OLEH:
OKE PUSPITA ANGGRAINI
2019.04.055
LEMBAR PENGESAHAN
1
2
Oleh:
(..................................................) (..................................................)
Mengetahui
Kepala Ruangan
(……………..…………………...)
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA ULKUS
DECUBITUS DI RUANG 14 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Oleh:
(......................................................) (...................................................)
Mengetahui
Kepala Ruangan
(…………………………..………..)
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
4
B. Klasifikasi
1) Stadium 1
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.
Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya
reversible dan dapat sembuh dalam 5-10 hari.
2) Stadium 2
Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat
eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian
dermis) ditandai dengan adanya lecet dan lepuh. Stadium ini dapat sembuh
dalam 10-15 hari.
3) Stadium 3
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai
terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur
fibril. Kerusakan seluruh lapisan kulit sampai subkutis, tidak melewati fascia.
Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
4) Stadium 4
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh
dalam 3-6 bulan.
C. Etiologi
Luka dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik
dan intrinsik pada pasien, yaitu sebagai berikut :
1. Faktor Ekstrinsik
1) Tekanan : kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan
permukaan keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi.
Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya dengan
tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan mikrosirkulasi
lokal kemudian menyebabkan hipoksi dan nekrosis. tekanan antar muka
( interface pressure). Tekanan antar muka adalah kekuatan per unit area
antara tubuh dengan permukaan matras. Apabila tekanan antar muka
lebih besar daripada tekanan kapiler rata rata, maka pembuluh darah
kapiler akan mudah kolap, daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk
terjadinya iskemia dan nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar
32 mmHg.
2) Gesekan dan pergeseran : gesekan berulang akan menyebabkan abrasi
sehingga integritas jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan
kulit bergeser terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.
3) Kelembaban : akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat
inkontinensia, drain dan keringat. Jaringan yang mengalami maserasi
akan mudah mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga
mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan (friction) dan
6
memperlambat penyembuhannya.
12) Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga mempermudah
terkena dekubitus dan memperburuk dekubitus.
D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari ulkus dekubitus di bagi berdasarkan stadium,
yaitu sebagai adalah sebagai berikut :
1. Stadium 1
Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan
dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai
berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat),
Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), Perubahan sensasi
(gatal atau nyeri), Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan
sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka
akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2. Stadium 2
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau
membentuk lubang yang dangkal.
3. Stadium 3
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis
dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka
terlihat seperti lubang yang dalam.
4. Stadium 4
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas,
nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang
yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka
tekan.
E. Patofisiologi
Tiga elemen yang mendasar terjadi dekubitus yaitu :
1) Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler.
2) Durasi dan besarnya tekanan.
3) Toleransi jaringan.
Dekubitus terjadi sebagai hubungan antara waktu dengan tekanan. Semakin
besar tekanan, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan
jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi pada tekanan
eksternal terbesar daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau
menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi
hipoksia sehingga terjadi cedera iskemia. Jika tekanan ini lebih besar dari 32
mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka
pembuluh darah kolaps dan thrombosis.
Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan
tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hyperemia
reaktif.”karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi
iskemia dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemia otot yang
berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis”.
Pembentukan dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang
terjadi saat menaikan posisi klien di atas tempat tidur . Efek tekanan juga dapat
ditingkatkan oleh distribusiberat badan yang tidak merata. Jika tekanan tekanan
tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang
mendapatkan tekanan akan meningkat. Metabolisme sel kulit di titik tekanan
mengalami gangguan. Respon kompensasi jaringan terhadap iskemi yaitu
hyperemia reaktif memungkinkan jaringan iskemia dibanjiri dengan darah ketika
tekanan dihilangkan. Peningkatan aliran darah meningkatkan pengiriman oksigen
dan nutrient ke dalam jaringan. Gangguan metabolic yang disebabkan oleh
tekanan dapat kembali normal. Hyperemia reaktif akan efektif hanya apabila
tekanan dihilangkan sebelum terjadi kerusakan. Beberapa penelitian merasa
bahwa interval sebelum terjadi kerusakan berkisar antara 1 sampai 2 jam. Tetapi,
10
hal ini interval waktu subjectif, dan tidak berdasarkan data pengkajian klien.
F. WOC
Iskemeik setempat
Kemerahan
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Kultur : Pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel-sel jaringan.
2. Albumin serum : Protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.
H. Penatalaksanaan
1. Perawatan luka decubitus
2. Penerangan untuk pasien dan keluarga
3. Bila ulkus kecil dapat sembuh sendiri bila faktor penyebab dihilangkan.
4. Usaha pencegahan keadaan yang lebih buruk.
12
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan
warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata
( ++++ ).
