Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Luka Dekubitus

1. Definisi Dekubitus

Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah

kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan

pada suatu area secara terus-menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi

darah setempat. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan

insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat

mengakibatkan kematian sel (Nurarif & Kusuma, 2015). Dekubitus terjadi karena

disebabkan oleh tekanan yang berlangsung lama pada pasien yang dibiarkan

berbaring lama di tempat tidur. Daerah yang sering terkena adalah sacrum,

trochanter, tuberositas ischium. Pada pasien yang hanya bisa duduk lokasi yang

sering terkena ischium. Pada pasien dengan total care maka ulkus dapat timbul di

lutut, tumit, malleoli, scapula, occiput dan daerah tulang belakang (spina) (Citra,

Hermes, & Tuti, 2017)

2. Patofisiologi Dekubitus

Banyak faktor yang berperan dalam terbentuknya ulkus dekubitus.

Beberapa faktor memiliki peran yang besar seperti tekanan, gaya geser, gesekan,

dan kelembapan, peningkatan tekanan pada sistem tubuh yang menonjol

mengakibatkan terbentuknya gradien tekanan tiga dimensi. Ulkus dekubitus

biasanya terbentuk saat berat badan memberikan gaya ke bawah pada kulit dan

jaringan subkutan yang terletak antara tonjolan tulang dan permukaan luar (kasur,

bantalan kursi roda, maupun perangkat medis). Diperkirakan gaya yang

1
2

menghasilkan tekanan eksternal lebih dari tekanan pengisian tekanan pengisian

kapiler arteri (sekitar 8 hingga 12 mmHg) akan menghambat aliran darah dan

menyebabkan hipoksia jaringan. Tekanan pada permukaan tubuh yang menonjol

dapat meningkatkan kapiler di dalam jaringan sehingga mengakibatkan gangguan

sirkulasi. Hipoksia jaringan terjadi, jaringan mengalami kerusakan sehingga

terjadi nekrosis. Diperkirakan 30 hingga 240 menit merupakan durasi kritis

iskemia jaringan yang dapat menyebabkan terbentuknya ulkus dekubitus.

Toleransi jaringan juga berperan penting, waktu reperfusi jaringan setelah tekanan

eksternal hilang menentukan seberapa berat iskemia jaringan dan penyembuhan

luka.

Pengaruh fisik lain yang dapat merusak kulit dan kontribusi pada

terbentuknya ulkus dekubitus adalah gesekan pada permukaan kulit, gaya geser,

dan kelembapan. Gesekan dan gaya geser seperti berbaring miring, dapat

mempengaruhi lapisan kapiler local dan berkontribusi pada hipoksia jaringan.

Saat berbaring miring, gaya gravitasi ke bawah dilawan oleh gesekan yang

mencegah orang tersebut tergelincir dari tempat tidur. Meskipun kulit tidak

bergeser dari alasanya, struktur internal seperti otot dan tulang yang tidak

bersentuhan dengan permukaan luar akan bergeser ke bawah karena gravitasi.

Gaya ini dapat mengganggu aliran darah karena pembuluh darah yang tertangkap

diantara kulit dan tulang tertekan. Kelembapan (dari keringat atau inkontinensia)

dapat membuat lebih rentan rusak dengan gesekan dan reposisi. Kelembapan tidak

membuat cidera tekanan tetapi dapat meningkatkan luka kronis dengan

melunakkan lapisan atas (meserasi) dan merubah lingkungan kimia kulit

(perubahan pH).
3

Kerusakan jaringan terjadi ketika tekanan melebihi capillary closing

preassure normalnya 13-32 mmHg. Setelah periode iskemik, kulit yang berwarna

putih atau warna cerah dapat berubah menjadi reaktif hipereremik yang normal

dan abnormal sebagai respon tubuh akan adanya vasodilatasi yang berlebih yang

dapat berhenti >1 jam hingga 2 minggu setelah tekanan hilang (Wolf, Silander, &

Nimwegen, 2015)

3. Etiologi

a. Faktor Intrinsik: Penuaan (regerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang

menimbulkan seperti diabetus mellitus, status gizi, underweight atau

kebalikannya overweight, anemia, hipoalbuminemia, penyakit-penyakit

neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, keadaan

hidrasi/cairan tubuh.

b. Faktor Ekstrinsik: Adanya tekanan, gesekan, tahanan, kelembaban,

imobilisasi yang lama termasuk didalamnya pembatasan fisik (restrain),

dan kondisi setelah operasi yang memiliki durasi yang cukup lama

4. Klasifikasi Dekubitus

Ulkus dekubitus mempunyai gambaran klinis dimana tanda cedera awal

adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan oleh ujung jari (non-

blanching). Pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus di kulit, timbul rasa nyeri,

tanda-tanda iskemik termasuk demam dan peningkatan sel darah putih. Lokasinya

ialah daerah ektremkitas dan bokong, juga daerah yang sering mendapat tekanan

secara terus-menerus. Pada tempat tersebut ulkus berisi jaringan nekrotik dan

sekelilingnya terdapat daerah yang eritematosa (Citra, Hermes, & Tuti, 2017)
4

a. Klasifikasi Stadium Dekubitus

Berdasarkan luas dan beratnya kerusakan jaringan yang terkena, maka

sesuai dengan ketentuan National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) dan

AHCPR ulkus dekubitus terbagi menjadi 4 stadium:

1) Stadium I

Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila

dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda

sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat),

perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), perubahan sensasi

(gatal atau nyeri), pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan

kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan

kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.

2) Stadium II

Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau

keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melpuh dan atau

membentuk lubang yang dangkal. Jika kulit terluka atau robek maka akan

timbul masalah baru yaitu infeksi

3) Stadium III

Ulkus mulai berkembang menjadi luka yang lebih besar (full-

thickness wound) yang penetrasinya mencapai jaringan subkutaneus, bisa

meluas tapi belum melalui fasia dasar. Ulkus menyerupai kawah yang dalam

dan mungkin merusak jaringan di sekitanya.


5

4) Stadium IV

Ulkus meluas menembus kulit, seiring dengan destruksi luas, nekrosis

jaringan alat rusaknya otot, tulang dan jaringan penyokong lainnya (seperti

tendon dan kapsul sendi)

Gambar 2.1 Stadium Luka Dekubitus (NPUAP, 2015)

b. Klasifikasi Dekubitus Berdasarkan Warna

1) Luka yang nekrosis diklasifikasikan sebagai black wound

2) Luka dengan eksudat, serabut debris berwarna kuning sebagai yellow

wounds

3) Luka dalam fase aktive healing dan lebih bersih, tampilan warna mulai

dari merah muda sampai granulasi berwarna merah dan jaringan epitel

mulai tumbuh sebagai red wounds

4) Perpaduan dari berbagai warna contoh 25% yellow wounds, 75% red

wounds
6

Gambar 2.2 Klasifikasi Luka Dekubitus Berdasarkan Warna menurut (NPUAP,

2015)
Selain sistem klasifikasi di atas, indikator lain selain warna kulit, faktor suhu,

tekstur kulit dan data laboratorium, dapat menajdi faktor pendukung dalam

memprediksi luka tekan khususnya pasien dengan warna kulit yang gelap, namun

sebelum melakukan klasifikasi luka tekan, hal yang harus diperhatikan luka yang

tertutup oleh jaringan nekrotik seperti jaringan parut tidak dapat langsung dinilai

sebelum dilakukan debridement, sehingga jaringan yang rusak dapat diobservasi.

5. Faktor Resiko Dekubitus

Menurut (Irma P Arisanty, 2013) faktor resiko dekubitus yaitu:

a. Mobilitas dan Aktivitas

Mobilisasi adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi

tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien

yang berbaring terus-menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk merubah

posisi berisiko untuk terkena dekubitus. Imobilisasi adalah faktor yang

paling siginifikan dalam kejadian dekubitus dan ditemukan pada orang

dengan pergerakan yang terbatas karena tidak mampu mengubah posisi

untuk menghilangkan tekanan.

b. Penurunan Sensori Persepsi

Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan

untuk merasakan sensori nyeri akibat tekanan diatas tulang yang menonjol.

Pasien terkadang tidak mampu merasakan adanya nyeri bahkan tekanan.


