Anda di halaman 1dari 36

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2020

UNIVERSITAS HALU OLEO

ULKUS PEDIS + DM TIPE 2

Oleh :

Atrisia Ayuning Tyas

K1A1 14 067

Pembimbing :

dr. Ady leonardy tendean, Sp,pd

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
BAB 1

STATUS PASIEN

A. Identitas

Nama :Ny. N

Umur : 55 Tahun

Alamat : Jl. Poros Gunung Jati

Agama : Islam

Suku : Muna

Pendidikan : SD

Pekerjaan : IRT

No RM ; 08 43 33

Tanggal Masuk : 22 Februari 2020

B. Anamnesis

1. Keluhan utama

Luka di kaki kanan

2. Anamnesis Terpimpin

Pasien datang ke UGD RS Santa Anna dengan keluhan luka pada kaki kanan

sejak 1 minggu yang lalu. Luka dirasakan awalnya kecil, semakin lama semakin

bertambah lebar dan susah untuk sembuh. Pasien juga mengeluh nyeri pada

luka, bernanah tetapi tidak keluar darah. Pasien mengeluh kakinya terasa tebal

dan sering kesemutan. Pasien juga mengeluh demam. Nafsu makan sebelum sakit

biasa 3 x sehari + cemilan pagi teh dan gabing, pasien mengeluh sering buang air

kecil sekitar sehari 3-4 kali sehari pasien mengeluh sering terbangun malam hari
karena ingin buang air kecil, tidak disertai darah (-) batu (-) dan tidak nyeri,

Buang air besar biasa. Keluhan lain pasien mengeluh lemah nafsu makan biasa

dan berat badan tidak menurun. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya (-),

riwayat penyakit lainnya (-), Riwayat penyakit dalam keluarga DM(+) Adik.

Riwayat mengkonsumsi obat (-)

C. Pemeriksaan Fisis

Keadaan Umum
Sakit sedang, Composmentis, E4V5M6, Status gizi Lebih (BB =68 , TB=156) IMT =
27,9 kg/m2 (Overweight)
Tanda Vital
TD Nadi Pernafasan Suhu
160/80 mmHg 80 x/Menit 20 x/Menit 370C/Axillar
(reguler, kuat
angkat)
Status Generalis
Kepala Normocephal, simetris
Rambut Berwarna hitam beruban
Mata Konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-), exopthalmus (-), edema
palpebra -/-, gerakan bola mata dalam batas normal, refleks kornea (+)
refleks pupil (+)
Hidung Epitaksis (-) rinorhea (-)
Telinga Otorrhea (-) nyeri tekan mastoid (-)
Mulut Bibir pucat (-) bibir kering (-) perdarahan gusi (-) lidah kotor (-),
tremor (-), atrofi papil lidah (-) faring hiperemis (-) tonsil T1/T1
Leher Pembesaran kelenjar(-), hiperemis (-)
Thoraks Inspeksi
Pergerakan hemithorax simetris kiri dan kanan. Retraksi sela iga (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi
Sonor (+/+)
Auskultasi
Bunyi nafas Rhonki basal (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi
Ictus kordis tidak tampak
Palpasi
Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicular sinistra, thrill (-)
Perkusi
Batas jantung kanan pada ICS IV linea parasternal dextra, batas
jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi
BJ I dan II regular
Abdomen Inspeksi
Datar, ikut gerak napas (+)
Auskultasi
peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi
Nyeri tekan epigastrium (-)
Perkusi
timpani (+)
Ekstremitas Kekuatan otot ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah 5/5, edema
pretibial (-/-), pitting (-) peteki -/-
Ulkus pedis dextra, tampak pus, eritema, nyeri tekan (+)

D. Pemeriksaan penunjang

22/Februari/2020

Parameter Hasil Nilai rujukan

GDS 520 mg/dl <140

22 Februari 2020

Parameter Hasil Nilai rujukan

WBC 12.1 [10^3/uL] 4,00 - 10,00


RBC 4.14 [10^6/uL] 4,00 - 5,50
HGB 11,5 [g/dL] 13,0 - 16,0
PLT 299 [10^3/uL] 150– 400
Ur 23 mg/dl 10,0 - 50,0
Cr 0,6 mg/dl 0,1 - 1,3

22 Februari 2020

Urin Rutin Hasil Nilai Rujukan


Warna Kuning + Bening
Kejernihan Sedikit keruh Jernih
Glukosa Positif (+++) Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Bert Jernis (BJ) 1,015 1000-1005
Eritrosit Negatif Negatif
Ph 6 6,0-7,5
Protein Negatif Negatif
Urobilin Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Mikroskopik
Eritrosit urin 1-2 4-5
Leukosit urin 2-3 4-5
Epitel Positif Positif
Bakteri Tidak ditemukan Tidak ditemukan

E. Resume

Pasien datang ke UGD RS Santa Anna dengan keluhan luka pada kaki kanan

sejak 1 minggu yang lalu. Luka dirasakan awalnya kecil, semakin lama semakin

bertambah lebar dan susah untuk sembuh. Pasien juga mengeluh nyeri pada luka,

bernanah tetapi tidak keluar darah. Pasien mengeluh kakinya terasa tebal dan sering

kesemutan. Pasien juga mengeluh demam.Nafsu makan biasa. Sering buang air kecil

sekitar 3-4 kali sehari pasien mengeluh sering terbangun malam hari karena ingin

buang air kecil, BAB biasa, penyakit dalam keluarga DM (+) Adik. Kebiasaan makan

sebelum sakit biasa 3 x sehari + cemilan pagi teh dan gabing. Tidak pernah berolah

raga.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan status overweight IMT (27,9 kg/m 2), TD

160/80 mmHg, nadi 80x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 37 0C/Axillar. Ektremitas,

ulkus pedis dextra tampak pus, eritema, nyeri tekan (+) Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan GDS 520mg/dl(meningkat), WBC 12,1 [10^3/uL]

meningkat.

F. Diagnosis

DX : Diabetes melitus type 2 + Ulkus Pedis

G. Diagnosis banding

Sindroma Metabolik

H. Penatalaksanaan

a) IVFD NS 100 cc lanjut 14 tpm

b) Cefotaxim iv/12 jam

c) Noverapid 3X6 IU/ SC

d) PCT 3X1

e) Amlodipin 1x10 mg

f) Candesartam 1x8 mg

g) Diet DM 25

I. Perkembangan Pasien

Hari / Tgl Perjalanan Penyakit Rencana Terapi


Minggu , S: nyeri pada luka di telapak kaki kanan, P:
terasa tebal pada kaki, nyeri kepala a) IVFD Ns 20 TPM 0,9% 10 tpm
23/02/2020
berdenyut b) Inj. Ceftriaxone 1g/12 jam//iv
O: TD : 140/70 mmHg c) Amlodipine tab 1x10 mg
N : 84 x/ menit d) Candesartan 1x8 mg
P : 20 x / menit e) Paracetamol 3 x 500 mg
S : 36,5ºC/Axila f) Sansulin 1x14 IU
Thorax: g) Noverapid 3x 10 IU
Inspeksi h) Diet DM 25 kg/BB/Hari
Pergerakan hemithorax simetris kiri i) Konsul bedah
dan kanan. Retraksi sela iga (-)
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi
Sonor (+/+)
Auskultasi
Bunyi nafas Rhonki basal (-/-),
Wheezing (-/-)
Abdomen:
Inspeksi
Perut cembung, ikut gerak napas
Auskultasi
bising usus (+) kesan normal
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi
Timpani (+)
Ekstremitas : edema (-), ulkus pedis
dextra (+) pus (+), eritema (+)
GDS: 247 mg/dl
A: DM type 2 + ulkus pedis
Senin, S: : nyeri pada luka di telapak kaki kanan, P:
terasa tebal pada a) IVFD Ns 20 TPM 0,9% 10
24/02/2020
O: TD : 140/80 mmHg tpm
N :75 x/ menit b) Inj. Ceftriaxone 1g/12 jam//iv
P : 22x / menit c) Amlodipine tab 1x10 mg
S : 37ºC d) Candesartan 1x8 mg
Thorax: e) Paracetamol 3 x 500 mg
Inspeksi f) Sansulin 1x14 IU
Pergerakan hemithorax simetris kiri g) Noverapid 3x 10 IU
dan kanan. Retraksi sela iga (-) h) Diet DM 25 kg/BB/Hari
Palpasi i) Konsul dokter spesialis
Nyeri tekan (-), massa (-) penyakit dalam
Perkusi
Sonor (+/+)
Auskultasi
Bunyi nafas Rhonki basal (+/+),
Wheezing (-/-)
Abdomen:
Inspeksi
Perut cembung, ikut gerak napas
Auskultasi
bising usus (+) kesan normal
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi
Timpani (+)
Ekstremitas : edema (-), ulkus pedis
dextra (+) pus (+), eritema (+)
GDS: 240 mg/dl
A: DM Tipe 2 + Ulkus Pedis
selasa, S: : nyeri pada luka di telapak kaki kanan P:
berkurang, a) IVFD Ns 20 TPM 0,9% 10
25/02/2020
O : TD : 90/70 mmHg tpm
N : 78 x/ menit b) Inj. Ceftriaxone 1g/12 jam//iv
P : 20 x / menit c) Amlodipine tab 1x10 mg
S : 36,6ºC d) Candesartan 1x8 mg
Thorax: e) Paracetamol 3 x 500 mg
Inspeksi f) Sansulin 1x14 IU
Pergerakan hemithorax simetris kiri g) Noverapid 3x 10 IU
dan kanan. Retraksi sela iga (-) h) Diet DM 25 kg/BB/Hari
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi
Sonor (+/+)
Auskultasi
Bunyi nafas Rhonki basal (+/+),
Wheezing (-/-)
Abdomen:
Inspeksi
Perut cembung, ikut gerak napas
Auskultasi
bising usus (+) kesan normal
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi
Timpani (+)
Ekstremitas: edem (-), regio pedis
dextra post debridemens

GDS : 247
A: DM Tipe 2 + ulkus pedis dextra post
debridemens
J. Prognosis

 Ad vitam : Dubia ad bonam

 As Functionam : Dubia ad malam

 Ad Sanactinam : Dubia ad bonam

Diskusi

Usia dan Jenis Kelamin


KASUS TEORI
Ny. N Jenis kelamin Perempuan, Usia 55 Penelitian yang dilakukan Yosmar dkk
tahun (2018), Kelompok usia terbanyak yang
terkena Diabetes Melitus type 2 yaitu rentang
usia 45-74 tahun. Peningkatan risiko diabetes
seiring dengan umur, khususnya pada usia
lebih dari 50 tahun, disebabkan karena pada
usia tersebut mulai terjadi peningkatan
intolenransi glukosa. Adanya proses penuaan
menyebabkan berkurangnya kemampuan sel
β pancreas dalam memproduksi insulin.
Selain itu pada individu yang berusia lebih
tua terdapat penurunan aktivitas mitokondria
di sel-sel otot sebesar 35%. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar
lemak di otot sebesar 30% dan memicu
terjadinya resistensi insuli1. Sedangkan
analisis antara jenis kelamin prevelensi
kejadian DM type 2 wanita lebih tinggi
dibandingkan laki-laki. Wanita lebih berisiko
mengidap diabetes karena secara fisik wanita
memiliki peluang peningkatan indeks masa
tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus
bulanan (premenstrual syndrome), pasca-
menopouse yang membuat distribusi lemak
tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat
proses hormonal tersebut sehingga wanita
berisiko menderita diabetes mellitus tipe2
dilakukan2

GEJALAH KLINIS
KASUS TEORI
Pasien datang ke UGD RS Santa Anna Berbagai keluhan dapat ditemukan pada DM
dengan keluhan luka pada kaki kanan sejak 1 berupa keluhan klasik seperti: poliuria,
minggu yang lalu. Luka dirasakan awalnya polidipsi, polifagia dan penurunan berat
kecil, semakin lama semakin bertambah lebar badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
dan susah untuk sembuh. Pasien juga Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal,
mengeluh nyeri pada luka, bernanah tetapi mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria
tidak keluar darah. Pasien mengeluh kakinya serta pruritus vulva pada wanita3.
terasa tebal dan sering kesemutan. Pasien Pada pasien ini ditemukan ulkus kaki yang
juga mengeluh demam.Nafsu makan biasa. susah untuk sembu dimana pada pasien
Sering buang air kecil sekitar 3-4 kali sehari diabetes hal ini bisa disebabkan karena aliran
pasien mengeluh sering terbangun malam draah yang tidak lancar di kaki. Terjadi
hari karena ingin buang air kecil, BAB biasa proses angiopati berupa penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah perifer, sering
terjadi pada tungkai terutama kaki, akibat
perfuse jaringan bagian distal dari tungkai
menjadi berkurang kemudian timbul ulkus.
Selain itu penekanan terus menerus pada
telapak kaki saat berjalan juga dapat
mnyebabkan pasien ulkus kaki muda sekali
mengalami trauma. Sering juga bersamaan
dengan neuropati terganggunya sistem saraf
perifer sehingga pasien biasanya merasakan
baal paresteia, dan kesemutan pada kaki 4.
Pada kasus ini juga ditemukan pasien lebih
sering buang air kecil dan terbangun malam
hari karena ingin buang air kecil (poliuria)
hal ini terjadi karena kada gula darah
melebihi nilai ambang ginjal (>80 mg/dl),
sehingga gula akan keluar bersama urin.
Untuk menjaga agar urin yang keluar tidak
tidak terlalu pekat, tubuh akan menarik air
sebanyak mungkin kedalam urin sehingga
urin keluar dalam volume yang banyak dan
buang air kecilpun menjadi lebih sering.
Dalam keadaan normal, urin akan keluar
sekita 1,5 liter perhari, tetapi pada penderita
DM yang tidak terkontrol dapat
memproduksi lima kali dari jumlah itu5
RIWAYAT KEBIASAAN
KASUS TEORI
Kebiasaan makan sebelum sakit biasa 3 x Penelitian yang dilakukan oleh Imelda, 2018
sehari berupa nasi, jagung, ubi, ikan, sayur, Pola makan yang tidak sehat tinggi lemak,
mie instan + cemilan pagi teh dan gabing . gula, garam, dapat mengakibatkan
Tidak pernah berolah raga. masyarakat mengkonsumsi makanan secara
berlebihan yang dapat mengakibatkan
peningkatan kadar gula darah6. Hasil
penelitian sejalan dengan arifandi, 2012
dengan judul faktor- faktor penyebab
terjadinya diabetes melitus di ruang murai
RSUD arifin ahmad pekanbaru dimana
meneliti sebanyak 156 responden dengan
hasil berdasarkan pola makanan yang sehat
berjumlah 70 responden dan pola makanan
yang tidak sehat berjumlah 86 responden7 .
PEMERIKSAAN FISIK
KASUS TEORI
ditemukan status gizi lebih IMT (27,9kg/m 2), Obesitas dan gizi lebih merupakan faktor
TD 160/80 mmHg, Ekstremitas, ulkus pedis predisposisi terjadinya resistensi insulin.
dextra tampak pus, eritema, nyeri tekan (+), Semakin banyak jaringan lemak padah tubuh,
Pemeriksaan lainnya dalam batas normal maka tubuh semakin resisten terhadap kerja
insulin, terutama terutama bilah lemak tubuh
atau kelebihan berat badan terkumpul
didaerah sentral atau perut, lemak dapat
memblokir kerja insulin, sehingga glukosa
tidak dapat diangkut kedalam sel dan
menumpuk dalam pembuluh darah, sehingga
terjadi peningkatan kadar glukosa darah8.
Penelitian menurut Sunjaya (2009)
menemukan bahwa individu yang mengalami
hipertensi mempunyai risiko 1,5 kali lebih
besar untuk mengalami diabetes dibanding
individu yang tidak hipertensi9. Pengaruh
hipertensi terhadap kejadian diabetes melitus
disebabkan oleh penebalan pembuluh darah
arteri yang menyebabkan diameter pembuluh
darah menjadi menyempit. Hal ini akan
menyebabkan proses pengangkutan glukosa
dari dalam darah menjadi terganggu2.
Selain itu orang yang mengidap penyakit
diabetes mellitus lebih tinggi risikonya
mengalami masalah kaki karena
berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat
(neuropati) sehingga membuat penderita
tidak menyadari dan sering mengabaikan
luka yang terjadi. Sirkulasi darah pada
tungkai yang menurun dan kerusakan endotel
pembuluh darah berperan terhadap timbulnya
kaki diabetik dengan menurunnya jumlah
okigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit
maupun jaringan lain sehingga menyebabkan
luka suit sembuh. Berkurangnya daya tahan
tubuh yang terjadi pada penderita diabetes
melitu juga lebih rentan terhadap infeksi6
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
KASUS TEORI
1. Gulah Darah Sewaktu Pada pasien diabetes mellitus didapatkan
 GDS 520 mg/dl peningkatan kadar glukosa darah sewaktu
2. Darah rutin ≥200 mg/dl. Selain itu juga bisa didapatkan
 WBC 12.1 [10^3/uL] glukosa di dalam urin pasien. Pada pasien ini

 HGB 11,5 [g/dL] juga terdapat ulkus pada kaki dimana terjadi

Yang lain dalam batas normal peningkatan WBC yang merupakan salah

3. Urin rutin satu tanda adanya infeksi.

 Warna Kuning +
 Kejernihan sedikit keruh
 Glukosa Positif (+++)

Yang lain dalam batas normal

BAB 2

PEMBAHASAN

I. DM TIPE 2
A. Pendahuluan
Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa

dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas

penyakit diabetes mellitus, meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa


keadaan yang lain. Saat ini penelitian epidemiologi menunjukkan adanya

kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe2 diberbagai

penjuru dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi adanya

peningkatanjumlah penyandang DM yang menjadi salah satu ancaman kesehatan

global3.

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik yang terjadi

akibat pankreastidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat

menggunakan insulin yang di produksinya secara efektif. Sehingga mengakibatkan

terjadinyapeningkatan konsentrasi glukosa dalam darah yangdikenal dengan istilah

hiperglikemi. Menurut International Diabetes Federation-7 tahun2015, insulin

adalah hormon yang digunakan untukmengangkut glukosa dari aliran darah ke

dalam sel-seltubuhyangakandigunakansebagaisumberenergi.Jika tubuh kekurangan

insulin, maka akan terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah yang

dikenal dengan istilah hiperglikemi10.

Pasien yang menderita diabetes tipe2 beresiko tinggi unuk mengalami

beberapa komplikasi yang berbahaya misalnya, nefropati diabetic, retinopati

diabeti, dan ulkus diabetik. Diantara seluruh pasien diabetes, diperkirakan sebanyak

15%-25% diantaranya akan mengalami ulkus diabetes. Ulkus diabetes adalah

penyakit yang berbahaya karena bila tidak dirawat dengan baik, dapat

menyebabkan amputasi sebanyak 16-25% pasien yang mengalami ulkus diabetes

berakhir dengan amputasi11.

B. Definisi
Menurut PERKENI 2015, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan


sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. DM tipe 2 adalah kelompok

kelainan heterogen yang ditandai dengan berbagai derajat resistensi insulin,

gangguan sekresi insulin dan produksi gula yang berlebihan oleh hati 3,12.

Ulkus kaki Diabetes merupakan salah satu komplikasi kronis diabetes

mellitus (DM) yang sering dijumpai dan ditakuti.infeksi kaki diabetek sebagai

invasi dan multiplikasi organism patogen yang menginduksi repon inflamasi diikuti

kerusakan jaringan lunak atau tulang distal maleolus kaki penderita diabetes 13

C. Epidemiologi
Data dari berbagai studi global menyebutkan bahwa penyakit DM adalah

masalah kesehatan yang besar. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah

penderita diabetes dari tahun ke tahun. Pada tahun 2015 menyebutkan sekitar 415

juta orang dewasa memiliki diabetes, kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di tahun

1980an. Apabila tidak ada tindakan pencegahan maka jumlah ini akan terus

meningkat tanpa ada penurunan. Diperkirakan pada tahun 2040 meningkat menjadi

642 juta penderita.Prevalensi diabetes se-Indonesia diduduki olehprovinsi Jawa

Timur karena diabetes merupakan10 besar penyakit terbanyak. Jumlah penderita

DM menurut Riskesdas mengalami peningkatan dari tahun 2007 sampai tahun 2013

sebesar 330.512 penderita14

D. Etiologi
Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes melitus bermacam-

macam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah

pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan

penting pada mayoritas penderita diabetes mellitus15


Pada pasien-pasien dengan diabetes melitus tipe 2, penyakitnya mempunyai

pola familial yang kuat. Risiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara

kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Jika orang tua menderita

diabetes melitus tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1, dan

sekitar 90% pasti pembawa (carrier) diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 ditandai

dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat

resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat

dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi

intraselular yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan

meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien

dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.

Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada

membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan

reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara

kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan

postreseptor dapat menggangu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel

beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar. Sekitar 80% pasien diabetes

tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan resistensi insulin, maka

kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes

melitus tipe 2. Pengurangan berat badan sering kali dikaitkan dengan perbaikan

dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa 15 .

E. Patogenesis
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah

dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DMtipe 2. Selain otot,liver

dan sel beta,organlain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis),

gastrointestinal (defisiensi incretin), selal phapancreas (hiperglukagonemia),

ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), kesemuanya

ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada

DMtipe23

Gambar 4. Organ yang berperan pada patogenesis hiperglikemia DM tipe 2

Secara garis besar pathogenesis DM tipe2 disebabkan oleh delapan hal

(omnious octet) berikut:

1. Kegagalan sel beta pancreas:


Pada saat diagnosis DM tipe2 ditegakkan ,fungsi sel beta sudah sangat

berkurang. Obat anti diabetic yang bekerja melalui jalur ini adalah

sulfonylurea, meglitinid, GLP-1agonis dan DPP-4 inhibitor3

2. Liver:
Pada penderita DM tipe2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu

gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver

(HGP=hepaticglucoseproduction) meningkat. Obat yang bekerja melalui

jalur ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis3.

3. Otot:
Pada penderita DM tipe2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple

diintra mioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul

gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan

penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja dijalur inia dalah metformin,

dant iazolidindion3.

4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhada pefekantili polisis dari insulin, menyebabkan

peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=

FreeFattyAcid) dalam plasma .Penigkatan FFA akan merangsang proses

glukone ogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin diliverdan otot. FFA

juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh

FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja dijalur ini adalah

tiazolidindion3.

5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar disbanding

kalau diberikan secar aintravena. Efek yang dikenal sebaga iefekin cretinini

diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-likepolypeptide-1) dan GIP

(glucose- dependent insulin otrophic polypeptide atau disebut juga

gastricinhibitory polypeptide). Pada penderita DMtipe-2 didapatkan


defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin

segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam

beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah

kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga mempunyai peran

dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang

memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh

usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang

bekerja untuk menghambat kinerja ensimalfa-glukosidase adalaha karbosa3

6. Sel Alpha Pancreas:


Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia

dan sudah diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glucagon

yang dalam keadaan puasa kadarnya didalam plasma akan meningkat.

Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara

signifikan dibandingin divide yang normal. Obat yang menghambat sekresi

glukagon atau menghambat reseptor glucagon meliputi GLP-1 agonis, DPP-4

inhibitor dan amylin3.

7. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM

tipe2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh

persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2

(Sodium Glucoseco- Transporter) pada bagian convulated tubulus

proksimal. Sedang 10% sisanya akan diabsorbsi melalui peran SGLT-1 pada

tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam

urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresigen SGLT-2. Obat


yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan

kembali glukosa ditubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat

urine. Obat yang bekerja dijalur ini adalah SGLT-2 inhibitor. Dapaglifozin

adalah salah satu contoh obatnya3.

8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsumakan yang kuat. Pada individu yang obes

baik yang DM maupun non- DM, didapatkan hiperinsulinemia yang

merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini

asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga

terjadi diotak. Obat yang bekerja dijalur Ini adalah GLP-1agonis, amylin dan

bromokriptin3

Patogenesis utama dari ulkus diabetic yaitu neuropati kemudian

iskemia pembuluh darah peifer. Hilangnya sensasi nyeri suhu akibat

neuropati sensorik menyebabkan hilangnya kewaspadaan terhadap trauma

atau benda asing, akibatnya banyak luka yang tidak diketahui secara dini

dan semakin memburuk karena terus menerus menngalami penekanan.

Kerusakan inervasi otot-otot intrinsic kaki akibat neurpati motorik

menyebabkan keidakseimbangan antara fleksi dan ekstensi kaki serta

deformitas kaki, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan

distribusi tekanan pada telapak kaki yang selanjutnya memicu timbulnya

kalus. Kalus yang tidak dikelola dengan baik akan mencadi sumber trauma

bagi kaki tersebu. Neuropati otonom menyebabkan penurunan fungsi

kelenjar keringat dan sebum. Kaki akan kehilangan kemampuan alami


untuk melembabkan kulit, kulit menjadi kering dan pecah-pecah sehingga

mudah terinfeksi11

Penyakit arteri perifer (PAP) merupakan factor yang berkontribusi

terhadap perkembangan Ulkus diabetes pada 50% kasus. PAP jarang berdiri

sendiri sebagai penyebab ulkus dibetes. Meroko, hipertensi, dan

hiperlipidemia memberikan kontribusi pada perkembangan PAP, adanya

iskemia akibat insufisiensi arteri perifer menyebabkan terjadinya penurunan

oksigenasi didaerah ulkus yang mempersulit penyembuhan 11

F. Klsifikasi Kaki diabetic16

Pasien DM dengan ulkus diabetic berdasarkan risiko kategori kumulatif, yang

bertujua untuk memungkinkan rencana desain penatalaksanaan dan menentukan

apakah pasien memiliki risiko terhadap ulkus atau amputasi.

1. Working grup on diabetic foot (Klasifikasi pedis)

Klasifikasi pedis bertujuan untuk menentukan kelainan apayang lebih

dominan, vaskuler, infeksi atau neuropatik sehingga arah pengelolaannya pun

dapat bertuju dengan lebih baik:


Tabel 1. Klasfikas Pedis (Setiati, 2014

2. Klasifikasi Wagner

Tabel 2. Klasifikasi wagner

Grade Lesi
0 Tidak ada lesi terbatas, dapat berupa deformitas atau selulitis
1 Ulkus superficial
2 Ulkus dalam hingga ke tendon atau kapsul sendi
3 Ulkus dalam dengan abses, osteomielitis, atau sepsis sndi
4 Ganggren local- pada kaki depan atau tumit
5 Ganggren paada semua kaki

G. Faktor Risiko

Faktor risiko DM bisa dikelompokkan menjadi faktor risiko yang tidak dapat

dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat

dimodifikasi adalah ras dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan

DM, riwayat melahirkan bayi dengan BB lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir

dengan BBLR (kurang dari 2500 gram). Sedangkan faktor risiko yang dapat

dimodifikasi erat kaitanyya dengan perilaku hidup yang kurang sehat, yaitu obesitas

abdominal/sentral, kurangnya aktifitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet tidak

sehat/tidak seimbang, riwayat TGT atau GDP terganggu, dan merokok 12

H. Manifestasi Klinis

Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifalgia, penurunan berat

badan yang tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan gejala tidak khas DM di

antaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, penglihatan kabur,

disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita. Apabila ditemukan

gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal hanya satu kali sudah cukup

untuk menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM,

maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal 17


I. Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan

diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan

darah utuh (wholeblood), vena, ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan

memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan

oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan

dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer 16.

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah

ini: Keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah

badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus

vulvae pada wanita16.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari

tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.

2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7.0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.


3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang

dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara

dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air 16.

Gambar5.Langkah-Langkah Diagnostik DM dan Toleransi Glukosa Terganggu

Diagnosis klinis yang dapat ditegakkan pada ulkus diabetes dengan ditemukan

minimal tanda lokal inflamasi, yaitu eritema, kalor, nyeri, edema, dan secret

purulen. Tanda lain (sekunder) infeksi meliputi adanya jaringan nekrosis, granulasi,

sekret non-purulen, bau basuk, atau lukah yang gagal sembuh dengan perawatan

adekuat. Tanda-tanda ini berguna jika tanda local dan sistemik tidak ditemukan

akibat neuropati perifer atau iskemi13.


 Pemeriksaan darah

Kadar laju endap darah (LED) terbukti berguna mendukung diagnosis:

peningkatan kadar LED yang tinggi (LED>70 mm/jam) menunjukan

kemungkinan osteomielitis yang menyertai infeksi kaki diabetic. Peningkatan

kadar C-Reactive Protein, prokalsitonin, dan jumlah leukosit dapat menentukan

deraja infeksi sistemik13

 Pencitraan

Foto polos umumnya merupakan modalitas diagnosis utama untuk menentukan

derajat atau luas infeksi kaki diabetic. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai

adanya osteomielitis. Pencitraan lain meliputi Magnetic resonance imaging

(MRI), bone scen, dan lain-lain umumnya untuk menyingkirkan diagnosis lain

pada keadaan klinis atipikal13 .

J. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup

penyandang diabetes. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian

glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien

secara komprehensif3

1. Penatalaksanaan Non Farmakologi


a) Edukasi
Meliputi pemahaman tentang penyakit DM, makna dan perlunya

pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM, intervensi farmakologis dan

non farmakologis, dan lain-lain3

b) Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara

teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total

150 menit perminggu. Jeda natar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.

Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan

jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi

karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan untuk menunda

latihan jasmani3.

c) Terapi Nutrisi Medis (TNM)


Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan

anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang

seimbangdan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing

individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya

keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada

mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau

terapi insulin itu sendiri3.

d) Penglolaan kaki diabetic pada penderita DM

Pada pasien DM untuk mencegah terjadinya kaki diabetes selalu

sempatkan melihat dan memeriksa kaki penyandang DM sambil mengingatkan

kembali mengenai cara pencegahan dan cara perawatan kaki yang baik . Selain
itu diperlukan juga penyuluhan: untuk kaki yang kurang merasa/insensitive, alas

kaki perl diperhatikan benar, untuk melindungi kaki insensitive tersebut. Kalau

sudah ada deformitas perlu perhatian khusus mengenai sepatu/alas kaki yabg

dipakai untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk risiko dengan

permasalaan vaskuler latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk memperbaiki

vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, tentu saja semua usaha dan

dana yang seyogyanya perlu dikerahkan untuk mencoba menyelamatkan kaki 16.

2. Terapi Farmakologis
a. Obat Anti Hiperglikemi Oral

Dibagi menjadi 2 kelompok obat:

1) Golongan secretagogue (merangsang sekresi insulin) yang terdiri dari

golongan sulfonilurea dan non-sulfonilurea (Glinid).

2) Golongan non secretagogue (tidak merangsang sekresi insulin) yang

terdiri dari golongan biguanid (Metformin), thiazolidindion, α glukosidase

inhibitor, dan obat golongan terbaru yaitu DPP IV inhibitor serta GLP-1 3..
Tabel 5. profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia

b. Obat Anti Hiperglikemi Suntik

Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

1) HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic

2) Penurunan berat badan yang cepat

3) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

4) Krisis hiperglikemia

5) Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,

stroke)

6) Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak

terkendali dengan perencanaan makan

7) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat


8) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

9) Kontra indikasi dan atau alergi terhadap OHO

10) Kondisi peri operatif sesuai dengan indikasi3.

Gambar 6. Algoritme pengelolaan DM tipe 2


3. Penatalaksanaan ulkus pedis pada pasien diabetic

a. Revaskularisasi

Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jikalau kludikasio

intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan 16.

b. Wound control

Perawatan luka sejak pertama kali pasien dating merupakan hal yang harus

dikerjakan denan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan seermat

mungkn. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakuukan setelah debridement yang

adekuat. Saat ini terdapat banyak sekali macam dressing (pembalut) yang

masing-masing tenu dapat dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka. Dan

juga letak luka tersebut. Dressing yang mengandung komponen zat

penyerap seperti carbonated dressing, alginate dressing akan bermanfaat

pada keadaan luka yang masi9h produktif, demikian pula hydrophilic fiber

dressing atau silcer impregnated dressing akan dapat bermanfaat untuk

luka produktif dan terinfeksi. Tetapi jangan lupa baha tindakan debridement

yang adekuat merupakan syarat mutlak yang harus dikerjakan dahulu

sebelum menilai dan mengklasifikasikan luka. Debridement yang baik dan

adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang

harus dikeluarkan tubuh, dengan demikan tentu akan sangat mengurangi

poduksi pus/cairan dari ulkus/gangrene16.

c. Microbiological control

Umumnya didapatkan infeksi bakteri yang mutipel, anaob dan anerob.

Antibiorik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan


kuman dan resisttensinya. Umumnya didapatkan pola kuman yang

polimikrobial, campuran gram positif dan gram negative erta kuman

anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu kuman untuk line

pertama pemberian antibiotic harus diberikan antibiotic dengan spectrum

luas, mencakup kuman gram positif dan negatif (seperti misalnya golongan

sefalosporin), dikombnasikan dengan obat yang bermanfaat terhadapa

kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol) 16

d. Pressure control

Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan berat

badan- weight bearing), luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan

sempat menyembuh, apalagi kalau luka tersebut terletak dibagian plantar

seperti luka pada kaki chorcoat.

Berbagai cara untuk mencapai keadaan non wight-bearing dapt

dilakukan antara lain dengan:

1. Removable cast wwalker

2. Total contact casting

3. Temporary shoes

4. Felt padding

5. Crutchoes

6. Wheelchair

7. Electric carts

8. Craddled insoles16
Berbagai cara surgical dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada

luka seperti:

1. Dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses

2. Prosedur koreksi bedah seperti operasssi untuk hammer toe, metatarsal

head resection, achiles tendon lengthening, partial calcanectomy 16

K. Komplikasi

Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan

kerusakan berbagai sistem tubuh terutama saraf dan pembuluh darah. Beberapa

konsekuensi dari diabetes yang sering terjadi adalah:

1. Meningkatnya risiko penyakit jantung dan stroke.

2. Neuropati (kerusakan saraf) di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus di kaki,

infeksi dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki.

3. Retinopati diabetikum, yang merupakan salah satu penyebab utama kebutaan,

terjadi akibat kerusakan pembuluh darah kecil di retina.

4. Diabetes merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal.

5. Risiko kematian penderita deiabetes secara umum adalah dua kali lipat

dibandingkan bukan penderita diabetes.

Dengan pengendalian metabolisme yang baik, menjaga agar kadar gula darah

berada dalam kategori normal, maka komplikasi akibat diabetes dapat

dicegah/ditunda12
DAFTAR PUSTAKA

1. Yosmar. R., Almasdy. D., Rahma, F. 2018. Survei risiko Penyakit Diabetes Melitus

Terhadap Masyarakat Kota Padang. Jurnal Sains Farmas & Klinis. 5(2) 13:141

2. Trisnawati, S. K., Setyorogo, S. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabete Melitus Tipe

II Si Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah

Kesehatan. 5(1). :11

3. Perkini. 2015. Konsensus Pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di

Indonesia 2015. PB PERKINI

4. Yuliastuti, R. A., Andriany, M., Putri,E. 2017. Kejadian Derajat Luka Diabetes Tidak

Berhubungan Dengan Nilai Risiko Diabetic Foot Ulcer. Jurnal Ilmu Dan Teknologi

Kesehatan, 4 (2). 215:227

5. Simatupang, R. 2017. Pengaruh pendidikan kesehatan melalui media Leaflet tentang

Diet DM terhadap pengetahuan pasien DM di RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli

tengah tahun 2017. Jurnal ilmu kohesi. 1 (2). 163:174

6. Imelda, S. 2018. Faktr-faktor yang mempengaruhi terjadinya diabetes melitus di

puskesmas harapan raya tahun 2018. Scientia Journal. 8 (1). 28:39

7. Afriandi, 2012. judul faktor- faktor penyebab terjadinya diabetes melitus di ruang

murai RSUD arifin ahmad pekan baru tahun 2012

8. Setiawan, R. M., Utomo, M., Rahayu, P. 2011. Hubungan antara Faktor karakeristik,

hipertensi Dan obesitas dengan kejadian diabetes mellitus di rumah sakit umum

daerah Dr. H. Soeondo Kendal

9. Sunjaya, Nyoman, I. 2009. Pola konsumsi makanan tradisional bali sebagai factor

risiko diabetes mellitus tipe 2 di tabanan. Jurnal Skala Husada. 6 (1). 75:81
10. Saputra L. 2013.. Buku Saku Harrison Endokrinologi dan Metabilisme. Tanggerang

selatan: KARISMA Publishing Group

11. Langi. Y. 2011. Penatalaksanaan Ulkus kaki diabetes secara terpadu. Jurnal

Biomedik. 3 (11). 95:101

12. Kemenkes RI. Situasi dan Analisis Diabetes; Waspada Diabetes. Jakarta: Infodatin

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI; 2014. Hal 1-7.

13. Hutagalung, dkk. 2019. Diabetic foot infection (Infeksi kaki diabetes)diagnosis dan

tatalaksana. CDKK-277. 46(6). 414:418

14. Lathifah NL. Hubungan Durasi Penyakit Dan Kadar Gula Darah Dengan Keluhan

Subyektif Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2017; 5(2): 231-

239.

15. PriceSA, Wilson,LM.PatofisiologiKonsepKlinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:

EGC; 2005.

16. Setiati, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam. InternalPublishing. Jakarta

17. PutriRI. Faktor Determinan Nefropati Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus Di

Rsud Dr. M. Soewandhie Surabaya. Jurnal Berkala Epidemiologi. 2015; 3(1): 109-

121

Anda mungkin juga menyukai