DISUSUN OLEH :
YORI DESTIA ULANDARI
NPM : 1826010044
Perceptor Co Perceptor
A. Definisi
Ulkus dekubitus adalah luka pada kulit dan jaringan di bawahnya akibat tekanan
yang berkepanjangan pada kulit setelah berbaring terus-menerus. Kondisi ini dikenal juga
sebagai luka baring (bedsores) atau luka dekubitus. Ulkus dekubitus paling sering terjadi
pada kulit yang melapisi area bertulang pada tubuh –seperti tumit, pergelangan kaki,
pinggul, dan bokong. Orang yang paling berisiko mengalami ulkus dekubitus adalah
mereka yang memiliki kondisi medis tertentu yang membuat kemampuan mereka untuk
mengubah posisi tubuhnya terbatas. Mereka yang menghabiskan sebagian besar waktu di
tempat tidur atau di kursi dengan pergerakan terbatas juga berisiko mengalami hal ini.
Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari
tekanan bat dari tekanan dari luar yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak
sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa, gangguan ini terjadi pada individu yang
berada diatas tempat tidur, seringkali pada inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu,
yang mengalami kesulitan makan diri sendiri, serta mengalami gangguan tingkat
kesadaran (Potter & Perry, 2005).
B. Etiologi
Ulkus dekubitus dapat timbul akibat tekanan pada bagian tubuh tertentu yang
menghambat aliran darah ke kulit. Ada beberapa factor yang menyebabkan terjadinya
ulkus dekubitus atau luka baring yaitu :
1. Faktor Intrinsic : Penuaan (regenarasi sel lemah), sejumlah penyakit yang
menimbulkan seperti DM, status gizi, underweight atau kebalikannya overweight,
anemia, Hipoalbuminemia, penyakit-penyakit neurologic dan penyakit-penyakit yang
merusak pembuluh darah, keadaan hidrasi cairan tubuh.
2. Factor Ekstrinsik : Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau
peralatan peralatan medic yang menyebabkan menyebabkan penderita penderita
terfiksasi pada suatu sikap tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat,
perubahan posisi yang kurang.(Panduan Penyusunan Asuhan Profesional, Jilid 1).
C. Patofisiologi
Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu :
1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler
2. Durasi dan besarnya tekanan
3. Toleransi jaringan
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan (Stortts,
1988 dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan durasinya maka semakin
besar pula insidensinya terbentuknya luka (Potter & Perry, 2005).
Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada
tekanan eksternal terbesar dari pada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau
menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia
sehinggan terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak
dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan
trombosis (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan dihilangkan
sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan akan pulih kembali melalui mekanisme
fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk
mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang
berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995
dalam Potter & Perry, 2005).
Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang
terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sakral dan tumit merupakan
area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2005). Efek tekanan juga
dapat di tingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak merata. Seseorang
mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan tempatnya berada karena
adanya gravitasi (Berecek, 1975 dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan tidak
terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan
tekanan akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan.
D. Manifestasi Klinis
1. Tanda cidera awal adalah kemarahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu jari.
2. Pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit.
3. Dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda sistematik peradangan, termasuk demam dan
peningkatan hitung sel darah putih.
4. Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di rumah sakit
yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil. (Panduan Penyusunan Asuhan
Profesional, Jilid 1).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur dan analisis urin
Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat apakah ada masalah
pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada trauma medula spinalis.
2. Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat leukosit dan
toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous colitis.
3. Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan
pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah
terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan
bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih dan laju
endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan sepsis.
5. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses penyembuhan ulkus
dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level, prealbumin level,
transferrin level, dan serum protein level.
6. Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat
osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar X,scan tulang atau MRI.
F. Klafikasi
Salah satu cara yang paling untuk mengklasifikasikan dekubitus adalah dengan
menggunakan sistem nilai atau tahapan. Sistem ini pertama kali dikemukakan oleh Shea
(1975 dalam Potter & Perry, 2005) sebagai salah satu cara untuk memperoleh metode
jelas dan konsisten untuk menggambarkan dan mengklasifikasikan luka dekubitus.
Sistem tahapan luka dekubitus berdasarkan gambaran kedalaman jaringan yang rusak
(Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry, 2005). Luka yang tertutup dengan jaringan
nekrotik seperti eschar tidak dapat dimasukkan dalam tahapan hingga jaringan tersebut
dibuang dan kedalaman luka dapat di observasi. Peralatan ortopedi dan braces dapat
mempersulit pengkajian dilakukan (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).