7

Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah terkena ulkus

dekubitus

c. Kelembaban

Kelembaban juga mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction)

dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam

perkembangan luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri

dan enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit

d. Tenaga yang merobek (shear)

Merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan dan merobek jaringan,

pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan

dengan tulang yang menonjol. Contoh yang paling sering dari tenaga yang

merobek ini adalah ketika pasien diposisikan dalam posisi semi fowler yang

melebihi 30 derajat. Pada posisi ini pasien bisa merosot kebawah, sehingga

mengakibatkan tulangnya bergerak ke bawah namun kulitnya masih

tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta

kerusakan pada jaringan bagian dalam seperti otot, namun hanya

menimbulkan sedikit kerusakan pada permukaan kulit.

e. Pergesekan (friction)

Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak dengan arah yang

berlawanan. Pergesekan dapat mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan

epidermis kulit. Pergersekan bisa terjadi pada saat penggantian sprei pasien

yang tidak berhati-hati


8

f. Nutrisi

Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya

diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Pada

stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan

penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake makanan yang

tidak mencukupi

g. Usia

Pasien yang sudah tua mengalami resiko yang tinggi untuk terkena dekubitus

karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Usia diatas

70 tahun merupakan resiko terjadinya luka tekan atau dekubitus. Penuaan

mengakibatkan kehilangan otot, penurunan elastisitas kulit serta penurunan

kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan

faktor penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya

terhadap tekanan dan pergesekan

h. Tekanan arteriolar yang rendah

Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi kulit terhadap

tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan yang rendah sudah mampu

mengakibatkan jaringan menjadi iskemia

i. Stress emosional

Depresi dan stres emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga

merupakan faktor resiko untuk perkembangan dari luka tekan.

j. Merokok

Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan

memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh.


9

k. Temperatur kulit

Peningkatan temperatur merupakan faktor yang signifikan dengan resiko

terjadinya luka tekan

Gambar 2.3 Lokasi Ulkus Dekubitus (NPUAP, 2015)

6. Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan Luka Menurut (NPUAP, 2015) yaitu:

a. Fase aktif (1 minggu)

Leukosit secara aktif akan memutus kematian jaringan, khususnya

monosit akan memutus pembentukan kolagen dan protein lainnya. Proses ini

berlangsung hingga mencapai jaringan yang masih bagus. Undermined edge

diagnggap sebagai tanda khas ulkus yang masih aktif. Disamping itu juga,

terdapat transudat yang creamy, kotor, dengan aroma tersendiri. Pada fase

aktif eksudat bersifat steril. Selanjutnya sel dan partikel plasma berikatan

membentuk nekrotik coagulan yang jika mengeras dinamakan eshar

b. Fase proliferasi

Fase ini ditandai dengan adanya granulasi dan reepitelisasi. Jaringan

granulasi merupakan kumpulan vaskular (nutrisi untuk makrofag dan


10

fibroblast) dan saluran getah bening (mencegah edema dan sebagai drainease)

yang membentuk matriks granulasi yang turut menjadi lini pertahanan

terhadap infeksi. Pada fase ini tampak epitelisasi dimana terbentuk tepi luka

yang semakin landai.

c. Fase maturasi

Saat inilah jaringan ikat (skar) mulai terbentuk

7. Pencegahan Luka Dekubitus

Pengelolaan dekubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah

terjadinya dekubitus dengan mengenal penderita resiko tinggi terjadinya

dekubitus, misalnya pada penderita yang imobilisasi. Untuk skrining resiko ulkus

dekubitus menggunakan skor norton (Mahmuda, 2019)

a. Mengurangi atau meratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah

yaitu: alih posisi, alih baring, mobilisasi progresif paling lama tiap dua jam.

b. Kasur khusus untuk membagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita,

misalnya: kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air

yang temperatur airnya dapat diatur

c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat

terganggu, dapat dikurangi antara lain mejaga posisi pasien

d. Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore),

tetapi dapat lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus.

Perawatan kulit termasuk dengan menyeka 2 kali dalam sehari. Pasien setelah

diseka keringkan dengan baik, berikan lotion pada bagian kulit yang terutama

pada tonjolan-tonjolan tulang.

e. Mengkaji status mobilitas.


11

Untuk pasien yang lemah, dilakukan perubahan posisi. Ketika menggunakan

posisi lateral, hindari tekanan secara langsung pada daerah trochanter. Untuk

menghindari luka tekan di daerah tumit, gunakanlah bantal yang diletakkan

dibawah kaki. Bantal juga dapat digunakan di daerah lutut kiri, diantara mata

kaki, di belakang punggung, dan dibawah kepala untuk mengurangi kejadian

luka tekan.

f. Meminimalkan terjadinya tekanan

g. Mengkaji inkontinensia

Kelembaban yang disebabkan oleh inkontinensia dapat menyebabkan

maserasi

8. Penatalaksanaan luka dekubitus (Nurarif & Kusuma, 2015)

a. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Pengurangan tekanan

sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan

yang berlebihan dan terus-menerus

b. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut

akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik.

c. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan

menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga

menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.

d. Mengatasi infeksi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita

mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi harus dibersihkan beberapa

kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan H2O2 3%, povidon iodin

1%, seng sulfat 0,5%


12

e. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.

Hal ini dapat dicapai dengan pemberian salep asam salisilat 2%, preparat seng

(Zn 0, Zn SO), oksigen hiperbarik, selain mempunyai efek bakteriostatik

terhadap sejumlah bakteri, juga mempunya efek proliferatif epitel, menambah

jaringan granulasi dan memperbaiki keadaan vaskular, radiasi infra merah,

yang dapat membantu penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan

vaskularisasi

f. Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk

mempercepat penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama dekubitus

stadium III dan IV

g. Mengkaji status nutrisi

Pasien dengan luka tekan biasanya memiliki serum albumin dan hemoglobin

yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pasien yang tidak terkena luka

tekan.

h. Mengkaji dan memonitor luka tekan pada setiap penggantian balutan luka

meliputi:

1) Deskripsi dari luka tekan meliputi lokasi, tipe jaringan (granulasi,

nekrotik, eshar), ukuran luka, eksudat (jumlah, tipe, karakter, bau) serta

ada tidaknya infeksi

2) Stadium dari luka tekan

3) Kondisi kulit sekeliling luka

4) Nyeri pada luka

i. Mengkaji faktor yang menunda status penyembuhan


13

1) Penyembuhan luka seringkali gagal karena adanya kondisi-kondisi

seperti malignansi, diabetes, gagal jantung, gagal ginjal, pneumonia

2) Medikasi seperti steroid, agen imunosupresif atau obat anti kanker juga

akan mengganggu penyembuhan luka

j. Mengevaluasi penyembuhan luka

1) Luka tekan stadium II seharusnya menunjukkan penyembuhan luka

dalam waktu 1 sampai 2 minggu. Pengecilan ukuran luka setelah 2

minggu juga dapat digunakan untuk memprediksi penyembuhan luka.

Bila kondisi luka memburuk, evaluasi luka secepat mungkin

2) Menggunakan parameter untuk penyembuhan luka termasuk dimensi

luka eksudat dan jaringan luka

k. Mengkaji komplikasi yang potensial terjadi karena luka tekan seperti abses,

osteomielitis, bakteriemia, fistula

l. Mengatasi dan meminimalisir faktor resiko intrinsik dan ekstrinsik ulkus

dekubitus.

9. Komplikasi luka dekubitus (Nurarif & Kusuma, 2015)

Dekubitus atau luka tekan merupakan sebuah tentangan klinis bagi

perawat, yakni terkait dengan tindakan preventif perawat dan mengenai

penatalaksanaan pada setiap tahap terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

Dekubitus memiliki dampak yang serius, baik secara klinis, psikologis, sosial dan

implikasi akibat dari komplikasi dekubitus tersebut. Hal ini didukung dari
14

pernyataan (Ayello) bahwa dekubitus menimbulkan komplikasi serius pada pasien

seperti sepsis bahkan kematian. Komplikasi dekubitus adalah:

a. Kerusakan kulit

Luka tekan biasanya terjadi pada tonjolan tulang, dimana sirkulasi aliran

darah telah dibatasi untuk jangka waktu dua jam atau lebih, tanpa perawatan

tpat, daerah yang terkena sering mengalami kerusakan kulit yang signifikan,

dimana jaringan nekrotik menciptakan luka terbuka

b. Selulitis

Selulitis adalah infeksi pada kulit dan jaringan lunak. Hal ini dapat

menyebabkan rasa sakit luar biasa dan pembengkakan pada daerah kulit yang

terkena. Infeksi ini dapat menyebab ke persendian, tulang, dan aliran darah.

