Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM INTEGUMEN

PADA PASIEN DENGAN DEKUBITUS

Oleh :

Nama :

NIM :

Kelas/ Prodi : II A/ S.Tr. Keperawatan

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
KONSEP DASAR DEKUBITUS

A. DEFINISI

Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri
yang didefinisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah
dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008).

Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat
dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak
sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa. Selanjutnya gangguan ini terjadi
pada individu yang berada di atas kursi atau diatas tempat tidur sering kali pada
inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu yang mengalami kesulitan makan
sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran (potter & perry, 2005).

Dekubitus adalah kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena


adanya penekanan jaringan lunak diatas tulang yang menonjol(Bony Prominence)
akibat adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu lama yang menyebabkan
gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Sehingga terjadi terjadi
insufisiensi aliran darah, anoksia, iskemik jaringan dan akhirnya dapat
mengakibatkan kematian sel (Sari, 2007).

Pressure Ulcers (diketahui sebagai luka tekan, luka ranjang atau luka
dekubitus) adalah kerusakan jaringan yang terlokasi karena tekanan yang
berlebihan yang terjadi pada area tertentu yang tidak mengalami reposisi (Moore
& Cowman, 2009).

Luka tekan telah lama dikenal di kalangan perawatan kesehatan dan ini
merupakan masalah cukup sulit diatasi bagi para praktisi perawatan karena
memang banyak faktor yang terkait dengan upaya penyembuhan luka tekan
(Fatmawati, 2007).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dekubitus adalah


kerusakan jaringan terlokalisir yang disebabkan karena adanya penekanan
jaringan lunak diatas tulang yang menonjol (Bony Prominence) akibat adanya
tekanan dari luar dalam jangka waktu lama.
B. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI

Penyebab dari luka dekubitus dapat dibedakan menjadi 2 faktor yaitu faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.

1) Faktor Ekstrinsik

 Tekanan

Faktor tekanan, terutama sekali bila tekanan tersebut terjadi dalam


jangka waktu lama yang menyebabkan jaringan mengalami iskemik

 Pergesekan dan Pergeseran

Gaya gesekan adalah sebagai faktor yang menimbulkan luka iskemik.


Hal ini biasanya akan terjadi apabila pasien di atas tempat tidur kemudian
sering merosot, dan kulit sering kali mengalami regangan tekanan yang
mengakibatkan terjadinya iskemik pada jaringan.

 Kelembaban

Kondisi kulit pada pasien yang sering mengalami lembab dengan


adanya gesekan dan pergeseran, memudahkan kulit mengalami kerusakan.
Kelembaban ini dapat akibat dari inkontinensia, drain luka, banyak
keringat dan lainnya.

2) Faktor Intrinsik

 Usia

Usia juga dapat mempengaruhi terjadinya luka dekubitus. Hal ini


karena pada usia lanjut terjadi perubahan kualitas kulit diamana adanya
penurunan elastisitas, dan kurangnya sirkulasi pada dermis.

 Temperatur

Kondisi tubuh yang mengalami peningkatan temperatur akan


berpengaruh pada temperature jaringan. Setiap terjadi peningkatan
metabolisme akan menaikkan 10C dalam temperatur jaringan. Dengan
adanya peningkatan temperatur ini akan beresiko terhadap iskemik
jaringan. Hasil penelitian didapatkan bahwa adanya hubungan yang
bermakna antara peningkatan temperatur tubuh dengan risiko terjadinya
luka dekubitus.

 Nutrisi

Sebagian besar dari hasil penelitian mengatakan adanya hubungan


yang bermakna pada klien yang mengalami luka dekubitus dengan
malnutrisi. Individu dengan tingkat serum albumin yang rendah terkait
dengan perkembangan terjadinya luka dekubitus.(Morison, 2003)

Adapun faktor lainnya adalah:

a. Menurunnya persepsi sensori

b. Immobilisasi

c. Keterbatasan aktivitas.

Ketiga faktor ini adalah dampak dari pada lamanya dan intensitas
tekanan pada bagian permukaan tulang yang menonjol.
C. POHON MASALAH

Kerusakan Integritas
Nyeri Akut Risiko Infeksi
Kulit

Kerusakan jaringan kulit

Kemerahan

Hiperemia

Dilatasi Pembuluh Darah

Pelepasan substansi H, akumulasi metababolik kalium, ADP dan Asam laktat

Iskemik Setempat

Tekanan dari luar Gangguan saraf, malnutrisi,


anemia, infeksi, hygiene
buruk

Intoleransi aktivitas

Faktor Sekunder
Tirah baring terlalu lama

Faktor Primer
D. KLASIFIKASI

Menurut NPUAP / EPUAP ulkus dekubitus dikelompokkan menjadi 6


kelompok antara lain adalah sebagai berikut.

1) Derajat I: Eritema

Pada keadaan ini kulit masih dalam keadaan utuh namun disertai dengan
daerah yang eritematous. Daerah yang eritematous ini berbatas tegas dapat
disertai dengan rasa hangat atau dingin dibandingkan dengan keadaan
disekitarnya. Pada kondisi pasien ulkus dekubitus derajat I mungkin sedikit
sulit untuk dideteksi pada pasien-pasien yang berkulit gelap.

2) Derajat II: Hilangnya sebagian ketebalan kulit

Hilangnya sebagian ketebalan dari lapisan dermis menggambarkan suatu


ulkus dekubitus yang mulai terbuka dengan dasar yang dangkal dan pinggiran
luka dapat berwarna merah atau merah muda. Keadaan lain dapat disertai
dengan abrasi dan lecet.

3) Derajat III: Hilangnya seluruh ketebalan kulit

Pada derajat ini hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan


subkutan atau nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak
melewati fascia yang berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti
lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. Namun
pada lokasi-lokasi tertentu seperti hidung, telinga, tengkuk dan maleolus tidak
memiliki jaringan subkutan dan bila terbentuknya ulkus atau ulserasi dengan
derajat III dasar luka bersifat dangkal.Sebaliknya, pada lokasi-lokasi dengan
kandungan jaringan subkutan yang banyak dapat membentuk dasar luka yang
lebih dalam namun tulang atau tendon tidak terlihat atau tidak teraba secara
langsung.