3. Kultur pus
4. Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.
J. Pengobatan
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik
ataupun dengan tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi
penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa
hal yang perlu diperhatkan antara lain :
1. Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus. Secara umum sama
dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan
tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih ada
tekanan yang berlebihan dan terus menerus.
2. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan
tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik.
Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan,
pengeringan dan pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC10,9%,
larutan H202 3% dan NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta
larutan antiseptik lainnya.
3. Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan
menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya juga
menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena
itu pengangkatan jaringan nekrotik akan memper-cepat proses
penyembuhan ulkus.
4. Menurunkan dan mengatasi infeksi, perlu pemeriksaan kultur dan tes
resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita mengalami
sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan beberapa kali sehari
dengan larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng
sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek
bakterisidal.
5. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain :
1) Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng
(Zn 0, Zn SO
14
6. Riwayat Diet
Yang dikaji yaitu berat badan, tinggi badan, pertumbuhan badan dan
makanan yang dikonsumsi sehari- hari. Nutrisi yang kurang adekuat
menyebabkan kulit mudah terkena lesi dan proses penyembuhan luka yang
lama.
7. Riwayat Kesehatan, seperti:
1) Bed-rest yang lama
2) Immobilisasi
3) Inkontinensia
4) Nutrisi atau hidrasi yang inadekuat
8. Pengkajian Psikososial
Kemungkinan hasil pemeriksaan psikososial yang tampak pada klien
yaitu : Perasaan depresi, frustasi, asietas/kecemasan, keputusasaan.
9. Aktivitas Sehari-hari
Pasien yang immobilisasi dalam waktu yang lama maka bukan terjadi
ulkus pada daerah yang menonjol karena berat badan bertumpu pada daerah
kecilyang tidak banyak jaringan dibawah kulit untuk menahan kerusakan
kulit. Sehingga diperlukan peningkatan latihan rentang gerak dan
mengangkat berat badan. Tetapi jika terjadi paraplegi maka akan terjadi
kekuatan otot tidak ada (pada ekstremitas bawah), penurunan peristaltik
usus (terjadi konstipasi), nafsu makan menurun dan defisit sensori pada
daerah yang paraplegi.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis
dari jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan.
2. Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit dan perawatan
luka.
3. Resiko terhadap infeksi yang berhubungan pemajangan ulkus decubitus
terhadap feses/drainase urine.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
anoreksia sekunder terhadap ketidak cukupan masukan oral.
5. Kerusakan mobilitas fisik yang bergubungan dengan pembatasan gerakan
yang diharuskan, status yang tak dikondisikan, kehilangan kontrol motorik
atau perubahan status mental
6. Koping keluarga tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis,
perubahan body image.
3. Intervensi Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan kerusakan mekanis dari
jaringan sekunder akibat tekanan, pencukuran dan gesekan.
Kriteria Evaluasi :
1) Mengidentifikasi faktor penyebab luka decubitus.
2) Mengidentifikasi rasional untuk pencegahan dan tindakan.
3) Berpartisipasi dalam rencana tindakan yang diprogramkan untu
meningkatkan penyembuhan luka.
4) Menunjukkan kemajuan penyembuhan decubitus.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Observasi ukuran, warna, 1. Untuk mengetahui sirkulasi pada
kedalaman luka, jaringan nekrotik daerah yang luka.
dan kondisi sekitar luka. 2. Demam mengidentifikasikan
2. Pantau/ evaluasi tanda- tanda vital adanya infeksi.
dan perhatikan adanya demam. 3. Mengetahui tingkat keparahan
3. Identifikasi derajat perkembangan pada luka.
luka tekan (ulkus) 4. Mencegah terpajan dengan
4. Lakukan perawatan luka dengan organisme infeksius, mencegah
tehnik aseptik dan antiseptik. kontaminasi silang, menurunkan
resiko infeksi.
2. Nyeri yang berhubungan dengan trauma kulit, infeksi kulit dan perawatan
luka.
