaian objektif
4. Keputuasaan Setelah dilakukan Dukungan Emosional 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan asuhan keperawatan a. Observasi : keadaan emosional
stress jangka panjang, selama …x… jam 1. Identifikasi fungsi pasien
penurunan kondisi diharpakan Harapan marah, frekuensi, dan 2. Untuk mengetahui
fisiologis, kehilangan meningkat dengan amuk bagi pasien pemici emosi pasien
kepercayaan pada kriteria hasil : 2. Identifikasi hal yang 3. Agar pasien mampu
kekuataan spiritual, 1. pada nilai-nilai telah memicu emosi mengatasi
kehilangan penting, pembatasan b. Terapeutik : masalahnya
kepercayaan aktivitas jangka 3. Fasilitasi 4. Agar pasien merasa
dibuktikan dengan panjang, mengungkapkan ada yang peduli
mengungkapkan pengasingan perasaan cemas, 5. Agar pasien merasa
keputussasaan, aktivitas perawatan marah, atau sedih lebih tenang
berprilaku pasif, sulit meningkat 4. Buat pernyataan 6. Agar pasien tetap
tidur, selera makan 2. Selera makan suportif atau empati merasa aman
menurun, afek datar, meningkat selama fase berduka 7. Agar pasien tidak
kurang inisiatif, 3. Inisiatif meningkat 5. Lakukan sentuhan stress
meninggalkan lawan 4. Minat komunikasi untuk memberikan 8. Agar pasien
bicara, kurang terlibat verbal meningkat dukungan (mis. mengetahui
dalam aktivitas 5. Verbilisasi merangkul, menepuk- kosekunesi rasa
perawatan, keputusasaan murun nepuk) bersalah dan malu
mengangkat bahu 6. Perilaku pasif 6. Tetap bersama pasien 9. Agar pasien tidak
sebagai respon pada menurun dan pastikan stress dan tertekan
lawan bicara. 7. Afek datar menurun keamanan selama 10. Agar pasien mampu
8. Mengangkat bahu ansietas, jika perlu mengungkapkan
saat bicara menurun 7. Kurangi tuntutan emosi dan merespon
Pola tidur membaik berpikir saat sakit emosi
atau lelah 11. Agar pasien mampu
c. Edukasi : menggunakan
8. Jelaskan konsekuensi mekanisme
tidak menghadapi pertahanan yang
rasa bersalah dan tepat
malu 12. Agar mental pasien
9. Anjurkan tetap sehat
mengungkapkan
perasaan yang
dialami (mis.
ansietas, marah,
sedih)
10. Anjurkan
mengungkapkan
pengalaman
emosional
sebelumnya dan
respons yang biasa
digunakan
11. Ajarkan penggunaan
mekanisme
pertahanan yang tepat
d. Kolaborasi :
12. Rujuk untuk
konseling, jika perlu
Promosi Harapan 1. Mengetahui harapan
a. Observasi : pasien dan
1. Identifikasi harapan kebutuhan dalam
pasien dan keluarga pencapaian hidup
dalam pencapaian 2. Agar pasien tidak
hidup menerus
b. Terapeutik : menyalahkan
2. Sadarkan bahwa kondisinya
kondisi yang dialami 3. Agar pasien tidak
memiliki nilai selalu merasa
penting terpuruk
3. Pandu mengingat 4. Agar pasien lebih
kembali kenangan aktif dalam
yang menyenangkan perawatan
4. Libatkan pasien 5. Agar tujuan pasien
secara aktif dalam terpenuhi
perawatan 6. Agar pasien lebih
5. Kembangkan termotivasi
rencana perawatan 7. Agar kebutuhan
yang melibatkan spiritual pasien
timglat pencapaian terpenuhi
tujuan sederhana 8. Agar pasien lebih
sampai dengan lega
kompleks 9. Agar hubungan
6. Berikan kesmepatan pasien dengan
kepada pasien dan sekitarnya tetap
keluarga terlibat terjaga
dengan dukungan 10. Agar hubungan
kelompok pasien tetap terjalin
7. Ciptakan lingkungan dengan baik
yang memudahkan 11. Agar tujuan pasien
mempraktikan sesuai dengan
kebutuhan spiritual harapan
c. Edukasi : 12. Agar spiritual diri
8. Edukasi pasien terlatih
mengungkapkan 13. Agar pasien merasa
perasaan terhadap termotivasi
kondisi dengan
realistis
9. Anjurkan
mempertahankan
hubungan terapeutik
(mis. menyebutkan
nama orang yang
dicintai)
10. Anjurkan