4) Derajat IV: Hilangnya keseluruhan kulit dan jaringan

Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis


jaringan atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya
kerusakan jaringan epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.
Kedalaman luka ulserasi atau ulkus pada derajat IV bervariasi berdasarkan
lokasi anatomi yang dapat memperdalam luka sampai ke dalam otot dan / atau
struktur pendukung (misalnya, fascia, tendon atau kapsul sendi) sehingga
dapat mengakibatkan kemungkinan osteomyelitis. Pada derajat IV ini tulang
atau tendon dapat terlihat atau langsung teraba.

5) Unstageable

Pada klasifikasi ini ditemukan hilangnya seluruh jaringan yang mana dasar
ulkus ditutupi oleh slough (kuning, cokelat, abu-abu, hijau atau coklat) dan /
atau eschar atau jaringan nekrotik (cokelat, cokelat atau hitam) di sekitar luka.
Dikatakan klasifikasi yang unstageable oleh karena luka ditutupi oleh sloughd
dan eschar yang sehingga tidak dapat menilai bagaimana dasar luka dan
kedalaman lukanya.

6) Suspected deep tissue injury

Pada daerah sekitar luka dapat ditemukan adanya perubahan warna berupa
ungu atau merah marun dari kulit yang utuh dikarenakan adanya kerusakan
jaringan lunak yang mendasari dari tekanan

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dan perbedaan


temperatur ulkus dekubitus dengan kulit sekitarnya, ulkus decubitus dibagi
menjadi 3 bagian:

 Tipe normal

Beda temperatur ± 2,5 ̊C antara dareah ulkus dengan kulit sekitar akan
sembuh sekitar 6 minggu selama perawatan. Ulkus ini terjadi karena iskemia
jaringan setempat akibat tekanan namun pembuluh dan aliran darah masih
baik.

 Tipe arteriosklerotik

Beda temperatur < 1 ̊C antara daerah ulkus dengan kulit sekitar. Ulkus
decubitus terjadi karena tekanan danarteriosklerotik pada pembuluh darah,
penyembuhan terjadi dalam 16 minggu.
 Tipe terminal

Terjadi pada penderita yang akan meninggal dan tidak akan sembuh.

E. GEJALA KLINIS

Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multiple


sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, faktor lain perlu
diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat pengobatan
sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan
perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan
sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistemtermasuk di dalamnya antara lain
demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan,bau, nyeri (Arwaniku,
2007).

Menurut NPUAP (National Pressure Ulcers AdvisoryPanel), luka tekan dibagi


menjadi empat stadium, yaitu:

1) Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema


pada kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri,
stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.

2) Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan


adiposa terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial
(epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh .
Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.

3) Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot


sudah mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan
hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis,
tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.

4) Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot serta sendi.
Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.
Tanda dan gejala dari masing-masing stadium :

1) Stadium 1 :

a. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila


dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu
tanda, yaitu perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih
hangat).

b. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak).

c. Perubahan sensasi (gatal atau nyeri).

d. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai


kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka
akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.

2) Stadium 2 :

a. Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau


keduanya. Cirinya adalah lukanya superfisial, abrasi, melempuh, atau
membentuk lubang yang dangkal.

3) Stadium 3 :

a. Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau


nekrosis dari jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai
pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.

4) Stadium 4 :

a. Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas,


nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya
lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV
dari luka tekan.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Anamnesis geriatri lengkap dilakukan baik autoanamnesis atau aloanamnesis,
terutama sehubungan untuk mencari faktor faktor resiko (primer dan skunder),
misalnya lama terjadi imobilisasi, komorbid penyakit (DM, stroke, penyakit
pembuluh darah perifer, penurunan fungsi perifer, penurunan fungsi kognitif) dan
riwayat ulkus decubitus sebelumnya.

Pemeriksaan fisik pada kulit dilakukan dengan teliti, terutama pada daerah
predileksi (bagian yang menonjol) terjadi decubitus (sacrum, tumit, belikat, siku).
Inspeksi pada kulit melihat adanya daerah yang eritem/lesi, luka lecet, luka dalam.
Pengkajian paripurna pada pasien geritari (P3G)/Comprehensive geriatric
assessment) sangat diperlukan dalam mengidentifikasi pasien yang beresiko ulkus
decubitus. Komprehensif dalam menetukan masalah kesehatan (Bio-psiko-sosio-
kultural). Serta mengetahui cadangan fisiologi yang masih ada pada pasien usia
lanjut dengan multi morbiditas.

Pengkajian paripurna pada pasien geritari mencakup pengkajian tingkat


mobilitas (memeriksa Activity of Daily Living/ ADL Barthel), status kognitif
(Mini Mental State Examination/MMSE), status psikis (Geriatric Depression
Scale/GDS). Pemeriksaan status fungsional sebelum sakit, saat sakit, selama
perawatan dilakukan untuk evaluasi mencapai target keberhasilan mobilisasi
jangka pendek, menegah dan panjang.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan decubitus atau penatalaksanaan klien decubitus memerlukan


pendekatan holistik yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari
beberapa disiplin ilmu kesehatan. Selain perawat, keahlian pelaksana termasuk
dokter, ahli fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi. Beberapa
aspek dalam penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan luka secara lokal
dan tindakan pendukung seperti gizi yang adekuat dan cara penghilang tekanan
(Potter & Perry, 2005). Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji
untuk lokasi, tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat,
jaringan nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya jaringan granulasi maupun
epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang minimal 1 kali per hari. Pada
perawatan rumah banyak pengkajian dimodifikasi karena pengkajian mingguan
tidak mungkin dilakukan oleh pemberi perawatan. Dekubitus yang bersih harus
menunjukkan proses penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter&
Perry, 2005).

Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
decubitus adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan
memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Perawatan kulit yang
tidak terencana dan konsisten dapat mengakibatkan gangguan integritas kulit
(Potter & Perry, 2005). Salah satu intervensi dalam menjaga integritas kulit adalah
dengan cara memberikan olesan minyak zaitun karena integritas kulit yang normal
dapat dipertahankan dengan memberikan minyak zaitun. Minyak zaitun
mengandung asam lemak yang dapat memelihara kelembapan, kelenturan, serta
kehalusan kulit (Khadijah, 2008). Minyak zaitun dengan kandungan asam oleat
hingga 80% dapat mengenyalkan kulit dan melindungi elastis kulit dari kerusakan
karena minyak zaitun yang dioleskan dapat mempercepat penyembuhan kulit yang
luka atau iritasi (Surtiningsih, 2005).

H. KOMPLIKASI

Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun
dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi
yang dapat terjadi antara lain:

1) Infeksi Sering bersifat multibakterial, baik yang aerobic maupun


anaerobic.

2) Keterlibatan jaringan tulang dan sendi, seperti : periostitis, osteitis,


osteomielitis.

3) Septicemia

4) Anemia

5) Hipoalbumin

6) Hiperalbumin

7) Kematian
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1) Identitas

Umur/usia perlu ditanyakan karena adanya hubungan dengan proses


penyembuhan luka atau regenerasi sel. Sedangkan ras dan suku bangsa
perlu dikaji karena kulit yang tampak normal pada ras dan kebangsaan
tertentu kadang tampak abnormal pada klien dengan ras dan kebangsaan
lain (Smeltzer & Brenda, 2001). Pekerjaan dan hobi klien juga ditanyakan
untuk mengetahui apakah klien banyak duduk atau sedikit beraktivitas
sehingga terjadi penekanan pembuluh darah yang menyebabkan suplai
oksigen berkurang, sel- sel tidak mendapat cukup zat makanan dan sampah
hasil sisa metabolisme tertumpuk. Akhirnya sel-sel mati, kulit pecah dan
terjadilah lubang yang dangkal dan luka dekubitus pada permukaan.

2) Keluhan Utama

Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien sehingga ia mencari


pertolongan. Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu
adanya rasanyeri. Lokasi luka biasanya terdapat pada daerah- daerah yang
menonjol, misalnya pada daerah belakang kepala, daerah bokong, tumit,
bahu, dan daerah pangkal paha yang mengalami iskemia sehingga terjadi
ulkus decubitus.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau
memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan
upaya- upaya yang telah dilakukan perawat disini harus menghubungkan
masalah kulit dengan gejalanya seperti : gatal, panas, mati rasa,
imobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati ( Carpenito , L.J , 1998)

4) Riwayat Personal dan Keluarga


a. Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka
dapat dipengauhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti :
DM, alergi, hipertensi ( CVA ).

b. Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien.
Hal iniuntuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit
merupakan manifestasidari penyakit sistemik seperti : infeksi kronis,
kanker, DM

5) Riwayat Pengobatan

Apakah klien pernah menggunakan obat- obatan. Yang perlu dikaji


perawatyaitu :

a. Kapan pengobatan dimulai.

b. Dosis dan frekuensi.

c. Waktu berakhirnya minum obat.

6) Riwayat Diet

Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan
makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat
menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang
lama.

7) Status Sosial Ekonomi

Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan dan tingkat perekonomian yang


dapat mempengaruhi pola hidup sehari- hari, karena hal ini memungkinkan
dapat menyebabkan penyakit kulit.

8) Riwayat Kesehatan seperti :

a. Bed-rest yang lama.

b. Imobilisasi.

c. Inkontinensia.
d. Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat

9) Pengkajian Psikososial

Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien


yaitu:

a. Perasaan depresi.

b. Frustasi.

c. Ansietas/kecemasan

d. Keputusasaan.

e. Gangguan Konsep Diri.

f. Nyeri.

10) Aktivitas Sehari- Hari

Pasien yang mengalami imobilisasi dalam waktu yang lama maka akan
terjadi ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu
pada daerah kecil yang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk
menahan kerusakan kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan
rentang gerak dan mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi
maka akan terjadi kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah),
penurunan peristaltik usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan
deficit sensori pada daerah yang paraplegi.

11) Pemeriksaan Fisika.

a. Keadaan Umum

Umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau


cemas akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.

b. Tanda-Tanda Vital

Tekanan darah normal, nadi cepat, suhu meningkat dan respirasi rate
meningkat.
c. Pemeriksaan Kepala Dan Leher

1. Kepala Dan Rambut

Pemeriksaan meliputi bentuk kepala, penyebaran dan perubahan


warna rambut serta pemeriksaan tentang luka. Jika ada luka pada
daerah tersebut, menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan kerusakan
kulit.

2. Mata

Meliputi kesimetrisan, konjungtiva, reflek pupil terhadap cahaya


dangangguan penglihatan.

3. Hidung

Meliputi pemeriksaan mukosa hidung, kebersihan, tidak timbul


pernafasan cuping hidung, tidak ada sekret.

4. Mulut

Catat keadaan adanya sianosis atau bibir kering.

5. Telinga

Catat bentuk gangguan pendengaran karena benda asing,


perdarahan dan serumen. Pada penderita yang bet rest dengan
posisi miring maka, kemungkinan akan terjadi ulkus didaerah daun
telinga.

6. Leher

Mengetahui posisi trakea, denyut nadi karotis, ada tidaknya


pembesaran venajugularis dan kelenjar linfe.

d. Pemeriksaan Dada dan Thorax

Inspeksi bentuk thorax dan ekspansi paru, auskultasi irama pernafasan,


vokal premitus, adanya suara tambahan, bunyi jantung, dan bunyi
jantung tambahan, perkusi thorax untuk mencari ketidak normalan
pada daerah thorax.
e. Abdomen

Bentuk perut datar atau flat, bising usus mengalami penurunan karena
imobilisasi, ada masa karena konstipasi, dan perkusi abdomen
hypersonor jika dispensi abdomen atau tegang.

f. Urogenital

Inspeksi adanya kelainan pada perinium. Biasanya klien dengan ulkus


dan paraplegi terpasang kateter untuk buang air kecil.

g. Muskuloskeletal

Adanya fraktur pada tulang akan menyebabkan klien bet rest dalam
waktu lama, sehingga terjadi penurunan kekuatan otot.

h. Pemeriksaan Neurologi

Tingkat kesadaran dikaji dengan sistem GCS. Nilainya bisa menurun


bila terjadinyeri hebat (syok neurogenik) dan panas atau demam tinggi,
mual muntah, dankaku kuduk.

