Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Limfadenopati adalah gejala penyakit yang ditandai dengan pembengkakan
limfonodus (kelenjar getah bening). Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) yang
abnormal terjadi bila besar KGB diameternya lebih dari 10 mm.1 Secara klinis
limfadenopati dapat dibedakan menjadi limfadenopati lokalisata dan limfadenopati
generalisata. Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai pembesaran KGB hanya
pada satu region saja, sedangkan limfadenopati generalisata apabila pembesaran
KGB terjadi pada dua atau lebih region yang berjauhan dan simetris.1,2
Limfadenopati didefinisikan sebagai kelainan dalam ukuran atau karakter dari
KGB, dapat berasal dari infiltrasi sel-sel intrinsik KBG itu sendiri seperti limfosit, sel
plasma, monosit dan histiosit atau karena infiltrasi sel-sel ekstrinsik (neutrofil) untuk
mengatasi infeksi di KGB (limfadenitis) atau infiltrasi sel-sel ganas.3,4,5 Beberapa
faktor risiko limfadenopati yang dipertimbangkan untuk kearah keganasan adalah
usia lebih tua, berbatas tegas, terfiksir, durasi lebih dari dua minggu, dan lokasi
supraklavikula.6,7 Pengetahuan tentang faktor risiko ini sangat penting untuk
menentukan penatalaksanaan limfadenopati yang tidak jelas. Selain itu, riwayat
paparan lengkap, gejala klinis yang ada, dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh
dapat menentukan apakah limfadenopati adalah jinak atau ganas. Limfadenopati
yang tidak dapat dijelaskan tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit serius atau
keganasan dapat diamati selama satu bulan. Setelah itu pengujian tertentu atau biopsi
harus dilakukan.7,8
Studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus limfadenopati yang
tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus diantaranya di rujuk ke sub
spesialis, 3,2% kasus membutuhkan biopsi dan 1.1% merupakan suatu keganasan.
Rendahnya prevalensi keganasan didukung oleh hasil dua kasus series di praktek
dokter keluarga Amerika Serikat, dimana kasus seri I dari 80 pasien tidak ditemukan
ada keganasan. Sedangkan kasus seri II dari 238 pasien dengan limfadenopati yang
tidak dapat dijelaskan hanya tiga yang didiagnosis dengan keganasan. Sebaliknya,
prevalensi keganasan pada pemeriksaan KGB di pusat-pusat rujukan dengan
melakukan biopsi didapatkan 40% sampai 60%. 7,8,9

1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
a. Pasien
Nama Pasien : An. H
Umur/BB : 2,1 tahun/11,5 kg
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Palangka Raya, 13 Maret 2013
Tanggal Masuk : 17 April 2015, jam 09.35 WIB
Alamat : Jl. Condrat No. 34 Komplek UNPAR

b. Orang Tua
1) Ayah 2) Ibu
Nama : Tn. M Nama : Ny. R
Umur : 49 tahun Umur : 42 tahun
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Condrat No.34 Alamat : Jl. Condrat No.34
Komplek Komplek
UNPAR UNPAR

II. ANAMNESA
Alloanamnesa terhadap ibu kandung pasien pada tanggal 18 April 2015 pukul
15.00 WIB.
a. Keluhan Utama
- Terdapat benjolan pada leher dan ketiak
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- Benjolan pada awalnya muncul pada leher sejak 15 hari sebelum
masuk rumah sakit. Tiga hari kemudian benjolan muncul di bagian
ketiak. Benjolan di rasakan semakin bertambah banyak dan membesar
dari 1,5 cm sampai 4 cm. Benjolan tidak nyeri.

2
- Benjolan muncul disertai demam, demam berlangsung selama 16 hari,
demam bersifat hilang timbul dan tidak tinggi, tidak ada menggigil,
mengigau, dan berkeringat banyak. Batuk (-), pilek (-). Mimisan (-),
gusi berdarah (-), mual (-), muntah (-), bintik-bintik merah pada
tubuh (-), mudah lebam jika terbentur (+).
- Perut dirasakan membesar secara perlahan sejak 13 hari yang lalu.
- Buang air besar normal, warna kuning, padat.
- Buang air kecil normal, warna jernih kekuningan.
- Pasien tampak pucat 1 hari SMRS.
- Pasien tidak tampak lemah tetapi nafsu makan menurun sejak 1 hari
SMRS.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Asma (-), alergi (-)
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami gejala yang sama, riwayat penyakit
keganasan/tumor (-)
e. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pada saat hamil ibu rutin melakukan pemeriksaan kehamilan di Bidan
Praktek, perdarahan tidak ada. Pasien lahir secara normal (spontan), usia
kehamilan cukup bulan, saat lahir segera menangis, tubuh kemerahan, berat
badan lahir 3300 gram, panjang badan lahir 50 cm, penolong kelahiran Bidan
Praktek, tempat di Praktek Bidan.
f. Riwayat Perkembangan
Tumbuh kembang anak sesuai dengan usia.
g. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap tetapi imunisasi ulangan tidak dilakukan.
h. Makanan
 Tidak mendapatkan ASI eksklusif
 Jenis makanan lumat, lunak, dan padat diberikan bertahap sesuai umur.
 Kuantitas dan kualitas makanan baik.
i. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke 4 dari 4 bersaudara.

3
Anak pertama usia 24 tahun, perempuan dan sehat.
Anak kedua usia 17 tahun, perempuan dan sehat.
Anak ketiga usia 8 tahun, laki-laki dan sehat.