mempertahankan
hubungan terapeutik
dengan orang lain
11. Latih menyusun
tujuan yang sesuia
dengan harapan
12. Latih cara
mengembangkan
spiritual diri
13. Latih cara
mengenang dan
menikmati masa lalu
(mis. prestasi,
pengalaman)
Promosi Koping 1. Mengetahui kegiatan
a. Observasi : pasien dalam
1. Identifikasi kegiatan mencapai tujuan
jangka pendek dan 2. Mengetahui
Panjang sesuai kemampuan pasien
tujuan 3. Agar tujuan pasien
2. Identifikasi terpenuihi
kemampuan yang 4. Untuk mengetahui
dimiliki proses penyakit
3. Identifikasi sumber pasien
daya yang tersedia 5. Mengetahui dampak
untuk memenuhi situasi terhadap
tujuan peran dan hubungan
4. Identifikasi pasien
pemahaman proses 6. Mengetahui metode
penyakit penyelesain masalah
5. Identifikasi damapak yang tepat
situasi terhadap 7. Mengetahui
peran dan hubungan kebutuhan dukungan
6. Identifikasi metode sosial pasien
penyelesaian 8. Untuk mengetahui
masalah apakah pasien
7. Identifikasi mengalami
kebutuhan dan perubahan peran
keinginan terhadap 9. Agar terbina
dukungan sosial hubugnan saling
b. Terapeutik : percaya
8. Diskusikan 10. Agar pasien
perubahan peran memahami
yang dialami kesalahannya
Tim 11. Agaf kesalahan
9. Gunakan pendekatan pasien dapat diatasi
yang tenanag dan 12. Mengetahui akibat
meyakinkan yang akan terjadi
10. Diskusikan alasan 13. Agar pasien
mengkritik diri mengetahui risiko
sendiri bahaya terhadap diri
11. Diskusikan untuk sendiri
mengklarifikasi 14. Agar pasien
kesalahpahamaman mendaptkan
dan mengevaluasi informasi sesuai
prilaku sendiri kebutuhan
12. Diskusikan 15. Agar pasien dapat
konsekueensi tidak memilih perawatan
menggunakan rasa yang tepat
bersalah dan rasa 16. Mencegah pasien
malu terlalu berharap
13. Diskusikan risiko lebih
yang menimbulkan 17. Agar keputusan
bahaya pada diri yang diambil tepat
sendiri 18. Agar tidak salah
14. Fasilitasi dalam mengambil
memperoleh keputusan
oinformasi yang 19. Agar pasien lebih
dibutuhkan aktif bersosialisasi
15. Berikan pilihan 20. Agar pasien
realisitis mengenai mendapat dukungan
aspek-aspek tertentu 21. Agar paien merasa
dalam perawatan tenang
16. Motivasi untuk 22. Agar pasien
menentukan harapan termotivasi
yang realistis 23. Agar pasien mampu
17. Tinjau kembali memilih mekanisme
kemampuan dalam pertahanan yang
pengambilan tepat
keputusan 24. Agar pasien tidak
18. Hindari mengambil merasa terancam
keputusan saat 25. Agar pasien tidak
pasien berada merasa sendiri
dibawah tekanan 26. Agar kebutuhan
19. Motovasi terlibat spriritual pasien
dalam kegiatan terpenuhi
sosial 27. Agar pasien lebih
20. Motivasi lega
mengidentifikasi 28. Agar pasien
sistem pendukung mendapatkan
yang tersedia dukungan
21. Damping saat 29. Agar tujuan pasien
berduka (mis. tercapai
penyakit kronis, 30. Agar maslaah pasien
kecatatan) terpecahkan
22. Perkenalkan dengan 31. Agar pasien lebih
orang atau kelompok rileks
yang yang berhasil 32. Agar keterampilan
mengalami sosial pasien terlatih
pengalaman yang 33. Agar pasien mampu
sama menilai secara
23. Dukung penggunaan objektif
mekanisme
pertahanan yang
tepat
24. Kurangi rangsangan
lingkungan yang
mengancam
c. Edukasi :
25. Anjurkan menjalin
hubungan yang
memiliki
kepentingan dan
tujuan sama
26. Anjrkan pengunaan
sumber spiritual, jika
perlu
27. Anjurkan
menggunakan
perasaan dan
persepsi
28. Anjurkan keluarga
terlibat
29. Anjurkan membuat
tujuan yang lebih
spesifik
30. Ajarkan cara
memecahkan
masalah secara
kognitif
31. Latih penggunaan
teknik relaksasi
32. Latih keterampilan
sosial, sesuai
kebutuhan
33. Latih
mengembangkan
penilaian objektif

