Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2019

UNIVERSITAS HALU OLEO

INVAGINASI

PENYUSUN :

Atrisia Ayuning Tyas, S.Ked

K1A1 14 067

PEMBIMBING :
dr. Metrila Harwati, M. Kes., Sp. Rad

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM PENDIDIKAN BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Atrisia Ayuning Tyas, S. Ked

NIM : K1A1 14067

Judul referat : Invaginasi

Telah menyelesaikan referat dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada

Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Desember 2019

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Metrila Harwati, M. Kes., Sp. Rad

2
INVAGINSI

Atrisia Ayuning Tyas, Metrila Harwati,

A. Pendahuluan

Invaginasi merupakan suatu keadaan dimana bagian proksimal

usus masuk ke bagian usus distal. Suatu kegawat daruratan medis dan jika

tidak diatasi secepatnya dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti

perforasi bahkan kematian. Invaginasi pertama sekali ditemukan oleh

Hypocrates, sedangkan kelainan patologi ini pertama kali ditunjukkan oleh

John Hunter pada tahun 178916.

Invaginasi atau intussussepsi adalah penyebab tersering dari

obstruksi usus akut pada anak. Di negara - negara barat, penderita

invaginasi biasanya datang dalam keadaan yang masih dini, sehingga

angka kesakitan dan angka kematian dapat ditekan. Kebanyakan penderita

sembuh bila dirawat sebelum 12 jam setelah kejadian. Di negara-negara

berkembang seperti di Indonesia, penderita sering datang dalam keadaan

yang sudah terlambat atau lebih dari 12 jam setelah kejadian. sehingga

sebagian besar memerlukan tindakan pembedahan yang sering disertai

dengan reseksi usus16.

Beberapa Negara, diagnosis intususepsis dapat tidak terkonfirmasi

pada beberapa anak dikarenakan keterbatasan fasilitas radiologi dan

beberapa kasus dapat terjadi reduksi spontan sebelum ditentukannya

diagnosis radiologi12.

3
B. Anatomi7

1. Usus Halus

Usus halus dimulai dari ujung distal pylorus sampai dicaecum.

Terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum. Panjang seluruh usus halus

adalah kira-kira 7 meter.

Gambar 1. Usus Halus7

a. Duodenum

Merupakan ujung cranium dari usus halus. Pendek dengan

ukuran kira-kira 25 cm (sebelah 12 jari orang dewasa). Mulai

disebelah kanan linea mediana dan berakhir kurang lebih 1 inch

disebelah kiri linea mediana. Pangkal duodenum dimulai setinggi

vertebra lumbal I, kurang lebih 2,5 cm di sebelah kiri linea

mediana setinggi vertebra lumbalis II.

4
b. Jejunum dan ileum

Organ ini berkelok-kelok dan difiksasi pada dinding dorsal

cavum abdomen oleh mesenterium. Panjang seluruh jejunum-ileum

adalah 6-7 meter, jejunum berada dibagian proximal dengan

panjang kurang lebih 2/5 bagian dari keseluruhannya, sedangkan

ileum berada dibagian distal (anal) dengan panjang kira-kira 3/5

bagian yang sisa. Jejunum dan ileum menempati sebagian besarr

cavum abdomen bahkan sampai ke dalam cavum pelvicum.

2. Usus besar

Lebih pendak daripada usus kecil, panjang kira-kira 1,5 meter.

Pangkalnya lebih lebar daripada ujung distalnya. Terdiri dari caecum,

colon, rectum.

Gambar 2. Usus Besar7

a. Caecum

Bangunan ini merupakan permulaan dari kolon, salah satu

ujungnya buntu dan menghadap ke kaudal. Sedangkan ujung yang

lain terbuka menghadap ke cranial. Terletak didalam fossa iliaka

5
dextra, dibungkus oleh peritoneum (intra peritoneum), mudah

bergerak. Pada dinding sebelah kiri terdapat muara dari ileum.

b. Colon

Colon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum.