Tn. Ny
M R

An.
H

Keterangan:

= laki-laki = perempuan = pasien

Gambar 1. Skema Keluarga


j. Riwayat Sosial Lingkungan
- Tinggal di rumah kayu daerah jl. Condrat, terdapat 2 pintu, 2 jendela,
2 ventilasi dan 2 kamar, Luas rumah ± 8x8 m2, dinding rumah terbuat
dari kayu, lantai dari semen.
- Sumber air: sumur bor.
- Selalu cuci tangan sebelum dan sesudah memberi makan anak.
- Di samping rumah terdapat bengkel motor.
- Anak jarang bermain kotor di luar rumah.
- Aktif bermain dengan teman sebaya.
- Ayah pasien adalah seorang perokok aktif.
- Menggunakan obat antinyamuk bakar.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
2. Pengukuran :
Tanda-tanda vital
Suhu : 37 oC

4
Nadi : 100x/menit
Respirasi : 26x/menit
Berat badan : 11,5 Kg
Panjang badan : 87 cm
Lingkar kepala : 50 cm
Lingkar Lengan Atas : 15 cm
Lingkar perut : 63 cm
Kulit Sawo matang (+), ikterik (-), sianosis (-), turgor cepat kembali, lembab,
pucat (+)
Kepala Bentuk kepala : Mesosefal, UUB dan UUK menutup
Rambut : Hitam,tebal, distribusi merata susah dicabut
Mata Palpebra : ptosis (-) endoftalmus (-) eksoftalmus (-)
Alis : tipis
Konjungtiva : Anemis (+/+)
Sklera : Ikterik (-)
Produksi air mata : cukup
Refleks pupil : isokor
Kornea : Jernih
Hidung Nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-), sekret (-)
Telinga Simetris, sekret (-), serumen (-), nyeri (-)
Mulut Bibir lembab, merah muda. Gusi mudah berdarah (-), gusi mudah bengkak (-)
Lidah Pucat (-), Tremor (-), Kotor (-), Warna merah muda
Faring Hiperemi (-), Edema (-), Membran / pseudomembran (-)
Tonsil Warna merah muda, Pembesaran (-), Abses (-), Membran / pseudomembran
(-)
Leher JVP (tidak meningkat), kaku kuduk (-), massa (-), tortikolis (-),
Pembesaran KGB auricular posterior +/+ (ukuran 1,5 x1,5 cm, multiple,
konsistensi padat, immobile, teraba hangat (-), eritema (-), nyeri (-),
pembesaran KGB submandibula +/+ (ukuran 1,5 x2 cm, multiple,
konsistensi padat, immobile, teraba hangat (-), eritema (-), nyeri (-))
Thoraks Inspeksi : Dinding dada simetris, retraksi (-), dispneu (-), pernafasan
abdominal (-)

5
Palpasi : Gerakan dada simetri, fremitus teraba di 2 lapang paru
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Jantung Inspeksi : ictus cordis terlihat di intercostae V midclavicula sinistra
Palpasi:
– ictus cordis teraba di intercostae IV-V midclavicula sinistra
– Thrill (-)
Perkusi:
Batas kiri atas : intercostae II Linea Parasternalis Sinistra
Batas kiri bawah : intercostae IV Linea Midclavicularis Sinistra
Batas kanan atas : intercostae II Line Parasternalis Dextra
Batas kanan bawah : intercostae IV Linea Parasternalis Sinistra
Kesan : Pembesaran jantung (-)
Auskultasi : Fekuensi 100 x/menit, irama beraturan
– Suara dasar Bunyi Jantung S1 S2 tunggal reguler, bising (-)
– Gallop (-) murmur (-)
Abdomen Inspeksi : Tampak cembung
Palpasi : cembung, kencang, nyeri tekan (-), hepatomegali 2 cm
dari arcus costa, permukaan rata, tepi tumpul, konsistensi padat, nyeri
tekan (-), batas tegas, splenomegali schuffner 3 (permukaan rata, tepi
tumpul, konsistensi padat, nyeri tekan (-), batas tegas), ginjal tidak
teraba.
Perkusi : Timpani, redup di batas hepar dan spleen
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Genitalia Dalam batas normal


Ekstremitas Akral hangat, CRT <2”, sklerema (-), sianosis (-),
paresis (-), pucat (-),. Pembesaran KGB axilla (+/+), soliter, 3x4 cm,
konsistensi padat, immobile, teraba hangat (-), eritema (-), nyeri (-)
Pembesaran KGB inguinal (+/+), multiple, 1-1,5 cm, konsistensi padat,
immobile, teraba hangat (-), eritema (-), nyeri (-))

6
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas
Pemeriksaan Tonus + + + +
Neurologis Trofi - - - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis - - - -
Klonus - - - -
Tanda meningeal - - - -
Sensibilitas + + + +

Status Gizi Status Antropometri


- Umur : 2,1 tahun
- Berat badan : 11,5 Kg
- Panjang badan : 87 cm
- Lingkar kepala: 50 cm
- Lingkar lengan Atas: 15 cm

Status Gizi menurut Kurva WHO berdasarkan ukuran LILA/U


(15/15,2) x 100 % = 98 %

Kesan : Gizi Baik menurut Standar WHO

Untuk lingkar kepala


- Umur : 2,1 tahun
- Lingkar kepala: 50 cm
Kesan : Normosefal

7
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal : 17/04/2015
Indikator Hasil
Leukosit ***.** x 103/uL
Neu% **.* %
Lym% **.* %
Mon% **.* %
Eos% **.* %
Bas% **.* %
Neu# ***.** x 103/uL
Lym# ***.** x 103/uL
Mon# ***.** x 103/uL
Eos# ***.** x 103/uL
Bas# ***.** x 103/uL

Eritrosit 3,02 x 106/uL


Hemoglobin 10,3 g/dL
Hematokrit 32,6 %
MCV 108,0 fL
MCH 34,1 pg
MCHC 31,6 g/dL
RDW-CV 29,2 %
RDW-SD 104,6 fL

Trombosit 64 x 103/uL
MPV 8,1 fL
PDW 17,5
PCT 0,052 %
ALY% **.* %
LIC% **.* %
ALY# ***.** x 103/uL
LIC# ***.** x 103/uL

GDS 94 mg/dL

Hasil Evaluasi Darah Tepi Tanggal 17/04/2015


Eritrosit : Mikrositik hipokromik
Leukosit : Jumlah sangat meningkat, didominasi Atypical Mononuclear
Cell (AMC) dengan ratio inti sittoplasma besar, kromatin
longgar, anak inti tidak jelas
Trombosit : Jumlah menurun, bentuk dan ukuran normal
Kesan : Curiga Keganasan Hematologi Akut
Saran : Bone Marrow Puncture

8
IV. RESUME
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada leher dan ketiak.
Benjolan pada awalnya muncul pada leher sejak 15 hari sebelum masuk rumah
sakit. Tiga hari kemudian benjolan muncul di bagian ketiak. Benjolan di rasakan
semakin bertambah dan membesar. Benjolan tidak nyeri.
Benjolan muncul disertai demam, demam bersifat hilang timbul dan tidak
tinggi, tidak ada menggigil, mengigau, dan berkeringat banyak. Nafsu makan
menurun sejak 1 hari SMRS.
Riwayat perkembangan pasien dalam batas normal. Riwayat Imunisasi
dasar lengkap namun imunisasi ulangan tidak di lakukan.
Berdasarkan pemeriksaan fisik keadaan umum OS tampak sakit sedang.
Dari penilaian status gizi menurut standar WHO pasien dengan status gizi baik, dan
lingkar kepala pasien yaitu 50 cm sesuai kurva Nellhaus berada di antara -2SD dan
+2SD (normosefal). Sedangkan dari pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit
yang tidak terbaca yaitu ***.** x 103/uL (WBC Abnormal scattergram), Hb, Ht,
Eritrosit dan Trombosit menurun jumlahnya sedangkan GDS dalam batas normal.
Dari hasil evaluasi darah tepi dicurigai terdapat Keganasan Hematologi Akut dan
untuk diagnosis lebih lanjut di sarankan untuk dilakukan Bone Marrow Puncture.
V. DAFTAR MASALAH
- Demam
- Benjolan (pembesaran KGB pada leher, aksila dan inguinal)
VI. DIAGNOSIS BANDING
Malaria
Demam
Non Malaria
- TBC
- Demam Tifoid
- ISK
- OMSK

Keganasan:
Keganasan
- Leukemia
- Limfoma
Benjolan
Non Keganasan
 Limfadenitis
 TBC

9
VII. DIAGNOSIS
 Prolonged Fever
 Limfadenopati Generalisata dd Leukemia

VIII. PENATALAKSANAAN
 IVFD D5 ¼ NS 10 tpm
 Cefotaxime 3x 350 mg (IV) (ST (-)/negatif)
 Kloramfenikol 3x 150 mg
 Methyl Prednisolone 3x 12,5 mg
 Paracetamol 3x125 mg
 Diit 3 x Nasi Lunak

IX. PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia ad malam
b. Ad sanam : dubia ad malam
c. Ad fungsionam : dubia ad malam

X. FOLLOW UP
(lampiran)

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi dan Klasifikasi Limfadenopati
Limfadenopati didefinisikan sebagai kelainan dari KGB dalam bentuk
ukuran, jumlah maupun konsistensinya yang disebabkan adanya penambahan sel-sel
pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri, adanya infiltrasi sel-sel
peradangan (neutrofil) atau adanya infiltrasi sel-sel ganas.1,2,4 Kelenjar getah bening
yang memiliki garis tengah terpanjang > 10 mm dikategorikan sebagai suatu
limfadenopati. Terabanya kelenjar getah bening supraklavikula, iliak, atau popliteal
dengan ukuran berapa pun dan terabanya kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih
besar dari 5 mm merupakan keadaan abnormal.3
Berdasarkan lokasinya limfadenopati diklasifikasikan menjadi limfadenopati
lokalisata dan limfadenopati generalisata. Limfadenopati lokalisata didefinisikan
sebagai pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja, sedangkan limfadenopati
generalisata apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang berjauhan
dan simetris.1,2,9 Sedangkan berdasarkan waktu terjadinya, dikatakan limfadenopati
akut jika pembesaran KGB terjadi kurang dari 2 minggu, sedangkan limfadenopati
subakut jika pembesaran KGB berlangsung 2-6 minggu dan limfadenopati kronis
jika pembesaran KGB berlangsung lebih dari 6 minggu.10
3.2. Etiologi Limfadenopati
Banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati yaitu malignancies
(keganasan), infections (infeksi), autoimmune disorders (kelainan autoimun),
miscellaneous and unusual conditions (lain-lain dan kondisi tak-lazim), iatrogenic
causes (sebab-sebab iatrogenik) dan obat-obatan..3
3.3 Patofisiologi Limfadenopati
Patofisiologi limfadenopati berdasarkan dari etologi yang mendasari.
Beberapa plasma dan sel (misalnya sel kanker dan mikroorganisme) dalam ruang
interstitial, bersama dengan bahan selular tertentu, antigen, dan partikel asing masuk
ke pembuluh limfatik, menjadi cairan limfe. Kelenjar getah bening menyaring cairan
limfe dalam perjalanan ke sirkulasi vena sentral, menghilangkan sel-sel dan bahan
lainnya. Proses penyaringan juga menyajikan antigen kepada limfosit terkandung
dalamKGB. Respon imun dari limfosit melibatkan proliferasi sel limfosit dan

11
makrofag, yang dapat menyebabkan KGB untuk memperbesar (limfadenopati
reaktif). Patogen mikroorganisme dibawa dalam cairan limfe dapat juga langsung
menginfeksi KGB, menyebabkan limfadenitis). Pada keganasan, sel-sel kanker yang
menginfiltrasi langsung atau berproliferasi di KGB.4
3.4 Pendekatan Klinis Limfadenopati
1. Anamnesis: Umur penderita, gejala konstitutional, riwayat paparan.
2. Karakteristik dari Limfadenopati: onset dan durasi, ukuran, nyeri, konsistensi,
fiksasi dan lokasi.

Tabel 1. Kelompok Kelenjar Getah Bening Berdasarkan Lokasi, Aliran Kelenjar dan
Kemungkinan Diagnosis Bandingnya.9
Lokasi Aliran Limfatik Penyebab
Submandibular Lidah, kelenjar submaxilla, bibir dan Infeksi di kepala, leher, sinus-sinus
mulut, konjungtiva telinga, mata, kulit kepala, faring
Sub mental Bibir bawah, mukosa mulut, lidah, kulit Syndrome Mononucleosis, virus
pipi Epstein-Barr, Cytomegalovirus,
Toxoplasmosiss
Jugular Lidah, tonsil, pinna, parotis organisme Faringitis, rubella
Posterior cervical Kulit kepala dan leher, kulit lengan dan tuberkulosis, limfoma,keganasan kepala
dada, dada, leher dan nodus aksila dan leher
Suboksipital Kulit kepala dan kepala infeksi lokal
Postauricular Meatus auditorus eksternal, pinna, kulit infeksi lokal
kepala
Preauricular Kelopak mata dan konjungtiva, region kanalis auditorus eksterna
temporal, pinna
Nodus Supraklavikular kanan Mediastinum, paru-paru, esophagus paru-paru, kanker gastrointestinal atau
retroperitoneal
Nodus Supraklavikular kiri Thorax, abdomen melewati duktus limfoma, kanker thorax atau
thoracic retroperitoneal, infeksi bakteri aau
jamur
Aksila Lengan, dinding dada, payudara infeksi, penyakit cat-scratch, loimfoma,
kanker payudara, implant silicon,
brucellosis, melanoma
Epitrochlear Aspek ulnar dari lengan dan tangan infeksi, limfoma, sarkoidosis, tularemia,
sifilis sekunder
Inguinal Penis, skrotum, vulva, vagina, infeksi dari tangan dan kaki, PMS (virus
perineum, region glutea, dinding perut herpes simpleks, ineksi gonokokus,
bawah, kanal anal bawah sifilis, Chancroid, granuloma inguinal,
limfogranuloma venereum),limfoma,
keganasan pelvis, bubonic plague.