Kriteria Hasil :
18
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Anjurkan keluarga membantu 1. Menghilangkan tekanan pada
klien mobilisasi daerah yang terdapat ulkus
2. Atur posisi klien tiap 2 jam 2. Penghilangan tekanan intermiten
3. Perhatikan sirkulasi, gerakan memungkinkan darah masuk
dan sensasi secara sering kembali ke kapiler yang tertekan
4. Banti klien untuk latihan rentang 3. Sirkulasi yang terganggu akan
gerak secara konsisten yang dapat menyebabkan oedem
diawalai dengan pasif kemudian 4. Mencegah secara progresif untuk
aktif engencangkan jaringan parut dan
5. Dorong partisipasi klien dalam meningkatka pemeliharaan fungsi
semua aktivitas sesuai otot atau sendi
kemampuannya 5. Meningkatkan kemandirian dan
6. Buat jadwal latihan secara harga diri
teratur 6. Mengurang kelelahan dan
7. Tingkatkan latihan ADL melalui meningkatkan toleransi terhadap
fisioterapi, hidroterapi, dan aktivitas
perawatan. 7. Meningkatkan hasil latihan secara
Kolaborasi : optimal dan maksimal
8. Kolaborasi dengan fisioterapi 8. Membantu melatih pergerakan
6. Koping keluarga tak efektif yang berhubungan dengan luka kronis, perubahan
body image.
Kriteria hasil :
1) Keluarga mampu mengungkapkan perasaannya tentang perubahan
penampilan pada klien
2) Keluarga dapat mengekspresikan perasaan cemasnya, kedukaan dan adanya
sesuatu yang hilang pada klien
3) Keluarga mampu beradaptasi sesuai dengan keadaan klien
4) Keluarga memberi support yang tinggi pada klien dalam menjalani hidup
selanjutnya.
Intervensi :
Intervensi Rasional
1. Bina hubungan saling percaya 1. Menimbulkan kepercayaan pada
2. Berikan kesempatan kelurga dan perawat sehingga mempermudah
klien untuk mengungkapkan melakukan komunikasi untuk
perasaannya saat ini dengan tindakan selanjutnya.
memvalidasi dan mengobservasi 2. Membantu mengurangi beban pikiran
perasaan keluarga dan klien klien dan keluarga karena perasaanya
3. Berikan informasi yang diperlukan tersalurkan dan perawat mengetahui
klien dan keluarga tentang proses penyebab masalahnya
terjadinya ulkus 3. Membantu mengurangi ketakutan dan
4. Libatkan klien dan keluarga dalam kecemasan klien dan keluarga
rencana perawatan yang lebih lanjut 4. Menjadikan klien dan keluarga
5. Anjurkan keluarga untuk selalu bagian dari rencana keperawatan dan
memberi reinforcement positif dan membantu klien menerima kenyataan
support mental pada klien yang ada
6. Tunjukkan sikap menerima terhadap 5. Dukungan keluarga sangat membantu
perubahan dalam meningkatkan kepercayaan
diri klien
6. Memberikan rasa percaya diri pada
klien dan membantu menghilangkan
22
perasan negatifnya.
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau
mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan
perawatan untuk tujuan yang berpusat pada klien (Potter & Perry, 2015).
Pelaksanaan keperawatan merupakan tahapan pemberian tindakan
keperawatan untuk mengatasi permasalahan penderita secara terarah dan
komprehensif, berdasarkan rencana tindakan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Pelaksanaan keperawatan pada Stroke dikembangkan untuk
memantau tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan sendi
aktif dan pasif, meminta klien untuk mengikuti perintah sederhana,
memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien dalam personal
hygiene, dan menjelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan
stroke.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah respons pasien terhadap terapi dan kemajuan
mengarah pencapaian hasil yang diharapkan. Aktivitas ini berfungsi sebagai
umpan balik dan bagian kontrol proses keperawatan, melalui mana status
pernyataan diagnostik pasien secara individual dinilai untuk diselesaikan,
dilanjutkan, atau memerlukan perbaikan.
Evaluasi asuhan keperawatan sebagai tahap akhir dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dan seluruh tindakan
keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi ini bersifat sumatif, yaitu
evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan
keperawatan yang telah dilakukan dan telah disebut juga evaluasi
pencapaian jangka panjang.
Kriteria hasil dari tindakan keperawatan yang di harapkan pada pasien
stroke adalah mempertahankan tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital
stabil, kekuatan otot bertambah dan dapat beraktivitas secara minimal, dapat
berkomunikasi sesuai dengan kondisinya, mempertahankan fungsi
perseptual, dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri, klien
dapat mengungkapakan penerimaaan atas kondisinya, dan klien dapat
memahami tentang kondisi dan cara pengobatannya.
Daftar Pustaka
Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4),
Jakarta: EGC
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC
Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta:
EGC
Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT
Gramedia
http://internisjournal.blogspot.com/2009/02/ulkus-diabetikum.html
http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/21/ulkus-diabetikum/