Kolon memiliki tiga divisi:

1) Colon ascendens: Merupakan kelanjutan dari caecum kearah

cranial. Mulai dari fossa iliaca dextra, berada di sebelah ventral

m. quadrates lumborum, di ventral polus inferior ren dexter,

membelok kekiri setinggi vertebra lumbalis 2, membentuk

flexura coli dextra, selanjutnya menjadi colon transversum.

2) Colon Transverum: mulai dari flexura coli dextra, berjalan

melintang ke kiri melewati linea mediana, agak miring ke

cranial sampai ditepi kanan ren sinistra, disebelah caudal lien,

lalu membelok ke caudal.

3) Colon descendens: dimulai dari flexura coli sinistra, berjalan

ke caudal, berada di sebela ventro-lateeral polus inferior ren

sinistra, di sisi lateral m. psoas major, disebelah ventral m.

quadrates lumborum sampai di sebelah ventral crista iliaca dan

di fossa iliaca sinistra, kemudian membelok kekanan, kea rah

ventrocaudal menjadi colon sigmoid, berada disebelah ventral

dari vasa iliaca externa.

4) Colon sigmoid: bangunan ini berbentuk huruf S dan terletak

didalam cavum pelvicum. Membuat dua buah lekukan dan pada

6
linea mediana menjadi rectum, setinggi corpus vertebra sacralis

3.

c. Rectum

Merupakan bagian caudal (anal) dari usus besar, terletak

retroperitoneal, memanjang mulai setinggi corpus vertebra sacralis

3 sampai anus. Anus adalah muara dari rectum ke dunia luar.

C. Definisi14,15

Invaginasi adalah suatu keadaan masuknya suatu segmen usus

kesegmen bagian distalnya yang umumnya akan berakhir dengan obstruksi

usus starangulasi . terjadi ketika segmen usus prolaps ke dalam lumen usus

yang berdekatan bagian usus yang prolaps dinamakan intususseptum,

sedangkan bagian usus yang menerima intussuseptum dinamakan

intussusipien.

D. Epidemiologi5,14

Invaginasi atau intususepsis sering ditemukan pada anak dan agak

jarang pada orang muda dan dewasa. Kebanyakan diditemukan pada

kelompok umur 2-12 bulan. Telaah literatur tahun 2013 menilai

epidemiologi intususepsi dibawah usia 18 tahun di dunia pada tahun 2002-

2012, penelitian ini mengungkapkan 44,454 kejadian intususepsi

diwilayah amerika utara, asia, eropa, oseania, afrika, mediteranian timur,

amerika selatan juga amerika tengah. Angka kejadian terendah adalah

pada usia 0-2 bulan, yaitu 13-37 per 100.000 orang dan insidens tertinggi

pada usia 4-7 tahun yaitu 97-126 per 100.000 orang . beberapa Negara

7
dengan insidens lebih darri 100 per 100.000 orang, yaitu Australia (101),

hongkong (108), dan jepang (185), Israel (219), Vietnam (302), dan korea

selatan (328). Sedangkan beberapa Negara dengan insidens rendah,

dibawah 20 kejadian per 100.000 orang adalah finlandia (20), india (18),

Malaysia (18), dan Bangladesh (9).

E. Etiologi9

Intususepsis terjadi akibat perubahan peristaltic normal oleh lesi di

dinding usus yang meyebabkan invaginasi. Itu dapat terjadi dimana saja di

usus besar maupun usus keci.

a. Etiologi pada anak

Intususepsi paling sering ditemukan pada anak-anak dan telah

dilaporkan sebagai kegawat daruratan pada anak usia dini dan yang

paling umum kedua penyebab obstruksi usus setelah stenosis pylorus.

Etiologi invaginasi anak biasanya idiopatik hanya 10% dari kasus yang

memiliki indentifikasi dan mencetuskan lesi. Fitur anatomi tertentu

dalam perkembangnyan saluran pencernaan dapat mempengaruhi usus

anak ke intususepsi, termasuk penyisipan anterior ileum terminal

sehubungan dengan sekum, penurunan kekakuan sekum sekunder

karena tidak adanya atau taeniae coli terbelakang, dan kurangnya peran

dari serat otot longitudinal usus besar di tingkat katup ileocecal.

Etiologi infeksi yang dapat menyebabkan limfedonompati

mesenterika adalah penyebab umum lain dari intususepsis anak.

Hipertrofi Peyer patch dalam pengaturan penyakit virus umum seperti

8
adenovirus dan rotavirus dapat menyebabkan intususepsi. Malrotasi

adalah etiologi lain dari intususepsi dalam kondisi yang disebut

sindrom Waugh. patofisiologi melibatkan prolaps di daerah ileokolika

ke kolon asenden di midabdomen pada anak dengan malrotasi. Karena

usus besar yang meninggi tidak melekat pada retroperitoneum

intususeptum sering berkembang ke dalam kolon descendens dan

rektum tanpa mengorbankan vaskularisasi usus. Pada saat operasi

untuk malrotasi dan intususepsi8.

b. Etiologi orang dewasa

Intususepsi orang dewasa jarang terjadi, hanya 1 sampai 5%

sumbatan usus Usia rata-rata intususepsi pada orang dewasa adalah 50

tahun tanpa dominasi jenis kelamin. Berbeda langsung dengan etiologi

pediatrik, intususepsi orang dewasa dikaitkan dengan penyebab yang

dapat diidentifikasi di 90% dari kasus simptomatik dengan penyebab

idiopatik pada 10% kasus. Neoplasma jinak atau ganas menyebabkan

dua pertiga kasus dengan poin utama: infeksi, perlengketan pasca

operasi, granuloma Crohn, tukak usus ( Yersinia), dan kelainan bawaan

seperti Meckel diverticulum. Dari kasus-kasus yang disebabkan oleh

neoplasma, 50% dari mereka adalah ganas. Dan kebanyakan lesi bersifat

jinak dengan rata-rata 50 hingga 75%8.

9
F. Patofisiologi4,8

Patofisiologi intususepsis adalah ketika terjadinya invaginasi

bagian proksimal segmen usus ke dalam bagian distal segmen usus yang

berdekatan. Seiring dengan terjadinya peristaltic pada usus intususepsis

akan mendorong usus semakin jauh kearah distal. Hal ini menyebabkan

kompesi pembuluh mesenterika dan limfatik yang menyebabkan kongesti

vena dan edema jaringan, sehingga akan menghasilakan sekresi lendir dan

perdarahan, nekrosis dinding usus, hingga perforasi.

Edema yang terjadi pada intususepsis juga menghasilkan sumbatan

intraluminal usus. Ketika gerakan peristaltic usus terganggu, translokasi

bekteri akan terjadi dan dapat menyebabkan terjadinya sepsis dan

hipovolemia pada pasien.

G. Klasifikasi8

Lokasi pada saluran cerrna yang sering terjadi invaginasi

merupakan lokasi segmen yang bebas bergerak dalam retroperitoneal atau

segmen yang mengalami adhesive. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4

kategori berdasarkan lokasi terjadinya:

a. Entero-enterika: usus halus masuk kedalam usus halus

b. Colo-colika: kolon masuk kedalam kolon

c. Ileo-colica: ileum terminal yang masuk ke dalam kolon ascendens

d. Ileo-sekal: ileum terminal yang masuk kedalam sekum dimana

lokus minorisnya adalah katup ileo-sekal

10
Invaginasi umunya berupa intususepsis ileo-colica yang masuk

naik ke kolon ascendens dan mungkin terus sampai keluar dari rektum

Gambar 3. Jenis-jenis Invaginasi15

H. Diagnosis

a. Gejala Klinis

Gejala klasik intusisepsis pada anak adalah nyeri perut,

muntah, dan defekasi darah yang sering disebut currant jelly. Jika

ketiga gejala klasik ini ada, nilai prediktif diagnosis intususepsis

mancapai 93%. Akan tetapi gejalah klasik hanya muncul pada kurang

dari 25% kasus. Mayoritas pasien, terutama dewasa datang dengan

gejala tidak spesifik seperti muntah, nyeri perut menangis berlebihan,

letergi, atau keluhan lain karena obstruksi usus, sehingga salah

diagnosis2,

The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group

mendirikan sebuah diagnosis klinis menggunakan campuran dari

kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini membantu untuk membuat

11
keputusan berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk membuktikan

apakah kasus tersebut adalah intususepsi.

Kriteria Mayor

a) Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah

hijau, diikuti dengan distensi abdomen dan bising usus yang

abnormal atau tidak ada sama sekali.

b) Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya

tercakup hal-hal berikut ini: massa abdomen, massa rectum atau

prolaps rectum, terlihat pada gambaran foto abdomen, USG

maupun CT Scan.

c) Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi

perdarahan rectum atau gambaran feses “red currant jelly” pada

pemeriksaan “Rectal Toucher“.

Kriteria Minor

a) Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun

b) Nyeri abdomen

c) Muntah

d) Lethargy

e) Pucat

f) Syok hipovolemi

g) Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.

12
Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat

pembuktian, yaitu:

Level 1 – Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)

Kriteria Pembedahan – Invaginasi usus yang ditemukan saat

pembedahan

Kriteria Radiologi – Air enema atau liquid contrast enema

menunjukkan invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa

dibuktikan dapat direduksi oleh enema tersebut.

Kriteria Autopsi – Invagination dari usus

Level 2 – Probable (salah satu kriteria di bawah)

Dua kriteria mayor

Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor

Level 3 – Possible

Empat atau lebih kriteria minor6

b. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologis dengan Barium enema dan atau

USG akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis

invaginasi. Foto abdomen 3 posisi biasanya normal, kadang

didapatkan gambaran dilatasi ringan bagian proksimal usus atau

tidak tampak gambaran udara pada abdomen kanan bawah.

Sedangkan pada keadaan invaginasi yang lanjut, tampak tanda-

tanda ileus obstruktif dan bayangan massa 16.

1) Foto Polos Abdomen13,16

13
Gambaran Foto Polos sebagai Berikut;

a) Tanda-tanda obstruksi mekanik usus halus bagian distal,

kadang-kadang tampak sebagai bayangan meyerupai sosis

dibagian tengah abdomen. Multipel air fluid level dan tidak

ada bayangan udara pada bagian distal usus.

b) Bayangan masa tubular pada abdomen yang merupakan

bayangan dari usus yang masuk ke lumen usus yang lain

Gambar 4. tampak bayangan massa (tanda panah)

merupakan bagian usus yang masuk ke lumen usus

proksimal16

14
Gambar 5. invaginasi lanjut, sudah tampak tanda-tanda

obstruksi16

Gambar 6. Jaringan lunak yang berbentuk sosis di tengah-

tengah foto. X-ray menunjukkan opasitas jaringan lunak yang

besar di kuadran kanan atas yang tampaknya menonjol ke

dalam suatu intralumen (mungkin kolon transversum)10

15
2) Barium Enema2,15,16

Barium Enema masih menjadi gold standard diagnosis

intususepsi Pada pemeriksaan barium enema atau colon in

loop tampak filling defek oleh masa intraluminar yang

menyebabkan kontras tidak dapat melewati segmen usus

proksimal.

Gambar 7. Cupping Effect pada pemeriksaan barium

enema15

Tampak gambaran cupping effect pada pemeriksaan

enema barium. Pemeriksaan enema barium pada invaginasi

dipakai untuk membantu diagnosis dan pengobatan sekaligus.

Zat kontas yang dimasukkan melui sonde ke dalam kolon akan

mendorong usus proksimal kembali ketempatnya. Apabilah

prosedur ini gagal. Kontras dikeluarkan lagi melalui anus dan

kontras yang tertinggal diantara usus yang terjepit akan

membentuk coiled spring appearance

16
Gambar 8. Intussusception di daerah colon ascenden

coiled spring appearance16

3) USG2,3

Pada ultrasonografi, pada gambaran longitudinal dapat

ditemukan hayfork sign atau sandwich sign yang

patognomonik, yaitu 3 area hipoekoik yang terpisahkan oleh

area hiperekoik. Tiga area ini menggambarkan segmen usus

yang berdilatasi dan terisi segmen usus lain. Pada beberapa

kasus akan terlihat gambaran pseudokidney yang terbentuk

karena intususepsi melengkung dan mesenterium hanya terlihat

pada satu sisi saja. Pada gambaran aksial, terdapat gambaran

hipoekoik melingkar. Area hipoekoik adalah area dinding usus

yang mengalami edema.Sedangkan lapisan di tengah adalah

gambaran lapisan mukosa dan serosa segmen usus yang masuk

ke dalam segmen usus lain. Gambaran ini memiliki beberapa

nama, yaitu bulls eye sign, target sign, atau donut sign

17
Gabmbar 9. potongan aksial, terdapat gambaran donut

sign3

Gambar 10. Potongan longitudinal menunjukkan gambaran

berupa sandwich sign3

18
4) CT-Scan

Alat diagnostik lain adalah CT scan yang sensitif

untuk diagnosis intususepsi pada dewasa. CT scan dapat

membantu identifikasi lesi patologis usus, dapat mendeteksi

gangguan vaskuler, dan memprediksi kemungkinan

resolusi spontan. Dengan CT scan, makin sering ditemukan

intususepsi pada orang dewasa tanpa kelainan patologis

usus, sehingga meningkatkan keberhasilan terapi non-

operatif2.

Saat ini, CT scan perut dianggap sebagai metode

radiologis yang paling sensitif terhadap konfirmasi

intususepsi, dengan diagnostik yang dilaporkan akurasi 58%

-100% 8.

Gambar 11. (Gambar A) Karakteristiknya fitur CT scan

termasuk "target" . (Gambar B) yang tidak homogen atau

"sausageshaped" - massa jaringan lunak berbentuk layering

efek8

19
I. Penatalaksanaan2,11,13

Tindakan perbaikan keadaan umum mutlak perlu dikerjakan sebelum

melakukan tindakan apapun.

1. pemasangan sonde lambung untuk dekompresi dan mencegah aspirasi

2. rehidrasi. Hati-hati tanda-tanda dehidrasi kadang-kadang tidak jelas

tampak karena bayi bergizi baik dan sering malah gemuk

3. obat-obat penenang untuk penahan rasa sakit. Fenobarbital dan valium

4. setelah keadaan umum baik, dilakukan tindakan pembedahan, bila

jelas telah terdapat tanda-tanda obstruksi usus. Atau dilakukan

tindakan reposisi dengan enema barium.

5. Reposisi pneumostatik dengan tekanan udara keunggulan utama

reduksi intususepsi menggunakan udara adalah paparan radiasi rendah

dan risiko peritonitis rendah jika terjadi perforasi. Selain itu

penggunaan udara membuat tindakan reduksi lebih cepat, aman dan

murah dibandingkan menggunakan barium. Reduksi dengan udara

lebih berhasil dengan komplikasi tidak signifikan, tetapi tidak

disarankan pada kasus intususepsis usus halus atau kasus prolaps

karena angka keberhasilannya rendah.

6. Reposisi hidrostatik dapat dikerjakan sekaligus sewaktu diagnosis

rontsgen tersebut ditegakkan, asalkan keadaan umum mengizinkan,

tidak ada gejala dan tanda rangsangan peritoneum, anak tidak toksik

dan tidak terdapat obstruksi tinggi. Tekanan hidrostatik tidak boleh

melewati satu meter air dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau

20
penekanan manual diperut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik ini.

Pengelolahan dikatakan berhasil jika barium kelihatan masuk ileum.

7. Jika reposis konservatif ini tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi

operatif. Sewaktu operasi, dicoba dilakukan reposisi manual dengan

mendorong invaginatum dari oral kearah sudut ileosekal, dorongan

dilakukan dengan hati-hati tanpa tarikan dari bagian proksimal

J. Komplikasi1

Mengingat probabilitas tinggi untuk keterlambatan diagnosis

karena keluhan yang tidak jelas dan diagnosis banding kerja yang luas,

intususepsi memiliki potensi komplikasi yang mengancam jiwa.

Komplikasi Termasuk: Peritonitis, Iskemia usus, nekrosis usus,

perforasi usus,sepsis akibat peritonitis yang tidak terdeteksi dan perdarahan

saluran cerna yang bisa menyebabkan hipovolemia

K. Prognosis4.

Prognosis untuk intususepsi sangat baik jika didiagnosis dan

diobati dengan cepat, tetapi jika tidak diobati dapat menyebabkan kematian

dalam dua hingga lima hari. Semakin lama segmen usus prolaps dan

semakin lama tanpa suplai darah, semakin tidak efektif reduksi non-

operatif

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Brill,A., Waheed, A. 2019. Intussusception In Adults

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK545264/ diakses 22/12/2019 jam

20.21

2. Djaya, A.M.E.S. 2019. Diagnosis dan tatalaksana intususepsis. CDK-274.

46(3)189-192

3. Güney, L.H. Is every intussusception treatment an emergency intervention

or surgery?. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg. (22) 2. 149-144

4. Jain, S., Michella., Haydel. 2019. Child Intussusception

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK431078/?report+classic akses

18/12/2019 jam 21.11

5. Jiang, dkk. 2013. Childhood Intussusception: A Literature Review. Ploz

One. (8) 7. 1-14

6. Julie., dkk. 2004. Clinical Case Definition for the Diagnosis of Acute

Intussusception. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutritio. (29) 5.

511-518

7. Luhulimu, dkk. 2014. Buku Ajar Anatomi Biomedik 2. FkUnhas.

Makassar

8. Marinis A, Yiallourou A., Smanides, L., Dafnios, N., Anatasopoulos, G.,

Vassilou, S. et al. 2009. Intussusception of the bowel in adults: a refiew.

World Journal Gastroenterology . 15 (4). 407-11.

9. Marsicovetere, P. dkk. 2017. Intestinal Intussusception: Etiology,

Diagnosis, and Treatment. 30–39.

22
10. Rasad, S. 2015. Radiologi Diagnostik Ed. 2. FKUI. Jakarta

11. Reksprodjo,S. 2008. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fkui. Jakarta

12. Sela, G., Sitohang, R., Silitonga, H. 2018. Karakteristik Anak Penderita

Intususepsi di Rsud Dr. Pirugadi Medan Periode 2011-2016. Jurnal

Kedokteran Methodist. (11)110-114

13. Syamsuhidrajat, dkk. 2010. Buku ajar ilmu bedah. Ed 3. EGC. Jakarta

14. Soetikno, R. D. 2013. Radiologi Emergensi. PT Rafika Aditam. Jakarta

15. Tamaela, dkk. 2010. Radiologi Anak Diagnostik Gambar. IDAI. Jakarta

16. Zakaria, I. 2007. Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan Terapi

Invaginasi. Jurnal Kedokteran Syuh Kual,A. (7) 2. 99-107

23

Anda mungkin juga menyukai