12
2. Pemeriksaan Fisik
a). Pemeriksaan Fisik Umum
1. Pemeriksaan keadaan umum dan tanda vital : panas, anemia atau tampak
toksik (toxic appearing)
2. Status antropometrik : menggambarkan status gizi dan parameter
pertumbuhan
3. Kepala dan leher : Infeksi kulit (dermatitis seboroik, tinea kapitis),
konjungtiva pucat (keganasan, penyakit autoimun), konjungtivitis, orofaring
(faringitis, problem gigi, stomatitis) dan telinga (otiti media akut)
4. Jantung dan paru : ronkhi (pneumonia), konsolidasi ((curiga TB)
5. Abdomen : hepatoslenomegali (sistemik proses : Epstein Barr virus,
Citomegalovirus, HIV, penyakit reumatik dan penyakit neoplastik), dan
massa abdomen (neuroblastoma)
6. Ekstremitas : adenopati inguinal dan aksila
7. Kulit : rash, petikie, purpura, ekimosis, lesi oleh karema traumatik, atau
curiga keganasan)9

b). Pemeriksaan Fisik Lokal (Pemeriksaan Limfadenopati)


Dalam pemeriksaan palpasi KGB, yang perlu dipertimbangkan yaitu lokasi,
ukuran, nyeri, konsistensi dan fiksasi. Semua nodus limfa harus dievaluasi termasuk
preauricular, auricularis posterior, oksipital, servikal superior, servikal posterior,
submaxilaris, submental, dan supraclavicular.9,10
Tabel 2. Gambaran Klinis Untuk Membedakan Limfadenopti Jinak Dengan Ganas4
Ciri Ganas Jinak
Ukuran >2 cm <2 cm (<1 cm)
Konsistensi Keras, padat, elastis Lunak
Durasi >2 minggu <2 minggu
Mobilitas Immobile Mobile
Area sekeliling Menginvasi Tidak menginvasi
Lokasi Supraklavikular, Epitrochlear, Inguinal, Submandibular
Generalisata
Kelembutan Tidak Lembut Lembut

13
3.5 Leukemia
Leukemia merupakan penyakit proliferasi patologis dari sel pembuat darah
yang bersifat sistemik dan biasanya berakibat fatal. Hal ini disebabkan oleh
proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk
hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering
menginvasi jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe.
Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, baik menurut maturitas sel maupun
turunan sel. Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan atas akut dan kronik. Jika
sel ganas tersebut sebagian besar immatur (blast) maka leukemia diklasifikasikan
akut, sedangkan jika yang dominan adalah sel matur maka diklasifikasikan sebagai
leukemia kronik. Berdasarkan turunan sel, leukemia diklasifikasikan atas leukemia
mieloid dan leukemia limfoid. Kelompok leukemia mieloid meliputi granulositik,
monositik, megakriositik dan eritrositik.1,2
3.6 Penegakan Diagnosis Leukemia
Gejala-gejala pada leukemia antara lain lelah dan sesak napas, malaise,
penurunan berat badan, berkeringat dan anoreksia. Pada pemeriksaan fisis ditemukan
kulit yang pucat, beberapa memar dan perdarahan. Pada pemeriksaan darah lengkap
terdapat anemia, kelainan jumlah hitung jenis leukosit dan trombositopenia juga bisa
terdapat eosinofilia reaktif. Pada pemeriksaan apus darah tepi didapatkan sel - sel
blas. Diagnosis harus dipastikan dengan aspirasi sumsum tulang (BMA) secara
morfologis, imunofenotip dan karakter genetik. Leukemia dapat menjadi kasus gawat
darurat dengan komplikasi infeksi, perdarahan atau disfungsi organ yang terjadi
sebagai akibat leukositosis. 5,6
3.7 Penatalaksanaan Leukemia
Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif
meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan
komplikasi antara lain berupa pemberian transfusi darah/trombosit, pemberian
antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat anti jamur,
pemberian nutrisi yang baik dan pendekatan aspek psikososial. Terapi kuratif atau
spesifik bertujuan untuk menyembuhkan leukemianya berupa kemoterapi yang
meliputi induksi remisi, profilaksis susunan saraf pusat dan rumatan. 3

14
Klasifikasi risiko normal atau risiko tinggi, menentukan protokol kemoterapi.
Saat ini di Indonesia sudah ada 2 protokol pengobatan yang lazim digunakan untuk
pasien ALL yaitu protokol Nasional (Jakarta) dan protokol WK -ALL 2000.
3.8 Prognosis Leukemia
Faktor prognostik LLA : 3
1. Jumlah leukosit awal. Pasien dengan jumlah leukosit > 50.000 ul mempunyai
prognosis buruk.
2. Pasien dengan umur dibawah 18 bulan atau diatas 10 tahun mempunyai
prognosis lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang berusia diantara itu.
Khusus untuk pasien dengan umur 1 tahun atau bayi terutama dibawah 6 bulan
mempunyai prognosis paling buruk.
3. Leukimia sel B (L3 pada klasifikasi FAB)
4. Beberapa penelitian menunjukan bahwa anak perempuan mempunyai prognostik
lebih baik dari pada anak laki - laki.
5. Respon terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel blas di darah tepi sesudah 1
minggu terapi prednison dimulai. Adanya sisa sel blas pada sum - sum tulang
pada induksi hari ke 7 atau 14 menunjukan prognosis buruk.
6. Kelainan jumlah kromosom.