5. Keletihan Setelah dilakukan Edukasi 1. Mengetahui


berhubungan dengan asuhan keperawatan Aktivitas/Istirahat kesiapan dan
gangguan tidur, gaya selama …x… jam a. Observasi kemampuan pasien
hidup monoton, diaharpakan Tingkat 1. Identifikasi kesiapan dalam menerima
kondisi fisiologis, Keletihan menurun dan kemampuan informasi
program dengan kriteria hasil : menerima informasi. 2. Untuk menambah
perawatan/pengobata 1. Verbalisasi b. Terapeutik pengetahuan pasien
n jangka panjang, kepulihan energi 2. Sediakan materi dan 3. Agar pasien
pristiwa hidup meningkat media pengaturan mendapatkan
negatif, stress 2. Tenaga meningkat aktivitas dan pendidikan
berlebihan, depresi 3. Kemampuan istirahat kesehatan sesuai
dibuktikan dengan melakukan aktivitas 3. Jadwalkan jadwal
merasa energi tidak rutin meningkat pemberian 4. Untuk mengetahui
pulih walaupun telah 4. Motivasi meningkat pendidikan pemahaman pasien
tidur, merasa kurang 5. Verbalisasi lelah kesehatan sesuai dan keluarga
tenaga, mengeluh menurun kesepakatan 5. Agar pasien
lelah, tidak mampu 6. Lesu menurun 4. Berikan kesempatan mengetahui
mempertahankan 7. Gangguan kepada pasien dan pentingnya aktivitas
aktivitas rutin, konsentrasi menurun keluarga untuk fisik atau olahraga
tampak lesu, merasa 8. Sakit kepala bertanya. 6. Agar pasien aktif
bersalah akibat tidak menurun c. Edukasi beraktivitas
mampu menjalankan 9. Sakit tenggorokan 5. Jelaskan pentingnya 7. Agar aktivitas dan
tanggung jawab, menurun melakukan aktivitas istirahat pasien
libido menurun, 10. Mengi menurun fisik/olahraga secara teratur
kebutuhan istirahat 11. Sianosis menurun rutin 8. Mengetahui
meningkat. 12. Gelisah menurun 6. Anjurkan terlibat kebutuhan istirahat
13. Frekuensi nafas dalam aktivitas pasien
menurun kelompok, aktivitas 9. Agar pasien dapat
14. Perasaan bersalah bermain, atau menentukan target
menurun aktivitas lainnya. dan jenis aktivitas
15. Selera makan 7. Anjurkan menyusun sesuai kemampuan
membaik jadwal aktivitas dan
16. Pola napas membaik istirahat
17. Lobido membaik 8. Ajarkan cara
18. Pola isirahat mengidentifikasi
membaik kebutuhan istirahat
(mis. kelelahan,
sesak napas saat
aktivitas)
9. Ajarkan cara
mengidentifikasi
target dan jenis
aktivitas sesuai
kemampuan.
Manajemen Energi 1. Mengetahui
a. Observasi gangguan tubuh
1. Identifikasi yang mengakibatkan
gangguan fungsi kelelahan.
tubuh yang 2. Mengetahui
mengakibatkan kelelahan fisik dan
kelelahan emosional pasien.
2. Monitor kelelahan 3. Mengetahui pola dan
fisik dan emosional jam tidur pasien
3. Monitor pola dan 4. Mengetahui
jam tidur ketidaknyaman
4. Monitor lokasi dan pasien saat aktivitas.
ketidaknyamnaan 5. Agar pasien lebih
selama melakukan nyaman
aktivitas 6. Agar pasien mampu
b. Terapeutik melakukan aktivitas
5. Sediakan lingkungan 7. Agar pasien lebih
nyaman dan rendah relaks
stimulus 8. Mencegah pasien
(mis.cahaya, suara, bosan berada di
kunjungan) tempat tidur
6. Lakukan latihan 9. Mencegah pasien
rentang gerak pasif mengalami cedera
dan/atau aktif tambahan.
7. Berikan aktivitas 10. Agar pasien dapat
distraksi yang bergerak.
menenangkan 11. Agar pasien
8. Fasilitasi duduk di langsung
sisi tempat tidur, jika mendapatkan
tidak dapat tindakan.
berpindah atau 12. Agar pasien mampu
berjalan mengatasi kelelahan
c. Edukasi secara mandiri.
9. Anjurkan tirah 13. Agar asupan nutrisi
baring pasien terpenuhi.
10. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
11. Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala kelelahan
tidak berkurang
12. Anjarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan.
d. Kolaborasi.
13. Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang cara
meningkatkan
asupan makanan

DAFTAR PUSTAKA

Afif Nurul Hidayati,dkk. 2019. Manajemen HIV/AIDS Teknik, Komprehensif,


Dan Multidisiplin. Surabaya : Airlangga University Press.
Ardhiyanti, Yulrina, dkk. 2015. Bahan Ajar AIDS Pada Asuhan Kebidanan.
Yogyakarta : CV BUDI UTAMA

Nursalam, Ninuk Dian Kurniawati. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI . 2018. Standar Luaran Keperawatan Keperawatan
Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai