Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

ERITRODERMA KARENA ERUPSI OBAT

Yudha Permana
Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang

PENDAHULUAN
Eritroderma adalah penyakit kulit inflamasi yang ditandai dengan eritema dan
skuama yang menyerang hampir atau seluruh tubuh. 1,2,3 Dikenal beberapa sinonim
eritroderma, diantaranya dermatitis eksfoliativa, dermatosis tipe Wilson-Brocq,
eritoderma eksfoliativa, pitiriasis rubra , dan red man syndrome.1-4
Angka kejadian eritroderma berkisar antara 1 sampai 71 per 100.000 pasien
kulit. Secara klinik mudah dikenal dengan melihat gambaran lesinya. Penyakit ini
lebih banyak menyerang laki-laki dibanding perempuan dengan rasio 2:1 hingga 4:1,
dengan usia penderita terkena eritroderma dalam kisaran 40-60 tahun.1,2,4-7
Data mengenai penderita eritroderma di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit
dan Kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2009-2013, berjumlah 33 orang
(30,56 %) dari 108 penderita kulit dan kelamin yang dirawat inap. Rentang usia
terbanyak adalah 31-40 tahun. Penyebab terbanyak adalah erupsi obat (54,54%),
disusul oleh psoriasis vulgaris (24,24%), dermatitis seboroik (18,18%), dan skabies
norwegian ( 3,03% ).8
Penyebab eritroderma diketahui terjadi karena perluasan penyakit kulit (seperti
psoriasis, dermatitis atopik, dermatitis seboroik, skabies), erupsi obat, dan
keganasan.1,2,4,6-9 Berdasarkan perjalanan penyakitnya eritroderma diklasifikasikan
dalam tipe primer dan tipe sekunder. Eritroderma primer timbul pada kulit yang
sebelumnya normal, biasanya akibat efek samping obat atau akibat limfoma maligna
kulit. Eritroderma sekunder timbul akibat perluasan penyakit kulit yang telah ada
sebelumnya.4,10

1
Patogenesis penyakit ini adalah adanya peradangan kulit yang menyebabkan
terjadinya vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga
mengakibatkan eritema dan edema. Di dalam kulit pasien eritroderma tampak
sejumlah sel germinativum menunjukkan peningkatan mitosis serta terjadi
pemendekan fungsi keratinisasi epidermis dengan kecepatan deskuamasi meningkat
dari 500-1000 mg menjadi 20-30 gram.1-4.
Eritroderma akibat efek samping obat sistemik atau erupsi obat juga dikenal
sebagai eritroderma toksik eksfoliatif, seringkali timbul selama terapi menggunakan
obat-obatan, diantaranya: obat anti malaria, antidiabetik, anti kejang seperti fenitoin
dan fenobarbital, golongan sulfa, penisilin, tetrasiklin, dan quinolon. 1,3,5-7,10
Pengobatan eritroderma karena erupsi obat adalah dengan menghentikan
konsumsi obat yang dicurigai sebagai penyebab. Terapi sistemik diberikan
kortikosteroid setara prednison 1-2 mg/kgBB/hari dan setelah tercapai perbaikan
klinis dosis diturunkan bertahap sampai kelainan kulit menghilang. Terapi topikal
diberikan emolien dan kortikosteroid topikal1,4,5,8-10 Prognosis dan perjalanan klinik
eritroderma sangat tergantung pada proses penyakit yang mendasari.1
Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah untuk lebih mengenal salah satu
bentuk penyakit kulit akibat erupsi obat yaitu eritroderma dan memahami
penatalaksanaannya.

KASUS
Seorang wanita usia 44 tahun, suku Jawa, bangsa Indonesia, alamat di
Sendangasri, Lasem, Jawa Tengah (No CM : 359162) datang ke UGD RSUD
Rembang tanggal 17 Mei 2015 dengan keluhan utama kemerahan disertai sisik di
kulit seluruh tubuh.

2
AUTO – ALOANAMNESIS ( Tanggal 17 Mei 2015 )
Aloanamnesis dengan anak kandung penderita
Dua bulan yang lalu sebelum masuk RS, pasien menjalani operasi
pengangkatan rahim dikarenakan kelainan di bagian kandungan di RSUD Rembang.
Pasien menjalani rawat inap paska pengangkatan rahim selama lima hari. Selama
rawat inap pasien mendapatkan obat infus, suntikan melalui selang infus (tidak tahu
namanya), dan beberapa obat minum (lupa namanya). Setelah itu dilanjutkan rawat
jalan. Obat jalan diberikan : cefadroxil 2x1, asam mefenamat 3x1, tablet tambah
darah warna merah 2x1, dan vitamin warna kuning kecil 3x1. Penelusuran rekam
medis saat kasus pengangkatan rahim didapatkan obat selama rawat inap adalah :
cefotaxim injeksi, asam tranexamat injeksi, ketorolac injeksi, dan tablet sulfas
ferosus.
Seminggu setelah minum obat jalan pasien merasa gatal-gatal di tubuhnya.
Pasien kemudian kontrol ke Poli Kandungan sekaligus memeriksaan keluhan
gatalnya. Luka bekas operasi baik. Dokter memberikan obat jalan kembali (obat
masih sama) sekaligus bedak gatal. Keluhan gatal berkurang sedikit dan beberapa
hari kemudian timbul bercak-bercak kemerahan yang gatal di area wajah dan
menyebar ke dada dan lengan. Pasien berobat ke dokter umum di sekitar tempat
tinggalnya dan diberikan obat jalan : loratadin 1x1, tablet kuning 3x1,
metilprednisolon 8 mg 2x1, dan bedak gatal. Obat jalan sisa dari Poli Kandungan
masih diminum.
Pasien hanya merasakan sedikit perubahan. Bercak merah sedikit berkurang
tapi kemudian muncul lagi dan meluas. Kulit menjadi kasar dan timbul sisik-sisik di
seluruh tubuh, terasa sangat gatal. Penderita tidak mengobatkan kembali keluhannya
dan hanya mengoleskan bedak gatal dan minyak kelapa.
Dua minggu sebelum masuk RS, keluhan pasien semakin buruk. Tubuh
melemah. Seluruh tubuh memerah, sebagian menghitam dan bersisik dengan sisik
yang semakin tebal.

3
Pasien pernah mempunyai riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya
sekitar setahun yang lalu tetapi tidak separah sekarang dan memeriksakan ke dokter,
diberi obat kemudian sembuh. Dokter menyampaikan bahwa sakit pasien karena
alergi obat antibiotik. Riwayat alergi obat atau makanan sebelumnya disangkal.
Riwayat sering berketombe, adanya rasa gatal di daerah belakang telinga dan alis
mata disangkal. Riwayat mengi, sering bersin/pilek pada penderita dan keluarga
disangkal. Riwayat pernah timbul bercak-bercak merah disertai timbulnya sisik yang
tebal berwarna keperakan di tubuh terutama pada siku dan lutut disangkal. Riwayat
adanya keganasan (berat badan menurun drastis, demam tanpa sebab yang jelas, gusi
mudah berdarah, kencing merah, dan pembesaran kelenjar) disangkal. Riwayat darah
tinggi dan kencing manis disangkal.
Penderita seorang ibu dengan tiga orang anak, suami bekerja sebagai buruh.
Biaya pengobatan ditanggung BPJS. Kesan sosial ekonomi kurang.

PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 17 Mei 2015 )


Status Generalis
Keadaan Umum : lemah, kesadaran somnolen
TB : 160 cm, BB : 50 kg,
Tanda Vital : TD : 100/70 mmHg, Nadi : 90 x/menit
RR : 22 x/menit, suhu : 36,8 ºC
Kepala : bentuk mesosefal, lihat status dermatologik
Mulut : mukosa tidak ada kelainan
Mata : konjugtiva anemis (-), sklera ikterik (-), ektropion (-),
Sekret purulen (-), lagoftalmos (+)
Hidung : septum di tengah, lihat status dermatologik
Leher dan aksila : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
lihat status dermatologik
Toraks : jantung dan paru dalam batas normal
lihat status dermatologik

4
Abdomen : datar, supel, hepar dan lien tidak teraba,
tidak nyeri tekan, lihat status dermatologik
Ekstremitas : likenifikasi (-), lihat status dermatologik
Inguinal : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Status Dermatologik
Lokasi : Seluruh tubuh
UKK : Makula eritema, hiperpigmentasi, skuama warna putih, erosi,
ekskoriasi, fissura
Distribusi : generalisata

5
Gambar 1. Foto sebelum terapi. Tampak makula eritema-hiperpigmentasi dan
skuama hampir di seluruh tubuh disertai erosi dan fissura.

