Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN ULKUS DEKUBITUS

DI RUANG DIPONEGORO Lt.1 RSUD KANJURUHAN MALANG

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH :

(QURROTA A’YUN)

(202210461011009)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2023

1
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN (HERNIA)

DI RUANG SERLY UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KELOMPOK 31

NAMA: QURROTA A’YUN

NIM: 202210461011009

TGL PRAKTEK/MINGGU KE : 13 – 18 MARET 2023

Mahasiswa

(……………………………………………………)

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

(……………………………………………….) (……………………………………………….)

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi
Dekubitus sering disebut ulkus dermal / ulkus dekubitus atau
luka tekan terjadi akibat tekanan yang sama pada suatu bagian tubuh
yang mengganggu sirkulasi (Harnawatiaj, 2008).
Dekubitus adalah Kerusakan lokal dari kulit dan jaringan
dibawah kulit yang disebabkan penekanan yang terlalu lama pada area
tersebut (Ratna Kalijana, 2008)
Ulkus dekubitus adalah kerusakan kulit yang terjadi akibat
kekurangan alirandarah dan iritasi pada kulit yang menutupi tulang
yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari
tempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya
dalam jangka panjang (Susan L, dkk. 2005)
B. Klasifikasi

Salah satu cara yang paling untuk mengklasifikasikan dekubitus


adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan. Sistem ini
pertama kali dikemukakan oleh Shea (1975 dalam Potter & Perry,
2005) sebagai salah satu cara untuk memperoleh metode jelas dan
konsisten untuk menggambarkan dan mengklasifikasikan luka
dekubitus. Sistem tahapan luka dekubitus berdasarkan gambaran
kedalaman jaringan yang rusak (Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry,
2005). Luka yang tertutup dengan jaringan nekrotik seperti eschar tidak
dapat dimasukkan dalam tahapan hingga jaringan tersebut dibuang
dan kedalaman luka dapat di observasi. Peralatan ortopedi dan braces
dapat mempersulit pengkajian dilakukan (AHPCR, 1994 dalam Potter &
Perry, 2005).

Tahapan dibawah ini berasal dari NPUAP (1992), dan tahapan ini
juga digunakan dalam pedoman pengobatan AHPCR (1994). Pada
konferensi konsensus NPUAP (1995) mengubah defenisi untuk tahap I
yang memperlihatkan karakteristik pengkajian pasien berkulit gelap.
Berbagai indikator selain warna kulit, seperti suhu, adanya pori-pori
”kulit jeruk”, kekacauan atau ketegangan, kekerasan, dan data
laboratorium, dapat membantu mengkaji pasien berkulit gelap
3
(Maklebust & Seggreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2005). Bennet
(1995 dalam Potter & Perry, 2005). menyatakan saat mengkaji
kulit pasien berwarna gelap, memerlukan pencahayaan sesuai
untuk mengkaji kulit secara akurat. Dianjurkan berupa cahaya alam
atau halogen. Hal ini mencegah munculnya warna biru yang
dihasilkan dari sumber lampu pijar pada kulit berpigmen gelap, yang
dapat mengganggu pengkajian yang akurat. Menurut NPUAP (1995
dalam Potter & Perry, 2005) ada perbandingan luka dekubitus derajat I
sampai derajat IV yaitu:

1. Derajat I

Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang
diperbesar. Kulit tidak berwarna, hangat, atau keras juga dapat
menjadi indikator
2. Derajat II

Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan


dermis. Luka superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi,
lecet, atau lubang yang dangkal.
3. Derajat III

Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan


atau nekrotik yang mungkin akan melebar kebawah tapi tidak
melampaui fascia yang berada di bawahnya. Luka secara klinis
terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak
jaringan sekitarnya.
4. Derajat IV

Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif,


nekrosis jaringan; atau kerusakan otot, tulang, atau struktur
penyangga misalnya kerusakan jaringan epidermis, dermis,
subkutaneus, otot dan kapsul sendi.

4
C. Etiologi
Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik
dan intrinsik pada pasien.
1. Faktor Ekstrinsik
a. Tekanan
kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang
dengan permukaan keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja
operasi. Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama
bahayanya dengan tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi
gangguan mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi
dan nekrosis. tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan
antar muka adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan
permukaan matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar
daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah
kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih
mudah untuk terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler
rata rata adalah sekitar 32 mmHg
b. Gesekan dan pergeseran
gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga
integritas jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan
kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.
c. Kelembapan
akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat
inkontinensia, drain dan keringat. Jaringan yang mengalami
maserasi akan mudah mengalami erosi. Selain itu
kelembapan juga mengakibatkan kulit mudah terkena
pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear).
Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka
tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan
enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.

5
2. Fase Intrinsik
a. Usia
pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan vaskularisasi. Pasien
yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk terkena luka tekan karena kulit
dan jaringan akan berubah seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan
kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori,
penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara epidermis dan dermis.
Perubahan ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat kulit
menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang
merobek. Selain itu, akibat dari penuaan adalah berkurangnya jaringan lemak
subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. menurunnya efesiensi
kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

b. Penurunan Sensori
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas tulang
yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah
terkena luka tekan. karena nyeri merupakan suatu tanda yang secara
normal mendorong seseorang untuk bergerak. Kerusakan saraf
(misalnya akibat cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan
berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.
c. Penurunan Kesadaran
gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.
d. Malnutrisi
Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak
memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak mengalami
pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi yang
penting. Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita
ulkus dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan penyembuhan luka.
Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin. Hipoalbuminemia, kehilangan
berat badan, dan malnutrisi umumnya diidentifikasi sebagai faktor
predisposisi untuk terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter
(2000) stadium tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua
6
berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin,
dan intake makanan yang tidak mencukupi.
e. Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi
tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien
yang berbaring terus menerus ditempat tidur tanpa mampu untuk
merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Orang-orang
yang tidak dapat bergerak (misalnya lumpuh, sangat lemah, dipasung).
Imobilitas adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
f. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan
memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil
penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang signifikan antara
merokok dengan perkembangan terhadap luka tekan.
g. Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur
merupakan, faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka tekan.
h. Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi kulit
menurun.
i. Anemia
j. Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan memperlambat
penyembuhannya.
k. Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah
terkena dekubitus dan memperburuk dekubitus.

7
8

Anda mungkin juga menyukai