Jika selulitis terjadi pada sakrum atau tulang punggung bawah, infeksi bisa

mudah menembus ke tulang belakang dan otak

c. Infeksi tulang dan sendi

Infeksi dari luka baring juga dapat menyebabkan komplikasi pada sendi dan

tulang. Infeksi sendi (septic arthritis) dapat merusak tulang rawan dan

jaringan. Sementara, infeksi tulang (osteomielitis) dapat menurunkan fungsi

sendi dan anggota badan. Oleh sebab itu, pasien ulkus dekubitus dapat

mengalami kelumpuhan pada bagian yang terkena.

d. Ganggren

Ganggren adalah kematian jaringan tubuh karena tidak menerima suplai darah

yang cukup. Penyakit ini merupakan infeksi serius, namun jarang mengancam

jiwa. Infeksi ini juga dapat disebabkan oleh bakteri Clostridium. Jenis bakteri

ini berkembangbiak di area tubuh yang rusak, dan dapat menghasilkan gas
15

berbahaya ke jaringan sekitarnya. Biasanya pada pasien yang menderita

komplikasi ini dapat merasakan sakit luar biasa. Ia juga bisa cepat mengalami

pembengkakan pada kulit yang terkena.

e. Sepsis

Sepsis adalah komplikasi umum pada pasien yang menderita luka baring.

Infeksi darah serius ini dapat berkembang cepat ke seluruh tubuh. Sepsis

termasuk komplikasi yang berbahaya karena mengancam nyawa. Sepsis

terjadi akibat infeksi yang sudah menyebar dan membuat kerusakan organ.

Gejala umum sepsis meliputi demam lesu, agitasi, kecemasan, kesadaran

berkurang, dan kehilangan nafsu makan. Tanpa penanganan tepat, pasien

dapat menderita syok septik, dengan peluang 50-50 untuk bertahan hidup

f. Fasciitis Nekrotikans

Fasciitis nekrotikans adalah komplikasi luka baring yang mengenai bagian-

bagian jaringan lunak di tubuh. Penyakit ini sering disebut sebagai penyakit

pemakan daging. Untuk menangani kondisi ini, ahli bedah kemungkinan akan

merekomendasikan debridement (pengangkatan jaringan mati) dan antibiotik

spesifik. Pada orang lanjut usia, fasciitis nekrotikans merupakan kondisi

serius yang dapat mengancam jiwa. Komplikasi ini juga dapat dengan cepat

menyebabkan kematian jaringan yang terkena.

g. Kanker

Menurut US National Pressure Ulcer Advisory Panel, komplikasi serius dari

ulkus dekubitus adalah karsinoma sel skuamosa. Ini adalah salah satu

jenis kanker yang sulit disembuhkan bila sudah menyebar.

10. Cara pengukuran resiko dekubitus


16

Salah satu instrumen yang digunakan untuk menilai tingkat risiko

terjadinya dekubitus dengan menggunakan skala norton. Skala norton merupakan

instrumen yang dikhususkan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko

mengalami dekubitus. Skala Norton dikembangkan sejak tahun 1960-an di

Inggris. Instrumen ini terdiri dari lima komponen yang dapat menjadi faktor

risiko terjadinya dekubitus yakni kondisi fisik dan mental, aktivitas dan tingkat

mobilitas serta adanya inkontinensia. Total norton scale adalah 20. Jika

ditemukan skor dibawah 10 menunjukkan risiko yang sangat tinggi, sementara

skor antara 16-20 indikasi tidak terjadi dekubitus, 12-15 kemungkinan kecil

terjadi, <12 Kemungkinan terjadi.