Tahapan dibawah ini berasal dari NPUAP (1992), dan tahapan ini juga digunakan
dalam pedoman pengobatan AHPCR (1994). Pada konferensi konsensus NPUAP (1995)
mengubah defenisi untuk tahap I yang memperlihatkan karakteristik pengkajian pasien
berkulit gelap. Berbagai indikator selain warna kulit, seperti suhu, adanya pori-por i
”kulit jeruk”, kekacauan atau ketegangan, kekerasan, dan data laboratorium, dapat
membantu mengkaji pasien berkulit gelap (Maklebust & Seggreen, 1991 dalam Potter &
Perry, 2005). Bennet (1995 dalam Potter & Perry, 2005). menyatakan saat mengkaji kulit
pasien berwarna gelap, memerlukan pencahayaan sesuai untuk mengkaji kulit secara
akurat. Dianjurkan berupa cahaya alam atau halogen. Hal ini mencegah munculnya warna
biru yang dihasilkan dari sumber lampu pijar pada kulit berpigmen gelap, yang dapat
mengganggu pengkajian yang akurat.
Menurut NPUAP (1995 dalam Potter & Perry, 2005) ada perbandingan luka
dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu:
1. Derajat I
Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang diperbesar. Kulit tidak
berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi indikator
2. Derajat II
Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis. Luka superficial
dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang dangkal.
3. Derajat III
Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang
mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui fascia yang berada di
bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau tanpa
merusak jaringan sekitarnya.
4. Derajat IV
Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan; atau
kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya kerusakan jaringan
epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.
G. Penatalaksanaan
1. Perawatan luka dekubitus.
2. Penerangan untuk pasien.
3. Bila ulkus kecil dapat sembuh seniri bila faktor penyebab dihilangkan.
4. Usaha pencegahan keadaan yang lebih buruk.
5. Mengurangi tekanan dengan cara mengubah posisi selama 5 menit setiap 2 jam.
6. Menggunakan alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan kulit dijaga jangan
sampai kotor karena urine dan feses.
7. Terapi obat :
a) Obat antibacterial topikal untuk mengontrol pertumbuhan bakteri.
b) Antibiotik prupilaksis agar luka tidak infeksi.
8. Terapi diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi harus adekuat yang
terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral, dan air.
H. Komplikasi
Ulkus dekubitus bisa menimbulkan komplikasi berikut ini, yang bahkan mampu
mengancam nyawa.
1. Selulitis
Selulitis adalah infeksi dari kulit dan jaringan ikat lunak. Kondisi ini dapat
menyebabkan daerah yang terinfeksi terasa hangat, kemerahan dan bengkak. Orang
dengan saraf yang rusak seringkali tidak merasakan sakit pada area yang mengalami
selulitis.
2. Infeksi tulang dan sendi
Infeksi dari luka akibat tekanan dapat masuk sampai ke dalam sendi dan tulang.
Infeksi sendi (septic arthritis) dapat merusak tulang rawan dan jaringan. Infeksi tulang
(osteomielitis) dapat mengurangi fungsi sendi dan anggota badan.
3. Kanker
Luka yang tidak sembuh dalam jangka panjang (Marjolin’s ulcer) dapat berkembang
menjadi squamous cell carcinoma.
4. Sepsis
Walaupun jarang, ulkus pada kulit dapat menyebabkan sepsis. .(Panduan Penyusunan
Asuhan Profesional, Jilid 1)
I. WOC
penuaan
Gangguan mobilitas
Tekanan eksternal
Hipoksia
Iskemik jaringan
Kematian jaringan
Perubahan temperatur kulit
Dekubitus
Hilangnya sebagian
lapisan kulit, terjadi luka Gangguan integritas
kulit/ jaringan
Nyeri akut
DAFTAR PUSTAKA
Pendland, Susan L., dkk.Skin and Soft Tissue Infections. Dalam Joseph T. DiPiro, kk, editor.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach.Edisi 6. Chicago: McGrawHill
Company; 2005. p1998-90
Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik,
Jakarta: EGC
PPNI.2016.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi
1.Jakarta : DPP PPNI
Suheri. Gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus praktik keperawatan
professional. Edisi 3. Jakarta: Salemba Meika.