15
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang anak laki-laki berusia 2,1 tahun dengan berat badan 11,5 kg dirawat
di ruang F RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, datang dengan keluhan terdapat
benjolan terdapat pada leher dan ketiak. Setelah dilakukan anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium saat itu pasien didiagnosa dengan limfadenopati
generalisata dd leukemia.

Gambar 2. Anak dengan Limfadenopati Generalisata

Gambar 3. Pembesaran KGB Aksila

16
Gambar 4. Pembesaran KGB pada leher
Diagnosa Limfadenopati generalisata ditegakkan karena adanya pembesaran
KGB multipel pada leher, axilla dan inguinal. Diagnosis banding pada pasien ini
adalah leukemia karena dari anamnesis didapatkan bahwa anak ini mengalami
demam lama, memiliki riwayat mudah lebam jika terbentur, pucat dan nafsu makan
menurun. Dari pemeriksaan fisik pada anak ini ditemukan kulit yang pucat
limfadenopati generalisata dan hepatosplenomegali. Sedangkan dari hasil
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositnya yaitu
***.** x 103/uL (WBC Abnormal scattergram) yang menunjukkan adanya
peningkatan jumlah leukosit yang tinggi karena dari hasil evaluasi darah tepi
didapatkan leukosit yang sangat meningkat (didominasi Atypical Mononuclear Cell
(AMC) dengan ratio inti sitoplasma besar, kromatin longgar, anak inti tidak jelas).
Selain itu, Hemoglobin, Hematokrit, Eritrosit dan Trombosit menurun jumlahnya.
Dari hasil MDT tersebut dicurigai terdapat Keganasan Hematologi Akut.
Dari gejala, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan
maka diagnosis mengarah pada leukemia. Namun untuk menegakkan diagnosis
Leukemia harus dilakukan Bone Marrow Puncture (BMP) tetapi pemeriksaan tidak
dapat dilakukan di RSUD dr. Doris Sylvanus karena tidak tersedianya fasilitas
sehingga pasien ini direncanakan untuk dirujuk ke RSU Ulin Banjarmasin.
Diagnosis banding yang lain adalah limfoma. Limfoma menjadi diagnosis
banding karena ditemukan gejala demam, pembesaran KGB dan
hepatosplenomegali. Namun pada limfoma biasanya terdapat masa intra abdominal
dan intratorakal (masa mediastinum) serta sering disertai efusi pleura. Gejala yang

17
menonjol pada limfoma adalah nyeri, disfagi, sesak napas, pembengkakan daerah
leher, muka, dan sekitar leher akibat obstruksi vena kava superior.11 Pada anak ini
tidak terdapat gejala-gejala tersebut. Pemeriksaan lain yang diperlukan untuk
diagnosis limfoma yaitu pemeriksaan kadar LDH dan asam urat yang
menggambarkan adanya tumor lisis maupun nekrosis jaringan. Untuk penegakkan
diagnosis limfoma yaitu dengan dilakukan biopsi.
Limfadenitis juga bisa menjadi diagnosis banding pada kasus ini.
Limfadenitis adalah radang yang terjadi pada kelenjar limfa karena infeksi, yang
merupakan suatu reaksi mikroorganisme yg terbawa oleh limfa dari daerah yang
terinfeksi ke kelenjar limfa regional yg kadang-kadang membengkak. Definisi lain
menyebutkan bahwa peradangan pada satu atau beberapa kelenjar getah bening.
Peradangan tersebut akan menimbulkan hiperplasia kelenjar getah bening hingga
terasa membesar secara klinik. Kemunculan penyakit ini ditandai dengan gejala
munculnya benjolan pada saluran getah bening misalnya ketiak, leher dan
sebagainya. Kelenjar getah bening yang terinfeksi akan membesar dan biasanya
teraba lunak dan nyeri. Kadang-kadang kulit diatasnya tampak merah dan teraba
hangat.12 Pada pasien ini juga terdapat pembesaran kelenjar getah bening namun
tidak nyeri, konsistensi benjolan padat, tidak tampak merah dan tidak teraba hangat.
Selain di diagnosis sebagai limfadenopati generalisata dd Leukemia, pasien
ini juga di diagnosis prolonged fever. Prolonged fever adalah suatu kondisi suhu
tubuh lebih dari 380C yang menetap selama lebih dari 8 hari dengan penyebab yang
sudah atau belum diketahui.13 Diagnosis banding dari prolonged fever ini selain dari
keganasan adalah malaria, TBC, Demam Tifoid, Infeksi Saluran Kemih dan Otitis
Media Supuratif Kronik (OMSK).
Malaria menjadi diagnosis banding pada kasus ini karena pada malaria
terdapat gejala demam dan pembesaran organ (hepatosplenomegali). Demam pada
malaria biasanya disertai menggigil dan keringat dingin. Gejala malaria yang lain
yaitu mialgia, sakit kepala, nausea, infeksi saluran nafas, muntah, diare ringan
dengan tinja mukoid hijau gelap, diare berat dengan dehidrasi, kejang demam, nyeri
daerah perut dan atralgia. Dari pemeriksaan fisik pada malaria bisa didapatkan kulit
pucat atau ikterik. Pada malaria berat dapat ditemukan hipoglikemi, oliguria,

18
hiperpireksia, syok, gangguan asam basa atau edema paru. Pada pasien ini tidak
terdapat gejala-gejala tersebut.
Tuberculosis (TBC) menjadi diagnosis banding karena pada TBC terdapat
demam lama (≥ 2 minggu) dan terdapat pembesaran KGB. Pembesaran KGB pada
TBC biasanya terjadi pada KGB di regio kolli, multipel, tidak nyeri dan saling
melekat. Berbeda dengan pembesaran KGB pada keganasan. Pada TBC biasanya
ditemukan gejala selain demam yaitu batuk lama ≥ 3minggu, nafsu makan
berkurang, berat badan turun, malaise, diare persisten dan kejang, kesadaran
menurun, atau defisit neurologis (pada meningitis).12 Dari pemeriksaan fisik selain
ditemukan pembesaran KGB juga bisa terdapat gejala iritabel, nyeri kepala, kaku
kuduk, penurunan kesadaran, kejang, gangguan saraf intrakranial, pembengakakan
sendi, konjungtivitis fliktenularis dan tuberkel koroid.
Diagnosis TBC dapat ditegakkan dengan skoring TBC seperti pada tabel 3.