B. Konsep Dasar Mobilisasi Progresif

1. Definisi Mobilisasi Progresif

Mobilisasi progresif adalah mobilisasi yang dilakukan secara bertahap

pada pasien-pasien dengan kondisi kritis yang dirawat di ICU. Protokol mobilisasi

progresif berdasarkan American of Critical Care Nurses terdiri dari lima tahapan.

Mobilisasi progresiff dimulai dengan safety screening untuk memastikan kondisi

pasien. Prosedur safety screening dilakukan setiap kali sebelum pelaksanaan

mobilisasi. Pengkajian mobilisasi progresif dapat dilakukan setelah 8 jam pasien

masuk ICU. Mobilisasi progresif adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan tingkatan aplikasi mobilisasi dengan teknik berikut: elevasi

tempat tidur (Head of Bed), latihan ROM pasif, terapi rotasi lateral (CLRT)

dengan tujuan untuk mempertahankan dan memperbaiki kemampuan fungsional

dan mobilisasi pasien (Wicaksana and Rachman 2018)

2. Penerapan Mobilisasi Progresif


17

Pasien yang mengalami imobilisasi tidak bisa melakukaan gerakan secara

mandiri harus dibantu oleh orang lain dan pasien yang mengalami kelempuhan

atau koma karena salah satu sistem dalam anggota tubuhnya mengalami

gangguan, bila pasien hanya posisi terlentang dalam waktu yang cukup lama bisa

mengalami dekubitus, maka harus dilakukan mobilisasi progresif untuk mencegah

dekubitus pada pasien dengan tirah baring lama dapat dimulai dengan cara

dimulai dengan safety screening untuk memastikan kondisi pasien, melakukan

mobilisasi yang terdiri dari Head of Bed 30⁰ (Posisi semifowler 30⁰), kemudian

melakukan ROM pasif (ekstremitas atas : fleksi dan ekstensi jari tangan, fleksi

dan ekstensi pergelangan tangan, adduksi dan abduksi pergelangan tangan, fleksi

dan ekstensi siku, fleksi dan ekstensi bahu; ekstemitas bawah : fleksi dan ekstensi

jari kaki, dorsofleksi, plantarfleksi, fleksi dan ekstensi lutut, adduksi dan abduksi

kaki) setiap gerakan dilakukan pengulangan sebanyak 5 (lima) kali, selanjutnya

diberikan posisi Continuous lateraly Rotation Therapy (CLRT) yaitu

memposisikan pasien miring kanan dan miring kiri. Hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam pelaksanaan mobilisasi progresif (Wicaksana and Rachman

2018):

a. Tidak ditemukan iskemik miokard dalam 24 jam terakhir

b. Tidak ditemukan disritmia yang membutuhkan pemberian agen antidisritmia

dalam 24 jam terakhir

c. FiO2 ≤ 0,6, PEEP 10 cmH2O

d. Tidak ada peningkatan dosis pemberian vasopressor dalam 2 jam terakhir

3. Tujuan posisi mobilisai progresiff

a. Mencegah nyeri otot


18

b. Mengurangi tekanan

c. Mencegah kerusakan syaraf dan pembuluh darah

d. Mencegah kontraktur otot

e. Mempertahankan tonus otot dan refleks

4. Penilaian resiko dekubitus

Tabel 2.1 Penilaian Skor Norton (Nurarif & Kusuma, 2015)


No Kategori Skor
1 Kondisi Fisik Umum
1. Baik 4
2. Cukup 3
3. Buruk 2
4. Sangat Buruk 1
2 Kesadaran
1. Composmentis 4
2. Apatis 3
3. Sopor 2
4. Stupor / Coma 1
3 Aktivitas
1. Ambulan 4
2. Ambulan dengan Bantuan 3
3. Hanya bisa duduk 2
4. Tiduran 1
4 Mobilitas
1. Bergerak Bebas 4
2. Sedikit Terbatas 3
3. Sangat Terbatas 2
4. Tak bisa Bergerak 1
5 Inkontinensia
1. Tidak 4
2. Kadang-kadang 3
3. Sering Inkontinensia Urin 2
4. Sering Inkontinensia alvi dan urine 1
Keterangan:

16-20 : Tidak ada resiko


19

12-15 : Beresiko kecil terjadi


<12 : Beresiko

Anda mungkin juga menyukai