12) Pengkajian Fisik Kulit

Pengkajian kulit melibatkan seluruh area kulit termasuk membrane


mukosa, kulitkepala, rambut dan kuku. Tampilan kulit yang perlu dikaji
yaitu warna, suhu, kelembaban, kekeringan, tekstur kulit (kasar atau
halus), lesi, vaskularitas.Yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu :

a. Warna, dipengaruhi oleh aliran darah, oksigenasi, suhu badan dan


produksipigmen.

b. Lesi, dapat dibagi menjadi dua yaitu

1. Lesi primer, yang terjadi karena adanya perubahan pada salah satu
komponenkulit

2. Lesi sekunder, adalah lesi yang muncul setelah adanya lesi primer.
Gambaran lesi yang harus diperhatikan oleh perawat yaitu warna,
bentuk, lokasi dan kofigurasinya
c. Edema

Selama inspeksi kulit, perawat mencatat lokasi, distribusi dan warna


dari daerah edema.

d. Kelembaban normalnya, kelembaban meningkat karena peningkatan


aktivitas atau suhu lingkungan yang tinggi kulit kering dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan kering atau
lembab yang tidak cocok, intake cairan yang inadekuat, proses menua.

e. Integritas

Yang harus diperhatikan yaitu lokasi, bentuk, warna, distribusi, apakah


adadrainase atau infeksi.

f. Kebersihan kulit.

g. Vaskularisasi

Perdarahan dari pembuluh darah menghasilkan petechie dan


echimosis.

h. Palpasi kulit

Yang perlu diperhatikan yaitu lesi pada kulit, kelembaban, suhu,


tekstur atau elastisitas, turgor kulit.

B. DIAGNOSA

1. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan


sirkulasi, perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan),
kekurangan atau kelebihan volume cairan, penurunan mobilitas, bahan
kimia iritatif, suhu lingkungan yang ekstrem, faktor mekanis, efek
samping terapi radiasi, kelembaban, proses penuaan, neuropati perifer,
perubahan pigmentasi, perubahan hormonal, kurang terpapar informasi
tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan dibuktikan
dengan kerusakan jaringan dan lapisan kulit, nyeri, perdarahan,
kemerahan, hematoma.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, gaya hidup
menoton dibuktikan dengan mengeluh lelah, frekuensi jantung meningkat
>20% dari kondisi istirahat, dispnea saat/setelah aktivitas, merasa tidak
nyaman setelah aktivitas, merasa lelah, tekanan darah berubah >20% dari
kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah
aktivitas, gambaran EKG menunjukan iskemia, sianosis.

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, agen pencedera


kimiawi, agen pencedera fisik dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
tekanan darah meningkat, pola napas berubah, napsu makan berubah,
proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,
diaforesis.

4. Risiko infeksi dibuktikan dengan penyakit kronis, efek prosedur invasif,


malnutrisi, peningkatan paparan organisme, patogen lingkungan,
ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer: gangguan peristaltik,
kerusakan integritas kulit, perubahan sekresi pH, penurunan kerja siliaris,
ketuban pecah lama, ketuban pecah sebelum waktunya, merokok, status
cairan tubuh, ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: penurunan
hemoglobin, imununosupresi, leukopenia, supresi respon inflamasi,
vaksinasi tidak adekuat.

C. INTERVENSI

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervnsi Rasional


Hasil
1. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit 1. Mengetahui
integritas asuhan keperawatan penyebab gangguan
a. Observasi
kulit/jaringan …x… jam diharapkan integritas kulit pada
1. Identifikasi penyebab
berhubungan integritas kulit dan pasien.
gangguan integritas
dengan perubahan jaringan meningkat 2. Untuk mencegah
kulit (mis. perubahan
sirkulasi, dengan kriteria hasil: luka dekubitus.
sirkulasi, perubahan
perubahan status 3. Untuk merecovery
nutrisi (kelebihan 1. Elastisitas status nutrisi, tonjolon tulang.
atau kekurangan), meningkat penurunan kelembapan, 4. Mencegah
kekurangan atau 2. Hidrasi meningkat suhu lingkungan terjadinya infeksi
kelebihan volume 3. Perfusi jaringan ekstrem, penurunan 5. Agar kulit pasien
cairan, penurunan meningkat mobilitas). lembab.
mobilitas, bahan 4. Kerusakan b. Terapeutik 6. Untuk mencegah
kimia iritatif, suhu jaringan menurun 2. Ubah posisi tiap 2 jam iritasi.
lingkungan yang 5. Kerusakan lapisan jika tirah baring. 7. Agar kulit pasien
ekstrem, faktor kulit menurun 3. Lakukan pemijatan tidak bertambah
mekanis, efek 6. Nyeri menurun pada area penonjolan kering.
samping terapi 7. Perdarahan tulang, jika perlu 8. Agar kulit pasien
radiasi, menurun 4. Bersihkan perineal lebih lelbab.
kelembaban, 8. Kemerahan dengan air hangat, 9. Mencegah pasien
proses penuaan, menurun terutama selama dehidrasi.
neuropati perifer, 9. Hematoma periode diare. 10. Agar pasien tidak
perubahan menurun 5. Gunakan produk kekurangan nutrisi.
pigmentasi, 10. Pigmentasi berbahan petrolium 11. Agar kebutuhan
perubahan abnormal menurun atau minyak pada kulit nutrisi pasien
hormonal, kurang 11. Jaringan parut kering. terpenuhi.
terpapar informasi menurun 6. Gunakan produk 12. Agar kulit pasien
tentang upaya 12. Nekrosis menurun berbahan ringan/alami tidak rusak.
mempertahankan/ 13. Abrasi kornea dan hipoalergik pada 13. Agar kulit pasien
melindungi menurun kulit sensitif. tidak terbakar sinar
integritas jaringan 14. Suhu kulit 7. Hindari produk matahari.
dibuktikan dengan membaik berbahan dasar alkohol 14. Agar kulit pasien
kerusakan jaringan 15. Sensasi membaik pada kulit kering. bersih.
dan lapisan kulit, 16. Tekstur membaik c. Edukasi
nyeri, perdarahan, 17. Pertumbuhan 8. Anjurkan menggunakan
kemerahan, rambut membaik pelembab (mis. lotion,
hematoma. serum).
9. Anjurkan minum air
yang cukup
10. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi.
11. Anjurkan
meningkatkan buah dan
sayur.
12. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem.
13. Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF
minimal 30 saat berada
di luar rumah.
14. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya.
Perawatan Luka 1. Mengetahui
karakteristik luka
a. Observasi
pasien.
1. Monitor karakteristik
2. Mengetahui ada
luka (mis. drainase,
tidaknya tanda
warna, ukuran, bau).
infeksi.
2. Monitor tanda-tanda
3. Mencegah luka
infeksi.
lebih parah.
b. Terapeutik
4. Mencegah infeksi.
3. Lepaskan balutan dan
5. Mencegah infeksi
plester secara perlahan.
lebih parah.
4. Cukur rambut sekitar
6. Untuk mempercepat
daerah luka, Jika perlu.
penyembuhan luka.
5. Bersihkan dengan
7. Mempercepat luka
cairan NaCl atau
sembuh.
pembersih nontoksik,
8. Agar luka terbalut
sesuai kebutuhan.
dengan baik.
6. Bersihkan jaringan
9. Mencegah
nekrotik. penyebaran bakteri
7. Berikan salep yang masuk ke luka.
sesuai ke kulit/lesi, jika 10. Agar luka tetap
perlu. bersih dan steril.
8. Pasang balutan sesuai 11. Mencegah luka
jenis luka. dekubitus pada
9. Pertahankan teknik pasien.
steril saat melakukan 12. Agar kebutuhan
perawatan luka. nutrisi pasien
10. Ganti balutan sesuai terpenuhi.
jumlah eksudat dan 13. Mencagah pasien
drainase. kekurangn vitamin
11. Jadwalkan perubahan dan mineral.
posisi setiap 2 jam atau 14. Mempercepat
sesuai kondisi pasien. penumbuhan
12. Berikan diet dengan jaringan pada luka.
kalori 30-35 15. Agar pasien
kkal/kgBB/hari dan mengetahui tanda
protein 1,25-1,5 dan gejala infeksi.
g/kgBB/hari. 16. Agar kalori harian
13. Berikan suplemen pasien terpenuhi.
vitamin dan mineral 17. Agar pasien mampu
(mis. vitamin A, merawat lukanya
vitamin C, Zinc, Asam secara mandiri.
Amino), sesuai 18. Untuk
indikasi. menghilangkan
14. Berikan terapi TENS jaringan yang rusak.
(stimulasi saraf 19. Untuk mencegah
transkutan neous), jika reaksi infeksi
perlu.
c. Edukasi
15. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi.
16. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein.
17. Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri.
d. Kolaborasi
18. Kolaborasi prosedur
debridement (mis.
enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika
perlu.
19. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
2. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi 1. Mengetahui
aktivitas asuhan keperawatan a. Observasi gangguan tubuh
berhubungan …x… jam diharapkan 1. Identifikasi gangguan yang
dengan toleransi aktivitas fungsi tubuh yang mengakibatkan
ketidakseimbanga meningkat dengan mengakibatkan kelelahan.
n antara suplai dan kriteria hasil : kelelahan 2. Mengetahui
kebutuhan 1. Frekuensi nadi 2. Monitor kelelahan fisik kelelahan fisik dan
oksigen, tirah meningkat dan emosional emosional pasien.
baring, 2. Saturasi oksigen 3. Monitor pola dan jam 3. Mengetahui pola
kelemahan, meningkat tidur dan jam tidur pasien