6
DIAGNOSIS BANDING
I. Eritroderma karena erupsi obat
II. Eritroderma perluasan dermatitis seboroik
III. Eritroderma peluasan dermatitis atopik
IV. Eritroderma perluasan Psoriasis
V. Eritroderma karena keganasan ( Sindroma Sezary )

DIAGNOSIS SEMENTARA
Eritroderma diduga karena erupsi obat

PENATALAKSANAAN
1. Rawat inap dengan pengawasan KU dan tanda vital intensif
2. Menghentikan penggunaan obat yang dicurigai sebagai penyebab
(kemungkinan cefadroxil dan asam mefenamat)
3. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, albumin, SGOT, SGPT, ureum,
kreatinin, hitung jenis darah, elektrolit, morfologi sel darah tepi ( untuk
mengetahui sel Sezary )
4. Biopsi kulit untuk pemeriksaan histopatologi ( sebelumnya dilakukan
informed consent ke pasien dan keluarga )
5. Konsul dan rawat bersama bagian Penyakit Dalam, gizi, dan mata
6. Terapi yang diberikan :
 Infus RL 40 tetes / menit
 02 3 liter/menit selama KU lemah (protap UGD)
 Pantau keseimbangan cairan
 Injeksi Metilprednisolon 125 mg intravena (125mg-0-0), rencana di-
tappering off sesuai keadaan klinis )
 Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg intravena
 CTM tablet 3 x 4mg

7
 (Vaselin album 50 gr + Hidrokortison krim 2,5% 50gr) dioleskan
sehari 2 kali pagi dan sore pada seluruh tubuh
 Gentamisin krim dioleskan 2x sehari pada erosi dan fissura
7. Saran :
 Menjaga kebersihan kulit
 Jangan suka menggaruk kulit, kuku yang panjang dipotong
 Kalau kedinginan memakai selimut
 Makanan dari Rumah Sakit dihabiskan dan banyak minum

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah lengkap :


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hb 8,8 g/dl 12-15

Eritrosit 3,0 juta/mm3 4,0-5,2

Ht 25,1% 35-47

Neutrofil 73,1 % 50-70

Limfosit 20,9% 25-40

Monosit 6,0% 2-8

Eosinofil 2% 2-4

Basofil - 0-1

Leukosit 16500/μl 4.000-11.000

Trombosit 287000/ μl 150.000-450.000

8
Kimia Klinik dan elektrolit :
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

GDS 84 mg/dl 70-115

Ureum 48 mg/dl 15-43

Kreatinin 0,9 mg/dl 0,7-1,1

SGOT 17 U/L < 31

SGPT 30 U/L < 31

Albumin 1,87 g/dl 3,5- 5,2

Kalium 5 mmol/L 3,5-5

Klorida 103 mmol/L 98-108

Natrium 134,2 mmol/L 135-147

Morfologi sel darah tepi :


Eritrosit : Normositik, Poikilositosis ringan (ovalosit, tear drop sel)
Lekosit : Leukositosis, predominan neutrofil, limfosit teraktivasi
Trombosit : Estimasi jumlah normal, bentuk normal
Kesan : Anemia Normositik Normokromik, tidak ditemukan sel-sel
keganasan

Hasil Konsultasi :
Bagian Penyakit Dalam :
Assesment : Hipoalbumin + anemia normositik normokrom
Terapi : - Infus albumin 20% 100cc (3 flash)
- Transfusi PRC 2 kolf

9
Bagian Gizi :
Terapi : Diet tinggi kalori dan protein + ekstra putih telur 4 butir sehari
Bagian Mata :
Assesment : Lagoftalmos e.c. eritroderma
Terapi : khloramfenikol salep mata

Hasil Pemeriksaan Histopatologik ( No PA : W. 150079 ) Tanggal 25 Mei 2015


Makroskopik : sediaan jaringan kulit panjang 1 cm diameter 0,4 cm, warna coklat
Mikroskopik : Epidermis dengan hiperkeratosis, sedikit parakeratosis, akantosis
irreguler disertai hiperemia dan sebukan sel radang limfosit, histiosit
dalam papila dermis Tidak ditemukan tanda ganas
Kesimpulan : Gambaran ini dapat menyokong diagnosis klinis Eritroderma

Akantosis ireguler
Hiperkeratosis

Sebukan limfosit
histiosit

Gambar 2. Gambaran histopatologi menunjukkan kesesuaian dengan gambaran klinik


eritroderma. Tanda panah menunjukkan hiperkeratosis, akantosis, dan sebukan sel radang

10
DIAGNOSIS KERJA
Eritroderma karena erupsi obat

PENGAMATAN SELANJUTNYA
I. Tanggal 19 Mei 2015 (Hari ke-3)
Keluhan : kulit terasa gatal, sisik berkurang, sisik mulai banyak terlepas,
kelemahan tubuh berkurang, mata sudah bisa membuka menutup
Status Dermatologik
Lokasi : Seluruh tubuh
UKK : Makula eritema, hiperpigmentasi, skuama warna putih, sebagian
skuama berbentuk lembaran. Erosi dan fissura (berkurang)

11
Gambar 3. Foto hari ke-3. Makula eritema-hiperpigmentasi dan skuama di seluruh tubuh. Sebagian
skuama berbentuk lembaran. Skuama sudah mulai terlepas dan kering. Erosi dan fissura berkurang.

Evaluasi :
- Kadar albumin terakhir : 2 g/dl
- Kadar Hb terakhir : 9,4 g/dl
- Keseimbangan cairan : Input 2000cc, output 1750cc

Terapi :
 Infus RL 20 tetes / menit
 Injeksi Metilprednisolon 62,5 mg intravena mulai hari keempat
(tappering off sesuai keadaan klinis )
 Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg intravena
 CTM tablet 3 x 4mg
 (Vaselin album 50 gr + Hidrokortison krim 2,5% 50gr) dioleskan
sehari 2 kali pagi dan sore pada seluruh tubuh
 Gentamisin krim dioleskan 2x sehari pada erosi dan fissura
 Interna : infus albumin 20% 100cc 2 flash, transfusi PRC 1 kolf
 Mata : kloramfenikol salep mata
 Diet TKTP dan ekstra putih telur 4 butir sehari

12
II. Tanggal 21 Mei 2015 ( Hari ke-5 )
Keluhan : kulit masih gatal, sisik berkurang, sisik mulai banyak terlepas,
keadaan umum baik
Status Dermatologik
Lokasi : Seluruh tubuh
UKK : Makula eritema hiperpigmentasi, skuama (berkurang), erosi (area
pantat dan punggung)

Gambar 4. Foto hari ke-5. Makula eritema-hiperpigmentasi dan skuama di seluruh tubuh. Skuama
mulai terlepas dan kering. Erosi terutama tampak di area pantat dan punggung.

13
Evaluasi :
- Kadar albumin terakhir : 2,5 g/dl
- Kadar Hb terakhir : 10,3 g/dl
- Keseimbangan cairan : Input 2200cc, output 2000 cc

Terapi :
 Infus RL 20 tetes / menit
 Injeksi Metilprednisolon 31,25 mg intravena mulai hari keenam
(tappering off sesuai keadaan klinis )
 Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg intravena
 CTM tablet 3 x 4mg
 (Vaselin album 50 gr + Hidrokortison krim 2,5% 50gr) dioleskan
sehari 2 kali pagi dan sore pada seluruh tubuh
 Gentamisin krim dioleskan 2x sehari pada erosi dan fissura
 Interna : infus albumin stop, transfusi PRC stop
 Mata : kloramfenikol salep mata
 Diet TKTP dan ekstra putih telur 4 butir sehari

III. Tanggal 23 Mei 2015 ( Hari ke-7 )


Keluhan : gatal berkurang, sisik makin berkurang dan tipis
Status Dermatologik
Lokasi : Seluruh tubuh
UKK : Makula eritema hiperpigmentasi, skuama (berkurang),
meninggalkan skuama tipis. Erosi (area pantat dan punggung),
alopesia di kulit kepala

14
Gambar 5. Foto hari ke-7. Makula
eritema-hiperpigmentasi dan skuama
di seluruh tubuh. Skuama banyak
berkurang meninggalkan skuama
tipis dan minimal. Erosi terutama
tampak di area pantat dan punggung.
Tampak pula alopesia kulit kepala
muncul karena pengelupasan skuama
di kepala