Skoring TBC :
Parameter Nilai
Kontak dengan pasien TB 1
Uji Tuberkulin -
Berat badan/keadaan gizi 0
Demam tanpa sebab jelas 1
Batuk 0
Pembesaran kelenjar limfe koli, aksila, 1
inguinal
Pembengkakan tulang sendi panggul, 0
lutut
Foto thorax -
Tabel 3. Skoring TB
Skoring TBC pada pasien ini mendapat skor 3. Diagnosis TBC baru dapat
ditegakkan apabila skoring TBC bernilai 6 atau lebih. Sehingga diagnosis TB pada
pasien ini kurang sesuai. Namun pada pasien ini tes tuberkulin dan foto thorax belum
dilakukan sehingga jumlah skoring TBC pada pasien masih bisa bertambah.

19
Demam tifoid menjadi diagnosis banding pada pasien ini karena pada demam
tifoid terdapat demam lama dan dari pemeriksaan fisik dapat di temukan
hepatomegali atau splenomegali. Pada demam tifoid tidak di temukan pembesaran
KGB seperti pada pasien ini. Gejala klinis demam tifoid yang lain yaitu malaise,
letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut
kembung, terdapat lidah tifoid (dibagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis,
dan meteorismus.12 Gejala klinis tersebut juga tidak ditemukan pada pasien ini.
Untuk diagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang
mendukung ke arah demam tifoid yaitu pemeriksaan serologi Widal, kadar IgM dan
IgG, dan kultur darah ( biakan Salmonella).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) menjadi diagnosis banding karena pada ISK
biasanya terjadi demam lama tanpa sebab yang jelas. Gejala ISK pada anak antara
lain nyeri pinggang, nyeri perut bagian bawah, mengedan waktu berkemih, dysuria,
polakisuria, enuresis, nyeri ketok daerah kosto-vertebral dan kelainan genitalia
(fimosis) hipo/epispadia, sinekia vulva, dll).12 Pada pasien ini tidak ditemukan
gejala-gejala tersebut. Namun perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang
mendukung ke arah ISK yaitu urinalisis dan kultur urin.
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) menjadi diagnosis banding karena
pada OMSK biasanya terjadi demam lama hilang timbul tanpa sebab yang jelas.
Gejala otitis media supuratif kronik yaitu keluarnya cairan telinga selama jangka
waktu tertentu, riwayat OMA berulang, perforasi traumatik, penurunan pendengaran,
vertigo dan nyeri.14 Dari pemeriksaan fisik terdapat jaringan parut pada liang telinga
luar, inflamasi mukosa dan terdapat cairan telinga. Pada pasien ini tidak didapatkan
gejala gejala tersebut. Namun perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang
mendukung ke arah OMSK yaitu apusan sekret dari telinga tengah untuk biakan
mikrobiologi aerob dan anaerob serta uji sensitivitas.
Talaksana pasien ini yaitu dengan pemberian IVFD D5 ¼ NS 10 tpm,
Cefotaxime 3x 350 mg (IV) (ST (-)/negatif), Kloramfenikol 3x 150 mg, Methyl
Prednisolone 3x 12,5 mg dan Paracetamol 3x125 mg pada perawatan hari pertama
dan kedua. Pada perawatan hari ketiga dan keempat pasien diberikan antibiotik
Ceftriaxone 2x 500 mg (IV).

20
Antibiotik diberikan karena pasien mengalami demam lama yang
kemungkinan disebabkan risiko infeksi yang tinggi. Sebenarnya, pemberian
antibiotik pada pasien perlu diketahui sumber infeksi dan penyebab infeksi. Selain
itu, juga perlu dilakukan pengambilan spesimen untuk dilakukan kultur bakteri,
sensitivitas antibiotik, pemeriksaan mikroskopis dan pewarnaan gram untuk dapat
memberikan jenis antibiotik yang sesuai. Selama menunggu hasil, biasanya diberikan
terapi antibiotik empiris. Oleh karena itu, antibiotik yang di berikan pada pasien ini
adalah yang memiliki spektrum luas. Namun pada pasien ini pemberian
kloramfenikol perlu pengawasan, sebab obat ini bisa menyebabkan depresi sumsum
tulang. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada pasien yang memiliki nilai Hb < 8
g% dan nilai leukosit < 2000/uL.
Pasien juga diberikan terapi Methyl Prednisolone 3x 12,5 mg. Sebenarnya
pemberian Methyl Prednisolone ini masih kontroversi untuk penyakit dicurigai
keganasan. Mungkin steroid ini diberikan untuk mengurangi inflamasi yang
menyebabkan demam pada pasien, namun perlu diperhatikan dampak negatif lain
dari steroid seperti imunosupressan.
Dari hasil laboratorium, pasien ini mengalami anemia (Hb = 10,3 g%) dan
trombositopenia (64.000/uL). Namun pada pasien ini tidak dilakukan transfusi
karena rekomendasi standar transfusi pada leukemia jika didapatkan Hb < 7 g% dan
trombosit < 20.000/mm3 tanpa adanya perdarahan atau < 50.000/mm3 dengan
perdarahan.14
Dari berbagai diagnosis banding yang telah disebutkan di atas, pada kasus ini
lebih mengarah pada leukemia. Penyebab limfadenopati generalisata dd leukemia
pada kasus ini masih belum diketahui. Anak-anak dengan cacat genetik mempunyai
risiko lebih tinggi untuk menderita leukemia. Selain itu terdapat faktor risiko
leukemia yang lain diantaranya paparan maternal/paternal terhadap pestisida dan
produk minyak bumi, radiasi dosis tinggi dan adanya peranan infeksi virus dan atau
bakteri.11
Pada leukemia terdapat kegawatdaruratan onkologi yaitu hiperleukositosis.
Hiperleukositosis didefinisikan sebagai jumlah leukosit darah tepi yang melebihi
100.000/ul. Jumlah leukosit darah tepi pada awal diagnosis leukemia akut merupakan
faktor yang sangat penting dalam menentukan prognosis. Jumlah leukosit yang tinggi

21
merupakan salah satu penyebab tingginya angka relaps, baik relaps di sumsum tulang
maupun diluar sumsum tulang dan rendahnya angka kesintasan (survival) penderita
leukemia akut. Disamping merupakan faktor penyebab terjadinya relaps, keadaan
hiperleukositosis dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi yang
mengancam jiwa penderita yang memerlukan tindakan segera sehingga keadaan ini
di kategorikan sebagai keadaan kedaruratan onkologi.11
Pada perawatan hari keempat pasien meninggal dunia. Kemungkinan pasien
meninggal disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam sel-sel otak
atau karena kondisi hiperleukositosis. Pada umumnya gejala perburukan pada pasien
leukemia tidak berlangsung cepat, sehingga kondisi ini lebih mengarah pada kondisi
hiperleukositosis. Pada hiperleukositosis dapat terjadi sindroma leukostasis dan
sindroma lisis tumor. Sindroma leukostasis yaitu suatu sindroma yang disebabkan
oleh tersumbatnya arteria kecil oleh agregat/trombi sel bast. Otak dan paru paru
merupakan organ yang paling sering mengalami sindroma leukositosis. Gejala dan
tanda neurologis yang timbul sebagai akibat leukositosis di otak dapat berupa pusing,
penglihatan kabur, tinnitus, ataksia, delirium, distensi vena retina, perdarahan retina
dan perdarahan intrakranial. Perdarahan intrakranial dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial pada daerah otak besar sehingga akan terjadi
pergeseran jaringan otak besar kedalam hiatus (herniasi) yang akan menekan batang
otak dan jaringan di bawahnya. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernafasan
terletak di bawah batang otak yaitu pons dan medulla sehingga hal ini dapat
menyebabkan terjadinya gagal nafas. Selain itu, leukositosis pulmoner bilateral dapat
menyebabkan timbulnya gejala dispneu, hipoksia, yang dapat berakhir dengan gagal
nafas.11 Sebelum pasien ini meninggal terdapat gejala muntah, kejang dan gagal
nafas. Gejala pada pasien ini sama seperti gejala pada sindroma leukostasis.

Selain itu, pada hiperleukostasis dapat terjadi sindroma lisis tumor yang
terdiri dari beberapa kelainan metabolik antara lain hiperurisemia, hiperfosfatemia,
azotemia, dan hipokalsemia dalam jumlah melampaui batas kapasitas ekskresi ginjal
sebagai akibat lisisnya sel tumor. Tidak didapatkan manifestasi klinis yang khas dan
spesifik. Keluhan dan kelainan klinis yang timbul merupakan perwujudan kelainan
metabolik yang mendasari. Hiperkalemia menyebabkan gangguan konduksi jantung
dan kelemahan otot berat hingga kelumpuhan. Hiperurisemia dan hiperfosfatemia

22
menyebabkan nefrotik hingga gagal ginjal akut. Hipokalsemia bisa menyebabkan
tetani, kejang, demensia, gangguan kesadaran, Parkinson (gangguan extrapyramidal)
papilledema, gangguan emosi, agitasi dan miopati. Laboratorium sindroma lisis
tumor menunjukan abnormalitas 2 atau lebih hasil pemeriksaan laboratorium yang
timbul 3 hari sebelum atau 7 hari setelah kemoterapi, yaitu asam urat > 8 mg/dl atau
meningkat 25 %, potassium > 6 meq/L atau meningkat 25%, fosfat > 4,5 mg/dl atau
meningkat 25% dan kalsium <7 mg/dl atau meningkat 25 %. Klinis sindroma lisis
tumor ditunjukan dengan hasil laboratorium sindroma lisis tumor disertai satu atau
11
lebih peningkatan serum kreatinin, aritmia jantung atau sudden death dan kejang.
Pada pasien ini perlu dicurigai mengalami sindroma lisis tumor, oleh karena itu perlu
juga dilakukan pemeriksaan laboratorium asam urat, potassium, fosfat dan kalsium.

Tatalaksana hiperleukositosis yaitu hidrasi dengan cairan NaCl 0,9% : D5%


dengan perbandingan 3:1 dengan kecepatan 3000 ml/LPT atau 1 ½ kali rumatan,
allopurinol 10 mg/kgBB/hari dibagi 3 per oral, lakukan pemeriksaan darah tepi
lengkap, AGD, elektrolit, fungsi ginjal dan urinalisis, transfusi trombosit jika
trombosit < 20.000/ul, suspensi sel darah merah jika Hb < 10 g/dL, dan perlu
pemantauan tanda vital dan balans diuresis secara ketat serta pemeriksaan darah tepi
lengkap, AGD, elektrolit, dan urinalisis tiap 6 jam bila memungkinkan.12 Pada pasien
ini seharusnya diperlukan tatalaksana di atas.

23
BAB V
KESIMPULAN

Pasien An. H usia 2,1 tahun dengan berat badan 11,5 kg didiagnosis
Limfadenopati generalisata dd leukemia berdasarkan pada anamnesis didapatkan
pasien mengalami demam lama, tampak pucat, mudah lebam jika terbentur serta
nafsu makan menurun. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembesaran
kelenjar getah bening, splenomegali dan hepatomegali. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan leukositnya yaitu ***.** x 103/uL (WBC Abnormal
scattergram) yang menunjukkan adanya peningkatan jumlah leukosit yang tinggi
karena dari hasil evaluasi darah tepi didapatkan leukosit yang sangat meningkat.
Hemoglobin, Hematokrit, Eritrosit dan Trombosit menurun jumlahnya. Dari hasil
MDT dicurigai terdapat Keganasan Hematologi Akut. Pasien direncanakan dirujuk
ke Banjarmasin untuk dilakukan pemeriksaan BMP tetapi tidak sempat karena
kondisinya semakin buruk dan akhirnya meninggal dunia. Perburukan pada pasien
kemungkinan disebabkan oleh kondisi hiperleukositosis. Hiperleukositosis
merupakan suatu kegawatdaruratan onkologi yang memerlukan tatalaksana cepat dan
tepat. Pasien hanya mendapatkan terapi simptomatik untuk memperbaiki keadaan
umum. Terapi definitif kemoterapi belum dapat dilakukan sebelum pemeriksaan
BMP (Bone Marrow Puncture).

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Gatot, Djajadiman Prof. Dr. Sp.A(K). Pendekatan Diagnostik Limfadenopati pada


Anak.2010 diunduh dari.
http://www.idai.or.id/buletinidai/view.asp?ID=799&IDEdisi=73 pada tanggal
20 februri 2013
2. Ferrer, Robert. Lymphadenopathy: Differential diagnosis and evaluation.
1998. diunduh dari http://www.aafp.org/afp/1998/1015/p1313.html pada
tangggal 20 februari 2013
3. Lanzkowsky P. Lymphadenopathy and splenomegaly. In: Manual of pediatric
hematology and oncology. 5th ed. London: Elsevier 2011;461-71.
4. Kliegman RM, Jenson HB, Marcdante KJ, Behrman RE. Lymphadenopathy.
In: Nelson essentials of Pediatrics. 5th ed. Phildelphia: Elsivier 2006;477-81.
5. Reiter A, Ferrando AA. Malignant lymphomas and lymphadenopathies. In:
Oncology of infancy and childhood. Philadelphia: Elsivier 2009; 417-88.
6. Price, A. Sylvia. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:2007
7. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2008
8. Roberts KB, Tunnessen WW. Lymphadenopathy. In: Signs and Symptoms in
Pediatrics. 3rd ed. Lippincott, Williams, and Wilkins; 1999:63-72
9. Moore SW, Schneider JW, Schaaf HS. Diagnostic aspects of cervical
lymphadenopathy in children in the developing world: a study of 1,877
surgical specimens. Pediatr Surg Int. Jun 2003;19(4):240-4. [Medline].
10. Miller DR. Hematologic malignancies: leukemia and lymphoma (Differential
diagnosis of lymphadenopathy). In: Miller DR, Baehner RL, eds. Blood
Diseases of Infancy and Childhood. Mosby Inc; 1995:745-9
11. Permono HB, dkk. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Jakarta: IDAI,
2012: 236-50;321-24.
12. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Anak. Jakarta: RSUP
Nasional dr. Cipto Mangunkusumo. 2007:140; 173;221;437.

25
13. Bakry AB, Tumbelaka AR. Etiologi dan Karakteristik Demam
Berkepanjangan pada Anak di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sari
Pediatri. Agustus 2008; 10 (2): 83.
14. Davey P, At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga, 2002. 316-20.

26
LAMPIRAN

Follow Up

Tanggal S O A P
18/04/2 Demam (-), KU : TSS, Kes: CM  Prolonged Th/
015 mual (-), N : 100x/menit, Fever  -IVFD D5 ¼ NS 10 tpm
muntah (-), RR : 26x/menit  Limfadenopati -Cefotaxime 3x 350 mg (IV) (ST
mencret (-), T : 370 C Generalisata (-)/negatif)
batuk/pilek Kep : CA (-/-), SI (-/-) dd leukemia  -Kloramfenikol 3x 150 mg
(-), intake Leher: pembesaran KGB  -Methyl Prednisolone 3x 12,5 mg
(+), (+/+)  -PCT 3x125 mg
BAK/BAB Axilla: Pembesaran KGB  -Diit 3 x NL
(+) (+/+)
Thorax:c/p dbn
Abd : Lemas, BU (+) N,
Hepatosplenomegali (+)
Inguinal: Pembesaran KGB
(+/+)
Eks : Akral hangat, CRT <2”
Axilla: Pembesaran KGB
(+/+)

19/04/2 Demam (-), KU : TSS, Kes: CM  Prolonged Th/


015 mual (-), N : 112x/menit, Fever  -IVFD D5 ¼ NS 10 tpm
muntah (-), RR : 28x/menit  Limfadenopati -Ceftriaxone 3x 500 mg
0
mencret (-), T : 36,8 C Generalisata  -Methyl Prednisolone 3x 12,5 mg
batuk/pilek Kep : CA (-/-), SI (-/-) dd leukemia  -PCT 3x125 mg
(-), intake Leher: pembesaran KGB  -Diit 3 x NL
(+), BAK/ (+/+)
BAB (+) Axilla: Pembesaran KGB
(+/+)
Thorax:c/p dbn
Abd : Lemas, BU (+) N,
Hepatosplenomegali (+)
Inguinal: Pembesaran KGB

27
(+/+)
Eks : Akral hangat, CRT <2”
Axilla: Pembesaran KGB
(+/+)

02.45 Muntah 3x KU: lemas, pucat Inj. Ranitidine 1/3 ampul

20/04/2 Demam (-), KU : Tampak rewel dan  Prolonged Th/


015 mual (+), lemah, Kes: CM Fever  -IVFD D5 ¼ NS 10 tpm
muntah (+) N : 100 x/menit,  Limfadenopati -Ceftriaxone 3x 500 mg
tadi malam RR :30 x/menit Generalisata  -Methyl Prednisolone 3x 12,5 mg
5x, mencret T : 360 C dd leukemia  -PCT 3x125 mg
(-), Kep : CA (-/-), SI (-/-)  -Diit 3 x NL
batuk/pilek Leher: pembesaran KGB
(-), intake (+/+)
(<) Axilla: Pembesaran KGB
(+/+)
Thorax:c/p dbn
Abd : Lemas, BU (+) N,
Hepatosplenomegali (+)
Inguinal: Pembesaran KGB
(+/+)
Eks : Akral hangat, CRT <2”
Axilla: Pembesaran KGB
(+/+)

Pukul S) Kejang Stesolid rectal


07.30 O) Suhu: 35,7 C
WIB

Pukul S)Kejang, Kaki tangan kaku Inj. Diazepam 0,3 mg


08.30
WIB

28
Pukul S) Pasien Apneu (+) Dilakukan Bagging (+)
09.14 O) Nadi = 100x/menit Motivasi keluarga (+)
WIB RR (-), pupil midriasis 3,5 Keluarga menolak pemasangan
mm (+/+), RC (-/-) ET
A) Mati Batang Otak

Pukul S) Pasien Apneu (+)


11.00 O) Nadi = 120 x/menit Bagging (+)
WIB RR (-), pupil midriasi 3,5 mm
(+/+), RC (-/-)

A) Mati Batang Otak


Limfadenopati
Generalisata dd Leukemia

Pukul Pasien dinyatakan


12.47 meninggal
WIB

29

Anda mungkin juga menyukai