imobilitas, gaya 3. Kemudahan dalam 4. Monitor lokasi dan 4. Mengetahui
hidup menoton melakukan ketidaknyamnaan ketidaknyaman
dibuktikan dengan aktivitas sehari- selama melakukan pasien saat
mengeluh lelah, hari aktivitas aktivitas.
frekuensi jantung 4. Kecepatan b. Terapeutik 5. Agar pasien lebih
meningkat >20% berjalan 5. Sediakan lingkungan nyaman
dari kondisi meningkat nyaman dan rendah 6. Agar pasien mampu
istirahat, dispnea 5. Jarak berjalan stimulus (mis.cahaya, melakukan aktivitas
saat/setelah meningkat suara, kunjungan) 7. Agar pasien lebih
aktivitas, merasa 6. Kekuatan tubuh 6. Lakukan latihan relaks
tidak nyaman bagian atas rentang gerak pasif 8. Mencegah pasien
setelah aktivitas, meningkat dan/atau aktif bosan berada di
merasa lelah, 7. Kekuatan tubuh 7. Berikan aktivitas tempat tidur
tekanan darah bagian bawah distraksi yang 9. Mencegah pasien
berubah >20% meningkat menenangkan mengalami cedera
dari kondisi 8. Toleransi dalam 8. Fasilitasi duduk di sisi tambahan.
istirahat, menaiki tangga tempat tidur, jika tidak 10. Agar pasien dapat
gambaran EKG meningkat dapat berpindah atau bergerak.
menunjukkan 9. Keluhan lelah berjalan 11. Agar pasien
aritmia menurun c. Edukasi langsung
saat/setelah 10. Dispnea saat 9. Anjurkan tirah baring mendapatkan
aktivitas, aktivitas menurun 10. Anjurkan melakukan tindakan.
gambaran EKG 11. Dispenea setelah aktivitas secara 12. Agar pasien mampu
menunjukan aktivitas menurun bertahap mengatasi kelelahan
iskemia, sianosis. 12. Perasaan lemah 11. Anjurkan menghubungi secara mandiri.
menurun perawat jika tanda dan 13. Agar asupan nutrisi
13. Aritmia saat gejala kelelahan tidak pasien terpenuhi.
aktivitas menurun berkurang
14. Aritmia setelah 12. Anjarkan strategi
aktivitas menurun koping untuk
15. Sianosis menurun mengurangi kelelahan.
16. Warna kulit d. Kolaborasi.
membaik 13. Kolaborasi dengan ahli
17. Tekanan darah gizi tentang cara
membaik meningkatkan asupan
18. Frekuensi napas makanan
Terapi Aktivitas 1. Untuk mengetahui
membaik
a. Observasi aktivitas pasien
19. EKG iskemia
1. Identifikasi defisit 2. Untuk mengetahui
membaik
tingkat aktivitas keaktifan pasien
2. Identifikasi kemampuan 3. Agar pasien mampu
berpartisipasi dalam melakukan aktivitas
aktivitas tertentu dengan nyaman
3. Identifikasi sumber 4. Agar aktivita pasien
daya untuk aktivitas dapat berjalan
yang diinginkan dengan lancar
4. Identifikasi stategi 5. Agar pasien
meningkatkan patisipasi mengetahui makna
dalam aktivitas setiap aktivitas yang
5. Identifikasi makna dilakukan
aktivitas rutin (mis. 6. Untuk mengetahui
bekerja dan waktu emosional, fisik,
luang) social, dan spiritual
6. Monitor respon terhadap aktivitas
emosional, fisik, sosial, 7. Untuk mengetahui
dan spiritual terhadap kemampuan pasien
aktivitas) 8. Agar frekunesi dan
b. Terapeutik rentang aktivitas
7. Fasilitas fokus pada pasien tersusun
kemampuan, bukan 9. Agar aktivitas yang
defisit yang dialami dipilih pasien sesuai
8. Sepakati komitmen dengan keiinginan
untuk meningkatkan 10. Agar pasien emrasa
frekuensi dan rentang nyaman saat
aktivitas melakukan aktivitas
9. Fasilitasi memilih yang sesuai dengan
aktivitas dan tetapkan usianya
tujuan aktivitas yang 11. Agar pasien
konstisten sesuai mengetahui makna
kemampuan fisik, aktivitas yang
psikologis, dan sosial. dipilih
10. Koordinasikan 12. Agar
pemilihan aktivitas mempermudah
sesuai usia melakukan aktivitas
11. Fasilitasi makna 13. Agar pasien dan
aktivitas yang dipilih keluarga memilih
12. Fasilitasi transportasi aktivitas yang tepat
untuk menghadiri 14. Agar kebutuhan
aktivitas, jika sesuai aktivitas pasien
13. Fasilitas pasien dan terpenuhi
keluarga dalam 15. Agar aktivitas
menyesuaikan pasien tidak
lingkungan untuk terganggu
mengakomodasi 16. Agar pasien tidak
aktivitas yang dipilih mengalami cedera
14. Fasilitasi aktivitas fisik 17. Agar pasien tetap
rutin (mis. ambulasi, sehat
mobilisasi, dan 18. Agar otot-otot
perawatan diri), sesuai pasien terlatih
kebutuhan 19. Agar kegiatan
15. Fasilitasi aktivitas spiritual pasien
pengganti saat dapat berjalan
mengalami keterbatan dengan baik
waktu, energi, atau 20. Agar pasien tidak
gerak merasa stress dan
16. Fasilitasi aktivitas tertekan
motoric kasar untuk 21. Untuk mengetahui
pasien hiperaktif keterlibatan dalam
17. Tingkatkan aktivitas aktivitas rekreasi
fisik untuk memelihara dan diversifikasi
berat badan, jika sesuai 22. Agar pasien merasa
18. Fasilitasi aktivitas terbantu
motoric untuk 23. Agar pasien
merelaksasi otot termotivasi
19. Fasiltasi aktivitas 24. Agar kemampuan
dengan komponen pasien dapat
memori implisit dan tercapai sesuai
emosional (mis. tujuan
kegiatan keagamaan 25. Agar aktivitas
khusus) untuk pasien sehari-hari pasien
dimensia, jika sesuai tersusun
20. Libatkan dalam 26. Agar pasien merasa
permainan kelompok senang
yang tidak kompetitif, 27. Agar pasien dapat
terstruktur, dan aktif dengang tepat
21. Tingkatkan keterlibatan melakukan aktivitas
dalam aktivitas rekreasi sehari-hari
dan diversifikasi untuk 28. Agar pasien merasa
menurunkan kecemasan nyaman
(mis. vokal grup, bola 29. Agar aktivitas fisik,
voly, tenis meja, social, spiritual, dan
jogging, berenang, kognitif, dalam
tugas sederhana, menjaga fungsi dan
permainan sederhanana, kesehatan pasien
tugas rutin, tugas rumah terkontrol
tangga, perawatan diri, 30. Agar pasien mampu
dan teka teki, dan kartu. beraktivitas dalam
22. Libatkan keluarga kelompok dan
dalam aktivitas, jika melakukan terapi
perlu. dengan nyaman
23. Fasilitasi 31. Agar pasien
mengembangkan semangat
motivasi dan penguatan 32. Agar kesehatan fisik
diri atau mental pasien
24. Fasilitasi pasien dan tetap sehat
keluarga memantau 33. Agar aktivitas
kemajuannya sendiri pasien berjalan
untuk mencapai tujuan lancar
25. Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari-
hari
26. Berikan penguatan
positif atas partisipasi
dalam aktivitas
c. Edukasi
27. Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
28. Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
29. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
30. Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
31. Anjurkan keluarga
untuk memberi
penguatan positif atas
partisipasi dalam
aktivitas
d. Kolaborasi
32. Kolaborasi dengan
terapis okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
33. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
3. Nyeri akut Setelah diberikan Manajemen Nyeri 1. Untuk mengetahui
berhubungan asuhan keperawatan 1. Observasi karakteristik nyeri
dengan agen selama ..…x….. jam 1. Identifikasi lokasi, 2. Untuk mengetahui
pencedera diharapkan tingkat karakteristik, durasi, skala nyeri pasien
fisiologis, agen nyeri pasien menurun frekuensi, kualitas, 3. Mengetahui respon
pencedera dengan kriteria hasil : intensitas nyeri nyeri non verbal
kimiawi, agen 1. Kemampuan 2. Identifikasi skala nyeri pasien
pencedera fisik menuntaskan 3. Identifikasi respons 4. Untuk mengatasi
dibuktikan dengan aktivitas nyeri non verbal nyeri pasien
mengeluh nyeri, meningkat 4. Identifikasi faktor yang 5. Untuk mengetahui
tampak meringis, 2. Keluhan nyeri memperberat dan keyakinan tentang
bersikap protektif, menurun memperingan nyeri nyeri pasien
gelisah, frekuensi 3. Meringis menurun 5. Identifikasi 6. Agar mengetahui
nadi meningkat, 4. Sikap protektif pengetahuan dan respon nyeri pasien
sulit tidur, tekanan menurun keyakinan tentang nyeri terhadap budayanya
darah meningkat, 5. Gelisah menurun 6. Identifikasi pengaruh 7. Mengetahui
pola napas 6. Kesulitan tidur budaya terhadap respon pengaruh nyeri
berubah, napsu menurun nyeri terhadap kualitas
makan berubah, 7. Menarik diri 7. Identifikasi pengaruh hidup pasien
proses berfikir menurun nyeri pada kualitas 8. Agar mengetahui
terganggu, 8. Berfokus pada diri hidup terapi yang
menarik diri, sendiri menurun 8. Monitor keberhasilan dilakukan berhasil
berfokus pada diri 9. Diaforesis terapi komplementer atau tidak
sendiri, diaforesis. menurun yang sudah diberikan 9. Agar mengetahui
10. Perasaan depresi 9. Monitor efek samping efek dari analagetik
(tertekan) menurun penggunaan analgesik yang diberikan
11. Perasaan takut 2. Terapeutik 10. Agar nyeri pasien
mengalami cedera 10. Berikan teknik berkurang
berulang menurun nonfarmakologis untuk 11. Agar nyeri pasien
12. Anoreksia mengurangi rasa nyeri tidak bertambah
menurun (mis. TENS, hipnotis, 12. Agar kebutuhan
13. Perineum terasa akupresur, terapi music, istirahat tidur pasien
tertekan menurun biofeedback, terapi terpenuhi
14. Uterus teraba pijat, aromaterapi, 13. Untuk menentukan
membulat menurun teknik imajinasi strategi meredakan
15. Ketegangan otot terbimbing, kompres nyeri yang tepat
menurun hangat/dingin, terapi pada pasien
16. Pupil dilatasi bermain) 14. Agar pasien
menurun 11. Kontrol lingkungan memahami tentang
17. Muntal menurun yang memperberat rasa nyeri yang dialami
18. Mual menurun nyeri (mis. Suhu 15. Agar pasien
19. Frekuensi nadi ruangan, pencahayaan, memahami cara
membaik kebisingan) meredakan nyeri
20. Pola napas 12. Fasilitasi istirahat dan 16. Agar pasien dapat
membaik tidur mengatasi nyeri
21. Tekanan darah 13. Pertimbangkan jenis secara mandiri
membaik dan sumber nyeri dalam 17. Agar nyeri pasien
22. Proses berpikir pemilihan strategi dapat teratasi
membaik meredakan nyeri. dengan cepat
23. Fokus membaik 3. Edukasi 18. Untuk mengatasi
24. Fungsi berkemih 14. Jelaskan penyebab, nyeri pasien
membaik periode, dan pemicu 19. Agar nyeri pasien
25. Perilaku membaik nyeri berkurang
26. Nafsu makan 15. Jelaskan strategi
membaik meredakan nyeri
27. Pola tidur 16. Anjurkan memonitor
membaik nyeri secara mendiri
17. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
18. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
19. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Pemberian Analgesik 1. Untuk mengetahui
a. Observasi karakteristik nyeri
1. Identifikasi pasien.
karakteristik nyeri (mis. 2. Untuk mengetahui
Pencetus, pereda, apakah pasien
kualitas, lokasi, mempunyai riwayat
intensitas, frekuensi, alergi obat.
durasi) 3. Agar analgetik yang
2. Identifikasi riwayat diberikan sesuai.
alergi obat 4. Untuk mengetahui
3. Identifikasi kesesuaian tanda-tanda vital
jenis analgesik (mis. pasien stabil.
narkotika, non- 5. Untuk mengetahui
narkotik, atau NSAID) keefektifan
dengan tingkat analgetik yang
keparahan nyeri diberikan.
4. Monitor tanda-tanda 6. Agar analgesik yang
vital sebulan dan diberikan bekerja
sesudah pemberian optimal.
analgesik 7. Mengetahui kadar
5. Monitor efektifitas dalam serum
analgesik terpenuhi.
b. Terapeutik 8. Agar pasien
6. Diskusikan jenis mencapai target
analgesik yang disukai yang ditetepkan.
untuk mencapai 9. Agar pasien
analgesia optimal, jika mengetahui
perlu perkembangan
7. Pertimbangkan kesehatannya.
penggunaan infus 10. Agar pasien