15
Terapi :
 Infus RL 20 tetes / menit
 Metilprednisolon tablet 24mg/hari (16mg – 0 – 8mg) mulai pada hari
ke-8
 Ranitidin tablet 2 x 150 mg
 CTM tablet 3 x 4mg
 (Vaselin album 50 gr + Hidrokortison krim 2,5% 50gr) dioleskan
sehari 2 kali pagi dan sore pada seluruh tubuh
 Gentamisin krim dioleskan 2x sehari pada erosi dan fissura
 Mata : kloramfenikol salep mata stop
 Diet TKTP dan ekstra putih telur 2 butir sehari

IV. Tanggal 26 Mei 2015 ( Hari ke-10 )


Keluhan : gatal semakin berkurang, sisik tipis dan sedikit
Status Dermatologik
Lokasi : Seluruh tubuh
UKK : Makula eritema hiperpigmentasi, skuama tipis (minimal), erosi
(area pantat dan punggung)

16
Gambar 6. Foto hari ke-10. Makula eritema-hiperpigmentasi dan skuama tipis (minimal) di seluruh
tubuh. Erosi terutama tampak di area pantat dan punggung.

Terapi :
 Infus RL 20 tetes / menit
 Metilprednisolon tablet 16mg/hari (16mg – 0 – 0) mulai pada hari ke-11
 Ranitidin tablet 2 x 150 mg
 CTM tablet 3 x 4mg
 (Vaselin album 50 gr + Hidrokortison krim 2,5% 50gr) dioleskan sehari
2 kali pagi dan sore pada seluruh tubuh
 Gentamisin krim dioleskan 2x sehari pada erosi
 Diet TKTP dan ekstra putih telur 2 butir sehari

V. Tanggal 30 Mei 2015 ( Hari ke-14 )


Keluhan : gatal semakin berkurang, sisik semakin tipis dan sedikit
Status Dermatologik
Lokasi : Seluruh tubuh
UKK : Makula eritema hiperpigmentasi, skuama tipis (minimal), erosi
(area pantat dan punggung)

17
Gambar 7. Foto hari ke-14. Makula eritema-hiperpigmentasi dan skuama tipis (minimal) di seluruh
tubuh. Erosi terutama tampak di area pantat dan punggung (mulai mengering).

Evaluasi :
 GDS : 90 g/dl
 Kadar Hb terakhir : 12 g/dl
 Tekanan darah : 110/85 mmHg
Terapi (lanjutkan rawat jalan) :
 Metilprednisolon tablet 8mg/hari (8mg – 0 – 0) mulai pada hari ke-15
sampai hari ke-19 kemudian kontrol di Poli
 Ranitidin tablet 2 x 150 mg
 CTM tablet 3 x 4mg

18
 (Vaselin album 50 gr + Hidrokortison krim 2,5% 50gr) dioleskan sehari
2 kali pagi dan sore pada seluruh tubuh
 Gentamisin krim dioleskan 2x sehari pada erosi
 Diet TKTP di rumah
Saran :
 Kontrol rawat jalan tepat waktu
 Menyimpan catatan obat yang dicurigai alergi
 Disarankan untuk melakukan tes untuk mengetahui obat apa saja yang
menyebabkan alergi jika keadaan sudah membaik
 Mandi dengan sabun bayi

VI.Tanggal 5 Juni 2015 ( Hari ke-20 ) di Poli kulit dan kelamin


Keluhan : tidak ada
Status Dermatologik
Lokasi : Seluruh tubuh
UKK : Makula hiperpigmentasi, skuama tipis

Gambar 8. Foto hari ke-20. Makula hiperpigmentasi dan skuama tipis di seluruh tubuh.

19
PEMBAHASAN
Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik,
pemeriksaan laboratorium dan histopatologi.
Eritroderma pada umumnya dijumpai pada orang dewasa, lebih banyak
menyerang pada laki-laki dibanding perempuan dengan rasio 2 : 1 hingga 4 : 1, usia
penderita eritroderma berkisar antara 40-60 tahun.1,2,4-7 Pada kasus ini penderita
seorang wanita dengan usia 44 tahun.
Keluhan pasien yang mengarah ke eritroderma adalah setelah didapatkan
riwayat pasien meminum obat yang dicurigai sebagai penyebab yaitu cefadroxil damn
asam mefenamat. Awalnya keluhan adalah gatal-gatal di badan, kemudian kemerahan
muncul disertai sisik. Pada kepustakaan disebutkan bahwa beberapa obat dapat
menyebabkan erupsi eritroderma, diantaranya : obat anti malaria, antidiabetik, obat
anti kejang seperti fenitoin dan fenobarbital, obat golongan sulfa, NSAID, dan
antibiotik golongan betalaktam, tetrasiklin, dan quinolon.1-6,10 Eritroderma yang
disebabkan oleh erupsi obat sistemik lesi dimulai dengan lesi morbiliformis atau
skarlatiniformis.1,4 Timbulnya peradangan pada kulit berwarna kemerahan yang
bersifat akut ini oleh karena terjadinya vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas
kapiler.1-4 Selanjutnya disertai timbulnya skuama yang luas. Manifestasi kulit ini dapat
disertai gatal, demam, malaise, dan menggigil. 1-5,8
Gambaran klinik pada penderita ini didapatkan makula eritema-
hiperpigmentasi disertai skuama dengan distribusi generalisata atau universalis,
didapatkan juga erosi, ekskoriasi, dan fissura. Sebagian daerah dengan skuama seperti
lembaran. Sesuai dengan kepustakaan bahwa eritroderma, apapun penyebabnya
berupa eritema difus di seluruh atau hampir seluruh tubuh ( mengenai 90% atau lebih
permukaan tubuh ), tanpa menyerang mukosa. Skuama halus atau kasar dapat timbul
bersamaan atau setelah periode penyembuhan.1-4,6 Pada beberapa laporan skuama
tampak lebar menyerupai lempengan tipis ( platelike )1,4 Patofisiologi eritroderma
adalah terjadinya peradangan kulit yang luas yang menyebabkan terjadinya
vasodilatasi dan peningkatan vasopermeabilitas yang akan meningkatkan terjadinya

20
eritema dan edema. Vasodilatasi juga menyebabkan hilangnya panas tubuh akibat
hilangnya aliran darah ke kulit sehingga suhu kulit meningkat, namun penderita
merasa kedinginan dan menggigil. Peradangan juga menyebabkan peningkatan
proliferasi dan pemendekan waktu transit sel epidermis sehingga diferensiasi
terminalnya cepat namun tidak sempurna, berakibat terjadinya pembentukan skuama
dan pengelupasan yang nyata. Pada keadaan normal material yang terkelupas dan
hilang dari permukaan kulit 500-1000 mg sehari, sebagian besar berupa protein. Pada
penderita eritroderma hilangnya protein mencapai 20-30 gram sehari sehingga terjadi
hipoalbuminemia. Penderita inipun mengalami hipoalbuminemia.1-4
Pemeriksaan morfologi sel darah tepi didapatkan Anemia Normositik
Normokromik. Sesuai dengan kepustakaan bahwa pemeriksaan darah penderita
eritroderma ditemukan anemia pada kisaran 70% kasus, limfositosis pada 41 % kasus,
eosinofilia 35% kasus dan peningkatan laju endap darah pada 36% kasus. Anemia
pada penderita ini tergolong sedang-berat sehingga diperlukan transfusi. Pemeriksaan
laboratorium pada penderita ini didapatkan hipoalbuminemia yaitu
1,87 g%. Pada penderita eritroderma hilangnya protein mencapai 20-30 gram sehari
sehingga terjadi hipoalbuminemia. Menurut kepustakaan ESPEN (European Society
for Parenteral and Enteral Nutition), disebut malnutrisi ringan apabila berat badan
(BB) berkurang 5-10% dari BB normal dan kadar albumin 2,8-3,5 g/dl, malnutrisi
sedang apabila berat badan (BB) berkurang 10-20% dari BB normal dan kadar
albumin 2,1-2,7 g/dl, dan malnutrisi berat apabila berat badan (BB) berkurang >20%
dari BB normal dan kadar albumin <2,1 g/dl.11
Pemeriksaan histopatologi didapatkan gambaran berupa hiperkeratosis,
sedikit parakeratosis, akantosis irreguler disertai hiperemia dan sebukan sel radang
limfosit, histiosit dalam papila dermis. Tidak ditemukan tanda ganas. Gambaran ini
dapat menyokong diagnosis klinis Eritroderma. Sesuai kepustakaan bahwa gambaran
histopatologik eritroderma berupa hiperkeratosis, parakeratosis, akantosis dan
infiltrasi sel inflamasi.1,2,6

21
Diagnosis banding eritroderma karena dermatitis seboroik dapat disingkirkan
karena pada anamnesis tidak didapatkan riwayat berketombe dan klinis tidak
dijumpai eritema dengan skuama putih kekuningan dan berminyak dimulai dari
daerah wajah dan kulit kepala yang kemudian meluas ke seluruh tubuh.1,2,7
Diagnosis banding eritroderma karena dermatitis atopik dapat disingkirkan
karena pada anamnesis tidak didapatkan riwayat atopi baik pada penderita maupun
keluarga. Juga tidak ditemukan adanya lesi khas pada dermatitis atopik yang biasanya
berupa likenifikasi pada daerah antekubiti, fossa poplitea dan leher. 6,10
Diagnosis banding eritroderma karena psoriasis dapat disingkirkan karena
pada anamnesis penderita tidak pernah mengalami sakit dengan sisik-sisik di kulit
sebelumnya. Pada pemeriksaan klinis tidak ditemukan skuama tebal berwarna putih
keperakan berlapis-lapis terutama pada daerah lutut, siku, dan bokong. Tidak
ditemukan pula kelainan kuku berupa pitting nail, tanda Auspitz yang positif, atau
fenomena tetesan lilin.2,5,10
Diagnosis banding eritroderma karena keganasan ( sindroma Sezary ) dapat
disingkirkan karena pada sindroma Sezary didapatkan limfadenopati superfisial, gatal
sangat hebat, splenomegali dan ditemukan sel-sel Sezary pada darah tepi ( 1000 sel/
mm³ atau lebih dari 10% ), infiltrat kulit dan kelenjar limfe. Sedangkan pada
penderita ini tidak ditemukan seperti yang tersebut diatas.1,5,7
Penatalaksanaan eritroderma pada penderita ini adalah menghentikan
pemakaian obat yang dicurigai sebagai penyebab, awalnya diberikan injeksi
metilprednisolon 125mg intravena diturunkan secara bertahap, injeksi ranitidin 2 x 50
mg intravena, CTM 3 x 4 mg tablet. Untuk topikal diberikan Vaselin album 50gr +
hidrokortison 2,5% 50 gram dioleskan sehari 2 kali pagi dan sore untuk badan, untuk
lesi erosi dan fisura diberikan krim gentamisin. Hal ini sesuai dengan kepustakaan
bahwa terapi eritroderma karena efek samping obat adalah identifikasi dan
penghentian pemberian obat yang diduga sebagai penyebab, terapi sistemik diberikan
kortikosteroid prednison 1-2 mg/kgBB/hari atau yang setara dan setelah tercapai
perbaikan klinis dosis diturunkan bertahap sampai kelainan kulit menghilang.

22
Antihistamin diberikan untuk mengatasi gatal. Untuk kulit berskuama diberikan
emolien dan kortikosteroid potensi rendah.1-6 .
Selain itu pada penderita ini juga diberikan diet tinggi kalori tinggi protein
( Diet TKTP ). Hipoalbuminemia yang terjadi diterapi dengan infus albumin dan
ekstra putih telur. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein adalah diet yang mengandung
energi dan protein diatas kebutuhan normal, tujuannya memenuhi kebutuhan energi
dan protein yang meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan
tubuh. Pada penderita eritroderma dibutuhkan diet ini karena terjadi pengelupasan
atau eksfoliasi kulit yang mengenai lebih dari 90% luas permukaan tubuh, sehingga
penderita akan mengalami kehilangan panas tubuh. Untuk menghindari hal tersebut,
tubuh memerlukan kalori lebih banyak guna meningkatkan Basal Metabolisme Rate (
BMR ) agar dapat menghasilkan panas sehingga dapat mempertahankan suhu tubuh
pada kisaran normal. Tinggi kalori : 40-45 kkal/kgBB, tinggi protein : 2,0-2,5 g/kgBB
1,12

Prognosis eritroderma akibat alergi obat sistemik biasanya lebih baik daripada
eritroderma oleh sebab yang lain. Dan biasanya membaik dalam waktu 2 hingga 6
minggu setelah penghentian pemakaian obat yang dicurigai dan pemberian terapi
yang adekuat.13 Penderita ini mengalami perbaikan klinis dengan baik setelah terapi
selama 2 minggu. Prognosis quo ad vitam ad bonam, quo ad sanam dubia ad bonam
dan quo ad kosmetikam ad bonam

RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus eritroderma karena erupsi obat pada seorang
wanita umur 44 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran
klinik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan timbul
bercak-bercak kemerahan yang disertai sisik di kulit seluruh tubuh. Dari gambaran
klinik didapatkan makula eritema-hiperpigmentasi, skuama putih, erosi, ekskoriasi
dan fissura. Pada pemeriksaan histopatologik didapatkan hiperkeratosis, sedikit

23
parakeratosis, akantosis irreguler disertai hiperemia dan sebukan sel radang limfosit,
histiosit dalam papila dermis yang menyokong diagnosis klinis Eritroderma
Penatalaksanaan eritroderma pada penderita ini adalah menghentikan
pemakaian obat yang dicurigai sebagai penyebab, terapi utama sistemik adalah
diberikan injeksi metilprednisolon 125mg intravena yang diturunkan secara bertahap.
Untuk topikal diberikan campuran vaselin album dan hidrokortison 2,5% dioleskan
sehari 2 kali pagi dan sore untuk badan, lesi erosi dan fisura diberikan krim
gentamisin. Pengobatan selama 2 minggu memberikan perbaikan klinik yang baik.
Penyulit hipoalbuminemia dan anemia mampu diatasi dengan baik. Diberikan juga
diet tinggi kalori dan tinggi protein.
Prognosis quo ad vitam ad bonam, quo ad sanam ad bonam dan quo ad
kosmetikam ad bonam.

Rencana dibacakan pada tanggal 12 Agustus 2015

Moderator,

Dr. Retno Indar Widayati, Msi, SpKK

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Grant-Kels JM, Fedeles F, Rothe MJ. Exfoliative dermatitis . Dalam : Wolf K,


Gold Smith LA, Katz SI eds. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Vol 1
8th ed. New York : Mc Graw Hill ; 2012 : 266-79.
2. Wolff K, Johnson RA. Exfoliative Erythroderma Syndrome. Dalam : Fitzpatrick’s
color atlas and synopsis of clinical dermatology. Edisi ke-7 . United States :
McGraw-Hill; 2009 : 127-32
3. Erythroderma.. Dalam: Zaidi Z, Lanigan SW. Dermatology in clinical practice.
London : Springer; 2010: 431-5
4. Sterry W, Assaf C. Papulosquamous and eczematous dermatoses. Dalam :
Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP. Dermatology. Vol 1 2 nd ed. United States :
Mosby Elsevier; 2008:149-58
5. Berth-Jones J. Eczema, lichenification, prurigo and erythroderma. Dalam : Rook
A, Ebling FJG, Wilkinson DS, Champion RH, Burton JL eds. Textbook of
dermatology. Vol 2. 8th ed. Oxford : Blackwell Publishing Ltd. 2010 : 23.1-5
6. Crowson MA, Magrow MC. Cutaneus Drug Eruption.. Dalam: Barnhill RL,
Magro CM, Piepcorn MW. Dermatopathology. New York. Mc Graw Hill; 2010:
281-300.
7. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,
dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi VI. Jakarta : FKUI, 2010 : 189-202
8. Septiana D, Priyanto T, Redjeki STM, Yogyarthono P. Karakteristik eritroderma
di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 2009-2013.
Dipublikasikan pada KONAS XIV Bandung 2014.
9. Odom RB, James WD, Berger TG. Mycosis fungoides, other malignant
lymphomas and allied diseases. Dalam : Andrew’s diseases of the skin. 9 th ed.
Philadelphia : WB Saunders Co. 2000 : 918-42

25
10. Braun-Falco O, Plewig G, Wolff H, Winkelmann RK. Erythematous and
erythematosquamous skin disease. Dalam : Dermatology. 2nd completely revised
edition. Berlin : Spinger-Verlag : 2000 : 53-120.
11. Brago M, Soeters PFearon K. ESPEN Guidelines on Parenteral Nutrition:
Surgeory. European Clinical Nutrition. 2009; 28:378–386
12. Moenarko R. Diet energi tinggi kalori tinggi protein . Dalam : Almatsier S.editor.
Penuntun Diet. Edisi baru. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007 : 53-7
13. King LE. Erythroderma: a dermatology emergency. Canadian Journal of
Emergency Medicine. 2009: 11 ( 3 ): 244-6

26

Anda mungkin juga menyukai