ULKUS DEKUBITUS
Disusun oleh:
DEDE DHAZREKA
19400010
A. Definisi
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau luka
tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh yang
mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan dibawah
kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area tersebut (Ratna
Kalijana, 2008)
Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat
kekurangan alirandarah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang yang
menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur, kursi
roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang (Susan
L, dkk. 2005)
B. Klasifikasi Ulkus Dekubitus
Salah satu cara yang paling untuk mengklasifikasikan dekubitus
adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan. Sistem ini pertama
kali dikemukakan oleh Shea (1975 dalam Potter & Perry, 2005) sebagai salah
satu cara untuk memperoleh metode jelas dan konsisten untuk
menggambarkan dan mengklasifikasikan luka dekubitus. Sistem tahapan luka
dekubitus berdasarkan gambaran kedalaman jaringan yang rusak (Maklebust,
1995 dalam Potter & Perry, 2005). Luka yang tertutup dengan jaringan
nekrotik seperti eschar tidak dapat dimasukkan dalam tahapan hingga
jaringan tersebut dibuang dan kedalaman luka dapat di observasi. Peralatan
ortopedi dan braces dapat mempersulit pengkajian dilakukan (AHPCR, 1994
dalam Potter & Perry, 2005).
Menurut NPUAP (1995 dalam Potter & Perry, 2005) ada perbandingan luka
dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu:
1. Derajat I
Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang diperbesar. Kulit
tidak berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi indikator
2. Derajat II
Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan dermis. Luka
superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang
dangkal.
3. Derajat III
Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau
nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak melampaui
fascia yang berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang
yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
4. Derajat IV
Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis
jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur penyangga misalnya
kerusakan jaringan epidermis, dermis, subkutaneus, otot dan kapsul sendi.
C. Etiologi
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan
intrinsik pada pasien.
1. Faktor Ekstrinsik
a. Tekanan
kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan
permukaan keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi.
Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya dengan
tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi
lokal kemudian menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar
muka ( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per
unit area antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan
antar muka lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka
pembuluh darah kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi
lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler
rata rata adalah sekitar 32 mmHg.
b. Gesekan dan pergeseran
gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas
jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser
terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.
c. Kelembaban
akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain dan
keringat. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah mengalami
erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena
pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia
alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan daripada
inkontinensia urin karena adanya bakteri dan enzim pada feses dapat
merusak permukaan kulit.
d. Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau
peralatan medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu sikap
tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
2. Fase Intrinsik
a. Usia
pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan
vaskularisasi. Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi
untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah
seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot,
penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori,
penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis
dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain
akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan,
pergesekan, dan tenaga yang merobek. Selain itu, akibat dari
penuaan adalah berkurangnya jaringan lemak subkutan,
berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. menurunnya efesiensi
kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan
rapuh.
b. Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan
untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang yang
menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah
terkena luka tekan. karena nyeri merupakan suatu tanda yang secara
normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf
(misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa
menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.
c. Penurunan kesadaran
gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.
d. Malnutrisi
Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak
memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak
mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi yang
penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita
ulkus dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan
luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia,
kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi
sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut
penelitian Guenter (2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada
orang tua berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya
kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
e. Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi
tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah.
Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu
untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan.
Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat
lemah, dipasung). Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan
dalam kejadian luka tekan.
f. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan
memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut
hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara
merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
g. Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur
merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
h. Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit
menurun.
i. Anemia
j. Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan
memperlambat penyembuhannya.
k. Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah
terkena dekubitus dan memperburuk dekubitus.
D. Manifestasi Klinis
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida,
multiple sklerosis dan imobilisasi lama di rumah sakit. Selain itu, faktor lain
perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat
pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status
gizi dan perubahan berat badan, riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok
serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem termasuk di
dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan,
bau, nyeri (Arwaniku, 2007).
Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcer Advisory Panel ), luka tekan
dibagi menjadi empat tadium, yaitu :
1. Stadium Satu
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang ormal, maka akan tampak salah satu
tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit ( lebih dingin atau
lebih hangat ), perubahan konsistensi jaringan ( lebih keras atau lunak ),
perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka
mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada
yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang
menetap, biru atau ungu.
2. Stadium Dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau
membentuk lubang yang dangkal.
3. Stadium Tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis
dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia.
Luka terlihat seperti lubang yang dalam
4. Stadium Empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas,
nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya
lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV
dari luka tekan.
E. Patofisiologi
Tiga elemen yang menjadi dasar terjadinya dekubitus yaitu:
1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler
2. Durasi dan besarnya tekanan
3. Toleransi jaringan
Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antar waktu dengan tekanan
(Stortts, 1988 dalam Potter & Perry, 2005). Semakin besar tekanan dan
durasinya maka semakin besar pula insidensinya terbentuknya luka ( Potter &
Perry, 2005).
Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya
gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area
sakral dan tumit merupakan area yang paling rentan (Maklebust, 1987 dalam
Potter & Perry, 2005). Efek tekanan juga dapat di tingkatkan oleh distribusi
berat badan yang tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada
tubuh dari permukaan tempatnya berada karena adanya gravitasi (Berecek,
1975 dalam Potter & Perry, 2005). Jika tekanan tidak terdistribusi secara
merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan
akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami
gangguan.
Kulit & jaringan tidak dapat metoleransi Kulit & jaringan dapat metoleransi beberapa
tekanan
H. Komplikasi
Gangguan
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV,fisik
mobilisasi walaupun
dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi
yang dapat terjadi antara lain:
1. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.
2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,
osteomielitis, dan arthritis septik.
3. Septikimia
4. Animea
5. Hipoalbuminea
6. Kematian.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Kultur dan analisis urin
Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat apakah
ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada
trauma medula spinalis.
2. Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat
leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous
colitis.
3. Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan
dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk
melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu,
biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus
dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih
dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan
sepsis.
5. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses
penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin
level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level.
6. Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang
akibat osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan
tulang atau MRI.
J. Pengkajian
3. Mobilisasi
Pengkajian meliputi pendokumentasian tingkat mobilisasi pada
integritas kulit. Pengkajian mobilisasi juga harus memperoleh data tentang
kualitas tonus dan kekuatan otot. Klien yang mempunyai rentang gerak yang
adekuat untuk bergerak secara mandiri ke bentuk posisi yang lebih
terlindungi.
4. Status Nutrisi
Pengkajian nutrisi klien harus menjadi bagian integral dalam pengkajian data
awal pada pasien beresiko gangguan integritas kulit (Breslow & Bergstrom,
1994; Water et el, 1994; Finucance, 1995;). Pasien malnutrisi atau kakesia
dan berat badan kurang dari 90% berat badan ideal atau pasien yang berat
badan lebih dari 110% berat badan ideal lebih beresiko terjadi luka dekubitus
(Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Walaupun presentase
berat badan bukan indikator yang baik, tapi jika ukuran ini digunakan
bersama-sama dengan jumlah serum albumin atau protein total yang rendah,
maka presentase berat badan ideal pasien dapat mempengaruhi timbulnya
luka dekubitus (Potter & Perry, 2005).
4. Nyeri
Sampai saat ini, hanya sedikit tulisan atau penelitian yang dilakukan
tentang nyeri dan luka dekubitus, AHPCR (1994) telah merekomendasi
pengkajian dan manajemen nyeri termasuk dalam perawatan pasien luka
dekubitus. Selain itu AHPCR (1994) menegaskan perlunya penelitian tentang
nyeri pada pasien luka dekubitus. Salah satu studi yang pertama kali
menghitung pengalaman nyeri pasien yang dirawat di rumah sakit karena
luka dekubitus telah dilakukan oleh Dallam et el (1995). Pada studi ini 59,1%
pasien melaporkan adanya nyeri dangan menggunakan skala analog visual,
68,2% melaporkan adanya nyeri akibat luka dekubitus dengan menggunakan
skala urutan nyeri faces.
K. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncu
1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan destruksi
mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
2. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan pembatasan gerak yang
diharuskan, kehilangan control motorik.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukkan oral,anoreksia.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar
dekubitus, penekanan respons inflamasi.
5. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan di area dekubitus.
L. Intervensi Keperawatan
1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan destruksi
mekanis jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
Diagnosa Rencana keperawatan
Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah
Hasil
Kolaborasi