kontinu, atau bolus mengetahui efek
oploid untuk terapi dan efek
mempertahankan kadar samping obat.
dalam serum 11. Agar pemberian
8. Tetapkan target analgetik dapat
efektifitas analgesik bekerja secara
untuk mengoptimalkan optimal.
respons pasien
9. Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efek yang
diinginkan
c. Edukasi
10. Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
d. Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi
4. Risiko infeksi Setelah dilakukan Manajemen Imunisasi/ 1. Untuk mengetahui
dibuktikan dengan asuhan Vaksinasi keadaan pasien
penyakit kronis, keperawatan ...x ... 2. Mengetahui
a. Observasi
efek prosedur jam diharapkan kontraindikasi
1. Identifikasi riwayat
invasif, malnutrisi, tingkat infeksi imunisasi
kesehatan dan riwayat
peningkatan menurun dengan 3. Untuk mengetahui
alergi
paparan kriteria hasil: status imunisasi
2. Identifikasi
organisme, 1. Kebersihan tangan 4. Karena otot terkuat
kontraindikasi
patogen meningkat bayi di paha
pemberian imunisasi
lingkungan, 2. Kebersihan badan 5. Untuk mengetahui
(mis. reaksi anafilaksis
ketidakadekuatan meningkat informasi vaksinasi
pertahanan tubuh 3. Nafsu makan terhadap vaksin pasien
primer: gangguan meningkat sebelumnya dan atau 6. Agar imunisasi
peristaltik, 4. Demam menurun sakit parah dengan atau dilakukan tepat
kerusakan 5. Kemerahan tanpa demam) waktu.
integritas kulit, menurun 3. Identifikasi status 7. Agar pasien
perubahan sekresi 6. Nyeri menurun imunisasi setiap mengetahui, tujuan,
pH, penurunan 7. Bengkak menurun kunjungan ke manfaat, rekasi dan
kerja siliaris, 8. Vesikel menurun pelayanan kesehatan efek samping
ketuban pecah 9. Cairan berbau b. Terapeutik vaksin/imunisasi.
lama, ketuban busuk menurun 4. Berikan suntikkan pada 8. Agar pasien
pecah sebelum 10. Sputum berwarna bayi dibagian paha mengetahui
waktunya, hijau menurun anterolateral imunisasi wajib
merokok, status 11. Drainase purulent 5. Dokumentasikan pemerintah
cairan tubuh, menurun informasi vaksinasi 9. Agar pasien
ketidakadekuatan 12. Piuria menurun (mis. nama produsen, imunisasi yang
pertahanan tubuh 13. Periode malaise tanggal kadaluarsa) melindungi
sekunder: menurun 6. Jadwalkan imunisasi terhadap penyakit.
penurunan 14. Periode mengigil pada interval waktu 10. Agar pasien
hemoglobin, menurun yang tepat mengetahui
imununosupresi, 15. Letargi menurun c. Edukasi vaksinasi pada
leukopenia, 16. Gangguan kognitif 7. Jelaskan tujuan, kejadian khusus.
supresi respon menurun manfaat, reaksi yang 11. Agar tidak terjadi
inflamasi, 17. Kadar sel darah terjadi, jadwal, dan efek imunisasi yang
vaksinasi tidak putih membaik samping berkali.
adekuat. 18. Kultur darah 8. Informasikan imunisasi 12. Agar semua pasien
membaik yang diwajibkan dapat melakukan
19. Kultur urine pemerintah (mis. vaksis terkhusus
membaik hepatitis B, BCG, masyarakat
20. Kultur sputum difteri, tetanus, pertusls, ekonomi rendah.
membaik h.infuenza, polio,
21. Kultur area luka campak, measles,
membaik rubella)
22. Kultur feses 9. Informasikan imunisasi
membaik yang melindungi
terhadap penyakit
namun saat ini tidak
diwajibkan pemerintah
(mis. influenza,
pneumokokus)
10. Informasikan vaksinasi
untuk kejadian khusus
(mis. rabies, tetanus)
11. Informasikan
penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti
menggulang jadwal
imunisasi kembali
12. Informasikan penyedia
layanan pecan
imuniasasi nasional
yang menyediakan
vaksin gratis
Pencegahan Infeksi 1. Mengetahui tanda
dan gejala infeksi.
a. Observasi
2. Mencegah
1. Monitor tanda dan
penularan infeksi ke
gejala infeksi local dan
banyak orang.
sistemik
3. Mencegah infeksi
b. Terapeutik
lebih parah.
2. Batasi jumlah
4. Mencegah
pengunjung
penularan infeksi.
3. Berikan perawatan kulit
5. Mencegah
pada daerah edema
keperahan infeksi.
4. Cuci tangan sebelum
6. Agar pasien
dan sesudah kontak
mengetahui tanda
dengan pasien dan dan gejala infeksi.
lingkungan pasien 7. Agar pasien mampu
5. Pertahankan teknik mencuci tangan
aseptic pada pasien dengan baik dan
berisiko tinggi benar
c. Edukasi 8. Mencegah
6. Jelaskan tanda dan penularan ke orang
gejala infeksi lain agar pasien
7. Ajarkan cara mencuci mampu memeriksa
tangan yang benar lukanya secara
8. Ajarkan etik batuk mandiri.
9. Ajarkan cara 9. Agar pasien tidak
memeriksa kondisi luka kekurangan nutrisi
atau luka operasi 10. Agar kebutuhan
10. Anjurkan cairan pasien
meningkatkan asupan terpenuhi
nutrisi 11. Mencegah risiko
11. Anjurkan infeksi.
meningkatkan asupan
cairan
d. Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Amoto, Natalia M. & Joudy Gessal. (2016). Rehabilitasi Medik Pada Pasien
Geriatri Ulkus Decubitus. Jurnal Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi, Hal.
32-37.

Faridah, Umi, dkk. (2019). Pengaruh Posisi Miring Terhadap Dekubitus Pada
Pasien Stroke Di RSUD RAA Soewondo Pati. Jurnal Ilmu Keperawatan
Dan Kebidanan, Vol. 10, No. 1, 155-162.
Purwanto, Hadi. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan
Medikal Bedah II. Jakarta : PUSDIK SDM Kesehatan.

Sani, Mirza. 2016. Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Prioritas Masalah
Dekubitus Di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. KTI. Fakultas
Keperawatan, Universitas Sumatra Utara.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI . 2018. Standar Luaran Keperawatan Keperawatan
Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai